F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

Showing posts with label Tinjauan Pengajaran Empat. Show all posts
Showing posts with label Tinjauan Pengajaran Empat. Show all posts

0 Tantangan Gereja Dalam Menghadapi Ajaran-Ajaran Menyimpang


Oleh: Martin Simamora

Bukan Berkompromi Tetapi Nyatakanlah Kebenaran-Nya Walau Itu Memahitkan Bagi Mereka yang Menolak
 Embed from Getty Images
Tidak Ada Vaksinnya
Saya berpendapat bahwa problem-problem ajaran menyimpang tidak dapat diatasi dengan sebuah formula tertentu yang jika diaplikasikan oleh setiap orang Kristen maka niscaya dia akan kebal begitu saja. Sejarah sejak gereja purba telah menunjukan bahwa ajaran-ajaran sesat dan problemnya senantiasa menjadi perhatian yang serius untuk diatasi dan disolusikan dengan segala resikonya.Gereja purba memang memperlihatkan sikap yang tegas dan tak main-main ketika ajaran-ajaran sesat berupaya secara laten dan sistematis menyimpangkan dasar-dasar iman Kristen yang teguh, perhatikan kasus-kasus berikut ini:

Belajar Kebenaran pada Konsili Yerusalem

0 Penjelasan Yesus Mengenai Kebangkitan & Adakah Kehidupan Perkawinan Setelah Kebangkitan


Oleh: Martin Simamora


“Apabila Orang Bangkit Dari Antara Orang Mati, Orang Tidak Kawin Dan Tidak Dikawinkan Melainkan Hidup Seperti Malaikat Di Sorga”

Apakah Ada Kebangkitan?

Dilemma Saduki Soal Kebangkitan  : Ikatan Perkawinan & Keluarga Setelah Kebangkitan, Bagaimana?
Ketika  Yesus Kristus menjelaskan kebangkitan atau kehidupan setelah kematian, maka Ia secara tegas menautkannya dengan  siapakah Allah terhadap maut, apakah Ia berdaulat penuh ataukah tidak. Yesus menegaskan bahwa Allah berkuasa atas maut sehingga maut bahkan tak dapat menahan pemerintahan-Nya atas semua manusia di sepanjang masa. Dalam percakapannya dengan salah satu kelompok Yahudi, Saduki yang tak mempercayai atau menolak kebangkitan orang mati, Yesus menegaskan dengan sebuah ungkapan yang menunjukan bahwa maut tak berkuasa menahan Allah untuk membangkitkan siapapun yang ingin dibangkitkannya untuk menerima kehidupan kekal-Nya: Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Mari kita melihat dialog penting dan sangat rasional untuk diperhadapkan dengan Yesus yang dalam pengajarannya sendiri mengajarkan kebangkitan pada  dirinya sendiri dan kepada semua manusia  pada kedatangannya yang kedua kali:

Markus 12:18-22 Datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati.

Orang Saduki tidak saja bertanya, tetapi juga mengajukan dilemma kepada Yesus yang mengajarkan kebangkitan manusia ada dan pasti akan terjadi. Perhatikan bagaimana orang Saduki tersebut mengajukan dilemma kebangkitan orang mati:

Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati.

Dilemma: Tujuh suami tersebut  Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." (Markus 12:23)

Apakah jawaban Yesus?

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 7-Selesai

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono
(Bagian ini Selesai)


serial menyambut Natal:  Yesus dan relasi kematiannya di kayu salib: Bukan karena Ia telah menjadi manusia berdosa sehingga mengalami maut, dan karena melepaskan haknya sebagai Anak Allah

Bacalah lebih dulu: “bagian sebelumnya

Memperbincangkan kemanusiaan Yesus dalam sudut pandang kemanusiawian setiap manusia yang sejak perjanjian lama dikatakan sebagai kecenderungan hatinya semata-mata berdosa:

Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,- Kejadian 6:5

Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?- Yeremia 17:9

Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.- Roma 1:28-31

Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."- Roma 1:20-23

Maka memang  sangat berdasar bagi siapapun untuk memiliki prasangka alami: jika dikatakan Yesus menjadi sama dengan manusia, maka ia tak terbebaskan dari natur kemanusiaan semua manusia terhadap  kedagingan yang dihidupi oleh pemerintahan maut. Bahkan sangat berdasar dan tak terbantahkan, andaikata saja Alkitab sendiri tidak pernah menunjukan bahwa perjanjian lama, Yesus Kristus, para rasul-Nya tidak menarik garis pemisah yang begitu tajam untuk memisahkan Yesus dari semua manusia pada natur keberdosaan sehingga takluk pada  pemerintahan maut. Andaikan tidak, maka memang Yesus pasti juga merupakan obyek dosa. Tetapi pada Alkitab kita menemukan begitu benderang sebuah garis pemisah yang teramat tajam yang mengakibatkan cara pandang kita terhadapnya harus dilakukan secara berhati-hati supaya tidak dibangun berdasarkan  pemahaman, asumsi dan definisi yang dibangun diatas kemanusiaan setiap manusia yang mengabaikan setiap hal yang ditunjukan Kitab Suci terhadap Yesus. Ini penting! Bukankah Yesus sendiri berkata bahwa Ia  memang adalah Mesias sebagaimana yang dinyatakan Kitab Suci dan Ia melakukan segenap hal yang dinyatakan Kitab Suci, bahkan diujikan pada nabi terakhir perjanjian Lama dan kepada Musa yang telah menuliskan kitab-kitab:

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 6

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono



serial menyambut Natal:  Yesus dan relasi kematiannya di kayu salib: Bukan karena Ia telah menjadi manusia berdosa sehingga mengalami maut, dan karena melepaskan haknya sebagai Anak Allah

Bacalah lebih dulu “bagian sebelumnya

Karena itulah, sorotan terkuat dan paling penting terkait relasi Yesus terhadap kematiannya di kayu salib adalah “siapakah” ia menurut Bapa-Nya, bukan menurut pandangan  yang bersifat multipaham pada masyarakat umum di eranya. Hal ini jelas terlihat pada sejumlah momentum penting seperti:

Markus 8:27-30 Kemudian Yesus beserta murid-murid-Nya berangkat ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Di tengah jalan Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Kata orang, siapakah Aku ini?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." Ia bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!" Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia.

Tentang siapakah ia menurut banyak orang, akan sangat beragam dan akan sangat relatif, tidak ada kepastian dan tak mungkin menjadi kebenaran definitif. Tetapi Yesus menegaskan bahwa apapun dan bagaimanapun pandangan yang mencuat di kalangan masyarakat mengenai dirinya, ia adalah bukan “ada yang mengatakan”, tetapi ia adalah sebagaimana ia menyatakannya, dan itu adalah kebenaran tunggal. Pada injil Markus, kita melihat beragamnya pandangan orang yang sangat mungkin lahir dari pengalaman dan persepsi selama mendengar perkataan dan melihat berbagai perbuatan Yesus, tetapi hanya ada satu kebenaran yang berdiri di atas diri Yesus sendiri yaitu :”Engkau adalah Mesias! Sementara memang Petrus yang mengatakannya, tetapi validasinya bukan dari Petrus itu sendiri tetapi dari-Nya dengan  memberikan respon “melarang dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia.” Di sini  substansinya bukan pada “melarang dengan keras” terkait siapakah dia sebenarnya sementara beragamnya pandangan tentang dirinya, tetapi betapa kebenaran tentang siapakah dirinya hanya bersumber dari dirinya Sang Kristus itu sendiri. Pada Yesus, terhadap murid-muridnya, Ia senantiasa menunjukan bahwa kebenaran sebuah kebenaran terletak atau ditegakan di atas dirinya sendiri sebagai Ia adalah kebenaran yang menyatakan sebuah kebenaran terkait apapun penjelasan terkait dirinya dan terkait ajarannya, sebagaimana terlihat pada interaksi berikut ini:

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 5

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal:  Yesus dan relasi kematiannya di kayu salib: Bukan karena Ia telah menjadi manusia berdosa sehingga mengalami maut, dan karena melepaskan haknya sebagai Anak Allah



Apakah yang terlintas dalam benak anda ketika mendengar Yesus Kristus mengalami kematian?  Akan ada yang berkata: jika demikian Yesus adalah Mesias yang berdosa sebab Alkitab berkata upah dosa adalah maut (misal sebagaimana dinyatakan Roma 6:23, sehingga  ia,kalaupun Tuhan, adalah yang berdosa sehingga tidak suci. Sejak era Yesus, kematian pada dirinya adalah sebuah kontroversi:

Yohanes 12:33-34  Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati. Lalu jawab orang banyak itu: "Kami telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya; bagaimana mungkin Engkau mengatakan, bahwa Anak Manusia harus ditinggikan? Siapakah Anak Manusia itu?"

Kematiannya sendiri dalam Pembicaraan Yesus
Ketika kita mencoba memandang Yesus  adalah manusia dan Tuhan yang berdosa berdasarkan fakta Alkitab bahwa ia memang mengalami kematian, maka kita juga harus menerima fakta Alkitab bahwa kematiannya merupakan salah satu topik terpenting yang  tidak hanya dibicarakan secara tertutup tetapi juga secara publik; tidak  semata sebagai sebuah peristiwa di dalam sejarah tetapi juga sebuah peristiwa yang harus terjadi sebab untuk itulah Ia datang, menggenapi apa yang telah dituliskan di dalam Kitab suci. Mari kita membaca pembicaraan-pembicaraan Yesus tersebut:

Pembicaraan kematiannya olehnya sendiri secara publik

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 4

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal:  kemanusiaan Yesus dan relasinya terhadap dosa dan peristiwa kematian di kayu salib: apakah ia menjadi sama dengan semua manusia Sehingga berdosa dan membutuhkan pertobatan?




A. Yesus dan relasinya terhadap dosa
Teks Filipi 2:6 secara definitif memotretkan Yesus dalam sebuah kemanusiaan  dan sebuah keilahian yang tak terbayangkan dan tak terjelaskan dari sudut pandang manusia. Hal ini nampak jelas dari pernyataan rasul Paulus dalam menjelaskan keilahian Yesus Kristus tak terputuskan, sekalipun Ia sendiri melakukan tindakan penghambaan bagi dirinya sendiri, sehingga teks tersebut berbunyi:

“yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”
teks yang hendak menyatakan dua elemen penting yang tak terpisahkan terkait keilhian Yesus yaitu:
-dalam rupa Allah (being in the form of God-KJV)
-milik (thought it not robbery-KJV)

Ketika  rasul Paulus menyatakan siapakah Yesus Kristus, dengan sebuah permulaan Ia telah ada sejak kekekalan bukan sebagai: salah satu malaikat yang mulia atau salah satu bentuk keilahian lain yang bersifat atau mendekati Allah tetapi memang berhakekat Allah atau being in the form of God, maka sejak titik inilah, kemanusiaan Yesus memiliki kehidupannya. Bahwa kehidupannya ditentukan dan hanya bersumber dari Ia dalam rupa Allah sebagai Ia apa adanya sebagaimana Ia ada. Itu sebabnya merupakan kepemilikan yang otentik dan sebuah kehakekatan: thought it not robbery. Dalam hal ini Paulus sendiri menyatakan bahwa keilahian Yesus itu, sehingga Ia dikatakan sehakekat dengan Allah dalam kemanusiaannya, bukan merupakan sebuah pengangkatan Yesus sebagai Allah atau penggelaran Yesus dengan titel Allah.

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)- Bagian 3

Oleh: Martin Simamora

Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal:  Benarkah Yesus adalah Manusia Berdosa Karena Ia telah menanggalkan Haknya sebagai Anak Tunggal dan dengan demikian Ia telah terpisah sama sekali dari Bapa atau Berdosa?




Pesan substantif  yang hendak dinyatakan oleh pendeta Dr.Erastus Sabdono adalah, bahwa Yesus telah melepaskan haknya sebagai Anak Allah, tepatnya begini ia menuliskan pemikirannya: ”Teks ayat 6 itu hendak menjelaskan bahwa Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah.” Bagian yang saya beri penekanan dangan huruf tebal dan garis bawah merupakan pernyataan yang  tidak main-main pada siapakah Yesus setelah itu,   dimana setelah itu dalam pemikiran pendeta Erastus terletak atau berada dalam bingkai “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.”

Pendeta Erastus, bukan sekedar melakukan tafsirnya bahwa Filipi 2:6 bermakna “Yesus telah melepaskan haknya sebagai Anak Allah” tetapi melalui  sejumlah analisa kata  pada teks ayat 6 tersebut, ia mengisi makna “melepaskan Anak haknya sebagai Anak Allah” lebih dari sekedar dari sorga turun ke bumi  dalam rupa manusia, sebab ia membawa Yesus dalam tafsirannya sebagai Yang  dari sorga turun ke bumi dalam rupa manusia menjadi sama dengan manusia berdosa dan membutuhkan pertobatan. Ini sendiri memiliki implikasi bahwa Yesus sendiri dengan demikian jikapun ia adalah ilahi, ia memiliki aspek kecemaran dosa sehingga tidak lagi sehakekat dengan Bapa dalam Ia telah menjadi manusia.  Hal yang akan saya tinjau juga pada bagian-bagian mendatang atau pada serial terpisah.

Tetapi, saya juga mau memberikan catatan penting, sebetulnya analisa kata dan teks yang dilakukannya tidak begitu bernilai dan apalagi membantu memahami teks secara jujur, karena analisa kata yang dilakukannya, pada kenyataannya dibangun isolatif terhadap seluruh gagasan teks terhadap teks-teks  terdekatnya. Ini sendiri menjelaskan mengapa Yesus kemudian baginya adalah manusia berdosa yang membutuhkn pertobatan.

Untuk menolong, mari kita membaca kembali teks Filipi 2:6:

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)

Oleh: Martin Simamora


Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

serial menyambut Natal: Yesus dapat Berdosa Karena Memang Ke-Natal-an Yesus Bertujuan Menjadi Sama dengan Manusia Berdosa yang Membutuhkan Pertobatan


Bacalah lebih dulu: “Pengantar

Pandangan “Yesus dapat berdosa namun memilih tidak melakukannya” telah dibangun  pondasinya oleh Pdt. Dr.Erastus Sabdono sejak halaman-halaman awal pada Diktat Kuliah Sistematika Theologia “KRISTOLOGI.” Saya mengajak anda untuk melihat  Bab I ‘Pentingnya Mengenal Kristologi” pada halaman 13, sebagaimana saya sajikan dibawah ini beserta penekanan yang saya berikan untuk menunjuk pokok pikiran utama yang sedang dikemukakan olehnya untuk mendukung gagasan “Yesus dapat berdosa namun memilih tidak melakukannya”:


Pendeta Erastus Sabdono, pada bagian ini, membangun gagasannya berdasarkan Filipi 2:6 yang berbunyi (anda bisa menemukan sub judul Filipi 2:6 pada halaman 12):“yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap  kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,” yang kemudian ditinjaunya berdasarkan analisis kata atau leksikon pada kata demi kata teks 2:6 dalam bahasa Yunaninya. Berdasarkan analisa kata demi kata pada teks tersebut, ia kemudian, sebagaimana pada halaman 13  pada paragraf yang saya sorot, menuliskan: “dari analisis teks ini tersimpulkan bahwa  Yesus tidak menganggap keberadaan-Nya yang mulia sebagai sesuatu yang berharga sehingga Ia mempertahankan-Nya (a thing to be grasped), tetapi dengan rela melepaskannya.”Inilah yang menjadi jembatan baginya untuk membangun sebuah Yesus yang berdosa sebagaimana seutuhnya semua manusia adalah berdosa. Beginilah pendeta Dr. Erastus Sabdono menuliskannya pada paragraf selanjutnya   yang juga saya beri sorotan khusus. Di situ ia menyatakan:

Teks ayat 6 hendak menjelaskan bahwa Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah. Sikap seperti ini telah ditunjukan sejak Ia memberi diri dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Matius 3:1-1). Dengan kesediaan-Nya dibaptis Ia menyamakan diri-Nya dengan manusia berdosa yang memerlukan pertobatan. Hal ini dilakukan oleh Tuhan Yesus agar Ia dapat menggenapkan seluruh kehendak Allah.”

Berdasarkan simpulan tersebut, pendeta Erastus Sabdono, sebenarnya sedang menyatakan bahwa kelahiran Yesus Kristus adalah kedatangan Anak Allah yang telah melepaskan ke-Anak Allah-annya dengan sebuah tujuan: agar  Yesus Kristus menjadi sama dengan manusia berdosa yang memerlukan pertobatan. Atau perhatikan grafis berikut ini:

0 Yesus Kristus adalah Firman yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14)



 Meninjau  Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana  Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono

(serial menyambut Natal: Pengantar)


Sederhananya ketika kita membaca  Yohanes 1:14 “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita,” ini dinyatakan sebagai inkarnasi. Harus diketahui bahwa kata inkarnasi tidak terdapat di dalam Alkitab. Kata inkarnasi berasal dari  kata latin in dan caro (daging), bermakna clothed in flesh atau berbalutkan tubuh daging, tindakan mengenakan tubuh daging. Satu-satunya penggunaannya dalam theologia hanya untuk merujukan pada kebelaskasihan ilahi Allah, tindakan penuh kerelaan Anak Allah dalam Ia mengenakan sebuah tubuh manusia. Dalam  doktrin Kristen, inkarnasi secara ringkas dinyatakan bahwa  Yesus Kristus, Anak Allah kekal, telah menjadi seorang manusia. Ini adalah salah satu peristiwa agung yang terjadi dalam sejarah semesta. Peristiwa tanpa tanding. (Prof. Lehman Strauss, LittD, Why God Became Man, Bible.org).

Yohanes 1:14 sendiri dalam bagian Perjanjian Baru telah diperingatkan dan dinyatakan sebagai sebuah peristiwa yang tak dapat begitu saja dipahami dan dijelaskan dari sudut pandang dan common sense atau akal sehat manusia. Jika kita merujuk pada rasul Paulus maka kita akan mendapatkan sebuah catatan yang begitu menunjukan bahwa apa yang disebut sebagai inkarnasi tidak memiliki patron yang bagaimanapun bagi manusia untuk memahaminya:

Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan."- 1 Timotius 3:16

Ketika rasul Paulus menyatakan agunglah rahasia ibadah kita, maksud rahasia di sini bukan bermaksud sebuah kemisterian  yang esoteris atau terbatas pada kalangan tertentu/tertutup yang berbasiskan pada apapun juga yang mungkin untuk dilakukan manusia untuk membangun pengertian, pemahaman dan ajaran berdasarkan koginisi dan spiritualisme manusia yang berjuang memahami Yesus, tetapi terkait  dengan “Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia.” Dan sebetulnya kosa kata inkarnasi itu sendiri bukan basis atau dasar untuk memahami Yohanes 1:14 itu sendiri sebab Ia sesungguhnya dalam menjadi manusia lebih besar dari sekedar menjadi manusia sebagaimana rasul Paulus menyatakannya: “diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat.”

Kalau  ditanyakan soal inkarnasi dan kemanusiaan manusia Yesus dalam relasinya terhadap Ia sebelum mengambil rupa manusia- apakah ia tetap dalam keagungan yang sama secara divinitas, maka jawab rasul Paulus tidak ada perubahan kedivinitasan malah dinyatakan bahwa Ia begitu penting untuk menampakan dirinya dalam rupa manusia kepada malaikat-malaikat, walau Ia menjadi manusia bukan untuk menebus malaikat-malaikat. Ini sendiri memang dapat kita saksikan dalam injil-injil bahwa ia memiliki relasi yang begitu istimewa terhadap malaikat-malaikat:
Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9