Pages
- [HOME]
- Siapakah Yesus Kristus?
- G R A C E
- SATU Keselamatan
- Roh Kudus
- Truth
- Pluralisme
- Alkitab
- NICEA
- TRINITAS
- Dasar Kristen
- Aku Percaya
- Faith
- T U L I P
- Nabi Seperti MUSA
- ETPATAH ISCS
- Corpus Delicti
- Apologetika
- Ismael
- Christmas Time
- DecepTions
- Hipnotis
- DOSA
- Nabi Palsu
- Providence
- Kisah Perjalanan Yesus
- GKI Yasmin
- H A M
- About Me
F O K U S
Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus
Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...
Showing posts with label Bambang Noorsena. Show all posts
Showing posts with label Bambang Noorsena. Show all posts
0 MENJAWAB MITOS-MITOS ANTI-X'MAS
ET’PATAH ISCS
Jum’at, 18 Januari 2019
DIALOG IMAJINER
RAHIB DIONYSIUS EXIGUUS DAN KYAI TUNGGUL WULUNG:
BINTANG BETLEHEM DAN THE MAGI CODE
(Tulisan Terakhir dari Dua Tulisan)
Oleh Dr. Bambang Noorsena
1.
25 DESEMBER ATAU 7 JANUARI?
† : “Kalau begitu, wahai Rahib. Mengapa
gereja-gereja Timur merayakan Natal 7 Januari, berbeda dengan Barat yang
merayakan 25 Desember?”, tanya Kyai Tunggul Wulung melanjutkan diskusi minggu
lalu.
‡ : “Itu hanya beda sistem kalender, tidak ada
perbedaan ajaran teologinya”, jawab rahib Dionysius.
† : “Maksudnya, Rahib?”.
‡ : “Mula-mula”, kisah Rahib Dionysius, “Barat dan
Timur merayakan Natal 25 Desember, sampai tahun 1582 ketika Paus Gregorius XIII
memodifikasinya, akhirnya dikenal kalender Gregorian yang kini diakui secara
internasional”.
† : “Jadi, secara liturgis gereja-gereja Timur
masih memakai hitungan Kalender Yulian, sedangkan di Barat memakai kalender
baru Gregorian?”, tanya Sang Kyai.
‡ : “Betul, betul Kyai!”
† : “Lalu mengapa kalender Yulian berubah menjadi
7 Januari, Rahib?”.
‡ : “Justru yang berubah itu kalender yang baru,
karena tanggalnya maju 13 hari. Jadi, 25 Desember itu mestinya masih 12
Desember, Kyai”.
† : “Lha iya, yang saya tanyakan kenapa kok maju
13 hari, Rahib. Maaf...”, Kyai Tunggul Wulung terus mengejar.
‡ : “Selisih 13 hari itu mula-mula disebabkan
perbedaan dalam menghitung jatuhnya Paskah”, jelas Rahib Dionysius. “Gereja
Barat menetapkan jatuhnya perayaan Paskah tepat pada bulan purnama musim semi.
Ini mengikuti kebiasaan Paskah Yahudi. Padahal Yahudi memakai kalender bulan
yang setahunnya hanya 354 hari. Itu berarti selisihnya dengan kalender matahari
10 hari. Paskah Yahudi, yang mengenang keluarnya Israel dari Tanah Mesir,
memang selalu jatuh pada bulan purnama, 15 Nisan”.
0 MENJAWAB MITOS-MITOS ANTI-X'MAS
ET’PATAH ISCS
Jum’at, 11 Januari 2019
DIALOG IMAJINER
RAHIB
DIONYSIUS EXIGUUS DAN KYAI TUNGGUL WULUNG:
KONTROVERSI PERAYAAN TAHUN BARU
(Tulisan Pertama
dari Dua Tulisan)
Oleh Dr. Bambang Noorsena
1.
KILAS BALIK
Pada tahun 533 M, St. Dionysius Exiguus Sang
Rahib dari Roma (470-544), seorang teolog, matematikawan, dan ahli
astonomi, menciptakan Kalender Masehi yang kini menjadi kalender internasional.
Tahun ini dikenal sebagai ANNO DOMINI/AD (Tahun Tuhan), karena
dihitung setelah kelahiran Yesus, sedangkan tahun-tahun sebelumnya lebih
dikenal BEFORE CHRIST/BC (Sebelum Kristus).
Kyai Ibrahim Tunggal Wulung (1800-1885)
dilahirkan dengan nama muda Raden Tandakusuma. Sebagai “trahing
kusuma” (keturunan priyayi) ternyata Sang Kyai masih cicit KGPAA.
Mangkunegara I. Ketika menjabat demang di wilayah Kediri, sang Kyai lebih
dikenal dengan nama Demang Padmadirdja. Pada tahun 1855 dalam pengejaran
Belanda karena keterlibatannya dalam Perang Diponegoro (1825-1830), Kyai
Tunggul Wulung memutuskan menjadi pengikut Kristus berdasarkan wangsit yang
diterimanya ketika bertapa di gunung Kelud. Karena itu, Kyai yang juga diduga
penulis Serat Darmogandhul ini, dikenal sebagai Ki Ajar Kelud.
0 MENJAWAB MITOS-MITOS ANTI-X'MAS
ET’PATAH ISCS
Jum’at, 4 Januari
2019
DIALOG IMAJINER
KABAR DARI EFESUS: SEJAK DULU DAJJAL NGGAK SUKA
NATALAN
(Tulisan Terakhir dari Dua Tulisan)
Oleh Dr. Bambang Noorsena
1.
PRAWACANA
Dari
Yerusalem sampai ujung-ujung bumi, gemerlap kembang-kembang api menyambut
pergantian tahun di bumi, cahayanya tampak dari ketinggian הַר
צִיּוֹן “Har
Tsion”, Yerusalem
Surgawi:
† : “Eda
brika u-risheh d'shata brikta” (ܥܐܕܐ ܒܪܝܟܐ ܘܪܝܫܗ ܕܫܝܬܐ ܒܪܝܟܬܐ “Selamat
Natal dan Tahun Baru”),
ucap St. Nicolas dalam bahasa Aramaik.
‡ : “Selamat
Natal dan Tahun Baru juga, ya Baba Noel”, jawab Sang Patriarkh.
Setelah
saling bertukar khabar suka, dialog kedua santo ini mulai memecah sunyi.
2.
DAJJAL, GNOSTIK DAN NATAL
† :“Sebenarnya
penolakan natal itu sejak kapan dan dasarnya apa, Ya Qadasah Albaba”,
tanya St. Nicolas melanjutkan diskusi minggu lalu.
‡ : “Tidak
ada dasar, mula-mula asal beda dengan Katolik saja”, ujar Paus
Alexandria. “25 Desember baru dimasalahkan tahun 1743, Ernest
Jablonsky yang pertama menolaknya. Tapi tanpa sadar, akar penolakan itu
spiritnya bisa dilacak dari zaman rasuli sendiri”.
† :“Sejak
zaman rasuli?”
‡ :“Ya,
itulah yang harus dihadapi Rasul Yohanes pada hari-hari tuanya di Efesus. Bidat
Gnostik. Masih ingat mereka, ya Baba Noel?”, tanya Patriarkh Dimitri
Al-Awwal lugas.
† :“Tentu
semua orang ingat itu, Ya Patriarkh. Itulah Anti Kristus.
Saudara-saudara seiman kita di gereja-gereja Syria menyebutnya ܡܫܝܚܐ ܕܓܠܐ “Mshīḥa
Dagalā”, yang
akhirnya diterjemahkan dalam bahasa Arab المسيح الدجّال “Al-Masīḥ ad-Dajjāl...”, jawab St. Nicolas.
0 MENJAWAB MITOS-MITOS ANTI-X'MAS
ET’PATAH ISCS
Jum’at, 28 Desember 2018
DIALOG IMAJINER
ST. NICOLAS DARI MYRA DAN PATRIARKH DEMETRIUS I DARI ALEXANDRIA:
25 DESEMBER KELAHIRAN DEWA MATAHARI?
(Tulisan Pertama dari Dua Tulisan)
Oleh Dr. Bambang Noorsena
1.
KILAS BALIK
St.
Demetrius I
(Arab: البابا ديمتري الأول “Albaba Dimitri al-Awwal”), adalah Patriarkh
Gereja Alexandria dan penerus yang ke-12 dari takhta suci Rasul Markus,
wafat pada tahun 232. Sedangkan St. Nikolas dari Myra (yang lebih populer
dikenal Santo Nikolas) adalah seorang Uskup yang terkenal dermawan, dan
salah satu dari 318 peserta konsili ekumenis di Nikea tahun 325. Konsili
ekumenis (المجمع المسكونيه “al-Majma' al-Maskuniyyah”) pertama
ini, selain dengan tegas merumuskan posisi Kristus sebagai Putra (Firman)
Allah “dilahirkan tidak diciptakan” (genitum non factum), juga
mengakhiri kontroversi mengenai perayaan Paskah.
Karena
perjuangan imannya, St. Nicolas pernah dipenjarakan di bawah pemerintahan Kaisar
Dioklesianus. Sebagai seorang peserta Konsili, St Nicolas tentunya sangat
paham pemikiran-pemikiran Paus Demetrius I, yang akhirnya diterima oleh
konsili, khususnya penyeragaman perayaan Paskah “kebangkitan Kristus”,
sebab sebelum itu sebagian gereja masih mengikuti Paskah “exodus dari
tanah Mesir” yang jatuh setiap 15 Nisan, warisan kalender Yahudi.
2.
SINTERKLAS
Dari
Yerusalem surgawi, dialog imajiner ini dimulai, ketika kedua pahlawan
iman itu saling bertemu:
0 MENJAWAB MITOS-MITOS ANTI-X'MAS
ET’PATAH ISCS
Jum’at, 21
Desember 2018
ANSWERING THE ANTI-X'MAS MYTHS:
MIGDAL EDER,
NATAL DAN MITOS BETLEHEM BERSALJU
(Tulisan
Terakhir dari Dua Tulisan)
Oleh Dr. Bambang
Noorsena
1. MUNGKINLAH
DOMBA-DOMBA DIGEMBALAKAN DI PADANG BULAN DESEMBER?
Catatan Injil ini
sering dipertanyakan dalam kaitan dengan perayaan Natal: “Di daerah-daerah
itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka
pada waktu malam” (Luk. 2:8). Kalau kalender liturgis gereja
diterima, Yesus lahir pada 25 Desember (kalender Gregorian yang
dipakai gereja Katolik dan Protestan) atau pada 7 Januari (kalender
Yulian yang digunakan gereja-gereja Timur), mungkinkah ada kawanan domba
yang digembalakan di padang pada waktu malam di musim dingin?
Padahal seperti yang
diteguhkan oleh catatan-catan sejarah gereja kuno maupun literatur rabbinik
Yahudi, yang dimaksud “padang gembala” ternyata bukan padang gembala
biasa. Menurut sejarawan Eusebius dari Kaisaria (265-340), tempat itu
berkaitan dengan מִגְדַּל־עֵ֗דֶר ”Migdal Eder” (Menara Kawanan
Domba), yang terletak seribu kaki dari Betlehem. Inilah tempat para gembala
menerima berita kelahiran Yesus. Migdal Eder (Menara Kawanan
Domba) dalam Taurat dan kitab Nabi-nabi (Kej. 35:21; Mikha 4:8), yang
dalam tafsir para rabbi Yahudi juga dikaitkan dengan pengharapan akan datangnya
Sang Raja Mesiah.
Dalam Kej.
35:16-22 dikisahkan tentang kematian Rahel pada waktu melahirkan Benyamin,
yang kemudian dikuburkan di jalan ke Efrata, yaitu di Betlehem. Kuburan
Rahel ini ada di Betlehem hingga sekarang, sebuah bangunan dengan kubah
putih dengan menorah di atasnya dan tertulis dalam bahasa Ibrani קבר רחל ”Qever Raḥel” (kubur Rahel). Targum Yonathan menerjemahkan frasa וְאַתָּ֣ה מִגְדַּל־עֵ֗דֶר ”We attah Migdal ‘Eder” (Hai engkau Menara Kawanan Domba) dalam Mikh. 4:8
sebagai personifikasi Mesias: ואַת מְשִׁיחָא
דְיִשׁרָאֵל ”W’at Meshîhâ d'Yisra’el”. “Hai Mesias Israel” (Sperber, 1992:445).
Sedangkan Targum Pseudo-Yonathan menyebut Miqdal Eder,
tempat Yakub memasang kemahnya, sebagai tempat Raja Mesiah akan menyatakan
diri-Nya pada hari-hari akhir (M. Tsuq'er, Vol. I, 2014: 864).
0 MENJAWAB MITOS-MITOS ANTI-X'MAS
ET’PATAH ISCS
Jum’at, 14 Desember 2018
ANSWERING THE ANTI-X’MAS MYTHS :
SEJARAH PERAYAAN NATAL 25 DESEMBER
SEJARAH PERAYAAN NATAL 25 DESEMBER
(Tulisan
Pertama dari Dua Tulisan)
Oleh Dr. Bambang Noorsena
1.
CATATAN AWAL
Tahun
ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, bertebaran berita seputar haramnya
mengucapkan selamat Natal. Selain didasarkan atas penilaian teologis sepihak
yang sama sekali tidak mencerminkan keyakinan Kristiani tentang Yesus, mulai
keilahian-Nya sebagai Kalimatullah (Firman Allah) dan kaitannya
dengan keTritunggalan Allah yang Esa (Yohanes 1:1, Matius 28:19; Markus
12:29), kini dibumbui dengan mitos-mitos anti-Natal yang ironisnya justru
mula-mula dikembangkan oleh orang Kristen sendiri di Eropa sejak abad-abad
modern.
Faktanya,
Natal baru dipersoalkan oleh teolog Protestan Jerman, Ernst Jablonsky
permulaan abad 19 M, bahwa perayaan Natal diambil alih dari perayaan kelahiran Dewa
Matahari Tak Terkalahkan (Natalis Sol Invicti). Pendapat yang
jelas-jelas salah ini tanpa “check and recheck” berdasarkan
sumber-sumber primer sejarah gereja kuno, langsung diikuti oleh Encyclopedia
Britania dan Encyclopedia Americana.
Padahal
penulis entry “Christmas” dari kedua encyclopedia ini sama sekali tidak
memahami sejarah gereja kuno, khususnya sejarah liturgi dan penetapan
perayaan-perayaan gerejawi. Kesalahan ini disebabkan antara lain karena
para penulis itu hanya mendasarkan pada sumber-sumber sejarah gereja Barat abad
belakangan, yang mengatakan bahwa perayaan Natal untuk pertama kali ditetapkan
oleh Paus Yulius di Roma pada abad IV.
0 INJIL BARNABAS DALAM DIALOG TEOLOGIS KRISTEN-ISLAM
ET’PATAH ISCS
Jum’at, 13 Desember 2019
INJIL BARNABAS DALAM DIALOG TEOLOGIS
KRISTEN-ISLAM
(Tulisan Pertama dari Dua Tulisan +)
Oleh Dr. Bambang Noorsena
+) Makalah ini
yang dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Problematika Injil Barnabas”
yang diselenggarakan
Yayasan “Hidayah Bangsa” dan IAIN
Salatiga, 28 Nopember 2019.
1.
CATATAN PENGANTAR
Minat
sebagian orang terhadap Injil Barnabas, menarik untuk dikaji. Cukup besar minat
itu, sampai Prof. Anwar Musaddad menggolongkannya mendekati hadits,
sekalipun dalam kategori daif. Untungnya, tidak semua orang silau
terhadap kehadiran buku ini. Prof. Drs. K.H. Hasbullah Bakry, misalnya,
memustahilkan buku ini berasal dari murid-murid Isa Al-Masih, sebab “Injil” ini
ditulis dalam bahasa Italia, sedangkan pada zaman Yesus bahasa-bahasa yang
dipakai adalah Ibrani, Aramaik, Yunani atau minimal bahasa Latin sebagai bahasa
adminstrasi kekaisaran Roma saat itu.
Bahasa
Italia adalah bentuk moderen dari bahasa Latin, yang baru menjadi bahasa tulis
sejak abad XV, karena itu tidak mungkin berasal dari zaman Yesus. Pada abad
pertama bahasa Yunani Koine adalah bahasa internasional, sehingga keempat
Injil kanonik, yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, semua telah ditulis
pada abad pertama. Pemakaian publikasi palsu ini dalam dialog teologis
Kristen-Islam, merusak semangat dialog yang jujur. Karena itu, Abbas Mahmoud Al
Aqqad, sastrawan Mesir yang terkenal, dalam bukunya “Ḥayāt al-Masīh
fī al-Tārīkh wa al-Kusyûf al-’ashr al-Ḥadīts” (1954),
menyarankan agar umat Islam di dunia membuang jauh-jauh publikasi palsu ini.
1 “BHANAWA SEKAR” MPU TANAKUNG:
PUSPANJALI
BAHTERA SERIBU BUNGA
SEBAGAI SRADDHA KEBANGSAAN*)
Oleh: Dr. Bambang
Noorsena, S.H., M.A.
“Nimitangsu yan layat anigal sang ahayu nguni
ring tilam, datan lali si langening sayana, saka ring harepku laliya anggurit
lango”.
Artinya:“Aku meninggalkan
Jelitaku dahulu di peraduan,bukan karena aku lupa indahnya peraduan asmara,namun
karena hasratku yang tak tertahankan untuk melukiskan keindahan tanah air”
(Mpu Tanakung, Kakawin Wrettasancaya).
Candi Brahu, zaman Majapahit- nationalgeographic.co.id |
I. PRAWACANA
Mpu Tanakung adalah seorang pujangga yang sangat
produktif yang hidup pada masa akhir Majapahit. Salah satu dari tujuh kakawin
lirisnya, Siwaratrikapla(Malam Sang Hyang Siwa) sangat terkenal di Bali,
dan dilestarikan dalam bentuk ritual yang indah hingga sekarang. Selain itu, Mpu Tanakung juga menulis Banawa
Sekar(BahteraBunga) yang digubahnya dalam rangka upacara sraddha
(pemujaan leluhur) dan dipersembahkan kepada Jiwanendradwipa (Sang Maharaja
Jiwana).Sanjak liris ini mencatat persembahan-persembahan bunga yang dihaturkan
oleh pelbagai raja bawahan (kepala daerah) Majapahit, antara lain: Natharata ring
Mataram, Sang Narpati Pamotan, Sri Parameswara ring Lasem, Nataratha ring
Kahuripan, dan Sri Natheng Kertabhumi. Kerthabhumi, tidak lama sesudah kakawin
ini ditulis, akhirnya berhasil dinobatkan sebagai raja Majapahit terakhir,
menggantikan Sri Singawardhana,keponakannya sendiri,yang wafat di istana. Sebelum
itu, kepada raja sebelumnya, yaitu Prabu Singawikramawardhana atau Sri Adhisuraprabawa,
yang dalam Serat Pararaton disebut sebagai Bhre Pandan Salas III,
kepadanya dipersembahkan ketujuh prosa liris karya Mpu Tanakung.[1]
Sebagai sebuah “karya keindahan”(sukarya), Bhanawa Sekar“ winangun Sri Jiwanendradhipa, tanlyansraddhabatharamokta…”
(digubah untukSriJiwanendradwipa, yang
tidak lain berupasraddha untuk
mengenang bapa bangsayang sudah kembali kepada alam keilahian).[2]
Siapakah sebenarnya Sri Jiwanendradwipa?Jiwanendradipa adalah Prabu Raja sawardhana
Dyah Wijayakumara Sang Sinagara(1451-1453). Banawa Sekar atau Bahtera Aneka Bunga karya Mpu Tanakung ini ditulis pada masa Singa
wikramawardhana atau Bhre Pandan Salas III, melambangkan “perahu kebangsaan”
yang dipersembahkan oleh para putra Sang Sinagara,antara lain Bhre Kertabhumi,Bhre
Pamotan,Bhre Mataram,Bhre Kahuripan dan Bhre Lasem. Pada waktu itu Majapahit
diperintah oleh Raja Singawikramawardhana yang senantiasa dicintai rakyatnya,
tidak lain Sri Adi Suraprabhawa, Raja keturunan Girindra” (Sang Panikelan tanah anulusa katwang ing praja, tan lyan Sri Adi
Suraprabawa sira bhupati saphala Girindrawangsaya).[3]
0 “Bhinneka Tunggal Ika”
Sejarah, Filosofi,
dan Relevansinya
dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara *)
Setelah
dahulu pada zaman-zaman sebelumnya Brahma-Wishnu-lshwara menjelma di dalam
berbagai raja-raja di dunia, maka kini pada zaman kaliyuga turunlah Sri
Jinapati (Buddha) untuk meredakan amarah Bathara Kala. Sebagaimana Sidharta
Gautama, sebagai titisan Sri Jinapati, Sutasoma putra Mahaketu raja Hastina,
keturunan Pandawa, meninggalkan kehidupan istana dan memilih hidup sebagai
seorang pertapa. Pada suatu hari, para pertapa mendapat gangguan dari Porusada,
raja raksasa yang suka menyantap daging manusia. Mereka memohon kepada Sutasoma
untuk membunuh raksasa itu, tetapi permintaan itu ditolaknya. Setelah dalam
olah spiritualnya Sutasoma mencapai kemanunggalan dengan Sang Buddha Wairocana,
akhirnya ia kembali ke istana dan dinobatkan menjadi raja Hastina. Sementara
itu Raksasa Porusada, yang ingin disembuhkan dari sakit parah pada kakinya,
bernazar akan mempersembahkan seratus raja sebagai santapan Bathara Kala.
Tetapi Sutasoma menyediakan diri disantap oleh Kala, asalkan seratus raja itu
dibebaskan. Bahkan ketika Bathara Siwa sangat murka, dan karena kesaktiannya
telah merusak dan membunuh para lawannya, Sutasoma titisan Sang Buddha
menghadapinya dengan cinta kasih. Panah-panah api Siwa dihadapinya dengan
kekuatan tapanya, berubah menjadi air amerta.
Semakin marahlah Siwa, sehingga ia menjeima menjadi api Kala yang siap melebur
jagad raya. Turunlah para bathara dari kahyangan untuk menyadarkan Siwa. Semua
maharshi melantunkan mantera-mantera Wedha, dan berdoa agar dunia tidak
dihancurkannya. “Jangan lakukan itu, wahai Tuanku”, mereka memohon. “Engkau
guru kami. Berbelaskasihanlah kepada ciptaan ini sebelum kiamat tiba (yuganta)”. Rwaneka dhatu winuwus wara Buddha Wiswa, bhineki rakwa ring apan kena
parwanosen, Mangka Jinatwa lwan Siwatatwa tunggal, Bhinneka Tunggal Ika, tan
hana dharmma mangrwa (Konon dikatakan wujud Buddha dan Siwa itu berbeda.
Siwa dan Buddha memang berbeda, namun bagaimana kita mengenalinya dalam sekilas
pandang? Hakikat ajaran Buddha dan Siwa sebenamya tunggal. Berbeda-beda tetapi satu
jua. Tidak ada kebenaran yang mendua). Bathara Siwa yang menitis pada Porusada
akhirnya meninggalkan tubuh raksasa itu, karena disadarinya bahwa Sutasoma
adalah Sang Buddha sendiri. Porusaddha
santa. Sang Porusada tenang kembali. Tiada nafsu membunuh, tiada nafsu
menghancurkan sesama ciptaan.[1]
Kisah
di atas dikutip dari Kakawin Sutasoma,
karya Mpu Tantular, yang ditulisnya pada masa keemasaan kemaharajaan Majapahit
(1340). Hal penting yang perlu digarisbawahi dari penggalan karya Mpu Tantular
ini adalah asal-usul istilah “Bhinneka Tunggal Ika” yang kini
menjadi salah satu dari Catur Pilar
Kebangsaan Indonesia, khususnya adalah makna filosofinya. Perlu dicatat
pula, bahwa dari sumber kesusastraan yang sama kita juga mengenal istilah “mahardhika” (yang menjadi asal kata
salam nasional kita “Merdeka”), dan
nama Dasar Negara kita Pancasila. Karena itu, “Bhinneka Tunggal Ika”, - ungkapan yang
menurut Dr. Soewito Santoso dalam bukunya Sutasoma,
A Study in Javanese Wajrayana, - “is a magic one of great significance and it
ambraces the sincere hope the whole nation in its struggle to become great,
unites in frame works of an Indonesian Pancasilais community.”[2]
0 Acara Natal ISCS 6 Januari 2017 (3 Bagian)
"Natal
Sebagai Momen Merajut Kebhinekaan dalam Keprihatinan Nasional"
Dipersembahkan
oleh
Institute for Syriac Culture Studies
Video I
Video II
0 THE TRUE MEANING OF TRINITY’S REVEALED
Bism al-Abi wa al-Ibni wa ar-Rûh al-Quddusi, al-Ilahu al-Wâhid,
Amin
In the Name of the
Father, and of the Son, and of the Holy Spirit, God Almighty, Amen
A dialogue between Bilung’s
"EXOTERICISM" AND
Kyai Semar’s
"ESOTERICISM"*)
by Bambang Noorsena
Indonesian
to English translation by :
Glenn
Tapidingan
Martin H.
Simamora
1.Introductory Note
In Javanese mythology, there are two types of comprehension
of spirituality, the first is exoteric (common or popular comprehensible
language) which simplistic, and the second is esoteric (inner consciousness
language), which refers to the essence beyond all things. At outset reputedly,
Sang Hyang Tunggal created egg of life. Extracting from the egg, yolk became
"Sang Hyang Shiva" (the essence of all things), albumen or white egg to-be Semar (the essence of all things that
can be comprehended esoterically), and shell came to be Togog (symbolizing the
failure to seize the essence because mistakenly signify the truth exoterically
or in "language of the flesh",or wadag, simplistic thinking). Next, a
figure in shadow play, Togog who is supported by Bilung, epitomizes the
outwardly religious apprehension or thoroughly wadag/simplistic as already
mentioned earlier, and Semar followed with Gareng, Petruk, and Bagong who symbolized spirituality that always longings for
the quintessence, loving for the
significance, and understanding the substance.
Therefore, when Jesus says: "Your father Abraham
rejoiced to see My day; and he saw, and was glad". This is the
"esoterical language" to say "spiritual language" which
must be apprehended inwardly. But the Jewish people hooked it up with outward
apprehension of the language or Jesus’ speech, miscarriage the substance the
truth, and asked: "Thou art not yet fifty years old, and hast thou seen
Abraham?" (John 8:56-57, KJVA). Jewish people only saw Jesus to apprehend
him in his existence form as a human, and failed to recognize His pre-existence
as “the Word of God” (Greek: Logos; Hebrew: Davar; Aramaic: Memra; Arab:
Kalimatullah) that "by/ through Him all things exist"(1Cor. 8:6; John
1:3; Psa. 33:6;2Pet. 3:5).
Jesus’ question: “Why do ye not understand my language?
Because ye cannot hear MY Word” (John 8:43, KJVA), occurs to Christians
themselves who can’t comprehend the principles of their own faith, namely the
Godhead and the Deity of the Messiah, and the nature of the Triune God that
clearly taught in the Sacred Scripture, transmitted by disciples of the
apostles, disciples of the disciples of the apostles to the ecumenical church
councils that formulate them more
clearer for us.
0 Dialog Ringan:
Seputar Makna Teologis
Gelar Yesus sebagai Putera Allah
Oleh:
Dr. Bambang Noorsena, S.H., M.A.
Ungkapan "Anak”, tepat sekali seperti dikatakan orang sebelum
kami, mempunyai dua makna: Pertama, “anak secara fisik”, seperti melahirkan seorang
anak; dan Kedua, “yang dikiaskan sebagai anak”, karena dibuat
demikian,meskipun dibedakan antara “lahir" dan“diciptakan”.
Apalagi, sebagian besar ayat-ayat ini (yang menentang paham “anak-anak
Allah", penulis)ditujukan, menurut sebagian besar mufasir, kepada
orang-orang Arab Mekah yangmengklaim bahwa dewi-dewi mereka, al-Lat, al-‘Uzza,
dan Manat adalah anak-anak Tuhandan begitu pula dengan malaikat. Jadi,
orang-orang Yahudi dan Kristen sering terkenagetahnya.
Mahmoud M. Ayoub, Profesor
of Islamic
Studies pada Temple
University, Philadelpia, USA.[2]
Tulisan ketiga ini, sudah barang tentu, merupakan sajian
ringan, setelah kita melakukan
“ziarah panjang” menelusuri sejarah. Mungkin saja kita dibuat pusing,capek, dan
bingung. Mengapa beriman kepada Tuhan harus serumit itu? Apakah untuk menghadap Allah seorang
harus menjadi filsuf atau teolog? Tentu saja, Tidak! Buktinya, Anda masih dapat
menikmati tulisan terakhir ini, moga-moga saja dapat mewakili pergumulan-pergumulan, pertanyaan-pertanyaan,
atau malahan keresahan-keresahan Anda selama ini. Temanya masih seputar Keesaan
Allah, kedudukan Yesus sebagai Putera Allah,dan isu-isu teologis Islam-Kristen
serta implikasinya dalam perjumpaan kedua “agama rumpun Ibrahim".
Pertanyaan-pertanyaan yang disusun dalam bentuk wawancara
ini berasal dari pengalaman
dalam berbagai seminar, undangan ceramah dan mengajar, baik di lingkungan Kristen maupun Islam di Jakarta,
Surabaya, Denpasar, Manado, dan beberapa kota lain. Di lingkungan Kristen, tema ini selalu muncul dalam
ceramah di gereja-gereja
dan di sekolah-sekolah Teologi. Sedangkan di lingkungan Islam, IAIN “Sunan
Kalijaga” Yogyakarta, IAIN“Sunan Gunung Jati” Bandung, dan Universitas
Paramadina-Mulya, malah mengangkatnya dalam forum-forum ISCS tersendiri. Memang,
di lingkungan Islam tema-tema ini ditanggapi jauh lebih antusias, apalagi di
forum-forum dialog antar-iman,
meskipun di sana-sini juga sering ditanggapi dengan “nada curiga”.
Id
Al- Milad
(Natal) Di Bethlehem: Sebuah Sisi dari Hubungan
Kekerabatan
Kristen-Islam di Timur Tengah
Kebiasaan
Presiden Palestina, mulai dari Yasser Arafat, sampai Mahmud Abbas
selalu mengikuti Perayaan Natalan di gereja adalah fenomena menarik, karena
fenomena semacam itu asing di Indonesia. Bisa dijelaskan bagaimana komentar Anda?
Menarik memang kalau kita cermati hubungan Kristen-Islam di
negara-negara TimurTengah, khususnya di Palestina. Saya teringat dengan Natal
di Bethlehem tahun 2001, Israel melarang Arafat pidato di gereja. Biasanya,
Arafat duduk di kursi paling depan. Istrinya,
Suha membaca lembaran liturgi, turut merayakan ‘Id al-Milad. Begitulah umat Kristen Arab menyambut Natal.
Tanpa kehadiran Sang Presiden, bagi orang Kristen Palestina, Natal rasanya
“seperti ada yang kurang”.
Subscribe to:
Posts (Atom)