Alkitab Pada Problem Kejahatan
Roma
3:1-8 (1) Jika demikian, apakah kelebihan orang
Yahudi dan apakah gunanya sunat?(2) Banyak sekali, dan di dalam segala hal.
Pertama-tama: sebab kepada merekalah dipercayakan firman Allah.(3) Jadi
bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan
itu membatalkan kesetiaan Allah?(4) Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah
benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: "Supaya Engkau
ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi."(5)
Tetapi jika ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah, apakah yang akan
kita katakan? Tidak adilkah Allah--aku berkata sebagai manusia--jika Ia
menampakkan murka-Nya?(6)
Sekali-kali tidak! Andaikata demikian,
bagaimanakah Allah dapat menghakimi dunia?(7) Tetapi jika kebenaran Allah oleh
dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi
sebagai orang berdosa?(8)
Bukankah tidak benar fitnahan orang
yang mengatakan, bahwa kita berkata: "Marilah kita berbuat yang jahat,
supaya yang baik timbul dari padanya." Orang semacam itu sudah selayaknya
mendapat hukuman.
Harus
juga membaca: Roma 3:21-26, Roma 5:1-5, Roma 8:28-39
Bagi banyak orang dewasa ini
dan di sepanjang sejarah, problem kejahatan telah digambarkan sebagai keberatan
paling serius pada iman Kristen.
Beberapa filsuf yang sangat brilian telah berpendapat bahwa problem ini secara
konklusif/tak terbantahkan menyanggah keyakinan dalam Tuhan Kristen. Namun tak
hanya para profesor dan filsuf—orang awam, juga, kerap merasa ini problem yang
mendalam. Anda tidak perlu menjadi seorang
filsuf yang canggih untuk meragukan realita Tuhan ketika seorang yang
dikasihi sedang mengalami penderitaan
yang mengerikan. Pada saat-saat semacam ini “problem kejahatan” bukanlah
semacam argumen yang perlu dipelajari sebab hal itu pada dasarnya sebuah teriakan hati, “Bagaimana
bisa Tuhan yang kasih mengizinkan hal
ini?”