ET’PATAH ISCS
Jum’at, 4 Januari
2019
DIALOG IMAJINER
KABAR DARI EFESUS: SEJAK DULU DAJJAL NGGAK SUKA
NATALAN
(Tulisan Terakhir dari Dua Tulisan)
Oleh Dr. Bambang Noorsena
1.
PRAWACANA
Dari
Yerusalem sampai ujung-ujung bumi, gemerlap kembang-kembang api menyambut
pergantian tahun di bumi, cahayanya tampak dari ketinggian הַר
צִיּוֹן “Har
Tsion”, Yerusalem
Surgawi:
† : “Eda
brika u-risheh d'shata brikta” (ܥܐܕܐ ܒܪܝܟܐ ܘܪܝܫܗ ܕܫܝܬܐ ܒܪܝܟܬܐ “Selamat
Natal dan Tahun Baru”),
ucap St. Nicolas dalam bahasa Aramaik.
‡ : “Selamat
Natal dan Tahun Baru juga, ya Baba Noel”, jawab Sang Patriarkh.
Setelah
saling bertukar khabar suka, dialog kedua santo ini mulai memecah sunyi.
2.
DAJJAL, GNOSTIK DAN NATAL
† :“Sebenarnya
penolakan natal itu sejak kapan dan dasarnya apa, Ya Qadasah Albaba”,
tanya St. Nicolas melanjutkan diskusi minggu lalu.
‡ : “Tidak
ada dasar, mula-mula asal beda dengan Katolik saja”, ujar Paus
Alexandria. “25 Desember baru dimasalahkan tahun 1743, Ernest
Jablonsky yang pertama menolaknya. Tapi tanpa sadar, akar penolakan itu
spiritnya bisa dilacak dari zaman rasuli sendiri”.
† :“Sejak
zaman rasuli?”
‡ :“Ya,
itulah yang harus dihadapi Rasul Yohanes pada hari-hari tuanya di Efesus. Bidat
Gnostik. Masih ingat mereka, ya Baba Noel?”, tanya Patriarkh Dimitri
Al-Awwal lugas.
† :“Tentu
semua orang ingat itu, Ya Patriarkh. Itulah Anti Kristus.
Saudara-saudara seiman kita di gereja-gereja Syria menyebutnya ܡܫܝܚܐ ܕܓܠܐ “Mshīḥa
Dagalā”, yang
akhirnya diterjemahkan dalam bahasa Arab المسيح الدجّال “Al-Masīḥ ad-Dajjāl...”, jawab St. Nicolas.
Tiba-tiba
kedua orang suci itu mengingat Efesus, kota dimana Cerinthus, pentholan sekte
Gnostik itu berani terang-terangan melawan Rasul Yohanes, saksi mata dari
ajaran Yesus yang masih hidup saat itu, sampai tahun 96 M.
† :“Tapi
apa hubungannya dengan Natal, Ya Qadasah Albaba?”.
‡ :“Inti
ajaran Gnostik, Ya Baba Noel”, urai Sang Patriarkh, “menyangkal bahwa
Yesus benar-benar menjadi manusia. Sebab bagi mereka daging itu kotor, dunia
ini terlaknat dan harus dijauhi. Mengapa Al-Masih Kalimatullah harus nuzul
(turun) mengambil wujud darah dan daging?”
† :“Padahal
inti ajaran rasuli: “Dan Firman itu telah menjadi manusia, dan ber-”shekinah”
diantara kita” (Yohanes 1:14)”, tambah St. Nicolas dari Myra.
‡ :“Tepat
sekali, Ya Baba Noel”, kata Paus Alexandria itu sambil beranjak dari
tempat duduknya, dan kembali lagi membawa Alkitab naskah Peshitta bahasa
Aramaik, bahasa Sang Kristus sendiri.
‡ :“Bacalah
ayat ini, Ya Baba Noel”, pinta Sang Patriarkh, tangannya menunjuk ayat
suci dalam aksara Syro-Aramaik:
ܘܟ݂ܽܠ ܪܽܘܚܳܐ ܕ݁ܠܳܐ ܡܰܘܕ݁ܝܳܐ ܕ݁ܝܶܫܽܘܥ ܐܶܬ݂ܳܐ ܒ݁ܰܒ݂ܣܰܪ ܠܰܝܬ݁ܶܝܗ ܡܶܢ ܐܰܠܳܗܳܐ. ܐܶܠܳܐ ܗܳܕ݂ܶܐ ܡܶܢ ܡܫܺܝܚܳܐ ܗ݈ܝ ܕ݁ܰܓ݁ܳܠܳܐ.
“We
kul rūḥā d'lā mawdyā d'Yeshua etā b'bsar laytih min Alahā ela hadā min Mšhīḥā
hū dagalā”.
Artinya: “Dan setiap roh yang tidak mengaku Yesus telah datang
sebagai manusia, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh Al-Masīḥ
ad-Dajjāl...” (1Yoh. 4:2, Peshitta).
† :“Ooo...
saya bisa menangkap benang merahnya. Jadi, bapa-bapa rasuli mengingat
kelahiran-Nya sebagai salah satu bukti bahwa Firman Allah benar-benar menjadi
manusia (Yohanes 1:14, 1 Yohanes 4:1-2) untuk menghadapi ajaran dajjal
yang menyangkal kemanusiaan-Nya. Apa benar begitu, Patriarkh?”
‡ :“Mumtaz,
Ya Baba Noel. Seperti lumrahnya manusia, Yesus benar-benar lahir, mati,
bangkit dan naik ke surga. Itu yang lalu dihitung cermat dalam kalender
gerejawi”, tegas Patriarkh.
3.
APAKAH ADA PERINTAH MERAYAKAN NATAL DALAM ALKITAB?
† :“Wahai
Qadasah Albaba, apakah perintah merayakan Natal ada dalam Alkitab?”, tanya
St. Nicolas.
‡ :“Ada!”,
jawab Patriarkh Dimitri seraya mengutip 2 Timotius 2:8. “Ingatlah
ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang
telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injil ku”.
† :“Ya,
jelas ayatnya”.
‡ :“Bandingkan
dengan Lukas 21:19 dan 1 Korintus 11:24, Ya Baba Noel!”,
jelas Sang Patriarkh. Kata “ingatlah” (Yunani: μνημονευε “mnêmoneue”)
dalam ayat ini juga digunakan dalam Injil ketika Yesus memerintahkan perayaan
Paskah-Nya”.
† :“....
τοῦτο ποιεῖτε εἰς τὴν ἐμὴν ἀνάμνησιν. “touto poieite eis tên emên anamnêsin”.
Artinya: “... perbuatlah ini menjadi peringatan
akan Aku!”, St. Nicolas membaca baris terakhir kedua ayat yang dikutip
Sang Patriarkh.
‡ :“Jadi
jelas, perintah untuk mengingat kematian dan kebangkitan-Nya sama mengikatnya
dengan perintah untuk mengingat kelahiran-Nya”, kata Patriarkh Dimitri
Al-Awwal.
† : “Hadhir,
ya Qadasah Albaba”, St. Nicolas mengangguk takzim.
‡ :“Itulah
sebabnya sejak St. Telesphorus, Paus Roma (126-137) sudah melaksanakan misa
tengah malam 24 Desember. St. Teofilus dari Kaisarea (115-181) juga merayakan
Natal setiap 25 Desember”, jelas Paus Alexandria itu.
St.
Nicolas diam menyimak, kagum dengan Sang Patriarkh yang menguraikan peristiwa 2.000
tahun yang lalu itu, seolah-olah baru terjadi minggu kemarin.
4.
DARI MANAKAH SUMBER INFORMASI TANGGAL PERAYAAN NATAL?
† :Ok,
ok. Sangat jelas, ya Qadasah Albaba. Namun sebelum gereja secara cermat
menghitungnya, dari mana sumber informasi mula-mula tanggal kelahiran-Nya?”,
tanya santo yang kini melegenda menjadi Sinterklas itu.
‡ :“Sayidatina
Al-Adzra' (Bunda Perawan Maryam)!”, jawab Patriarkh tegas.
† :“Bunda
Maria?”, St. Nicolas kaget.
‡ :“Ya,
Bunda Maria. Kenapa? Ke mana dan bersama siapa sang bunda gereja tersebut
tinggal setelah penyaliban Putra-Nya semata wayang itu?”, Patriarkh balik
bertanya.
† :“Tinggal
bersama di rumah Rasul Yohanes, murid terkasih-Nya, seperti tertulis dalam Injil
Yohanes 19:26-27”.
‡ :“Betul.
Dan sebelum wafatnya kira-kira tahun 48 M, Bunda Maria pernah menyertai rasul
Yohanes ke Efesus...”, Sang Patriarkh diam sejenak seolah mengingat-ingat
sesuatu.
‡ :“Logisnya”,
lanjutnya lagi, “ketika kontroversi Gnostik itu muncul di Efesus, Yohanes
sebagai murid yang dipercaya menampung Bunda Maria di rumahnya, pasti mengingat
semua informasi tentang Yesus dari Sang Theotokos yang telah mengandung
dan melahirkan-Nya, layaknya seorang ibu yang selalu ingat kelahiran putranya”.
† :“Baik,
baik, Ya Qadasah Albaba. Tetapi bagaimana menjawab para teolog modern
yang skeptis dengan tradisi gereja kuno? Bisa saja mereka menganggap kita hanya
mereka-reka”, lagi tanya St. Nicolas dari Myra.
‡ :“Saya
tak meragukan kecerdasan para teolog modern itu. Tetapi hanya mendasarkan Alkitab
dan melepaskan dari konteks historisnya, justru akan memancing roh-roh Dajjal
itu gentayangan kembali ke gereja”, tegas sang Patriarkh.
† :“Maksudnya,
Ya Qadasah Albaba?”
‡ :“Ingat
Markion, Baba Noel? Selama rasul Yohanes masih hidup, kaum Gnostik tidak bisa
leluasa menyebarkan ajaran-ajaran sesatnya. Tetapi begitu sang rasul meninggal,
Markion berani merevisi Alkitab. Ia menolak Injil Matius, Markus dan Yohanes”.
† :“Mengapa?”
‡ :“Karena
Matius mengawali injilnya dengan silsilah Yesus dan kelahiran-Nya dari seorang
perawan. Mereka menganggap Yesus itu hanya semacam “intermediary being”
(entitas pengantara) yang bukan Allah dan bukan manusia. Jadi, karena Yesus
tidak benar-benar menjadi manusia, bagaimana mungkin ada silsilah dan kisah
kelahiran-Nya?”, urai Sang Patriarkh mengungkap alasan teologis di balik
penyangkalan kaum Gnostik itu.
† :“Khabarnya,
Markion hanya menerima Lukas dan surat-surat Paulus. Padahal Lukas juga
mencatat kelahiran Yesus dan menulis silsilahnya?”, kejar St. Nicolas lagi.
‡ :“Very
good question” , kata Sang Patriarkh. “Itulah sebabnya Markion membuang Pasal
1-3 Injil Lukas, dan hanya memasukkan pasal 4-24 dalam Kanon
abal-abalnya itu”.
† :“Ck...ck..ck..
benar-benar kurang ajar kaum Gnostik itu!”.
‡ :“Sejak
dulu, Baba Noel. .. Begitulah spirit mereka! Nah, sekarang ribuan denominasi
Kristen telah tumbuh ‘bak jamur di musim hujan. Padahal mereka membaca Alkitab
yang sama, bahkan sekte-sekte bodoh seperti Mormon dan Saksi-saksi Yehuwa juga.
Kenapa?”, tanya Patriarkh.
† :“Karena
Alkitab dibaca lepas dari konteks sejarahnya, Ya Qadasah Albaba”.
‡ :“Benar,
Ya Baba Noel”, lanjutnya. “Kalau dulu Markion harus menyeleksi kanon dan
membuang kitab-kitab yang menghalangi selera bidatnya, sekarang menerima
seluruh Alkitab pun, karena saksi-saksi rasuli tak kita hiraukan, tiap-tiap
orang memasukkan pahamnya sendiri ke dalam teks-teks suci tersebut”.
† :“Bukan
exegese, tetapi eisegese. Bukan menggali makna teks, tetapi
memasukkan ide kita sendiri ke dalam teks”, simpul St. Nicolas.
Patriarkh
Alexandria itu mengangguk, 100% setuju.
† :“Satu
lagi pertanyaan dari kaum skeptis yang sering muncul, Ya Qadasah Albaba.
Apakah benar para bapa gereja mula-mula itu cermat menghitungnya?”
‡ :“Itu
pertanyaan menghina, Baba Noel. Mereka pikir bapa-bapa rasuli itu begitu
sederhananya”, Sang Patriarkh bisa jengkel juga.
Patriarkh
Dimitri sejenak diam, St. Nicolas menunggu wejangan selanjutnya.
‡ :“Kaum
fundamentalis skripturalis itu yang sebenarnya aneh. Mereka mengkritik apa yang
tidak mereka ketahui. Coba, berapa sistem kalender kuno yang pernah mereka
pelajari?”
† :“Saya
kira cuma sistem Gregorian. Itupun yang duduk di komisi liturgi. Selebihnya
cuma lihat di kalender dinding. Enak ya, nggak perlu sulit-sulit menghitung:
Paskah, Pentakosta, Adventus dan Natal... sudah ditandai dengan tanggal-tanggal
warna merah. Héééé....”, kata St. Nicolas tergelak.
Sang
Patriarkh pun menahan tawa, St. Nicolas bergumam sendiri, tapi suara cukup
keras terdengar.
† :“Pangkatmu
opo to Dul, Dul... Ngritik tanpa data. Lek ora ngerti, takono! Lek
ora enthos, mingkemo cangkemmu!”, gerutu St. Nicolas dengan rasa
sungkan.
(Red: Bahasa Jawa ngoko/kasar,
Pangkatmu apa? Kalau tidak mengerti, tanyalah! Kalau tidak becus, tutup
mulutmu!)
Kali ini Sang Patriarkh tak bisa menahan, pecah juga tawanya.
‡ :“Haaaa...
Haaaa.... Pantas saja anak-anak suka pada-Mu, Baba Noel. Lucu kamu...
Haaaa...”, sosok yang dikenal Sinterklas itu ikut tertawa lepas.
5.
APAKAH BAPA-BAPA GEREJA PERDANA SUDAH CERMAT MENGHITUNGNYA?
Tawa
renyah keduanya terhenti ketika dari langit Alexandria memancar kembang-kembang
api, dan suara terompet bersaut-sautan terdengar dari kejauhan. Setiap kota di
bumi silih berganti menandai pergantian tahun mereka.
‡ :“Ingat
Alexandria, ingat Mar Markus. Di kota inilah pertama kali Injil diberitakan
hingga menyebar ke seluruh Mesir dan benua Afrika”, kata Patriarkh Alexandria
dan penerus ke-12 الكرازة المرقسية
“Al-Karāzat al-Marqusiyya” (Tathta Suci St. Markus Sang Rasul).
† :“Hadhir,
hadhir, Ya Qadasah Albaba!”, jawab St. Nicolas takzim.
‡ :“Alexandria
itu gudangnya para astronom sejak ratusan tahun sebelum Kristus. Pada tahun
46 SM, ketika merevisi kalender Romawi sebelumnya yang dihitung “setelah
berdirinya kota Roma” (Ab Urbe Condita/AUC), yaitu 21 April 753 SM, Julius
Caesar dibantu oleh Sosigenes, astronom dari Alexandria”, Sang
Patriarkh menjelaskan.
† :“Tapi
bagaimana tadi dengan kecermatan kalkulasi Natal, Ya Qadasah Albaba?”,
tanya St. Nikolas lagi.
‡ :“Masih
ingat kisah St. Polikarpus uskup Smyrna, murid Rasul Yohanes, wahai
Baba Noel?”, Patriarkh balik bertanya.
† :“Ya,
tentu. Bagaimana mungkin melupakan uskup saleh itu, ya Qadasah Albaba”.
‡ :“Suatu
hari Markion menemui St. Polikarpus dan bertanya: “Masih mengenal saya?”
Jawab St. Policarpus: “Tentu saja aku mengenalmu, karena kamu anak sulung
Iblis”, kisah Sang Patriarkh.
† :“Ya,
saya membaca kisah itu dari St. Irenaeus, murid St. Polikarpus, dalam
bukunya Adversus Haereses (Melawan Bidat-bidat), Vol. III, 3-4”,
kata St. Nicolas.
‡ :“Tapi
bukan hanya kesalehannya, Baba Noel. Pada zamannya ia juga debat dengan Paus
Roma tentang kalkulasi kalender Paskah. Jadi, jangan sekali-kali
berpikir bahwa para bapa gereja awal itu begitu sederhana, tak mungkin
menghitung rumit hari-hari perayaan menurut berbagai sistem kalender”,
tegasnya.
† :“Tradisi
intelektual ini yang dilanjutkan generasi sesudahnya, Ya Qadasah Albaba?”,
St. Nicolas menegaskan.
‡ :“Ya,
tepat sekali. Pada tahun-tahun pertama kepatriarkhan saya, Sextus Yulius
Africanus mengunjungi saya di Alexandria, salah satu agendanya membahas
kelender perayaan gerejawi itu”.
† :“Sextus
Yulius Africanus (160-220) dengan cermat mencatat kelahiran Yesus: “...
tanggal 25 Desember di Betlehem, sebuah kota di Yudea, pada tahun ke-43
pemerintahan Agustus, Kaisar yang berkuasa atas seluruh Roma, konsulat
Gulpicius, Marinus dan Gaus Pompeius, sesuai laporan naskah-naskah kuno yang
akurat”. Benar begitu, Ya Qadisah Albaba?”, kata St. Nicolas
mengutip tulisan Sextus Yulius Africanus.
‡ : “Tepat
sekali, Baba Noel. Perhatikan bahasa Yulius Africanus, bukan bahasa
dongeng dari negeri “antah berantah” bukan? No, No, No, ini
benar-benar bahasa seorang sejarawan”, tegas Sang Patriarkh.
† :“Jadi,
kalau AD (Anno Domini, “Tahun Tuhan kita”) pada akhirnya diterima
dan dihitung sejak lahirnya Yesus, mengapa kelahiran-Nya tanggal 25 Desember,
tetapi tahunnya dimulai 1 Januari?”, tanya St. Nicolas.
‡ :“Hadza
su'al muhim jiddan, jiddan, jiddan (Ini pertanyaan yang sangat, sangat,
sangat penting)”, jawab Sang Patriarkh. “Alasannya, tahun baru dimulai dari
hari ke delapan setelah kelahiran-Nya. Karena apa, ya Baba Noel?”,
tanya Patriarkh.
† :“Karena
בְּרִית מִילָה “B'rit Milah” (perjanjian sunat), Ya Qadasah Albaba, “karena
Yesus di sunat pada hari kedelapan, seperti ketentuan syariat Taurat (Kejadian
I7:12: Lukas 2 :21)”, jawab St. Nicolas.
‡ :“Tepat
sekali, Baba Noel. Karena alasan itu dokumen-dokumen kuno mencatat tanggal
Natal-Nya: πρὸ ὀκτὼ καλανδῶν ἰανουαρίων “pro okto kalandon
Ianuarion” (delapan hari sebelum Januari). Mari kita check and recheck
dokumennya!”, Sang Patriarkh lalu menunjuk bagian yang dimaksud.
Kedua
santo itu kemudian membaca penggalan tulisan St. Hypolitus dari Roma (170-236)
menurut teks aslinya dalam bahasa Yunani:
‘Ἡ γὰρ
πρώτη παρουσία τοῦ κυρίου ἡμῶν ἡ ἔνσαρκος, ἐν ᾗ γεγέννηται ἐν
Βηθλεέμ, ἐγένετο πρὸ ὀκτὼ καλανδῶν ἰανουαρίων, ἡμέρᾳ τετράδι,
βασιλεύοντος Αὐγούστου τεσσαρακοστὸν.
“He
gar prote paraousia tou Kuriou hemon he ensarkos en he gegennetai en Bethlehem,
egeneto pro okto kalandon Ianouarion, hemera tetradi, basileountos Augoustou
tessarakoston”.
Artinya: “Untuk kedatangan Junjungan kita
dalam keadaan-Nya sebagai manusia dilahirkan di Bethlehem, delapan hari sebelum
bulan Januari, hari keempat dalam minggu itu (Rabu), pada tahun ke empat puluh
dua pemerintahan Agustus” (Comm. on Dan. IV, 23).
‡ :“Sekali
lagi, jauh sebelum Kaisar Roma pada tahun 274 memperkenalkan kultus Sol
Invictus (Dewa Matahari yang tidak Terkalahkan)”, simpul St. Nicolas.
6.
REFLEKSI AKHIR
Dari
Alexandria mata kedua janasuci itu tertuju ke Efesus, langit kota itu sudah
merona menyambut pagi. Namun tak lama ketika mereka menatap ujung barat negeri
khatulistiwa, langit kota itu tak begitu cerah, rupanya telah sebulan lelah
berdebat soal halal atau haramnya mengucapkan Selamat Natal. Pantas saja, tak
terdengar “Malam kudus”. Sepanjang jalan hingga lorong-lorong kecilnya
yang terdengar hanya lagu “Desember kelabu”.
Dan
kini ketika menyambut malam Tahun Baru, banyak orang yang ngakunya ulama sibuk
berkhotbah dan mencerca: “Haram meniup terompet. Itu Yahudi!”, kata
seorang dari mereka. “Awas, hati-hati merayakan Tahun Baru 1 Januari sama
dengan menyembah Janus, dewa Roma bermuka dua!”, tuduh yang lain lagi.
Sayangnya,
sebagian besar penduduk negeri yang suka damai dan rindu cinta itu terlanjur
hafal “tembang lawas” Andi Meriam Mattalatta: “... biarlah kujawab semua
dusta. Januari, Januari yang biru...” Berbareng dengan itu, seekor elang
rajawali datang membawa berita dari Efesus: “Tak usah heran, Bro. Sejak dulu
Dajjal memang nggak suka Natalan”. ¶
“De
Museum Cafe”, di penghujung tahun 2018.
2018 ¶ ISCS©All Rights Reserved
No comments:
Post a Comment