Oleh: Arthur W. Pink
KEADILAN ALLAH (3)
Bacalah lebih dahulu bagian 2
2.Aturan Keadilan Allah
Adil pada mahkluk-mahkluk mengacu pada beberapa hukum, yang mana hukum itu adalah aturan keadilan, dan yang kepadanya mahluk-mahkluk itu diselaraskan. Hukum moral Allah, yang adalah kudus, adil, dan baik—adalah aturan kebenaran atau melakukan yang benar. Tetapi Allah yang maha Tinggi tidak memiliki hukum di luar diri-Nya sendiri: Dia adalah sebuah hukum bagi diri-Nya sendiri. Natur-Nya dan kehendak-Nya adalah hukum dan aturan kebenaran bagi Dia. Ini adalah atribut umum bagi tiga pribadi dalam Allah Tritunggal : selalu demikian, karena mereka (Bapa, Anak, Roh Kudus) mengambil bagian yang sama esensi atau hakikat yang tak terbagikan (tidak terbagi-bagi). Karena itu kita mendapatkan Pribadi pertama mengindikasikan atau menunjuk “ Bapa yang adil” (Yohanes 17:25), Anak disebut “Yesus Kristus yang adil” (1 Yohanes 2:1), dan itu tepat bagi Roh Kudus yang nyata dari fakta bahwa Dia disini untuk meyakinkan dunia “akan kebenaran” (Yohanes 16:8). Sebagai aspek yang menjadi subyek kita saat ini, adalah sangat penting, kita harus berupaya untuk memberikan perhatian kita yang terbaik.
“Kehendak Allah adalah aturan tertinggi keadilan, sehingga apa yang Dia kehendaki harus secara tinggi diperhitungkan adil: karena alasan ini, yaitu karena Dia menghendakinya. Ketika ini diselidiki, sebagai akibatnya, mengapa Tuhan melakukan-Nya? Jawabannya, pastilah, Karena Dia mau. Tetapi jika anda bertanya lebih lanjut mengapa Dia sedemikian telah menetapkan, anda sedang menyelidiki sesuatu yang lebih besar dan lebih tinggi daripada kehendak Allah, yang mana tidak pernah dapat ditemukan” ( Calvin’s Institutes, buku 3, bab 3, seksi 2).
Betapa besar terang yang telah diberikan kepada Reformer terkemuka, dan betapa jernihnya dan beraninya dia telah mengekspresikan dirinya pada hal itu. Betapa sebuah kontras dari ketidakjelasan yang sekarang diperoleh dalam apa yang disebut abad pencerahan, dengan keambiguannya/ketakjelasannya, deklarasi-deklarasi bimbang dan apologetik.
Tidak berarti Calvin sendirian dalam pandangan yang
ditinggikan ini, ini akan Nampak dari kutipan-kutipan yang akan disajikan
dibawah ini.
Dalam menjawab pertanyaan, “Mengapa Adam diijinkan untuk jatuh dan merusak seluruh generasi masa depan, ketika Allah dapat saja mencegah kejatuhannya?” Luther berkata, “Allah adalah Pribadi yang memiliki kehendak, tidak mengenal penyebab: tidak juga bagi kita untuk menentukan aturan-aturan untuk keberkenanan –Nya yang berdaulat—atau meminta Dia untuk bertanggungjawab atas apa yang Dia lakukan.
Dia juga tidak lebih besar atau juga setara, dan kehendak-Nya adalah aturan bagi semua hal. Dia oleh karena itu tidak akan menghendaki hal-hal tertentu karena hal-hal itu benar dan Dia telah terikat untuk menghendaki hal-hal tersebut—tetapi karena hal-hal itu dapat dipantaskan dan benar karena Dia menghendakinya. Kehendak orang-orang memang benar dapat dipengaruhi dan digerakan—tetapi kehendak Allah tidak akan pernah dapat dipengaruhi. Mengatakan yang sebaliknya adalah mendegradasikan Allah” ( Bondage of Man’s Will).
Pada hal yang sama, Bucer mengatakan, “ Allah tidak memiliki motif lain untuk apa yang Dia lakukan—daripada semata kehendak-Nya sendiri, yang mana kehendak-Nya itu sedemikian jauhnya dari keadaan tidak adil, kehendak-Nya adalah keadilan itu sendiri.”
Allah adalah Tuhan yang absolut, sehingga “Semua penduduk bumi dianggap remeh; Ia berbuat menurut kehendak-Nya terhadap bala tentara langit dan penduduk bumi; dan tidak ada seorangpun yang dapat menolak tangan-Nya dengan berkata kepada-Nya: "Apa yang Kaubuat?"(Daniel 4:35). Dan mengapa tidak?
Karena Dia tidak hanya
memiliki keperkasaan—tetapi hak sepenuhnya untuk melakukan seperti apa yang
Dia sukai. Tidak ada yang ada dihadapan
Dia, tidak ada yang diatas Dia: bahkan, Dia
tidak memiliki yang setara untuk
mengarahkan Dia, dan karena itu tidak ada satupun yang terhadapnya Dia harus
memberikan sebuah pertanggungjawaban akan perkara-perkaranya. Apa yang
Allah tetapkan bagi kita dan apa yang
Dia perintahkan dan aturkan dari kita—adalah
adil dan benar, semata karena Dia sangat
menghendakinya. Karena itu Abraham telah
memandang hal itu sebagai sebuah tindakan
benar untuk mengorbankan puteranya yang
tidak bersalah. Tetapi mengapa dia demikian menghargainya—karena hukum tertulis
Allah mengotorisasikan pembunuhan?
Bukan. Sebaliknya, baik hukum Allah dan hukum alami memerintahkan untuk melarang pembunuhan; tetapi Patriakh
kudus telah mengenal dengan baik bahwa kehendak Allah adalah satu-satunya
aturan keadilan, dan bahwa apapun yang Dia maui untuk diperintahkan, pada
perintah itu sendiri adalah benar/adil.
- “Apakah keadilan Allah? Itu adalah sebuah properti esensial dalam Allah, karena itu Dia adalah adil tiada terhingga dalam diri-Nya sendiri, pada diri-Nya, bagi diri-Nya,dan oleh diri-Nya sendiri, dan tidak ada yang lain. Apakah aturan pada keadilan ini? Kehendak bebas-Nya dan tidak ada yang lain— karena apapun kehendak-Nya adalah adil, dan karena Dia menghendakinya, itu adalah adil, dan bukan karena itu adalah adil karena itu Dia menghendaki-Nya” (James Usher, Body of Divinity).
- Dalam menjawab keberatan bahwa “ Itu tidak adil bagi Tuhan untuk menimpakan penghukuman kekal terhadap pelanggaran-pelanggaran yang bersifat sementara, menjadi tidak ada pembandingan antara yang tidak terbatas dan terbatas,” Seorang Puritan, Thomas Brooks, secara bijak memulai tanggapannya dengan berkata: “Pertama, kehendak Allah adalah aturan keadilan, dan kerena itu apapun yang Dia lakukan atau akan lakukan, pastilah menjadi adil. Dia adalah Tuhan atas semua: Dia memiliki sebuah hak berdaulat, dan sebuah supremasi absolut atas semua mahluk” (Vol6, hal.213).
Kita telah menambahkan kutipan demi kutipan lainnya dari hamba-hamba Tuhan terkenal ini di masa lalu karena kebenaran yang sekarang ini kita kerjakan, yang telah ditinggalkan/disingkirkan di tempat-tempat dimana kebenaran ini tidak diharapkan. Bahkan dalam kalangan-kalangan yang mungkin disebut orthodoks—dimana di pusatnya serangan-serangan ketidaksetiaan selalu menolak dan “tonggak-tonggak utama” para bapak yang selalu dijaga— tajamnya Pedang Roh, telah tumpul dan aspek-aspek kebenaran tersebut, hampir semuanya penangkal terhadap keangkuhan manusia, nadanya melemah.
Pada paragraph di atas, kita telah menyinggung mereka yang telah, dibawah sebuah cara tidak tepat dalam membesarkan kekudusan Allah, mengsubordinatkan kehendak Ilahi pada natur Ilahi, bersikukuh bahwa “hal-hal itu tidak adil hanya karena Allah telah memerintahkannya—tetapi Allah telah memerintahkannya karena hal-hal itu adalah adil.” Pengertian kita adalah bahwa ada sebuah alasan bagi hal-hal tersebut dalam hal-hal natur, dan karena itu Allah telah memaksakan hal-hal itu dengan otoritas-Nya. Dalam bahasa gamblang, mereka hendak mengatakan bahwa Yang Maha Tinggi tidak bebas untuk membentuk hukum apapun yang Dia sukai—tetapi telah dibatasi oleh kepasan hal-hal, bahwa kehendak kerajaan-Nya harus selaras dengan sejumlah standard yang berada di luar diri-Nya sendiri. Sebelum kita memeriksa posisi ini secara lebih dekat, dan melihat hal ini pada terang tulisan Kitab suci, kita akan memberikan lagi satu atau dua kutipan-kutipan dari hamba-hamba Tuhan yang terkemuka di masa lampau, dengan maksud untuk memperlihatkan betapa hal ini secara radikal berbeda dari apa yang mereka ajarkan.
- ThomasManton telah mengambil sikap bahwa dalam merenungkan keadilan ilahi/Tuhan, “Allah harus dipertimbangkan dibawah dua macam relasi: sebagai Tuhan yang absolut, dan Gubernur dan Hakim dunia. Sebagai Tuhan yang absolut , keadilan-Nya tidak lain adalah absolut dan bergerak bebas dari kehendak-Nya sendiri sehubungan dengan kondisi mahluk-mahluk-Nya. Dal hal ini Allah sepenuhnya arbitrary (bergantung pada kebijakan-Nya sendiri, bukan oleh hukum yang telah pasti/tetap- ini ditambahkan oleh editor Anchor ) dan tidak ada aturan lain selain kehendak-Nya sendiri : Dia tidak menghendaki hal-hal karena hal-hal itu adil—tetapi tindakan-tindakan itu adil karena Dia menghendaki hal-hal itu. Dia memiliki sebuah hak membuat dan menentukan apapun sebagaimana Dia menghendaki dalam cara apapun selagi itu menyukakan Dia…..Sebagai Gubernur (Governor- atau pemimpin sebuah pemerintahan-ditambahkan editor) dan Hakim, Dia memberikan sebuah hukum kepada mahluk-mahluk-Nya, dan pemerintahan-Nya yang adil terkandung dalam memberikan semua apa yang patut bagi mereka berdasarkan hukum-Nya” (Vol.8, people.438,439).
“Kehendak Allah dengan begitu penyebab segala hal, sebagaimana itu terjadi tanpa adanya penyebab, karena tidak ada yang dapat menjadi penyebab akan apa yang terjadi dimana kehendak Allah adalah penyebab setiap hal: ketika kita memanjat pada hal itu, kita tidak dapat melanjutkan lebih jauh lagi. Oleh karena itu kita mendapatkan setiap hal telah terjelaskan atau terselesaikan pada akhirnya menjadi semata keberkenanan atau kesukaan atau kemauan Allah yang berdaulat, seperti apapun yang muncul dan terjadi telah terlaksana di Surga dan bumi… Satu-satunya alasan yang dapat dikenakan mengapa Tuhan melakukan ini dan itu, adalah karena itu adalah kesukaan/keinginan-Nya sendiri yang bebas untuk melakukan”(dari pena penulis “Rock of Ages” dan himne-himne terkenal lainnya, dalam karyanya “ Observations on the Divine Attributes”:1750). Pengajaran semacam ini mengenai hal ini, saja melanggengkan kebebasan Allah dan menghadirkan Allah yang benar dalam kebebasan dan supremasinya yang tak tertandingi, tak terbataskan/tercegahkan oleh apapun didalam atau di luar diri-Nya sendiri.
Tetapi melawan pengajaran yang meninggikan Allah, menjadi keberatan bahwa dalil-dalil semacam ini melenyapkan semua keberbedaan antara kedaulatan Allah dan keadilan-Nya, menyatukan yang terakhir kedalam yang pertama. Dengan pembenaran yang sama/setara kita dapat mengeluhkan bahwa para penggugat ini gagal untuk mempertahankan keberbedaan apapun antara kekudusan Tuhan dan keadilan Tuhan, membuat yang pertama untuk sepenuhnya menelan yang terakhir. Jika hal itu dipertanyakan, dimana kita akan membedakan antara kekudusan Tuhan dan keadilan? Kita menjawab, kekudusan Tuhan lebih bertemalian dengan apakah Allah itu; keadilan Tuhan terkait dengan apa yang Dia lakukan. Atau untuk mengatakan itu dengan cara lain, kekudusan bertemalian dengan karakter Ilahi, keadilan pada jabatan-Nya. Jadi, “Keadilan dan kebenaran adalah fondasi tahkta-Nya (Mazmur 89:14), artinya, hal-hal itu berhubungan dengan pemerintahan publik-Nya, pada pemerintahan atas mahluk-mahluk-Nya. Itu adalah sebagai Pemerintah dan Hakim, bahwa keadilan Ilahi dijalankan dan diperlihatkan.
Terkait pada keberatan bahwa kita melenyapkan semua keberbedaan antara kedaulatan dan keadilan Ilahi, tanggapan kita adalah bahwa kita tidak dapat kecuali pikiran-pikiran kita tidak dibentuk sepenuhnya oleh Kitab suci. “dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya (Efesus 1:11). Tidak ada dalih pada pernyataan yang eksplisit itu, dan pada pernyataan ini kita harus secara ketat menundukan pikiran-pikiran kita dan memformulasikan teologia kita jika kita harus “memikirkan pemikiran-pemikiran Allah yang selaras dengan Dia.”Mencermati dengan baik tidak dikatakan disini bahwa Allah mengerjakan segala sesuatu berdasarkan pada kedarutan/hal mendesak pada kekudusan-Nya—atau berdasarkan pada pendiktean hikmat-Nya—tetapi “menurut keputusan kehendak-Nya.”
Memang benar bahwa setiap keputusan
yang dibuat atau dipilih-Nya, adalah sebuah hal yang kudus dan sebuah hal yang bijak—namun demikian Allah sendiri
yang telah memutuskan apa yang kudus dan
apa yang bijak. Dia tidak berada dibawah
hukum, dan tidak diikat oleh
aturan-aturan apapun—tetapi selalu bertindak berdasarkan pada kehendak-Nya sendiri dan hanya berdasarkan
itu—dan sangat sering Dia melakukan apa yang
betul-betul berlawanan dengan
pemikiran-pemikiran kita
tentang kebijakan dan keadilan.
Seorang anak bekerja sebagai pemulung sampah- credit: Kompasiana |
Inilah fakta sesungguhnya dimana orang-orang kafir dan agnostis berupaya keluar dari tawanan ini. Dihadapan apa yang mengkonfrontasi mereka baik dalam penciptaan dan providensia, mereka telah menarik kesimpulan bahwa Yang Maha Kuasa adalah Tirani yang plin plan atau bengis—atau itu telah membawa dunia kedalam eksistensinya, Dia telah menarik diri dan membiarkannya mengerjakan takdirnya sendiri.
Mereka bertanya, mengapa ada ketidakadilan-ketidakadilan yang begitu menyolok di dunia: satu anak terlahir normal—dan anak yang lain terlahir cacat; anak yang satu menikmati kesehatan—dan yang lainnya menjadi seorang penderita di sepanjang hari-harinya? Mengapa beberapa anak terlahir dibawah pemerintah yang memberikan mereka kemerdekaan—sementara anak-anak lainnya dihukum untuk perbudakan hina? Mengapa beberapa orang memiliki pengertian yang jauh lebih besar ketimbang yang lain-lainnya—dan beberapa orang lainya memiliki hasrat-hasrat yang lebih kuat ketimbang tetangga-tetangganya? Mengapakah orang yang bajik sering kali tidak menerima apa yang patut baginya—dan orang-orang yang jahat berkembang dan makmur”
Jika hal ini ditanggapi, Semua ini adalah konsekuensi dosa, maka orang-orang kafir bertanya, mengapa ada penderitaan yang tak diceritakan di Antara hewan-hewan yang tidak berdosa?
Dan apakah
jawaban untuk ekspresi-ekspresi orang
tak percaya ini, gejolak-gejolak pemberontakan ini? Bagaimana kita akan
membungkam mereka yang dengan jahat mengafirmasi bahwa pekerjaan-pekerjaan dan
cara-cara Allah Yang Maha Tinggi, dicap dengan ketidakadilan? Atau, apa
yang jauh lebih langsung pada sasaran, bagaimana orang-orang Kristen muda harus berhadapan dengan ini, yang terganggu oleh
pengganggu-pengganggu damai mereka? Musuh-musuh Tuhan yang blak-blakan
menyerang, kita dapata hadapi dengan baik ancaman itu dengan kebencian
yang tak dikatakan. Tetapi terkait untuk menyingkirkan batu-batu yang
menyandungkan dari jalan sahabat peziarah kita, hanya ada satu cara yang memuaskan dan memadai, dan itu adalah
dengan menegakkan hak-hak berdaulat
Allah yang dengannya harus kita lakukan—dengan menegaskan bahwa Dia adalah Tukang Periuk—dan kita adalah tanah liat dalam tangannya untuk
dibentuk tepat seperti yang Dia sukai.
Mengapa Allah memberikan terang kepada matahari, rumput pada tanah-tanah lapang, panas pada api, dan dingin pada es? Mengapa, singkatnya, Dia telah melakukan setiap hal-hal tersebut yang kita saksikan Dia telah lakukan—ketika Dia dapat dengan gampangnya melakukan yang sebaliknya? Hanya ada satu jawab yang memadai: dalam beragam manifestasi atribut-atribut-Nya dan dalam mengomunikasikan baik atau jahat kepada mahluk-mahluk-Nya, Allah telah bertindak berdasarkan pada kedaulatan kehendak-Nya. Tidak sedikitpun juga pada derajat yang tidak pas bahwa Allah mesti bertindak sedemikian. Kedaulatan adalah hal yang paling fit/pas menunjukan hal serupa pada Tuhan akan semua kesempurnaan-kesempurnaan karakter Ilahi, karena disinilah, diatas inilah supermasi YHWH yang khidmat terutama berdiam. Konsep kita akan “Dia yang Tinggi dan mulia yang mendiami kekekalan: tidak akan ditinggikan tetapi direndahkan, jika kita menemukan bahwa Dia plin plan dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Pemampangan kemuliaan-Nya sendiri sebagai Raja atas raja-raja dan Tuan atas tuan-tuan, harus mendahului setiap hal lainnya.
Mengapa Allah memberikan terang kepada matahari, rumput pada tanah-tanah lapang, panas pada api, dan dingin pada es? Mengapa, singkatnya, Dia telah melakukan setiap hal-hal tersebut yang kita saksikan Dia telah lakukan—ketika Dia dapat dengan gampangnya melakukan yang sebaliknya? Hanya ada satu jawab yang memadai: dalam beragam manifestasi atribut-atribut-Nya dan dalam mengomunikasikan baik atau jahat kepada mahluk-mahluk-Nya, Allah telah bertindak berdasarkan pada kedaulatan kehendak-Nya. Tidak sedikitpun juga pada derajat yang tidak pas bahwa Allah mesti bertindak sedemikian. Kedaulatan adalah hal yang paling fit/pas menunjukan hal serupa pada Tuhan akan semua kesempurnaan-kesempurnaan karakter Ilahi, karena disinilah, diatas inilah supermasi YHWH yang khidmat terutama berdiam. Konsep kita akan “Dia yang Tinggi dan mulia yang mendiami kekekalan: tidak akan ditinggikan tetapi direndahkan, jika kita menemukan bahwa Dia plin plan dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Pemampangan kemuliaan-Nya sendiri sebagai Raja atas raja-raja dan Tuan atas tuan-tuan, harus mendahului setiap hal lainnya.
“Tuhan itu tegak lurus…tidak ada
ketidakbenaran didalam Dia” (Mazmur 92:15). Namun demikian ini nyata
tidak pada pandangan duniawi – tetapi
pada visi iman saja. Mata-mata alami buta, tidak dapat mengenali terang
matahari, walaupun matahari bersinar penuh. Dalam cara seperti itu, mata-mata
rohani buta tidak mampu memahami
cara-cara keadilan Allah—namun
cara-cara itu benar. Tetapi kami ulangi,
jalan-jalan itu benar bukan karena cara-cara itu selaras dengan sejumlah standar
kesempurnaan eksternal, tidak juga bahkan karena cara-cara itu dalam harmoni dengan salah satu
atribut-atribut Allah—tetapi semata-mata karena cara-cara itu adalah cara-cara
Doa yang “ mengerjakan segala hal
menurut keputusan kehendak-Nya.” Allah memerintahkan Abimelek
untuk menyerahkan Sarah kepada Abraham—atau jika tidak Dia
akan menghancurkan baik dia dan rumah
tangga dan kerajaannya” (Kejadian
20:7), berangkali terlihat tidak adil dalam perhitungan manusia—tetapi tidakkah Allah
yang akbar memiliki hak untuk melakukan apa yang Dia sukai?
Membawanya ke contoh yang paling ekstrim dari semuanya: Pemilihan Allah atas satu orang untuk hidup kekal—dan yang lain untuk kematian kekal. Namun demikian tidak satupun (Abraham dan Abimelek), oleh anugerah, tunduk terhadap otoritas Tulisan Kitab Suci, menemukan batu sandungan pada kitab suci. Walaupun mereka tidak menyatakan mengerti alasan bagi Allah bertindak demikian— namun mereka tanpa ragu-ragu mengakui hak-Nya untuk melakukan demikian. Mengecewakan kosepsi-konsepsi mereka tentang keadilan dan ketidakadilan, mereka tunduk pada kedaulatan tinggi Allah yang adalah Tuan atas segala hal. Dan adalah penundukan ini yang membawa pada hati mereka sebuah damai yang melampaui segala pengertian. Ditengah-tengah misteri-misteri hidup yang sukar untuk dipahami/diduga, kebingungan akan nasib mereka sendiri, walaupun penghakiman-penghakiman Allah adalah sebuah “mata air samudera raya” dan cara-cara-nya kerap “ tak terselami”, cara-cara-Nya jaminan tak terguncangkan bahwa Hakim atas seluruh dunia telah dilakukan, sedang dilakukan, dan akan dilakukan, “benar.”
Dan mengapakah orang percaya sedemikian penuh percaya bahwa hanya karena Allah melakukan sebuah hal, bahwa itu pasti benar dan baik? Karena dia telah mempelajari pelajaran ini dari bibir Kristus, “Pada waktu itu berkatalah Yesus: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu (Matius 11:25-26). Amatilah karakter yang Bapa yang disorot disini : “Tuhan langit dan bumi,” artinya, sebagai tertinggi yang berdaulat dengan hak yang tak dapat dipersengketakan. Perhatikan basis tindakan yang sang Penebus atributkan pada Bapa: “itulah yang berkenan kepada-Mu.” Tidak ada penjelasan lain yang diberikan, tidak ada yang lain diperlukan—itu semua memadai. Pada akhirnya, perhatikan baik “ Ya, Bapa”-Nya: akan tetapi, aneh berangkali ini terlihat bagi kita, itu menutup pintu terhadap semua selidik tak beriman dan spekulasi. Kita tidak harus menjadi hakim-hakim atas tindakan-tindakan Allah—tetapi pelaku-pelaku kehendak-Nya. “Kehendak”-Nya sendiri adalah aturan satu-satu-Nya.
Lebih lagi, janganlah dilupakan, bahwa Kristus memandu perilaku dirinya sendiri dalam harmoni/kecocokan sempurna dengan deklarasi-deklarasi terbuka/ publiknya. Di Getsemani, kita menemukan bahwa Dia telah menyelesaikan penderitaan-penderitaan-nya kedalam kehendak Bapa yang berdaulat. Betapa luar biasa dan betapa diberkati mendengarkan Dia berkata, ‘Jadilah kehendak-Mu.” Ini adalah relevansi yang sangat kuat yang paling kuat dan luar biasa pada poin ini dihadapan kita, ketika kita memperhatikan bahwa Dia dengan segera mendahului persetujuan tanpa protesnya dengan mengafirmasi, “Abba, Bapa! Semua hal adalah mungkin bagi-Mu. Ambilah cawan ini daripada-Ku. Namun demikian, bukan apa yang Aku kehendaki, tetapi apa yang Engkau kehendaki” (Markus 14:36). Betapa gamblangnya/lugasnya kata-kata semacam ini menyingkapkan kesalahan mereka yang melawan adanya sebuah keharusan absolut mengapa Allah harus menghukum dosa, dan mengapa jika umat-Nya harus diampuni seorang Pengganti yang harus menderita menggantikan mereka. Kristus telah mengetahui Allah menghendaki bahwa Dia harus meminum cawan mematikan, dan Dia tanpa perlawanan patuh pada tujuan ini—tetapi Dia telah membuatnya sejernih Kristal bahwa Allah telah menghendaki hal ini, bukan karena natur-Nya menuntut hal yang sama—tetapi semata karena ini adalah cara dikehendaki-Nya sendiri yang telah dipilih.
Kata-kata tersebut “ Semua hal adalah
mungkin bagi-Mu,” dalam kaitan semacam ini, membuktikan melampaui
semua bayang keraguan bahwa Bapa telah bertindak secara bebas, dan tanpa
ada desakan dari kekudusan dan
keadilan-Nya dalam menunjuk Kristus untuk melakukan penebusan dosa umat-Nya. Tidak ada dalam Kitab suci yang
mengatakan bahwa Dia tidak dapat sekali-kali membebaskan orang dari kesalahan —tetapi
malahan bahwa Dia “ tidak akan sekali-sekali membebaskan orang
dari kesalahan” (Keluaran 34:7). Dalam
cara yang sama Rasul Paulus telah digerakkan untuk menulis,” Jadi, kalau untuk
menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang
besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan”
(Roma 9:22). Itu bukan menyatakan bahwa
ada keharusan dari natur-Nya telah menuntut Dia untuk harus melakukan demikian—tetapi karena itu
adalah kehendak kerajaan-Nya sendiri
untuk melakukan hal demikian.
Sebagaimana telah ditunjukan di atas, kita harus membedakan secara tajam antara kebebasan absolut yang dimiliki oleh Allah sebagai Tuhan atas semua—dan apa yang merupakan kesempurnaan-kesempurnaan-Nya meminta Dia dibawah penyelenggaraan pemerintahan-Nya bahwa Dia berkenan untuk mengadakan/melembagakan. Kesetiaan-Nya meminta Dia untuk memenuhi Janji-JanjiNya, dan ketegaklurusan-Nya untuk menggenapi ancaman-ancaman-Nya— tetapi Dia tidak berada di bawah paksaan apapun untuk membuat janji-janji atau ancaman-ancaman. Keadilan-Nya meminta Dia untuk secara adil/tidak berpihak menyelenggarakan hukum yang Dia telah berikan— tetapi Dia tidak berada dibawah keharusan absolut manapun merancang hukum apapun sama sekali. Dosa adalah sebuah penyakit— tidak dapatkan Dia secara berdaulat menyembuhkan-Nya, sehinga Dia sangat senang/berkenan? Dosa-dosa adalah api yang tidak dapat membakar kala api itu menyentuh apa yang dapat hangus terbakar. Tidakkah mereka yang keberatan sedemikan bodoh melupakan bahwa api hanya membakar ketika Allah memerintahkan api untuk membakar? Api tidak menghanguskan rumput, tidak juga menghanguskan tiga orang Ibrani di tungku api Babilon! Allah “bekerja menurut keputusan KEHENDAK-Nya” (Efesus 1:11).
Bersambung ke Bagian 4
The Justice of God |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment