Oleh :Arthur W. Pink
KEADILAN ALLAH (2)
"ilustrasi" Facing 25 ft waves: USCG photo by Christopher Enoksen T-dailyboater.com |
1.NATUR Keadilan Tuhan
Sebuah pemerintahan sekular ditempatkan pada sebuah tempat khusus untuk kebaikan subyek-subyeknya, hal ini menjadi tujuan prinsipil dari penegakan pemerintah sekular. Rakyat tidak dibentuk bagi pemerintah—tetapi pemerintah bagi rakyat, oleh karena itu penyelenggaraan keadilan adalah sebuah hak bersama /umum dan publik, dimana melaluinya pemerintah dipercaya sebagai penguasa tertinggi atas mereka. Pernyataan terbuka atas fakta yang jelas terlihat ini segera saja memadai untuk memperlihatkan jarak tak terbatas yang memisahkan Raja diatas raja-raja dan pemerintahan-Nya—dan penguasa sekular manapun dan pemerintahannya. Tuhan tidak eksis atau ada bagi kesejahteraan ciptaan-ciptaan-Nya—tetapi independen dan otonomi: dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan (Wahyu 4:11).
Konsekuensinya, Dia tidak berhutang atau berkewajiban apapun kepada ciptaannya, atau mereka tidak dapat mengambil untung apapun dari Dia. Oleh karena itu adalah perlu dipahami bahwa Dia tidak dapat dikatakan bertindak salah atau tidak adil terhadap ciptaan-ciptaan-Nya, telah begitu selaras dengan kehendak-Nya untuk menentukan sebuah penyelenggaraan pemerintahan dimana tidak ada provisi atau ketetapan telah dibuat bagi pengenaan hukuman terhadap para pelanggar berdasarkan pada ketakpantasan atau ketakpatutan karakteristik dalam diri mereka : itu adalah sesuatu yang harus ditentukan semata-mata oleh kehendak berdaulat-Nya sendiri.
Benar-benar telah dipertimbangkan,
keadilan Allah adalah natur kejujuran-Nya
yang universal, karena mendahului
semua tindakan-tindakan dari
kehendak-Nya , berkenaan dengan
pemerintahan ciptaan-ciptaan-Nya, Tuhan yang mulia dan tak terselami itu pada dasarnya dan secara intrinsik
benar didalam diri-Nya sendiri. Keadilan
Ilahi dapat juga secara serius dipandang
secara relatif yakni, berkaitan tindakan pelaksanaan pengawasan dan pemerintahan
mahluk-mahluk rasional. Pada hal pemerintahan mahluk-mahluk rasional secara khusus menjadi kepedulian Kitab suci ,
yakni, pada bagaimana Allah bertindak
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang Dia telah tegakan atau bentuk.
Namun di sana dan sini Halaman-Halaman Sakral (kitab suci) memberikan kepada kita sebuah pandangan ringkas akan apa yang ada didalam Allah sendiri sebelum karya penciptaan-Nya dan mengambil bagi diri-Nya sendiri jabatan Penguasa dan Hakim. Pandangan-pandangan ringkas tersebut memampukan kita untuk mendapatkan sejumlah gagasan ke-Tuhan-an apakah yang ada dalam diri-Nya sendiri, menimbangnya terpisah dari semua karya dan pelaksanaan karya. Disini, juga, ya, terutama disini, kita harus menggandakan kewaspadaan kita, jika tidak kita menjadi salah atas “membatasi Dia yang Kudus” dengan merestriksi tindakan-tindakannya yang melampaui apa yang dibenarkan/disampaikan Kitab suci.
Namun di sana dan sini Halaman-Halaman Sakral (kitab suci) memberikan kepada kita sebuah pandangan ringkas akan apa yang ada didalam Allah sendiri sebelum karya penciptaan-Nya dan mengambil bagi diri-Nya sendiri jabatan Penguasa dan Hakim. Pandangan-pandangan ringkas tersebut memampukan kita untuk mendapatkan sejumlah gagasan ke-Tuhan-an apakah yang ada dalam diri-Nya sendiri, menimbangnya terpisah dari semua karya dan pelaksanaan karya. Disini, juga, ya, terutama disini, kita harus menggandakan kewaspadaan kita, jika tidak kita menjadi salah atas “membatasi Dia yang Kudus” dengan merestriksi tindakan-tindakannya yang melampaui apa yang dibenarkan/disampaikan Kitab suci.
Itu adalah satu hal untuk mengatakan bahwa Allah tidak dapat bertindak bertentangan dengan kesempurnaan-kesempurnaan-Nya sendiri—Itu adalah hal yang amat berbeda untuk mengafirmasi bahwa Allah harus menjalankan kesempurnaan-kesempurnaan tersebut. Kita harus menggunakan peringatan terbesar yang mungkin dalam mengatakan apa yang Allah tidak dapat lakukan:
- Allah tidak
dapat memberikan kemuliaan-Nya kepada
yang lain ( Yesaya 42:8), karena melakukan hal
demikian akan mengizinkan masuknya seorang rival.
-
Allah tidak
dapat memandang dengan pujian pada yang
jahat ( Habakuk 1:12) karena melakukan yang demikian akan menodai kekudusan-Nya.
-
Allah tidak
dapat menyangkal diri-Nya sendiri ( 2 Timotius 2:6), karena kemudian
Dia akan menjadi tidak setia.
- Allah tidak dapat berdusta ( Titus 1:2), karena Dia tanpa kecenderungan untuk berubah-ubah atau bayangan karena pertukaran.
Tetapi untuk
mendeklarasikan bahwa keadilan-Nya membuat Allah berhutang untuk menjatuhkan penghukuman atas orang-orang
berdosa, dan bahwa Dia tidak dapat mengampuni tanpa sebuah penebusan, sama
dengan secara amat berani menyatakan bahwa hal ini tidak diajarkan Kitab
suci. Bahwa Dia “tidaklah sekali-kali
membebaskan orang yang bersalah dari hukuman” (Keluaran 34:7) menjaminkan dengan mengatakan bahwa Dia “ tidak dapat memiliki maksud membebaskan orang yang bersalah.”
Haruslah ditunjukan, bahwa sebuah hal dapat menjadi adil dalam dua macam pengertian :
Haruslah ditunjukan, bahwa sebuah hal dapat menjadi adil dalam dua macam pengertian :
- sebagai sesuatu yang negatif,
dimana keadilan tidak ditolak;
- dan secara positif, dimana keadilan sebagai sesuatu yang memang dibutuhkan.
Dan itu
adalah sebuah pertanyaan dari hal penting yang besar jika kita harus memiliki hak untuk membentuk konsepsi-konsepsi
independensi (ketakbergantung pada apapun/siapapun di luar dirinya) absolut Allah—menimbang
apakah kehendak-Nya untuk menghukum orang-orang berdosa yang dimaksudkan untuk
mengindikasikan/menunjukan maksud-Nya untuk
memperkenalkan pelaksanaan pemerintahan yang saat ini sedang berlangsung— sebagaimana dalam dalam pengertian yang pertama (negatif)
atau juga dalam pengertian yang kedua (positif) .
Hak-hak siapakah yang telah Allah langgar— adakah Dia berkehendak selain daripada apa yang telah Dia lakukan? Secara pasti bukan hak-hak ciptaan, karena Dia tidak berkewajiban apapun kepada mereka. Tidak juga hak-hak-Nya sendiri, tidakkah Dia dengan senang/sesuai kehendaknya untuk mendahului mereka dalam ruang dan waktu. Allah sekarang memerintah berdasarkan pada konstitusi yang telah Dia buat—namun tidak ada yang dapat memperlihatkan—karena Kitab suci tidak mengandung sedikit saja petunjuk terhadap hal ini—bahwa konstitusi ini adalah efek yang penting/perlu dan telah diwajibkan oleh keadilan-Nya.
Hak-hak siapakah yang telah Allah langgar— adakah Dia berkehendak selain daripada apa yang telah Dia lakukan? Secara pasti bukan hak-hak ciptaan, karena Dia tidak berkewajiban apapun kepada mereka. Tidak juga hak-hak-Nya sendiri, tidakkah Dia dengan senang/sesuai kehendaknya untuk mendahului mereka dalam ruang dan waktu. Allah sekarang memerintah berdasarkan pada konstitusi yang telah Dia buat—namun tidak ada yang dapat memperlihatkan—karena Kitab suci tidak mengandung sedikit saja petunjuk terhadap hal ini—bahwa konstitusi ini adalah efek yang penting/perlu dan telah diwajibkan oleh keadilan-Nya.
Allah telah berkenan/dengan senang
menempatkan ciptaan-ciptaan-Nya
dibawah hukum— hukum yang disertai
dan diperkuat oleh sanksi-sanksi,
menjanjikan upah kehidupan kepada yang patuh dan memberikan hukuman kematian pada mereka yang tida taat—dan sebagai
Administrator atau penyelenggara pemerintahan atas hukum tersebut, Dia secara
moral diwajibkan untuk mengeksekusi ketentuan-ketentuan hukumnya.
Tetapi untuk menuntut bahwa sebuah rejim dimana didalamnya dosa harus dihukum, atau bahwa Dia telah dibatasi pada penunjukan sebuah Substitusi/pengganti untuk Kematian jika yang bersalah ditentukan untuk dibebaskan—menyerang/menghantam penulis ini sebagai penghujatan kecil (jika ada).
Menentang hal ini, telah sering diajukan keberatan bahwa kata-kata sang Penebus, “Jika mungkin biarlah cawan ini berlalu dariku” (Matius 26:39), membuktikan bahwa ada jalan lain dimana umat-Nya dapat diselamatkan selain oleh peminuman-Nya atas cawan itu.
Kami menjawab, alasan mengapa itu tidak mungkin bagi Juruselamat harus terhindar dari cawan yang menakutkan itu— hal itu bukan karena tangan-tangan Mahatahu telah dibelenggu—tetapi karena kebenaran atau akurasi atau keselarasan dengan fakta pada Tuhan harus menggenapi deklarasi-deklarasi-Nya sendiri hingga pada paling akhirnya.
Tetapi untuk menuntut bahwa sebuah rejim dimana didalamnya dosa harus dihukum, atau bahwa Dia telah dibatasi pada penunjukan sebuah Substitusi/pengganti untuk Kematian jika yang bersalah ditentukan untuk dibebaskan—menyerang/menghantam penulis ini sebagai penghujatan kecil (jika ada).
Menentang hal ini, telah sering diajukan keberatan bahwa kata-kata sang Penebus, “Jika mungkin biarlah cawan ini berlalu dariku” (Matius 26:39), membuktikan bahwa ada jalan lain dimana umat-Nya dapat diselamatkan selain oleh peminuman-Nya atas cawan itu.
Kami menjawab, alasan mengapa itu tidak mungkin bagi Juruselamat harus terhindar dari cawan yang menakutkan itu— hal itu bukan karena tangan-tangan Mahatahu telah dibelenggu—tetapi karena kebenaran atau akurasi atau keselarasan dengan fakta pada Tuhan harus menggenapi deklarasi-deklarasi-Nya sendiri hingga pada paling akhirnya.
Dibawah penyelenggaraan pemerintah yang Allah telah lembagakan, Dia telah menentukan secara konklusif cara dan sejauh mana kesempurnaan-kesempurnaan-Nya akan dijalankan dan diperlihatkan. Sebagai contoh, Dia telah menentukan secara konklusif beberapa jabatan pada setiap Pribadi dalam Allah Tritunggal yang akan dipegang masing-masing, dan hal ini telah Dia lakukan secara bebas/merdeka pada kesukaan-Nya yang berdaulat. Dia telah menentukan secara konklusif jumlah ciptaan-ciptaan yang Dia akan bahwa pada eksistensi, panjangnya usia kehidupannya di dunia, dan apa yang akan menjadi destiny kekal mereka; dan dalam hal ini juga, Dia telah bertindak tanpa ada yang mencegah/menahan.
Dia telah menentukan secara konklusif untuk memberikan kepada kita sebuah pewahyuan tertulis dari diri-Nya sendiri, terkait dalam hal Dia sendiri yang telah memutuskan berapa banyak atau berapa kecil nasihat/petunjuk harus disingkapkan/diwahyuhkan, dan dalam mana Dia telah membuat pasti janji-janji yang Dia telah mengikrarkan diri-Nya sendiri untuk menggenapi. Tentu saja Dia tidak ada dibawah kewajiban sama sekali untuk membuat janji apapun—tetapi telah membuat janji-janji—kejujuran/akurasinya dan kesetiaan-Nya mengharuskan Dia untuk membuat janji-janji itu baik/tergenapi, satu-satunya limitasi-limitasi atau batasan-batasan Yang Mahakuasa telah letakan pada diri-Nya sendiri dalam urusan-urusan-Nya dengan ciptaan-ciptaan-Nya—adalah limitasi-limitasi yang mana kerajaan-Nya akan terlihat pas untuk ditegakan sebagai wajib.
Sekarang dibawah konstitusi atau penyelenggaraan pemerintahan yang mana itu telah menyenangkan Allah untuk melembagakan dalam pengawasan atau pemerintahan atas ciptaan-ciptaan rasionalnya, keadilan-Nya dikenal diantara orang-orang dengan nama-nama berbeda menurut pada obyek-obyek berbeda yang mana itu segera dikenali dengan baik (melalui pengalaman atau belajar).
Tidakkah yang Mahatinggi, sebagai contoh, memberlakukan hukum-hukum
bagi ciptaan-Nya? Kemudian ketegaklurusan moral-Nya
tampil didalam hukum-hukum ini sebagai
keadilan/imparsial. Hukum-hukum tidak bengis—
tetapi “kudus,adil dan baik” (Roma 7:12), telah dibangun demi kesejahteraan kita. Betapa kita semestinya berterimakasih penuh karena hukum
seperti ini . Bukankah Allah telah merendahkan dirinya ke
tingkat yang lebih rendah untuk mengekspresikan diri-Nya
sendiri dalam janji-janji?
Kemudian ketegaklurusan moralnya dalam janji-janji itu dipandang sebagai kesetiaan (terhadap janji/sebuah akurasi), karena Dia setia tak berubah dalam menjadikan baik/terwujud setiap dari janji-janji itu. Tidakkah Dia telah menimpakan penghukuman kepada semua yang tidak taat? Kemudia dalam proses eksekusi ancaman-ancaman-Nya, ketegaklurusan moral Tuhan tampil dalam kebenaran/keselarasan dengan fakta yang absolut . Tidakah Dia dalam menjalankan hukum –hukum tersebut berkenaan dengan imbalan dan penghukuman, dengan ketidakberpihakan (impartiality) yang ketat, sehingga Dia tidak membedakan orang-orang? Kemudian ketegaklurusan moral-Nya tampil sebagai kebenaran yang mulia.
Dengan demikian akan terlihat bahwa keadilan-Nya yang absolut mengekspresikan apakah Tuhan didalam diri-Nya sendiri, ketegaklurusan moral natur-Nya; sementara itu disaat yang bersamaan keadilan-Nya yang relatif memperlakukan Dia sebagai berdiri dalam kaitannya dengan ciptaan-ciptaan-Nya. Yang berkaitan dengan Dia dalam karakter privat-Nya, yang lain dalam karakter publik-Nya. Itu adalah dalam asumsinya dan melepaskan jabatan-Nya atas Penguasa dan Hakim,yang terakhir yang dilaksanakan. Sebagai yang berdaulat atas alam semesta.
Dia memelihara hak-hak takhta-Nya dan tatanan diantara subyek-subyek-Nya. Karena ketegaklurusan moral natur-Nya, ketika Dia memberlakukan hukum-hukum—hukum-hukum itu dicirikan memiliki kualitas adil dan ketidakberpihakan (imparsial), ketika Dia membuat deklarasi-deklarasi—semua itu benar, ketika Dia mengekspresikan diri-Nya sendiri dalam janji-janji—semua janji itu setia, dan ketika Dia mendeklarasikan ancaman-ancaman terhadap ketidaktaatan—semua ancaman itu benar dan tidak dapat dibujuk. Sebagai “fondasi keadilan”, Tuhan harus dihormati: sebagai Raja atas raja-raja, Dia harus dipatuhi. Dia tidak dapat dilukai oleh kita, tidak juga Dia menderita karena ketidaktaatan kita—tetapi Dia akan secara pasti menimpakan penghukuman dan membersihkan nama-Nya dari tudingan atau kecaman-kecaman.
Bersambung ke Bagian 3
The Justice of God |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment