Kata-kata ini sangat tepat ketika dikaitkan kepada Simon.
Dia masih terus berpikir untuk berlaku
seperti penyembah berhala/pagan sebagaimana ia sebelumnya. Dia tidak patuh kepada Tuhan, dan ia berada dalam
bahaya besar dari murid Tuhan. Tidak heran kata-kata Petrus sangat tajam!
Kata-kata yang dilontarkan Petrus tidak dikarenakan pengabaian Simon terhadap
Perjanjian Lama, namun, terhadap
Perjanjian Baru, perjanjian anugerah. Dengan berupaya untuk membeli karunia
Tuhan, Simon telah mengabaikan perjanjian anugerah dan berupaya mencari
pengaruh Tuhan melalui sihir, melalui manipulasi, dalam sebuah cara seperti
ibadah kafir yang pagan. Simon berbalik
dari anugerah menuju sihir, dan berada dalam kuburan bahaya dengan
melakukannya. Petrus telah menggunakan kata-kata dalam Ulangan 29 untuk membuat
Simon berpikir dengan sangat serius mengenai dosanya dan konsekuensi-konsekuensi yang mengerikan yang
mengikutinya, jika pertobatan tidak dilakukan dengan tulus dan segera.
Bacalah lebih dahulu bagian-bagian sebelumnya :
Bacalah lebih dahulu bagian-bagian sebelumnya :
- Simon dan Simon (1) : Ketika Cultisme Menyusup Kedalam Gereja!
- Simon dan Simon (2) : Mentalitas Sihir dalam Diri Orang Kristen !
- Simon dan Simon (3) : Mentalitas Sihir dan Obsesi Pada Kuasa !
- Simon dan Simon (4) : Pergi Ke Neraka Dengan Dirimu dan Uangmu !
Teks yang dikutip,
bersama dengan kata-kata Petrus yang diucapkan kepada Simon dikatakan
dalam sebuah cara yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai keselamatan
Simon. Seorang manusia yang sungguh-sungguh diselamatkan seharusnya memahami
anugerah. Seorang manusia yang tidak menangkap
pokok inti anugerah adalah seorang manusia yang keselamatannya
dipertanyakan. Saya pikir pembaca akan mempertimbangkan dengan seksama
keselamatan Simon, sebagaimana kita bertanya-tanya juga mengenai keselamatan
orang-orang seperti Bileam, dalam
Perjanjian Lama (Bilangan 22-24). Simon tak
hanya seperti Bileam dalam
Perjanjian Lama, tetapi lebih seperti nabi-nabi dan rasul-rasul
palsu yang digambarkan dalam Perjanjian
Baru (bandingkan dengan 2 Petrus 2 dan 3; Yudas). Tidak mengherankan Petrus
begitu lantang mengecam orang ini.
Tanggapan Simon, juga
tidak datang dari kesungguhan hatinya. Tanggapannya bukanlah sebuah
pertobatan yang sungguh-sungguh. Dia nampaknya tidak mengekspresikan adanya
rasa berdosa terhadap Tuhan, atau pemisahan dirinya dari Tuhan, akibat dosanya.
Tidak juga dia memiliki keinginan untuk datang secara langsung kepada Tuhan
untuk mendapatkan pengampunan. Sebaliknya, dia lebih peduli dengan konsekuensi-konsekuensi atas dosanya
ketimbang pada dosa itu sendiri. Dia meminta Petrus untuk menjadi mediator atau pengantaranya. Ini
adalah sebuah catatan yang menyakitkan yang mengahiri catatan peristiwa ini.
Kesimpulan
Teks kita ini dimulai dengan sebuah era baru yang menggairahkan
dalam sejarah gereja. Era yang menggambarkan ekspansi injil dari Yerusalem ke
Yudea dan Samaria, dari bangsa Yahudi kepada
bangsa-bangsa lain—dalam kasus ini , orang-orang Samaria, yang setengah Yahudi. Ini adalah
sebuah testimoni lebih lanjut atas
kedaulatan Tuhan dalam menggenapi Amanat Agung dan janji pada Kisah Para Rasul
1:8, dimana terbentang strategi dan struktur kitab Kisah Para Rasul. Tuhan secara terus menerus menjalankan
rencana-rencana dan tujuan-tujuanya sekalipun
orang-orang-seperti Saul- yang menentang kebenaran dan yang menganiaya
jemaat. Kebenaran Tuhan dan gereja-nya, terus berjalan maju, walaupun dalam
sebuah cara yang tak satu manusiapun dapat memperkirakannya, dan tak seorangpun yang mempercayainya, jika dia
diberitahukan diawal.
Bagian Alkitab ini
bisa jadi memiliki sebuah penerapan yang sangat praktis bagi orang-orang
kudus yang pertama kali dan menerima dan membacanya. Anggaplah bahwa Simon benar-benar lepas dari imannya dan mendirikan sebuah
pemujaan. Pemujaan atau Cult dapat hadir selama masa ketika para rasul
(termasuk Paulus) sedang melayani
jemaat-jemaat. Cult ini dapat
menyebabkan beberapa orang percaya/Kristen terjatuh ikut terlibat. Jika
demikian, menyebutkan Simon, dosanya,
dan kecaman baginya oleh Petrus, maka
ini sungguh-sungguh menjadi sebuah peringatan bagi siapapun yang mungkin
tergoda untuk mendengarkan Simon dan mengikuti pengajarannya. Ini adalah sebuah
“rujukan” yang diinspirasikan dan bukan sebuah inspirasi yang positif.
Teks ini juga memberikan sebuah pelajaran bagi kita dalam
evangelisasi. Terlebih lagi dalam “profesi” Simon ada sebuah pertobatan yang tidak
sungguh-sungguh, sebuah ketidaksungguhan yang berputar-putar, sebuah kegagalan
untuk menolak dan melepaskan hal-hal jahat di masa lalu. Sebaliknya, Simon
tetap berpikir dan bertindak sebagai seorang penyihir ketimbang sebagai seorang
Kristen. Dia tertarik akan “kuasa spiritual” dengan bayaran, bukan dalam kepelayanan sebgai biaya
yang harus ia tanggung. Dia tidak mencari karunia-karunia ini yang dapat
membangun dan memberikan manfaat bagi orang-orang lain, tetapi karunia-karunia
yang akan menjadi sebuah sumber keuntungan bagi dirinya sendiri. Dia tidak pernah berpikir dalam pengertian anugerah,
tetapi dalam pengertian sihir dan manipulasi.
Betapa pentingnya bagi kita untuk memproklamasikan sebuah injil yang jernih, sebuah injil yang menidentifikasikan pemikiran-pemikiran lama manusia dan tindakan-tindakan dosa, dan injil yang memanggil manusia untuk bertobat dan melepaskan yang lama. Betapa sering injil dihadirkan dalam sebuah cara dimana manusia tidak perlu secara radikal menjadi diselamatkan, tetapi mereka dapat dengan begitu saja menambahkan sebuah keyakinan dalam Yesus kedalam gaya hidup mereka. Keselamatan, pada dasarnya, adalah sebuah perubahan radikal. Kita akan melihat hal ini bersama Paulus, tetapi kita tidak perlu melihatnya dengan Simon.
Saya mendapatkan hal ini sangat menarik dan informatif untuk
membandingkan “profesi” (apakah asli atau tidak) Simon dengan konversi Paulus.
Dalam kisah keduanya, kita diberitahukan cukup
sedikit tentang masa lalu kedua orang ini, tetapi ada sebuah perbedaan
kritikal. Paulus membuang dan menolak masa lalunya, meninggalkannya dibelakang
sebagai sesuatu yang pantas untuk mati, dan ia telah memulai untuk hidup dalam
sebuah cara yang sepenuhnya berbeda
(bandingkan dengan Filipi bab 3). Disisi lain, Simon, pada dasarnya membawa serta
masa lalunya, terus melanjutkan dalam masa lalunya sebagai sebuah profesi
Kristen. Kekristenan mengajarkan bahwa manusia lama harus mati, dan hidup yang
lama harus ditinggalkan dibelakang, dan manusia baru itu harus
dimanifestasikan, melalui Roh Tuhan (bandingkan dengan Roma 6-8).
Kita diberitahu bahwa Simon bersalah karena tidak bertobat dan menolak
cara-caranya yang lama. Secara
spesifik, hal yang seharusnya ia
bertobat adalah sihir. Sihir bertentangan dengan Kekristenan, dan sihir kerap
dibingungkan atau tercampur dalam Kekristenan. Lukas berurusan dengan “sihir” dalam Kisah
Para Rasul sebanyak tiga kali: disini
dalam bab 13, dan sekali lagi dalam bab 19. Pada kesemua tiga peristiwa ini, “sihir” yang yang
disingkapkan ini memiliki sebuah aroma religius. Disini, sihir Simon membuatnya
memiliki gelar sanjungan kehormatan “ Kuasa Besar dari Tuhan” (Kisah Para Rasul 8:10). Dalam Bab 13, Baryesus, seorang penyihir yang berupaya menahan Sergius Paulus untuk beriman
kepada Yesus, adalah seorang “nabi palsu”(13:6). Yang terakhir, dalam bab 19,
anak-anak Skewa yang mengalami serangan akibat tindakan eksorsime atau
pengusiran orang yang kerasukan setan, ini menyebabkan banyak yang menjadi
percaya kepada Kristus dan melepaskan praktek-praktek sihirnya (19:11-20).
Dalam bab 13 dan 19, para penyihir adalah orang-orang Yahudi.
Perbedaan antara sihir dan Kekristenan sederhana : SIHIR MENGKLAIM DAPAT MEMAMPUKAN MANUSIA UNTUK MEMANIPULASI TUHAN, SEHINGGA TUHAN MEMENUHI HASRAT-HASRAT MEREKA, TUHAN DALAM KEKRISTENAN MENENTUKAN MANUSIA
Dalam sihir, Tuhan menjadi hamba manusia. Dalam Kekristena,
manusia menjadi hamba-hamba Tuhan. Perbedaannya adalah kedaulatan Tuhan. Tuhan
tidak dapat dimanipulasi oleh manusia karena manusia tidak memiliki klaim pada
Dia, pada anugerah-Nya, atau pada kuasa-Nya. Tuhan tidak berhutang apapun kepada manusia, dan
tidak ada yang dapat dilakukan manusia dapat menjadi dasar atau menyebabkan berkat-berkat Tuhan.
Setiapkali manusia
kehilangan pandangannya terhadap kedaulatan Tuhan, mereka mulai berpikir dan
bertindak sesuai dengan aturan-aturan sihir. Dan kesemuanya ini dapat berlangsung dalam sebuah penampilan
yang sangat rohani. Kita percaya bahwa jika kita mengikuti formula-formula yang
tepat maka Tuhan berkewajiban untuk bertindak sebagaimana yang kita inginkan.
Jika saya berdoa menggunakan formula yang tepat (missal “dalam nama Yesus),
atau dengan ketulusan dan ketekunan yang memadai, atau bersepakat dengan yan
lain, kita dapat mejadi terjamin bahwa Tuhan akan bertindak dalam cara yang kita maui.
Sihir berfokus pada metoda-metoda yang
“tepat”. Kekristenan percaya kepada
Tuhan yang memiliki pemikiran-pemikiran yang lebih tinggi daripada pemikiran-pemikiran kita, dan yang memiliki
cara-cara yang melampaui pemahaman kita.
Anugerah Tuhan dan karunia Tuhan adalah sebuah hal terkait kesukaan kedaulatan Tuhan,
tetapi betapa menenangkannya, mengetahui bahwa Tuhan bertindak tanpa bergantung
pada manusia, tanpa dimanipulasi. Betapa menenangkannya mengetahui bahwa
idependensi Tuhan menjamin kita bahwa Ia tidak hanya bertindak tanpa bergantung
pada manusia, tetapi dalam kepentingan terbaik-Nya. Dia tidak dimanipulasi/ditentukan oleh anak-anaknya;
Dia menentukan kita, tetapi dalam sebuah cara sehingga membawa kemuliaan-Nya
dan untuk kepentingan kita yang terbaik.
Kedaulatannya akan menjadi bukti dalam pelajaran kita selanjutnya, dalam
keselamatan Saul, si pemberontak.
Semoga kita
mensujudkan lutut kita bersyukur
dalam penyembahan dan kepatuhan kepada
kedaulatan Tuhan, yang mengerjakan segala hal untuk kebaikan kita, dan dalam
sebuah cara sehingga mencapai semua tujuan dan rencana-Nya.
Selesai
Simon and Simon (Acts8:1-25) Study By: Bob Deffinbaugh | Martin Simamora
No comments:
Post a Comment