Oleh: Martin Simamora
“Apabila
Orang Bangkit Dari Antara Orang Mati, Orang Tidak Kawin Dan Tidak Dikawinkan Melainkan
Hidup Seperti Malaikat Di Sorga”
Apakah Ada Kebangkitan?
|
|
Dilemma Saduki Soal
Kebangkitan : Ikatan Perkawinan & Keluarga Setelah Kebangkitan, Bagaimana?
|
Ketika Yesus Kristus menjelaskan kebangkitan atau
kehidupan setelah kematian, maka Ia secara tegas menautkannya dengan siapakah
Allah terhadap maut, apakah Ia berdaulat penuh ataukah tidak. Yesus
menegaskan bahwa Allah berkuasa atas maut sehingga maut bahkan tak dapat menahan
pemerintahan-Nya atas semua manusia di sepanjang masa. Dalam percakapannya
dengan salah satu kelompok Yahudi, Saduki yang tak mempercayai atau menolak
kebangkitan orang mati, Yesus menegaskan dengan sebuah ungkapan yang menunjukan
bahwa maut tak berkuasa menahan Allah untuk membangkitkan siapapun yang ingin
dibangkitkannya untuk menerima kehidupan kekal-Nya: Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Mari
kita melihat dialog penting dan sangat rasional untuk diperhadapkan dengan
Yesus yang dalam pengajarannya sendiri mengajarkan kebangkitan pada dirinya sendiri dan kepada semua manusia pada kedatangannya yang kedua kali:
Markus
12:18-22 Datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya
kepada-Nya: Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan
meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan
membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang
perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang
kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan.
Demikian juga dengan yang ketiga. Dan begitulah
seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua,
perempuan itupun mati.
Orang Saduki tidak
saja bertanya, tetapi juga mengajukan dilemma kepada Yesus yang mengajarkan
kebangkitan manusia ada dan pasti akan terjadi. Perhatikan bagaimana orang Saduki tersebut mengajukan dilemma
kebangkitan orang mati:
Guru,
Musa menuliskan perintah ini untuk kita:
Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan
seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi
saudaranya itu. Adalah tujuh orang
bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan
tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan
mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang
ketiga. Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua,
perempuan itupun mati.
Dilemma: Tujuh suami tersebut Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah
beristerikan dia." (Markus 12:23)
Apakah jawaban Yesus?
Apakah Pernikahan atau Hubungan Perkawinan Suami dan Isteri
Masih Berlanjut di Sorga Sebagaimana di Bumi?
Perhatikan pertanyaan
orang Saduki: siapakah yang menjadi
suami perempuan itu? Pertanyaan ini mengandung dua dilemma bagi
kelompok Saduki yang juga memegang secara ketat hukum Musa yang mengatur
pernikahan dan menikah kembali karena kematian yang dalam hukum Taurat, bahwa saudara laki-laki dari almarhum suaminya,
boleh menikahi isteri dari kakak atau adiknya yang telah meninggal tersebut.
Dilemma pertama muncul, sebab
ketentuan ini mereka asumsikan harus berlaku juga pada dunia setelah kematian.
Dengan kata lain, kelompok Saduki tersebut sedang mengajukan sebuah
dilemma teramat besar kepada Yesus, yang
tak akan terjadi jika tak ada kebangkitan atau tidak ada kehidupan setelah kematian.
Ketika semua dibangkitkan atau masuk ke dalam kehidupan setelah kematian, siapakah yang menjadi suaminya, karena
berdasarkan hukum Musa, semua sah di bumi dan tak ada masalah sebab suami tetap
satu orang saja. Hukum Musa tentu saja akan menimbulkan problem besar kala
semua suami yang almarhum tersebut, dihidupkan kembali, sebab dengan demikian aka
nada 7 suami yang sah secara hukum Musa. Jadi siapakah yang menjadi suami perempuan
itu dalam kehidupan setelah
kematian akan membutuhkan jawaban yang bagi kelompok Yahudi Saduki, tidak boleh
berlawanan dengan hukum Musa Dilemma
kedua yang terkandung dalam pertanyaan kelompok Saduki ini, adalah
dilemma kehidupan pernikahan dalam
kehidupan setelah kematian, karena bagi mereka sebagaimana saat masih hidup di
bumi, maka seharusnya kehidupan setelah kematianpun, apa yang telah ada di bumi
seharusnya terus berlangsung di dunia setelah kematian. Jadi dilemma kedua ini
tak terlepas dari dilemma pertama, bagaimana menentukan siapakah suami yang
tersah atau terjitu diantara ketujuh laki-laki tersebut? Bagaimana Yesus
menentukan untuk menjawab: jadi siapakah yang menjadi suami perempuan
itu.
Pertanyaan kelompok
Yahudi Saduki ini, menunjukan bahwa
kebangkitan bukan sekedar isu atau belaka doktrinal. Mereka menangkap
dengan sangat tajam bahwa pengajaran Yesus
mengenai kebangkitan atau kehidupan setelah kematian adalah otentik atau
sebuah keniscayaan sementara tak satupun manusia sudah ada di sana. Ini adalah
membicarakan bukan saja masa depan, namun sebuah dimensi kehidupan yang tak
terjangkaukan oleh akal budi manusia. Atau, jikapun akal budi manusia mampu
menjangkaunya, maka masih akan terjerembab pada problem-problem kedagingan dan
seksualitas sebagai yang seharusnya ada di dunia setelah kematian. Ini wajar
sekali, kalau siapapun membayangkan hal yang sama sekali belum pernah dikunjungi,
maka bagaimana bisa menghayati sebuah kehidupan yang menghapus aspek mendasar
bagi manusia yaitu berkeluarga dan berketurunan.
Jawaban Yesus Sang Kristus. Sekarang, apakah jawaban Yesus terhadap
pertanyaan yang sebetulnya menunjukan bahwa memang kehidupan setelah kematian,
itu sama sekali berbeda dengan apapun yang dapat dibayangkan oleh manusia. Ini
akan tersingkap melalui hardikan dan jawaban Yesus sendiri kepada mereka:
Markus
12:24-25 Jawab Yesus kepada mereka: "Kamu
sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah.
Sebab apabila orang bangkit dari antara orang
mati, orang tidak
kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga.
Yesus menjawab
tegas terhadap pemikiran bahwa dalam
kehidupan setelah kematian atau setelah kebangkitan, masih terjadi kehidupan
sebagaimana di bumi saat ini yaitu masih akan ada pernikahan adalah
sesat. Pertanyaan Yahudi Saduki sangat jelas dengan apa yang
dimaksudkan sehingga dilemmanya pun sangat jelas akan ada atau muncul dalam
sebuah dunia baru yaitu dunia setelah kebangkitan pada hari kebangkitan
tersebut, dan jawaban Yesus pun, karena itu, sangat jelas: apabila orang
bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan
melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Mereka atau siapapun yang
mengajarkan bahwa masih akan ada berlangsung pernikahan di langit baru dan bumi
baru sebagaimana gagasan yang diusung dalam dilemma Yahudi Saduki kepada Yesus,
bahkan ada kemungkinan kelak akan ditentukan siapakah yang lebih tepat menjadi
suami atau isterinya, karena bisa jadi yang menjadi isterimu atau suamimu saat
ini bukan kehendak Tuhan. Pengajar atau
pendeta tersebut sedang mengajarkan sebuah ajaran sesat karena mereka
tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah, sebagaimana dinyatakan Yesus
kepada Yahudi Saduki tersebut.
Yesus berkata dan menjawab secara tegas:
Sebab
apabila orang bangkit dari antara orang mati,
orang tidak kawin dan tidak
dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di
sorga.
Kondisi tidak
dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga, hendak menunjukan bahwa
sebagaimana malaikat memiliki kemapanan kehidupan di sorga yang tidak kawin dan
dikawinkan, maka demikian juga dengan kemapanan hidup pada manusia yang telah
hidup dalam langit baru dan bumi baru. Keadaan semacam ini tidak bisa
dispekulasikan berbeda sekalipun harus dipahami akan menyisakan begitu banyak
pertanyaan. Yesus, sekali lagi harus dimengerti, bahwa jawabannya sangat
bersentral pada sebuah dunia yang akan datang yang tak satupun manusia selain
Yesus dapat menjawabnya, sehingga apapun spekulasi atau probabilitas yang
memang mungkin untuk dikemukakan, harus memperhitungkan peringatan Yesus:
apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak
dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Hal percakapan Lazarus
dan Abraham dengan seorang kaya di hades (Lukas 16:22-31) dalam perumpamaan, dijadikannya dasar untuk membangun ajaran bahwa
setelah kebangkitan kehidupan keluarga yang mencakup pernikahan atau perkawinan
tetap berlanjut, sungguh keliru karena perumpamaan itu sendiri diajukan oleh
Yesus untuk sebuah tujuan atau pengajaran-Nya yang sama sekali tidak
seperti yang dimaksudkan pendeta Erastus
Sabdono, apalagi sampai menyebabkan Yesus sendiri berkontradiksi pada sabdanya
sendiri. Saya tidak akan menjelaskan ajaran pendeta Erastus Sabdono terkait
perkawinan di sorga untuk saat ini,
namun saya akan lampirkan salah satu khotbah pendeta Erastus
yang kelak akan menjadi dasar bagi saya untuk melakukan tinjauan pengajarannya
secara berseri. Ajaran pendeta Erastus Sabdono ini juga membuka kemungkinan semacam
ini: isteri anda saat ini bukanlah isteri anda kelak di dunia baru berdasarkan
keyakinan atau ajaran pendeta Erastus bahwa setiap orang dalam langit baru dan
dunia baru tetap memiliki kesadaran penuh sebagaimana dahulu di bumi atau
sebelum kebangkitan namun dengan "identitas" baru (pada ulasan berseri, kita akan melihat secara khusus mengenai pandangan pendeta Erastus Sabdono tersebut).
Yesus mengatakan Ia Bukanlah Allah Orang Mati, Melainkan Allah Orang Hidup yang menunjukan bahwa berbagai aspek pernikahan, kehidupan keluarga dan keberlangsungan eksistensi keluarga dalam berbagai aspeknya tidak berlanjut sebagai sebuah kehidupan duniawi hubungan suami-isteri beserta pranata keluarga sebagaimana di bumi ini. Karenanya, sangat unik melihat Yahudi Saduki mengangkat isu perkawinan dan keluarga untuk menanyakan kebangkitan, seunik pendeta Erastus yang memiliki pokok gagasan yang serupa dengan apa yang diutarakan oleh Yahudi Saduki kepada Yesus, hanya saja nampaknya pendeta Erastus Sabdono terjebak dalam komplikasi yang lebih luas yang ia sendiri tak yakin akan apa yang dispekulasikannya (anda akan memahami maksud saya jika mendengar secara utuh khotbahnya di atas).
Jawaban Yesus
tersebut adalah jawaban yang jitu dalam pandangan Ahli Taurat (jadi memang
Yahudi Saduki memiliki pandangan yang berbeda dengan Ahli Taurat terkait
kebangkitan-Ahli Taurat percaya akan kebangkitan), mari perhatikan catatan
injil Markus berikut ini:
Markus
12:28 Lalu seorang ahli Taurat, yang
mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu,
bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang
kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?"
Lukas
20:39 Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: "Guru, jawab-Mu itu tepat sekali."
Sehingga menjawab
apakah kebangkitan ada menurut hukum Taurat? Jawabnya: kebangkitan ada. Terkait
apakah perkawinan dan lembaga keluarga sebagaimana yang berlangsung di bumi ini
dengan segala dinamikanya akan tetap berlangsung kelak di sorga? Jawabnya
tidak, bukan saja menurut Yesus, tetapi juga menurut Ahli Taurat.
Soli
Deo Gloria
[terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu untuk menyediakan sumber pengajaran pendeta
Erastus Sabdono, secara khusus di Australia]
No comments:
Post a Comment