F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

0 Khotbah Anchor Of Life Memasuki 2018

Oleh: Martin Simamora

Digenggamnya Tanganku, Dipandunya Jiwaku:  Sebuah Dasar untuk Melangkah dalam Kepastian, Menjelajahi  Masa Depan dalam Keyakinan Kokoh


Itu bukan karena manusia begitu tak berdaya dalam perencanaan dan mewujudkannya. Saya tidak sedang membicarakan sebuah keimanan yang begitu meninggikan Tuhan seolah IA terlalu rendah dalam keberadaannya jika tidak ditinggikan sedemikian, dan  begitu merendahkan manusia agar Tuhan terlihat begitu mulia dan begitu berdaulat. Tidak pernah demikian dan tidak pernah manusia tidak memiliki kemampuan untuk merencanakan dan kemampuan untuk mewujudkannya. Apa yang hendak saya katakan terkait judul di atas, adalah ketakberdayaan manusia untuk pada dirinya sendiri untuk membangun kepastian pada masa depannya sebagai sebuah kreasi yang dibangunkan pada saat ini juga. Itu sebabnya Surat Yakobus berkata begini terkait perihal ini:

Yakobus 4:13-16 Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung",  sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.

Sementara 2018 kedatangannya tidak bisa dicegah dan keberakhirannya segera tiba untuk menjadi sejarah yang terpatri dalam ruang dan waktu tanpa sebuah fluktuasi waktu dan dinamika aktivitas yang bagaimanapun juga, kita dengan segenap keberadaan kita, masih ada di sebuah tempat dan waktu yang kita sebuthari ini.” Pada “hari ini” sekalipun kita masih harus berkata “aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada detik mendatang dan bahkan tidak tahu apapun di sekitarku.” Surat Yakobus terkait ketakberdayaan manusia terhadap kepastian akan masa depan berkata begini “Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.” Sama seperti uap merupakan pernyataan yang lebih dari deskripsi yang dibutuhkan untuk menggambarkan secara tajam  eksistensi manusia di dalam ruang, waktu dalam kematerialannya, sebetulnya memang, benar-benar tak berarti apapun juga, jika saja tidak memiliki Tuhan.

0 Renungan Singkat Bagi Para Suami & Ayah Jelang Tahun Baru:

Oleh: Martin Simamora

Ayah Bimbinglah Anak-Anakmu di Dalam Ajaran & Nasihat Tuhan

Keluarga besar Ompu Natan Simamora

Peran ayah-ayah moderen saat ini bisa jadi akan sangat menyulitkan bagi siapapun untuk melakukan salah satu nasihat yang paling penting bukan saja bagi rumah tangga tetapi bagi generasi penerusnya:

Efesus 6:4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Berumah tangga bukan saja soal  relasi kasih suami dan isteri tetapi lebih dari itu, dan inilah yang harus senantiasa dicamkan. Jika kita membaca “janganlah bangkitkan amarah” terhadap anak-anak kita, ini bukan soal menjadi seorang ayah atau papa yang menyenangkan dan keren bagi anak-anaknya, tetapi pada seorang ayah akan dituntut hal semacam ini: didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Seorang ayah memiliki tanggung jawab lebih dari sekedar mencari nafkah sebaik-baiknya dan seoptimalnya agar bisa memastikan ada keuangan dan perencanaannya yang memadai bagi keluarganya secara keseluruhan, tetapi ia juga harus mendidik mereka didalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Suami, menjadi suami, lebih dari sekedar menjadi kepala keluarga dan lebih dari sekedar sebuah status seorang pria lajang menjadi seorang pria yang menikah. Bahkan pernikahan di dalam Kristen, tidak sekedar sebuah intimasi dalam kebedaan yang akan saling mengasah satu sama lainnya menjadi manusia-manusia dewasa. Pada dasarnya, keluarga lebih besar dari semata sebuah “masyarakat kecil” tetapi merupakan pemerintahan Allah yang hadir di bumi ini yang darinya segala berkat kasih dan pengenalan akan Tuhan yang sejati mengalir. Saya sangat suka dan sangat dipengaruhi oleh nasihat yang sangat menakjubkan ini:

0 Renungan 2017 Menuju 2018



Oleh: Martin Simamora

Tinggal Didalam Kristus, Sebuah Desain Masa Depanmu dalam Pemerintahan Bapa


Yesus berkata begini pada satu kesempatan:

Yohanes 15:4-5 Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.

Pertanyaan tersukar untuk dijawab terkait masa depan, adalah: seproduktif apakah kelak, setinggi apakah kualitasnya, dan setangguh apakah untuk dapat bertahan dalam cuaca-cuaca terburuk sehingga tetap produktif. Tentu saja teks Yohanes 15:4-5 tidak sedang membicarakan sebuah masa depan bisnis atau ekonomi, tetapi masa depan iman dan kehidupan beriman yang produktif.

Ini adalah kehidupan beriman yang diselenggarakan dan didesain dalam sebuah bentang tujuan untuk dicapai: hari ini akan menghasilkan sebuah produktivitas pada sebuah hari di masa depan untuk dipanen oleh pemiliknya. Begini kehidupan beriman itu:

- Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu
- juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku

0 Khotbah Menyambut Natal 2017 dalam Kebenaran dan Iman yang Gemilang:



Oleh: Martin Simamora

Dunia dalam Kegelapan, Terang Manusia Datang Mengalahkan Kegelapan itu


Jelang natal, sudah menjadi kebiasaan atau tradisi bagi gereja atau keluarga-keluarga Kristen untuk memasang pohon natal. Pohon yang menarik bukan saja karena ornamen-ornamen atau hiasan-hiasannya yang khas, tetapi karena lampu-lampu yang bukan saja berkelap-kelip tetapi bahkan bisa menari dalam pola-pola yang indah. Tentu saja natal bukan soal memiliki dan memajang pohon natal yang megah dan mahal, sebab lampu-lampunya sendiri bukanlah terang bagi dunia ini sendiri. Alkitab sendiri memang secara tegas menunjukan bahwa natalnya Yesus atau inkarnasi Allah Sang Firman menjadi manusia merupakan kedatangan terang dari Allah ke dalam dunia. Mari kita membaca bagaimana injil Yohanes menyatakannya:

Yohanes 1:1-2 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.

Yohanes 1:4  Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.

Ia yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah, menjadi manusia. Tetapi bukan sekedar menjadi manusia agar sama dengan manusia sebab dalam Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah itu menjadi manusia, di dalam dirinya ada hidup, dan hidup itu adalah terang manusia.




Terang Manusia:
Relasi Sang Terang Manusia dengan Umat Manusia  dalam Kegelapan yang Melingkupi Segenap Dunia

Semua kini tertuju kepada Dia  yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah yang telah menjadi manusia, bukan sekedar tertuju tanpa sebuah tujuan yang mencengkram dunia ini sehingga menyatakan keberadaan dunia ini secara mutlak bergantung kepadanya:

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 7-Selesai

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono
(Bagian ini Selesai)


serial menyambut Natal:  Yesus dan relasi kematiannya di kayu salib: Bukan karena Ia telah menjadi manusia berdosa sehingga mengalami maut, dan karena melepaskan haknya sebagai Anak Allah

Bacalah lebih dulu: “bagian sebelumnya

Memperbincangkan kemanusiaan Yesus dalam sudut pandang kemanusiawian setiap manusia yang sejak perjanjian lama dikatakan sebagai kecenderungan hatinya semata-mata berdosa:

Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,- Kejadian 6:5

Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?- Yeremia 17:9

Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.- Roma 1:28-31

Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."- Roma 1:20-23

Maka memang  sangat berdasar bagi siapapun untuk memiliki prasangka alami: jika dikatakan Yesus menjadi sama dengan manusia, maka ia tak terbebaskan dari natur kemanusiaan semua manusia terhadap  kedagingan yang dihidupi oleh pemerintahan maut. Bahkan sangat berdasar dan tak terbantahkan, andaikata saja Alkitab sendiri tidak pernah menunjukan bahwa perjanjian lama, Yesus Kristus, para rasul-Nya tidak menarik garis pemisah yang begitu tajam untuk memisahkan Yesus dari semua manusia pada natur keberdosaan sehingga takluk pada  pemerintahan maut. Andaikan tidak, maka memang Yesus pasti juga merupakan obyek dosa. Tetapi pada Alkitab kita menemukan begitu benderang sebuah garis pemisah yang teramat tajam yang mengakibatkan cara pandang kita terhadapnya harus dilakukan secara berhati-hati supaya tidak dibangun berdasarkan  pemahaman, asumsi dan definisi yang dibangun diatas kemanusiaan setiap manusia yang mengabaikan setiap hal yang ditunjukan Kitab Suci terhadap Yesus. Ini penting! Bukankah Yesus sendiri berkata bahwa Ia  memang adalah Mesias sebagaimana yang dinyatakan Kitab Suci dan Ia melakukan segenap hal yang dinyatakan Kitab Suci, bahkan diujikan pada nabi terakhir perjanjian Lama dan kepada Musa yang telah menuliskan kitab-kitab:

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 6

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono



serial menyambut Natal:  Yesus dan relasi kematiannya di kayu salib: Bukan karena Ia telah menjadi manusia berdosa sehingga mengalami maut, dan karena melepaskan haknya sebagai Anak Allah

Bacalah lebih dulu “bagian sebelumnya

Karena itulah, sorotan terkuat dan paling penting terkait relasi Yesus terhadap kematiannya di kayu salib adalah “siapakah” ia menurut Bapa-Nya, bukan menurut pandangan  yang bersifat multipaham pada masyarakat umum di eranya. Hal ini jelas terlihat pada sejumlah momentum penting seperti:

Markus 8:27-30 Kemudian Yesus beserta murid-murid-Nya berangkat ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Di tengah jalan Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Kata orang, siapakah Aku ini?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." Ia bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!" Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia.

Tentang siapakah ia menurut banyak orang, akan sangat beragam dan akan sangat relatif, tidak ada kepastian dan tak mungkin menjadi kebenaran definitif. Tetapi Yesus menegaskan bahwa apapun dan bagaimanapun pandangan yang mencuat di kalangan masyarakat mengenai dirinya, ia adalah bukan “ada yang mengatakan”, tetapi ia adalah sebagaimana ia menyatakannya, dan itu adalah kebenaran tunggal. Pada injil Markus, kita melihat beragamnya pandangan orang yang sangat mungkin lahir dari pengalaman dan persepsi selama mendengar perkataan dan melihat berbagai perbuatan Yesus, tetapi hanya ada satu kebenaran yang berdiri di atas diri Yesus sendiri yaitu :”Engkau adalah Mesias! Sementara memang Petrus yang mengatakannya, tetapi validasinya bukan dari Petrus itu sendiri tetapi dari-Nya dengan  memberikan respon “melarang dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia.” Di sini  substansinya bukan pada “melarang dengan keras” terkait siapakah dia sebenarnya sementara beragamnya pandangan tentang dirinya, tetapi betapa kebenaran tentang siapakah dirinya hanya bersumber dari dirinya Sang Kristus itu sendiri. Pada Yesus, terhadap murid-muridnya, Ia senantiasa menunjukan bahwa kebenaran sebuah kebenaran terletak atau ditegakan di atas dirinya sendiri sebagai Ia adalah kebenaran yang menyatakan sebuah kebenaran terkait apapun penjelasan terkait dirinya dan terkait ajarannya, sebagaimana terlihat pada interaksi berikut ini:

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 5

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal:  Yesus dan relasi kematiannya di kayu salib: Bukan karena Ia telah menjadi manusia berdosa sehingga mengalami maut, dan karena melepaskan haknya sebagai Anak Allah



Apakah yang terlintas dalam benak anda ketika mendengar Yesus Kristus mengalami kematian?  Akan ada yang berkata: jika demikian Yesus adalah Mesias yang berdosa sebab Alkitab berkata upah dosa adalah maut (misal sebagaimana dinyatakan Roma 6:23, sehingga  ia,kalaupun Tuhan, adalah yang berdosa sehingga tidak suci. Sejak era Yesus, kematian pada dirinya adalah sebuah kontroversi:

Yohanes 12:33-34  Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati. Lalu jawab orang banyak itu: "Kami telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya; bagaimana mungkin Engkau mengatakan, bahwa Anak Manusia harus ditinggikan? Siapakah Anak Manusia itu?"

Kematiannya sendiri dalam Pembicaraan Yesus
Ketika kita mencoba memandang Yesus  adalah manusia dan Tuhan yang berdosa berdasarkan fakta Alkitab bahwa ia memang mengalami kematian, maka kita juga harus menerima fakta Alkitab bahwa kematiannya merupakan salah satu topik terpenting yang  tidak hanya dibicarakan secara tertutup tetapi juga secara publik; tidak  semata sebagai sebuah peristiwa di dalam sejarah tetapi juga sebuah peristiwa yang harus terjadi sebab untuk itulah Ia datang, menggenapi apa yang telah dituliskan di dalam Kitab suci. Mari kita membaca pembicaraan-pembicaraan Yesus tersebut:

Pembicaraan kematiannya olehnya sendiri secara publik

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 4

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal:  kemanusiaan Yesus dan relasinya terhadap dosa dan peristiwa kematian di kayu salib: apakah ia menjadi sama dengan semua manusia Sehingga berdosa dan membutuhkan pertobatan?




A. Yesus dan relasinya terhadap dosa
Teks Filipi 2:6 secara definitif memotretkan Yesus dalam sebuah kemanusiaan  dan sebuah keilahian yang tak terbayangkan dan tak terjelaskan dari sudut pandang manusia. Hal ini nampak jelas dari pernyataan rasul Paulus dalam menjelaskan keilahian Yesus Kristus tak terputuskan, sekalipun Ia sendiri melakukan tindakan penghambaan bagi dirinya sendiri, sehingga teks tersebut berbunyi:

“yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”
teks yang hendak menyatakan dua elemen penting yang tak terpisahkan terkait keilhian Yesus yaitu:
-dalam rupa Allah (being in the form of God-KJV)
-milik (thought it not robbery-KJV)

Ketika  rasul Paulus menyatakan siapakah Yesus Kristus, dengan sebuah permulaan Ia telah ada sejak kekekalan bukan sebagai: salah satu malaikat yang mulia atau salah satu bentuk keilahian lain yang bersifat atau mendekati Allah tetapi memang berhakekat Allah atau being in the form of God, maka sejak titik inilah, kemanusiaan Yesus memiliki kehidupannya. Bahwa kehidupannya ditentukan dan hanya bersumber dari Ia dalam rupa Allah sebagai Ia apa adanya sebagaimana Ia ada. Itu sebabnya merupakan kepemilikan yang otentik dan sebuah kehakekatan: thought it not robbery. Dalam hal ini Paulus sendiri menyatakan bahwa keilahian Yesus itu, sehingga Ia dikatakan sehakekat dengan Allah dalam kemanusiaannya, bukan merupakan sebuah pengangkatan Yesus sebagai Allah atau penggelaran Yesus dengan titel Allah.

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 3

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal:  Benarkah Yesus adalah Manusia Berdosa Karena Ia telah menanggalkan Haknya sebagai Anak Tunggal dan dengan demikian Ia telah terpisah sama sekali dari Bapa atau Berdosa?




Pesan substantif  yang hendak dinyatakan oleh pendeta Dr.Erastus Sabdono adalah, bahwa Yesus telah melepaskan haknya sebagai Anak Allah, tepatnya begini ia menuliskan pemikirannya: ”Teks ayat 6 itu hendak menjelaskan bahwa Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah.” Bagian yang saya beri penekanan dangan huruf tebal dan garis bawah merupakan pernyataan yang  tidak main-main pada siapakah Yesus setelah itu,   dimana setelah itu dalam pemikiran pendeta Erastus terletak atau berada dalam bingkai “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.”

Pendeta Erastus, bukan sekedar melakukan tafsirnya bahwa Filipi 2:6 bermakna “Yesus telah melepaskan haknya sebagai Anak Allah” tetapi melalui  sejumlah analisa kata  pada teks ayat 6 tersebut, ia mengisi makna “melepaskan Anak haknya sebagai Anak Allah” lebih dari sekedar dari sorga turun ke bumi  dalam rupa manusia, sebab ia membawa Yesus dalam tafsirannya sebagai Yang  dari sorga turun ke bumi dalam rupa manusia menjadi sama dengan manusia berdosa dan membutuhkan pertobatan. Ini sendiri memiliki implikasi bahwa Yesus sendiri dengan demikian jikapun ia adalah ilahi, ia memiliki aspek kecemaran dosa sehingga tidak lagi sehakekat dengan Bapa dalam Ia telah menjadi manusia.  Hal yang akan saya tinjau juga pada bagian-bagian mendatang atau pada serial terpisah.

Tetapi, saya juga mau memberikan catatan penting, sebetulnya analisa kata dan teks yang dilakukannya tidak begitu bernilai dan apalagi membantu memahami teks secara jujur, karena analisa kata yang dilakukannya, pada kenyataannya dibangun isolatif terhadap seluruh gagasan teks terhadap teks-teks  terdekatnya. Ini sendiri menjelaskan mengapa Yesus kemudian baginya adalah manusia berdosa yang membutuhkn pertobatan.

Untuk menolong, mari kita membaca kembali teks Filipi 2:6:

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)

Oleh: Martin Simamora


Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal: Yesus dapat Berdosa Karena Memang Ke-Natal-an Yesus Bertujuan Menjadi Sama dengan Manusia Berdosa yang Membutuhkan Pertobatan


Bacalah lebih dulu: “Pengantar

Pandangan “Yesus dapat berdosa namun memilih tidak melakukannya” telah dibangun  pondasinya oleh Pdt. Dr.Erastus Sabdono sejak halaman-halaman awal pada Diktat Kuliah Sistematika Theologia “KRISTOLOGI.” Saya mengajak anda untuk melihat  Bab I ‘Pentingnya Mengenal Kristologi” pada halaman 13, sebagaimana saya sajikan dibawah ini beserta penekanan yang saya berikan untuk menunjuk pokok pikiran utama yang sedang dikemukakan olehnya untuk mendukung gagasan “Yesus dapat berdosa namun memilih tidak melakukannya”:


Pendeta Erastus Sabdono, pada bagian ini, membangun gagasannya berdasarkan Filipi 2:6 yang berbunyi (anda bisa menemukan sub judul Filipi 2:6 pada halaman 12):“yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap  kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,” yang kemudian ditinjaunya berdasarkan analisis kata atau leksikon pada kata demi kata teks 2:6 dalam bahasa Yunaninya. Berdasarkan analisa kata demi kata pada teks tersebut, ia kemudian, sebagaimana pada halaman 13  pada paragraf yang saya sorot, menuliskan: “dari analisis teks ini tersimpulkan bahwa  Yesus tidak menganggap keberadaan-Nya yang mulia sebagai sesuatu yang berharga sehingga Ia mempertahankan-Nya (a thing to be grasped), tetapi dengan rela melepaskannya.”Inilah yang menjadi jembatan baginya untuk membangun sebuah Yesus yang berdosa sebagaimana seutuhnya semua manusia adalah berdosa. Beginilah pendeta Dr. Erastus Sabdono menuliskannya pada paragraf selanjutnya   yang juga saya beri sorotan khusus. Di situ ia menyatakan:

Teks ayat 6 hendak menjelaskan bahwa Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah. Sikap seperti ini telah ditunjukan sejak Ia memberi diri dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Matius 3:1-1). Dengan kesediaan-Nya dibaptis Ia menyamakan diri-Nya dengan manusia berdosa yang memerlukan pertobatan. Hal ini dilakukan oleh Tuhan Yesus agar Ia dapat menggenapkan seluruh kehendak Allah.”

Berdasarkan simpulan tersebut, pendeta Erastus Sabdono, sebenarnya sedang menyatakan bahwa kelahiran Yesus Kristus adalah kedatangan Anak Allah yang telah melepaskan ke-Anak Allah-annya dengan sebuah tujuan: agar  Yesus Kristus menjadi sama dengan manusia berdosa yang memerlukan pertobatan. Atau perhatikan grafis berikut ini:

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)



 Meninjau  Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

(serial menyambut Natal: Pengantar)


Sederhananya ketika kita membaca  Yohanes 1:14 “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita,” ini dinyatakan sebagai inkarnasi. Harus diketahui bahwa kata inkarnasi tidak terdapat di dalam Alkitab. Kata inkarnasi berasal dari  kata latin in dan caro (daging), bermakna clothed in flesh atau berbalutkan tubuh daging, tindakan mengenakan tubuh daging. Satu-satunya penggunaannya dalam theologia hanya untuk merujukan pada kebelaskasihan ilahi Allah, tindakan penuh kerelaan Anak Allah dalam Ia mengenakan sebuah tubuh manusia. Dalam  doktrin Kristen, inkarnasi secara ringkas dinyatakan bahwa  Yesus Kristus, Anak Allah kekal, telah menjadi seorang manusia. Ini adalah salah satu peristiwa agung yang terjadi dalam sejarah semesta. Peristiwa tanpa tanding. (Prof. Lehman Strauss, LittD, Why God Became Man, Bible.org).

Yohanes 1:14 sendiri dalam bagian Perjanjian Baru telah diperingatkan dan dinyatakan sebagai sebuah peristiwa yang tak dapat begitu saja dipahami dan dijelaskan dari sudut pandang dan common sense atau akal sehat manusia. Jika kita merujuk pada rasul Paulus maka kita akan mendapatkan sebuah catatan yang begitu menunjukan bahwa apa yang disebut sebagai inkarnasi tidak memiliki patron yang bagaimanapun bagi manusia untuk memahaminya:

Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan."- 1 Timotius 3:16

Ketika rasul Paulus menyatakan agunglah rahasia ibadah kita, maksud rahasia di sini bukan bermaksud sebuah kemisterian  yang esoteris atau terbatas pada kalangan tertentu/tertutup yang berbasiskan pada apapun juga yang mungkin untuk dilakukan manusia untuk membangun pengertian, pemahaman dan ajaran berdasarkan koginisi dan spiritualisme manusia yang berjuang memahami Yesus, tetapi terkait  dengan “Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia.” Dan sebetulnya kosa kata inkarnasi itu sendiri bukan basis atau dasar untuk memahami Yohanes 1:14 itu sendiri sebab Ia sesungguhnya dalam menjadi manusia lebih besar dari sekedar menjadi manusia sebagaimana rasul Paulus menyatakannya: “diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat.”

Kalau  ditanyakan soal inkarnasi dan kemanusiaan manusia Yesus dalam relasinya terhadap Ia sebelum mengambil rupa manusia- apakah ia tetap dalam keagungan yang sama secara divinitas, maka jawab rasul Paulus tidak ada perubahan kedivinitasan malah dinyatakan bahwa Ia begitu penting untuk menampakan dirinya dalam rupa manusia kepada malaikat-malaikat, walau Ia menjadi manusia bukan untuk menebus malaikat-malaikat. Ini sendiri memang dapat kita saksikan dalam injil-injil bahwa ia memiliki relasi yang begitu istimewa terhadap malaikat-malaikat:

0 NEOTHEISME(3- Selesai)

Oleh: Dr. Norman Geisler


Sebelumnya: Neotheisme (2)
Menggoyahkan Keyakinan dalam Janji-Janji Allah
Salah satu konsekuensi praktikal menjadikan semua prediksi atau nubuat sebagai kondisional atau  bersyarat adalah menggoyahkan keyakinan pada  firman Tuhan. Jika kita tidak dapat menjadi pasti bahwa bahkan Tuhan bisa memenuhi perkataannya sendiri, maka ini menggoyahkan keyakinan kita akan kesetiaan-Nya. Namun demikian, alkitab  menyatakan bahwa kita dapat menerima firman Tuhan tanpa bersyarat. Kadang hal ini dinyatakan secara gamblang dalam konteks memastikan bahwa Ia mengetahui “kesudahan sejak permulaan” (Yesaya 46:10). Dalam konteks ini, Paulus menulis, “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya."(2Tim 2:13). Kembali, ia mengingatkan kita bahwa “Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya.” (Rom 11:29). Sebab itulah, dengan memperhatikan dua janji-janji tak bersyarat ini,” Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.” (Roma 9:16).

0 SEMPURNA SEPERTI BAPA (Bagian 2)

Astrid Sihombing


Sebaiknya membaca dahulu “Sempurna Seperti Bapa” Bagian Pertama untuk dapat memahami Bagian kedua ini, sehingga dapat dimengerti dengan baik. Selamat membaca.

BAGAIMANA DAN KAPANKAH KITA SEMPURNA
Untuk dapat menjadi anak anak Bapa di Sorga (ayat 45), maka kita harus memenuhi standar dan nilai hidup yang “lebih benar” dari ahli ahli Taurat dan orang Farisi.

Dalam pengertian ini menjadi sempurna adalah suatu perjuangan segenap hidup kita sampai pada titik kita bisa mencapai keberadaan menjadi anak anak Bapa (ayat 45), dan apabila pada akhirnya perjuangan kita sanggup dan berhasil memenuhi ayat 45 tersebut, maka barulah kita bisa masuk kedalam Kerajaan Sorga (ayat 20). Proses menjadi sempurna untuk menjadi anak anak Bapa dalam konteks ini adalah perjuangan dari diri sendiri untuk mencapai nya.

Pertanyaan paling mendasar…apakah hal itu mungkin bisa kita raih?? Standar yang ditetapkan Tuhan Yesus untuk menjadi anak Allah atau menjadi sempurna sangatlah mustahil. Untuk yang mempercayainya saya ucapkan selamat berjuang dan semoga berhasil.

Hal ini sebenarnya sebangun dengan apa yang Tuhan Yesus katakan dalam Lukas 13:24 : “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang berusaha untuk masuk, tetapi TIDAK AKAN DAPAT.”

0 SEMPURNA SEPERTI BAPA (Bagian 1)



Astrid Sihombing


Matius 5:48 : “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”

Pengertian apa itu “Sempurna seperti Bapa” adalah suatu pemahaman yang harus berangkat dari teks dan konteks yang dimaksudkan oleh Penulis Injil ini, yaitu Matius. Mengapa demikian? Karena memang hanya Matius sajalah yang mencatat perkataan Tuhan Yesus bahwa “kita harus sempurna seperi Bapa”, sehingga jikalau ayat ini kita lepaskan keluar konteksnya lalu dimaknai sedemikian rupa sehingga “melepaskan” maksud sebenarnya yang dimaksud oleh Matius, maka jelaslah kita akan tersesat dalam pemahamannya. Dalam Perjanjian Baru tidak ada satu pun ayat yang menyinggung mengenai “sempurna seperti Bapa”, kecuali satu satunya dalam Matius 5:48 ini. Oleh sebab itu kita harus memahaminya dengan tepat dan sesuai dengan maksud penulisnya, dan tidak boleh menggunakan ayat itu untuk memasukan konsep pengertian kita sendiri.

Tentunya untuk dapat memahami arti “sempurna seperti Bapa” kita harus membaca dan memahami seluruh Pasal 5 ini agar dapat memaknai dengan tepat yang dimaksud oleh penulis Injil Matius.

0 NEOTHEISME (2)

normangeisler.com


Sebelumnya: Neotheisme (1)
Membahayakan Uji Nubuat Palsu
Jika semua nubuat adalah kondisional, maka tidak pernah dapat bagaimanapun ada hal untuk disebut sebagai sebuah nubuat palsu. Perjanjian Lama, akan tetapi, meletakan dasar berbagai uji terhadap nabi-nabi palsu, salah satu diantaranya adalah apakah nubuat tersebut terbukti atau tidak. “apabila seorang nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah gentar kepadanya" (Ulangan 18:22). Akan tetapi, jikalau para neotheist adalah benar, maka tes ini tidak dapat menjadi sah.

0 NEOTHEISME (1)



www.normangeisler.com



Risalah
Ada seorang “anak” baru pada blok world view yang disebut “neotheisme.” Sementara world view tersebut mengklaim ada di dalam camp theisme, para pendukung pandangan ini melakukan sejumlah perubahan signifikan dalam natur ketuhanan (theistic)Tuhan dalam arahan teologi proses atau panentheisme. Mereka mengklaim, diantaranya, bahwa Allah dapat  mengubah pikiran-Nya dan bahwa Ia tidak dapat memiliki sebuah pengetahuan yang tak dapat salah akan masa depan. Karena terdapat sejumlah pemikir injili terkenal mengadopsi neotheisme, world view tersebut melawan secara tajam pemahaman ortodoks mengenai Allah. Sebagai contoh, jika Allah tidak mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi pada masa mendatang, maka prediksi-prediksi pada Alkitab dapat menjadi salah. Sementara pandangan tersebut bukanlah bidat, namun demikian, itu merupakan sebuah penyimpangan doktrinal dari teisme tradisional dan merupakan penentangan yang  sangat tajam baik bagi pandangan tradisional Predestinasi Arminian dan  Calvinist.

Natur Allah merupakan isu fundamental dalam semua teologi. Itulah segala sesuatu dalam teologia. Padanya berdiri atau runtuhnya semua doktrin utama lainnya. Sejak permulaannya, Kekristenan ortodoks telah memegang teguh teistik tanpa kompromi. Belakangan ini, sebuah pandangan baru telah secara serius menantang sejarah yang telah tertata secara luar biasa dan teruji dalam perjalanan zaman. Faktanya, pandangan ini mengklaim sebagai ortodoks tetapi begitu berhasrat untuk melakukan perubahan-perubahan besar dalam pandangan teistik klasik. Sejumlah pendukung pandangan ini, termasuk Clark Pinnock, Richard Rice, John Sanders, William Hasker, dan David Basinger, telah berkolaborasi pada sebuah volume berjudul The Openness of God [1]. Para pemikir Kristen lainnya yang memiliki pandangan-pandangan serupa telah mengungkapkan simpati terhadap posisi ini, termasuk Greg Boyd, Stephen Davis, Thomas Morris, dan Richard Swinburne [2].

0 Allah Bukan Manusia

Oleh: Martin Simamora


Siapakah Yesus, Apakah Tujuan “Ia Telah Menjadi Manusia”, Mati & Bangkit dari Antara Orang Mati
Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi –Ibrani 1:3

NatGeo- Sermon on the mount

Ketika siapapun membaca:

Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?- Bilangan 23:19

Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal."- 1 Samuel 15:29

Aku tidak akan melanggar perjanjian-Ku, dan apa yang keluar dari bibir-Ku tidak akan Kuubah- Mazmur 89:34

Melalui sabda-sabda semacam ini, Allah ingin menyatakan bahwa sementara Ia menurunkan sabda-sabdanya ke dalam dunia ini melalui dan kepada manusia-manusia yang mampu berbicara dan tidak menepatinya atau berjanji dan tidak melakukannya atau berkata dan bertindak dan kemudian menyesali akan perbuataannya sendiri, Allah tidak demikian sama sekali!  Sabda-sabda diatas menjadi begitu pentingnya untuk diketahui oleh manusia, bahwa:

-Allah bukanlah manusia, sehingga berdusta
-Allah bukanlah anak manusia sehingga Ia menyesal
-Allah berfirman maka pasti dilakukannya
-Allah berjanji maka pasti ditepatinya
-Allah tidak tahu menyesal
-Allah bukan manusia  yang harus menyesali apapun keputusan dan perbuatan dirinya

(sehingga menjadi dasar penting untuk memahami bagian -bagian Alkitab yang menggunakan kosa kata humanis "menyesal" untuk menunjukan maksud betapa apa yang telah terjadi sebuah kedukaan atau kesedihan yang mendalam bagi Allah kala manusia melakukannya)

Dan hal yang sama diucapkan oleh Yesus. Perhatikan serangkaian perkataan-perkataan Yesus berikut ini:

Lukas 21:29-33 Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu."

Jika perkataan Yesus tidak akan berlalu  sementara langit dan bumi akan berlalu, bukankah itu bermakna Allah bukan manusia, sementara Yesus adalah manusia??

0 Hatimu Duniamu Sehari-Hari:

Martin Simamora

Ketika Mencintai Tuhan Bukan Roman Picisan


Kalau anda jatuh cinta bisa jadi akan terucap untaian kata semacam ini “hatiku berdegup kencang  kala di dekatmu” atau “hatiku sangat berbahagia memilikimu”, “tanpamu hati ini akan mati rasa”, “tidak ada yang lebih membahagiakan hati ini selain bila memilikimu.” Sebaliknya jikalau seseorang mengalami kehilangan yang mendalam seorang yang dikasihinya akan  tersiar dari hati ini untaian kata “mengapa engkau meninggalkanku begitu cepat, hatiku hancur tak tahu bagaimana lagi harus kujalani hidup ini” atau “hatiku hancur melihatmu pergi meninggalkan cinta yang sekian lama telah kita rajut” atau “hatiku tertutup buat siapapun juga, karena engkaulah kehidupan jiwaku sekarang dan selamanya” dan seterusnya. Hati kita itu seperti sebuah buku jiwa yang terbuka dan tak terdustai akan menunjukan emosi atau jiwa kita. Apakah seseorang  jatuh cinta, membenci, marah, kesal, bersemangat akan terucapkan oleh jiwanya dalam kata, ekspresi muka dan tubuh atau dalam tulisan. Bagaimanapun seseorang menutupinya, jiwa atau hatinya akan semakin terluka, atau hatinya akan begitu membara dalam sukacita sekalipun ia berusaha meredamnya. Ketika anda benar-benar jatuh cinta, anda akan sangat rapuh untuk terluka dan akan sangat kuat untuk mencintai dengan segenap jiwa, kekuatan dan pikiran. Inilah manusia sesungguhnya sebagai makhluk-makhluk yang begitu sensitif terhadap rasa mencintai-dicintai; membenci-dicintai; setia-khianat; tulus-bersiasat dan seterusnya. Karena itulah kita bisa juga menikmati lagu-lagu  cinta dengan syair-syair yang cukup kuat seperti pada lagu: “Bunga Terakhir”, “Selamat Jalan Kekasih”, “Angin Mamiri”, “Greatest Love Of All”, “Endless Love”, “Someone Like You”- Adelle,” Vanilla Twilight-Owl City. Bahkan  ketika anda mencintai Tuhan akan terucap untaian kata dalam melodi, semacam ini dalam lagu “My Everything” yang diciptakan dan dilantukan oleh Owl City:

1 “BHANAWA SEKAR” MPU TANAKUNG:


PUSPANJALI BAHTERA SERIBU BUNGA
SEBAGAI SRADDHA KEBANGSAAN*)


Oleh: Dr. Bambang Noorsena, S.H., M.A.



“Nimitangsu yan layat anigal sang ahayu nguni ring tilam, datan lali si langening sayana, saka ring harepku laliya anggurit lango”.

Artinya:Aku meninggalkan Jelitaku dahulu di peraduan,bukan karena aku lupa indahnya peraduan asmara,namun karena hasratku yang tak tertahankan untuk melukiskan keindahan tanah air” (Mpu Tanakung, Kakawin Wrettasancaya).

 
Candi Brahu, zaman Majapahit- nationalgeographic.co.id

I.      PRAWACANA

Mpu Tanakung adalah seorang pujangga yang sangat produktif yang hidup pada masa akhir Majapahit. Salah satu dari tujuh kakawin lirisnya, Siwaratrikapla(Malam Sang Hyang Siwa) sangat terkenal di Bali, dan dilestarikan dalam bentuk ritual yang indah hingga sekarang. Selain itu, Mpu Tanakung juga menulis Banawa Sekar(BahteraBunga) yang digubahnya dalam rangka upacara sraddha (pemujaan leluhur) dan dipersembahkan kepada Jiwanendradwipa (Sang Maharaja Jiwana).Sanjak liris ini mencatat persembahan-persembahan bunga yang dihaturkan oleh pelbagai raja bawahan (kepala daerah) Majapahit, antara lain: Natharata ring Mataram, Sang Narpati Pamotan, Sri Parameswara ring Lasem, Nataratha ring Kahuripan, dan Sri Natheng Kertabhumi. Kerthabhumi, tidak lama sesudah kakawin ini ditulis, akhirnya berhasil dinobatkan sebagai raja Majapahit terakhir, menggantikan Sri Singawardhana,keponakannya sendiri,yang wafat di istana. Sebelum itu, kepada raja sebelumnya, yaitu Prabu Singawikramawardhana atau Sri Adhisuraprabawa, yang dalam Serat Pararaton disebut sebagai Bhre Pandan Salas III, kepadanya dipersembahkan ketujuh prosa liris karya Mpu Tanakung.[1]

Sebagai sebuah “karya keindahan”(sukarya), Bhanawa Sekar“ winangun Sri Jiwanendradhipa, tanlyansraddhabatharamokta…” (digubah  untukSriJiwanendradwipa, yang tidak lain berupasraddha untuk mengenang bapa bangsayang sudah kembali kepada alam keilahian).[2] Siapakah sebenarnya Sri Jiwanendradwipa?Jiwanendradipa adalah Prabu Raja sawardhana Dyah Wijayakumara Sang Sinagara(1451-1453). Banawa Sekar atau Bahtera Aneka Bunga karya Mpu Tanakung ini ditulis pada masa Singa wikramawardhana atau Bhre Pandan Salas III, melambangkan “perahu kebangsaan” yang dipersembahkan oleh para putra Sang Sinagara,antara lain Bhre Kertabhumi,Bhre Pamotan,Bhre Mataram,Bhre Kahuripan dan Bhre Lasem. Pada waktu itu Majapahit diperintah oleh Raja Singawikramawardhana yang senantiasa dicintai rakyatnya, tidak lain Sri Adi Suraprabhawa, Raja keturunan Girindra” (Sang Panikelan tanah anulusa katwang ing praja, tan lyan Sri Adi Suraprabawa sira bhupati saphala Girindrawangsaya).[3]
Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9