Oleh : Pdt. Budi Asali, M.Div
Kebaktian Minggu, tanggal 29 September 2013, pk 17.00
Kasihilah Musuhmu (2)
Luk 6:27-36 - “(27) ‘Tetapi kepada kamu, yang
mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang
yang membenci kamu; (28) mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu;
berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. (29) Barangsiapa menampar pipimu yang
satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang
mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. (30) Berilah kepada setiap
orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang
mengambil kepunyaanmu. (31) Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat
kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. (32) Dan jikalau kamu
mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang
berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. (33) Sebab jikalau
kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu?
Orang-orang berdosapun berbuat demikian. (34) Dan jikalau kamu meminjamkan
sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya,
apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa,
supaya mereka menerima kembali sama banyak. (35) Tetapi kamu, kasihilah musuhmu
dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan
balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang
Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih
dan terhadap orang-orang jahat. (36) Hendaklah kamu murah hati, sama seperti
Bapamu adalah murah hati.’”.
f)
Ay 29b: ‘jubah’ menunjuk pada ‘outer garment’ (= pakaian
luar); sedangkan ‘baju’ menunjuk pada ‘tunic / under garment’ (=
pakaian dalam).
- Mat 5:40 mengatakan sebaliknya; kalau mereka mengambil baju kita, kita harus menyerahkan juga jubah kita. Mungkin Yesus mengucapkan keduanya, Lukas menulis yang satu, Matius menulis yang lain. Jadi Matius dan Lukas bukannya bertentangan tetapi saling melengkapi.
- Sama seperti ay 29a, ini tidak boleh diartikan secara hurufiah, tetapi harus diartikan bahwa kita tidak boleh membalas perlakuan jahat kepada kita. Jadi, kalau saudara dirampok di jalan, lalu saudara pulang dan mengambil uang dirumah dan memberikannya kepada perampok itu, saudara sudah menerapkan ayat ini secara salah.
g) Ay
30a: ‘berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu’.
Yang membingungkan dari bagian ini adalah: apakah si peminta ini seorang musuh yang meminta secara paksa / setengah memaksa, atau ia adalah peminta biasa?
- Kebanyakan penafsir mengartikan orang ini sebagai peminta biasa.
- Konteksnya menunjukkan bahwa peminta ini adalah musuh, dalam arti ia adalah orang yang meminta secara paksa / setengah memaksa. Bagian paralelnya yaitu Mat 5:42 juga ada dalam konteks musuh.
- Mat 5:42 - “Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.”.
Kalau ini memang adalah musuh, maka
artinya adalah: dari pada gegeran / berkelahi untuk mempertahankan hak, lebih
baik memberikan apa yang ia minta.
Yang manapun penafsiran yang kita
terima dari 2 penafsiran di atas ini, kita tetap harus mempertimbangkan hal-hal
di bawah ini:
(1)
Sekalipun ay 30a ini kelihatannya berlaku mutlak, tetapi tidak boleh
diartikan secara mutlak. Apa dasarnya?
(a) Pada waktu Yesus melarang sumpah (Mat 5:33-37) kelihatannya juga berlaku mutlak.
- Mat 5:33-37 - “(33) Kamu telah
mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah
palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. (34) Tetapi Aku berkata
kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena
langit adalah takhta Allah, (35) maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan
kakiNya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; (36)
janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa
memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun. (37) Jika ya, hendaklah kamu
katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari
pada itu berasal dari si jahat.”.
Tetapi
tidak mungkin kata-kata Yesus ini ditafsirkan seperti itu, karena:
- Yesus tidak mungkin menentang Perjanjian Lama (bdk. Mat 5:17-19)
yang bukan hanya mengijinkan sumpah, tetapi bahkan dalam hal-hal tertentu
mengharuskan sumpah (Ul 6:13 Kel 22:10-11).
Mat 5:17-19 - “(17) ‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.”.
Ul 6:13 - “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah.”.
Kel 22:10-11 - “(10) Apabila seseorang menitipkan kepada temannya seekor keledai atau lembu atau seekor domba atau binatang apapun dan binatang itu mati, atau patah kakinya atau dihalau orang dengan kekerasan, dengan tidak ada orang yang melihatnya, (11) maka sumpah di hadapan TUHAN harus menentukan di antara kedua orang itu, apakah ia tidak mengulurkan tangannya mengambil harta kepunyaan temannya, dan pemilik harus menerima sumpah itu, dan yang lain itu tidak usah membayar ganti kerugian.”.
- Paulus sering bersumpah.
"Ilustrasi"
Ro 1:9 - “Karena Allah, yang kulayani dengan segenap hatiku dalam pemberitaan Injil AnakNya, adalah saksiku, bahwa dalam doaku aku selalu mengingat kamu:”.
Ro 9:1 - “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus,”.
2 Kor 1:23 - “Tetapi aku memanggil Allah sebagai saksiku - Ia mengenal aku -, bahwa sebabnya aku tidak datang ke Korintus ialah untuk menyayangkan kamu.”.
2 Kor 12:19 - “Sudah lama agaknya kamu menyangka, bahwa kami hendak membela diri di depan kamu. Dihadapan Allah dan demi Kristus kami berkata: semua ini, saudara-saudaraku yang kekasih, terjadi untuk membangun iman kamu.”.
Gal 1:20 - “Dihadapan Allah kutegaskan: apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta.”.
Fil 1:8 - “Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian.”
1 Tes 2:5,10 - “(5) Karena kami tidak pernah bermulut manis - hal itu kamu ketahui - dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi - Allah adalah saksi - ...(10) Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya.”.
- Yesus menghargai sumpah (Mat 26:63-64).
Mat 26:63-64 - “(63) Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ (64) Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’”.
(b) Kitab Suci mengajar bahwa hanya
orang yang miskin dan yang berhak ditolong, yang perlu diberi.
- Ul 15:7-8 - “(7) Jika sekiranya
ada di antaramu seorang miskin, salah seorang saudaramu didalam salah
satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka
janganlah engkau menegarkan hati ataupun menggenggam tangan terhadap saudaramu
yang miskin itu, (8) tetapi engkau harus membuka tangan lebar-lebar baginya dan
memberi pinjaman kepadanya dengan limpahnya, cukup untuk keperluannya, seberapa
ia perlukan.”.
- Amsal 3:27-28 - “(27) Janganlah
menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal
engkau mampu melakukannya. (28) Janganlah engkau berkata kepada sesamamu:
‘Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,’ sedangkan yang diminta ada
padamu.”.
Perhatikan kata-kata ‘seorang
miskin’ (Ul 15:7); dan kata-kata ‘yang berhak menerimanya’
(Amsal 3:27). Kalau kita menafsirkan ay 30a ini secara mutlak, maka kita
akan bertentangan dengan Ul 15:7-8 dan Amsal 3:27-28 ini.
(2)
Sekalipun memberi itu merupakan kebiasaan yang baik, tetapi ada hal-hal lain
yang harus dipertimbangkan.
- Barnes’ Notes:“It is good to be in the habit of giving. At the same
time, the rule must be interpreted so as to be consistent with our duty to our
families, (1Tim 5:8) and with other objects of justice and charity. It is
seldom, perhaps never, good to give to a man that is able to work, 2Tes 3:10.
To give to such is to encourage laziness, and to support the idle at the
expense of the industrious” [= Adalah baik
untuk terbiasa memberi. Pada saat yang sama, perintah ini harus ditafsirkan
sedemikian rupa sehingga konsisten dengan kewajiban kita terhadap keluarga kita
(1Tim 5:8), dan dengan obyek-obyek keadilan dan kasih yang lain. Jarang,
mungkin tidak pernah, merupakan hal yang baik untuk memberi kepada orang yang
bisa bekerja (2Tes 3:10). Memberi kepada orang seperti itu sama dengan
menganjurkan kemalasan, dan menyokong orang malas dengan mengorbankan orang
rajin] -hal 27.
- 1Tim 5:8 - “Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman.”.
- 2 Tes 3:10 - “Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.”.
- Matthew Poole:“These precepts of our Saviour must be interpreted,
not according to the strict sense of the words, as if every man were by them
obliged, without regard to his own abilities, or the circumstances of the
persons begging or asking of him, to give to every one that hath the confidence
to ask of him; but as obliging us to liberality and charity according to our
abilities, and the true needs and circumstances of our poor brethren, and in
that order which God’s word hath directed us; first providing for our own
families, then doing good to the household of faith, then also to others, as we
are able, and see any of them true objects of our charity” (= Perintah-perintah Juruselamat kita ini harus ditafsirkan,
bukan menurut arti kata yang ketat, seakan-akan setiap orang diwajibkan oleh
perintah-perintah ini untuk memberi kepada setiap orang yang mempunyai keberanian
untuk meminta kepadanya, tanpa memandang kemampuannya sendiri, atau keadaan
dari orang yang mengemis atau meminta kepadanya; tetapi mewajibkan kita kepada
kedermawanan dan kasih sesuai dengan kemampuan kita, dan kebutuhan yang
sungguh-sungguh dan keadaan dari saudara-saudara kita yang miskin, dan dalam
urut-urutan sesuai dengan pengarahan Firman Allah; pertama-tama pemeliharaan
terhadap keluarga kita sendiri, lalu berbuat baik kepada saudara-saudara
seiman, lalu juga kepada orang-orang lain, sesuai dengan kemampuan kita, dan
memastikan setiap dari mereka sebagai obyek yang benar dari kasih kita)
- hal 213.
- Gal 6:9-10 - “(9) Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. (10) Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.”.
Jadi
ada 3 hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:
(a) Kewajiban untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Kalau kita terus memberi kepada seadanya orang yang meminta sehingga keluarga kita sendiri tidak tercukupi, maka ini salah. Bdk. 1 Tim 5:8.(b) Adanya orang-orang lain yang juga harus diberi. Kalau kita terus memberi kepada seseorang yang tidak tahu diri dalam meminta, sehingga kita lalu tidak bisa memberi kepada orang lain yang sebetulnya lebih berhak, maka ini salah.(c) Apa pengaruh pemberian ini bagi orang yang menerima? Kalau itu menjadikannya makin malas maka ini justru tidak kasih.
- Leon Morris (Tyndale): “it is the spirit of the saying that is important. If
Christians took this one absolutely literally there would soon be a class of
saintly paupers, owning nothing, and another of prosperous idlers and thieves.
It is not this that Jesus is seeking, but a readiness among His followers to give
and give and give. The Christian should never refrain from giving out of a
love for his possessions. Love must be ready to be deprived of everything
if need be. Of course, in a given case it may not be the way of love to give. But
it is love that must decide whether we give or withhold, not a regard for our
possessions”
(= arti dari kata-kata inilah yang penting. Jika orang kristen menerima / menuruti perintah ini dalam arti hurufiah sepenuhnya, maka segera akan ada segolongan orang kudus yang miskin, yang tidak mempunyai apa-apa, dan golongan lain yang makmur yang terdiri dari orang-orang malas dan pencuri-pencuri. Bukan ini yang dicari oleh Yesus, tetapi suatu kesediaan di antara para pengikutNya untuk memberi dan memberi dan memberi. Orang kristen seharusnya tidak pernah menahan diri dari memberi karena cinta kepada miliknya. Kasih harus siap untuk kehilangan segala sesuatu jika itu diperlukan. Tentu saja, dalam kasus tertentu, memberi bukanlah merupakan jalan kasih. Tetapi adalah kasih, dan bukannya perhatian / penilaian terhadap milik kita, yang harus menentukan apakah kita memberi atau menahan)- hal 130.
h)
Ay 30 b: ‘janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil
kepunyaanmu’.
Ada 2 pandangan tentang ayat ini:
- Ini adalah orang miskin. Jadi seluruh ay 30 artinya: dalam
urusan pribadi, kasih menuntut supaya apapun yang dibutuhkan diberikan dengan
cuma-cuma, tanpa mengharap dikembalikan.
- Ini adalah musuh. Alasan:
a. Dalam bahasa Yunaninya kata-kata ‘from the one who takes away’ (= dari orang yang mengambil) muncul 2 kali , yaitu ay 29b dan ay 30. Dalam ay 29b mereka ambil dengan paksa / secara tidak benar, maka dalam ay 30 mesti juga demikian.b. Konteksnya berbicara tentang ‘musuh’.
Sama
seperti ay 30a di atas, ay 30b ini juga tidak berlaku mutlak.
- Matthew Poole:“Nor must the second part of the verse be interpreted, as if it were a restraint of Christians from pursuing of thieves or oppressors, but as a precept prohibiting us private revenge, or too great contending for little things, &c.” [= Juga bagian kedua dari ayat ini (ay 30) tidak boleh diartikan seakan-akan itu merupakan pengekangan terhadap orang-orang kristen untuk tidak melakukan pengejaran / penangkapan terhadap pencuri atau penindas, tetapi sebagai larangan yang melarang kita untuk melakukan balas dendam pribadi, atau untuk bercekcok untuk hal-hal kecil, dsb.]- hal 213.
4) Melakukan kepada
mereka apa yang kita inginkan mereka lakukan terhadap kita (ay 31).
Ay 31: “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah jugademikian kepada mereka.”.
- William Hendriksen: “It should be noted that the Golden Rule does not read, ‘Treat others as they treat you,’but ‘Treat others as you would have them treat you.’” (= Harus diperhatikan bahwa Peraturan Emas ini tidak berbunyi: ‘Perlakukan orang lain seperti mereka memperlakukan kamu’, tetapi‘Perlakukan orang lain seperti yang kamu inginkan mereka memperlakukanmu’) - hal 352.
Dalam Apocrypha / Deuterokanonika, yaitu
dalamTobit 4:15a, ada bentuk negatifnya, yang berbunyi: ‘Apa yang tidak
kausukai sendiri, janganlah kauperbuat kepada siapapun’.
Catatan: saya tak mengakui ini sebagai Firman Tuhan. Ini ada dalam
Alkitab Katolik.
- William Barclay:“The Christian ethics is positive. It does not
consist in not doing things but in doing them. Jesus gave us the Golden Rule
which bids us do to others as we would have them do to us. That rule exists in
many writers of many creeds in its negative form. Hillel,
... ‘What is hateful to thee, do not to another’.... Philo,
‘What you hate to suffer, do not do to anyone else’. Isocrates,
...‘What things make you angry when you suffer them at the hands of others, do
not you do to other people’. The Stoics ...,
‘What you do not wish to be done to your self, do not you do to any other’. ...
Confucius ... ‘... What you do not want done
to your self, do not do to others’ Every one of these forms is negative.... The
very essence of Christian conduct is that it consists, not in refraining from
bad things, but in actively doing good things”
(= Etika Kristen itu positif. Itu tidak berarti tidak melakukan hal-hal tertentu, tetapi melakukan hal-hal tertentu. Yesus memberikan kita Peraturan Emas yang meminta kita untuk melakukan apa yang kita inginkan mereka lakukan terhadap kita. Peraturan itu ada dalam banyak penulis dari banyak kepercayaan dalam bentuk negatifnya. Hillel, ... ‘Apa yang menjengkelkan bagimu, jangan lakukan itu kepada orang lain’. ... Philo, ‘Apa yang engkau tidak senang mengalaminya, jangan lakukan itu kepada siapapun’. Isocrates, ...‘Hal-hal yang membuatmu marah pada waktu kamu mengalaminya dari orang lain,jangan engkau lakukan kepada orang lain’. The Stoics ..., ‘Apa yang engkau tidak inginkan untuk dilakukan kepadamu, jangan lakukan kepada siapapun’. ... KhongHu Cu ... ‘... Apa yang kamu tidak ingin dilakukan kepadamu, jangan lakukan kepada orang lain’. Setiap bentuk-bentuk ini adalah negatif. ... Hakekat dari tingkah laku Kristen adalah bahwa kita bukannya menahan diri dari hal-hal yang jelek, tetapi secara aktif melakukan hal-hal yang baik) - hal 79.
Untuk mentaati ajaran-ajaran yang
bersifat negatif ini, kita hanya perlu berpikir: ‘Apakah aku senang orang lain
melakukan hal initerhadap aku?’. Tetapi untuk melakukan ajaran Yesus dalam
ay 31 ini membutuhkan imaginasi / perenungan: ‘Apa yang aku ingin orang
lakukan terhadapku dalam situasi ini?’. Jadi pada waktu ada teman yang sakit,
kita harus merenungkan: ‘Kalau aku sakit, apa yang aku ingin ia lakukan
terhadapku?’. Pada waktu ada seorang yang sangat kekurangan uang, kita harus
merenungkan: ‘Kalau aku kekurangan uang, apa yang aku inginkan ia lakukan
terhadapku?’. Lalu lakukanlah hal-hal itu!
5)
Meminjami mereka tanpa mengharapkan dibayar kembali (ay 34,35).
Ay 34-35: “(34) Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. (35) Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orangyang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.”.
Ay 35: ‘pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan’.NIV: ‘lend to them without expecting to get anything back’ (= pinjamilah mereka tanpamengharapkan untuk mendapatkan apapun kembali).RSV/NASB: ‘lend,expecting nothing in return’ (= pinjamilah, tanpa mengharapkan pengembalian apa-apa).KJV: ‘lend, hoping for nothing again’ (= pinjamilah, tanpa mengharapkan apa-apa lagi).
- Calvin (hal 302) berkata bahwa adalah salah kalau ini diartikan hanya sebagai: ‘pinjamkanlah dengan tidak mengharapkan bunga’.Arti yang benar adalah: ‘pinjamkanlah dengan tidak mengharapkan pembayaran sama sekali’.
- Barnes’ Notes:“This deserves, however, some limitation. It must be done in consistency with other duties. To lend to every worthless man, would be to throw away our property, encourage laziness and crime, and ruin our families. ... Perhaps our Saviour meant to teach that where there was a deserving friend or brother in want, we should lend to him, without usury, and without standing much about the security” (= Tetapi ini harus dibatasi. Ini harus dilakukan secara konsisten dengan kewajiban-kewajiban yang lain. Meminjamkan kepada setiap orang yang tak berharga, sama dengan membuang milik kita, menganjurkan kemalasan dan kejahatan, dan menghancurkan keluarga kita. ... Mungkin Juruselamat kita bermaksud untuk mengajar bahwa dimana ada teman atau saudara yang kekurangan, yang layak untuk dibantu, kita harus meminjaminya, tanpa bunga, dan tanpa terlalu mempersoalkan keamanan) - hal 27.
Keberatan
saya terhadap kutipan ini adalah dalam bagian yang saya garisbawahi. Ay 34-35
ini terletak dalam konteks mengasihi musuh.
Jadi perintah untuk meminjami ini harus diterapkan bukan hanya kepada teman
atau saudara kita, tetapi juga kepada musuh / orang yang jahat terhadap kita.
Biasanya kita hanya mau meminjami orang yang baik kepada kita.Tetapi Tuhan
menyuruh kita untuk mau meminjami orang yang jahat kepada kita,bahkan tanpa
mengharapkan untuk dibayar kembali.
III)
Mengapa harus mengasihi musuh.
1)
Tuhan menghendaki kita lebih baik dari orang-orang brengsek.
Ay 32-34: “(32) Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. (33)Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu,apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian. (34) Dan jikalaukamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak.”.
Ay 32b,33b mengatakan: kalau kita mengasihi /berbuat baik kepada orang yang mengasihi / berbuat baik kepada kita, apa jasa kita? Ay 34 mengatakan kalau kita meminjami orang supaya dibayar kembali, apa jasa kita?
Kata yang diterjemahkan ‘jasa’
dalam bahasa Yunaninya adalah KHARIS, yang biasanya diartikan ‘grace’ (=
kasih karunia). Jadi kita harus berbuat baik kepada orang yang jahat kepada
kita, karena Tuhan menghendaki kita menunjukkan kasih karunia / menunjukkan
kebaikan bagi orangyang tidak layak menerima kebaikan kita.
Sebaliknya kalau kita hanya berbuat
baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, maka kita tidak lebih baik
dari orang-orang berdosa (ay 32b,33b,34b). Orang berdosa di sini harus
diartikan sebagai orang yang sangat brengsek.
Bdk. Mat5:46-47 Pemungut cukai juga berbuat demikian? (47) Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudar 5:46-47 - “(46)Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian (47)Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?”.Mat 5:46 - ‘pemungut cukai’ jelas merupakan sampahmasyarakat pada jaman itu.Mat 5:47 - ‘orang yang tidak mengenal Allah’.
NIV: ‘pagans’(= orang-orang kafir); NASB/Lit: ‘Gentiles’(= orang-orang non Yahudi).
- Adam Clarke:“A man should tremble who finds nothing in his life besides the external part of religion, but what may be found in the life of a Turk or a heathen” (= Seseorang harus gemetar jika ia tidak mendapati apapun dalam hidupnya selain bagian agama yang bersifat lahiriah, tetapi yang bias didapatkan dalam kehidupan seorang Turki atau seorang kafir) - hal 408.
2)
Upahmu akan besar (ay 35b).
Ay 35: “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.”.
Yang dimaksud dengan ‘upah’
adalah: dalam hidup ini ada damai dan sukacita dan disurga ada pahala.
Tetapi jangan mengasihi
orang jahat karena mengharapkan hal ini.
3)
Kamu akan menjadi anak-anak Allah (ay 35).
Ay 35: “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.”.
Ini tidak boleh diartikan bahwa perbuatan baik kita itu menjadikan kita anak Allah, karena kalau ditafsirkan seperti ini akan bertentangan dengan Yoh 1:12 yang menunjukkan bahwa iman kepada Kristuslah yang menjadikan kita anak-anak Allah.
- Yoh 1:12 - “Tetapi semua orang yang menerimaNya
diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yangpercaya dalam
namaNya;”.
Jadi artinya adalah: perbuatan baik itu
membuktikan bahwa kita adalah anak-anak Allah, atau perbuatan baik itu sesuai
dengan kedudukan kita sebagai anak-anak Allah. Ini terlihat dari kata-kata
selanjutnya yang menggambarkan bahwa Allah baik kepada orang jahat (ay 35c).
- William Hendriksen: “Not that unselfish love makes them sons, but it
proves that they are sons” (= Bukan bahwa kasih
yang tidak egois membuat mereka menjadi anak-anak, tetapi itu membuktikan bahwa
mereka adalah anak-anak) - hal 354.
4)
Karena kita harus menyerupai Bapa, yaitu:
a) Baik kepada orang yang tidak tahu berterima kasih dan kepada orang jahat (ay 35c).
Ay 35: “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu
dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan
balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Maha tinggi,
sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap
orang-orang jahat.”.
b) Murah hati (ay 36).
Ay 36: “Hendaklah kamu murah
hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.’”.
c) Sempurna (Mat 5:48).
Mat 5:48 - “Karena itu haruslahkamu
sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.’”.
Penutup.
Perintah untuk mengasihi musuh dalam
bagian ini menunjukkan standard tuntutan Allah yang begitu tinggi, sehingga
tidak mungkin bisa dicapai oleh siapapun secara sempurna. Mungkin patut
dipertanyakan mengapa Tuhan memberi standard yang begitu tidak masuk akal?
- Ini menunjukkan kesucian Allah.
- Ini bukan tidak masuk akal, tetapi menjadi tidak masuk akal, karena manusia jatuh ke dalam dosa, sehingga lalu mempunyai kecondongan kepada dosa. Allah tak mau menurunkan standardnya, karena itu akan menurunkan kesucianNya.
Tuntutan yang begitu tinggi ini tidak mungkin bisa dicapai secara sempurna oleh siapapun, dan karenanya makin menunjukkan bahwa semua orang membutuhkan Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa.
Dengan seseorang mau percaya kepada Kristus, pertama-tama ia mendapatkan pengampunan dosa, dan kedua ia mendapatkan Roh Kudus untuk membantunya mentaati standard Allah ini.
-AMIN-
No comments:
Post a Comment