Ia
Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah Melihat
Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias
Oleh:
Blogger Martin Simamora
Siapakah Kristus yang
seharusnya diberitakan? Ini adalah pertanyaan yang akan diduga banyak orang
akan dapat dijawab berdasarkan perspektif berbagai orang di eranya berdasarkan
pengalaman dengannya. Dan jika berdasarkan demikian, maka perspektif para rasul
adalah sumber penjelasan yang paling otentik. Namun pemberitaan para rasul
Kristus tidaklah bersumber pengalaman subyektifitasnya sebab sumber otentik
penjelasan siapakah Mesias bahkan Mesias yang telah disalibkan, mati, bangkit dari
antara orang mati dan telah naik ke sorga adalah kitab suci (perjanjian lama)
yang bahkan penulisnya tidak pernah berjumpa dan tidak mungkin melihatnya.
Rasul-rasul Kristus pada dan setelah peristiwa pentakosta akan senantiasa
menjelaskan siapakah Kristus dalam bingkai kesaksian firman Tuhan dan bukan
dalam bingkai pengalaman yang bersifat
subyketif dan memang sangat istimewa antara mereka terhadap Kristus. Mari kita
memperhatikan hal istimewa ini:
Kisah
Para Rasul 2:29-31 Saudara-saudara, aku boleh berkata-kata dengan terus terang
kepadamu tentang Daud, bapa bangsa
kita. Ia telah mati dan dikubur, dan kuburannya masih ada pada kita
sampai hari ini.Tetapi ia adalah seorang
nabi dan ia tahu, bahwa Allah telah
berjanji kepadanya dengan mengangkat sumpah, bahwa Ia akan mendudukkan
seorang dari keturunan Daud sendiri di atas takhtanya. Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah
berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang
mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan.
Ini menjadi sebuah mercu
suar yang divinitas, tanpa ini semua akan tersesat dalam mengenali dan apalagi
menjelaskan siapakah Mesias dan mengapa Ia harus mati namun daging-Nya tidak
mengalami kebinasaan (tidak dikuasai maut sehingga tetap dalam perbudakan
kematian). Pada payung besar dan divinitas ini sajalah kesaksian para rasul
akan menjadi benar dan berkuasa untuk menyatakan siapakah Kristus: Yesus
inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi.
(Kisah Para Rasul 2:23).
Relasi Daud terhadap Mesias bukan sekedar dalam relasi
profetis yang bersifat Pre-Destinasi bahwa Mesias harus seorang keturunan Daud dan bahwa Mesias
telah ditetapkan lebih dulu sebelum Mesias itu sendiri ada di bumi harus mati
namun dagingnya tidak mengalami kebinasaan. Juga bukan semata relasinya adalah Mesias yang harus
keturunan Daud itu adalah pasti akan bertakhta di takhta Daud tetapi relasi
Daud ini mengalami penggenapan pada saat Sang Mesias sendiri menjelaskan relasi
dirinya terhadap Raja Daud:
Lukas
20:41-42 Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Bagaimana orang dapat
mengatakan, bahwa Mesias adalah Anak Daud? Sebab Daud sendiri berkata dalam
kitab Mazmur: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku
Secara mencengangkan, Kristus
mempertemukan Pre-Destinasi dirinya yang ditulskan dalam Kitab Mazmur, sebuah
Pre-Destinasi yang difirmankan Allah kepada Daud yang berbunyi: duduklah di
sebelaha kanan-Ku. Ini adalah Pre-Destinasi yang sangat kompleks dan begitu
membingungkan bagi para ahli Taurat dan imam-imam sebab pertama-tama relasi
Daud kepada Mesias dan bagaimana mungkin Mesias harus mengalami kematian dan
tidak segera mengklaim takhta Daud tersebut. Mengenai aspek ini Kristus
menyingkapkan kompleksitas dan elemen
paling sukar bagi orang Yahudi dan tentunya bagi siapapun juga:
Lukas
20:41-42 Tetapi Yesus berkata kepada
mereka: "Bagaimana orang dapat
mengatakan, bahwa Mesias adalah Anak Daud? Sebab Daud sendiri berkata dalam
kitab Mazmur: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah
kanan-Ku,
Siapakah yang dapat memahami
dan menjelaskan: duduklah di sebelah kanan-Ku dalam konteks yang dinyatakan
Daud bahwa Mesias ini adalah penerus takhta Kerajaan Daud. Sebuah Kerajaan yang
telah lama tiada dan lenyap. Kebanyakan orang Yahudi, sebagaimana kita ketahui,
pada era Yesus memiliki ekspektasi bahwa bagian ini seharusnya digenapi pada
era kejayaan Yesus, pada era Yesus disambut begitu gempita di Yerusalem saat
tingkat popularitas dan kepercayaan publik begitu sempurna pada tokoh Yesus
dari Nazaret itu, sehingga bagian ini seharusnya dapat digenapi: sampai Kubuat
musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu (Kisah Para Rasul 20:43). Sementara
memang relasi Mesias dengan Daud secara daging tak terbantahkan memang hadir
secara kuat dan absolut namun melalui Daud kita juga diperlihatkan sebuah
Pre-Destinasi yang masih menantikan penggenapannya: sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu (Kisah Para Rasul
20:43). Ini memang menjadi semacam pertarungan pemikiran dan pengharapan
mesianik yang berkembang dalam kehidupan bangsa Israel sebab satu-satunya
pondasi eksistensi bangsa ini adalah eksistensi profetis dan Pre-Destinasi
Mesias yang bagi mereka masih dinantikan. Sang Kristus bahkan pada saat itu
melakukan semacam provokasi pada pemikiran dan pengharapan mesianik bangsa
Israel agar tidak berjangkar pada konsepsi teologis yang berkembang pada
pemikiran mereka: Jadi Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya
pula?" (Lukas 20:44).
Pengharapan mesianik bangsa
Israel tersebut harus berbentur secara keras dengan Pre-Destinasi Allah atas
Yesus Sang Mesias. Malangnya Pre-Destinasi pada diri Yesus akan berdampak
begitu keras bagi bangsa Israel dan juga kemudian bagi dunia secara global.
Mari kita melihat sejumlah episode yang menunjukan perbenturan keras
sebagaimana telah disingkapkan oleh injil:
Yohanes
6:14-15 Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka
berkata: "Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam
dunia."Karena Yesus tahu,
bahwa mereka hendak datang
dan hendak membawa Dia dengan paksa
untuk menjadikan Dia raja, Ia
menyingkir pula ke gunung, seorang diri.
Yohanes
12:27Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini?
Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Yohanes 12:34Lalu jawab
orang banyak itu: "Kami telah
mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya.
Komplikasinya begitu hebat
dan kompleks sehingga meruntuhkan secara hebat gambar penggenapan mesianik yang
sebetulnya sudah begitu terang dan menggebu di hati publik. Dan itu cukup oleh
sebuah pernyataan yang bersifat Pre-Destinasi yang begitu kelam dan keji untuk
harus terjadi namun dalam bahasa Mesias itu adalah SABDA: apakah yang akan
Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari
saat ini? Bagi para murid, Pre-Destinasi bagaimana seharusnya mesias harus
menduduki takhta Daud adalah hal yang begitu keras dan hitam, jika benar Allah mempredestinasikan
kehidupan mesias, mengapa tidak juga mengubahnya? Malang bagi manusia sebab
Sang Mesias tidak satu kali saja menyatakan Pre-Destinasi kelam yang harus
terjadi dalam kedaulatan dan dalam kehendak absolut Allah yang tak mungkin ada
satupun kuasa bahkan kuasa adikuasa Romawi sekalipun! Perhatikan ini:
Markus
8:31-32 Kemudian mulailah Yesus
mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak
Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua,
imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga
hari. Hal ini dikatakan-Nya dengan terus
terang. Tetapi Petrus menarik
Yesus ke samping dan menegor Dia.
Siapakah manusia yang dapat
menerima fakta bahwa Allah terlihat dalam tampilan dan perilaku begitu sadis
dan brutal sampai-sampai kematian mesias adalah sebuah desain ilahi yang
dirancang oleh Allah dalam kekekalan untuk secara mutlak, absolut harus
terjadi? Tidak adakah sebuah varian “escape” yang lebih elegan dan melindungi
martabat dan citra Allah di mata dunia? Tidak adakah sebuah varian “solusi”
dari Allah sehingga kebesaran Israel tidak menjadi coreng? Sesempit itukah
pemikiran Allah dan seberdarah itukah jiwa Allah. Di kurun lebih dari dekade lalu
saat saya masih begitu aktif melayani debat perihal ini memang responnya begitu
hitam, seperti jika begitu maka Tuhan sedang bersandiwara, Tuhan adalah iblis
itu sendiri, Tuhan itu haus darah, Pre-Destinasi pada asanya yang paling
substansial yaitu pada diri Yesus sendiri memang terbukti adalah gagasan iblis.
Pre-destinasi bahkan yang dinyatakan Yesus pada Markus 8:31-32 adalah iblis.
Namun bagi saya sendiri, manusia boleh saja menjadi begitu terbatas dalam
memahami apapun yang datang dari Allah, namun pada saat yang sama jika
perkataan Yesus Kristus adalah Ya dan Amin maka seharusnya semua harus berkata
Ya dan Amin pada Markus 8:31-32. Mengharapkan Pre-Destinasi substansial semacam
ini dapat diterima secara aklamasi memang akhirnya hanyalah fantasi belaka,
memerlukan semata-semata kasih karunia dan pertolongan Tuhan agar manusia mampu
mengatakan Ya dan Amin. Coba lihat respon Petrus berikut ini:
Tetapi
Petrus menarik Yesus ke samping dan
menegor Dia.
Siapa yang tidak protes jika
mendengarkan bahwa Allah telah menetapkan dalam pengetahuan dan kehendaknya
yang absolut sejak dalam kekekalan sebelum segala sesuatunya --(paling dekat
terkait “segala sesuatunya ada: adalah eksistensi waktu, tempat dan materi dan
termasuk secara spesifik semua tokoh yang harus ada pada terjadinya peristiwa
itu)-- ada bahwa Mesias harus:
menanggung
banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli
Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah
tiga hari.
Bahkan Pre-Destinasi bangkit
sesudah tiga hari tidak pernah menjadi berita baik sebab penghinaan dan
penistaan mesias adalah kabar buruk bagi takhta Daud dalam pengharapan bangsa
Yahudi. Mengapa Mesias memiliki pemikiran dan gagasan yang begitu iblis?
Benarkah Pre-Destinasi substansial
semacam ini adalah bukti bahwa Allah sedang menggelar panggung sandiwara dan
bukti bahwa ini adalah gagasan iblis? Menjawab ini, mari kita memperhatikan
jawaban Sang Mesias:
Markus
8:33 Maka berpalinglah Yesus dan
sambil memandang murid-murid-Nya Ia
memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah
Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah,
melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Kita mengetahui momen
setelah ini, Yesus Sang Mesias tampil dalam kemuliaan yang tak terbayangkan
untuk dilihat dan dialami oleh manusia:
Markus
9:2-4 Enam hari kemudian
Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia
naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata
mereka,
dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat.
Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Maka
nampaklah kepada mereka Elia bersama
dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus.
Apakah Yesus Sang Mesias
sedang menyatakan gagasan iblis dan sedang menggelar panggung sandiwara?
Bagaimanakah integritas kesucian dan kemuliaan Kristus seharusnya diukur?
Siapakah yang dapat mengukur dan siapakah yang dapat menyatakan integritas Sang
Kristus adalah divinitas dan mustahil bercela sebagaimana sangka Petrus! Tentu
saja hanya Bapa Sang Pengutus Anak yang harus bersaksi kepada murid yang paling
mengecam Kristus saat menyatakan Pre-Destinasi super gelap itu. Perhatikan ini:
Markus
9:7 Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar
suara: "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah
Dia."
Kata kucinya hanya satu:
dengarkanlah Dia! Tahukah anda bahkan malaikat pada hari kebangkitan Sang
Kristus tak menyampaikan koreksi seolah ada sebuah keretakan integritas pada
saat Sang Mesias menyatakan Pre-Destinasi kelam tentang dirinya sendiri.
Perhatikan ini:
Matius
28:5-6 Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu:
"Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan
itu.Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat
Ia berbaring.
Pemberitaan Injil pada
Pentakosta dan sejak setelah itu akan berjangkar pada siapakah Mesias dalam
segenap komplkesitasnya. Dan jika Bapa berkata: “dengarkanlah Dia” dan malaikat
berkata “sama seperti yang telah dikatakan-Nya”, maka ini harus menjadi
peringatan besar dan keras sebelum siapapun mengolok-olok Yesus sedang
menggelar panggung sandiwara sebab ia mempre-destinasikan lebih dulu sebelum
segala sesuatunya terjadi. Ini bukan soal kehendak bebas ada atau tidak, sebab
bahkan adalah hal yang amat janggal mendudukan “kehendak bebas” sebagai sebuah variabel
yang harus dipertimbangkan oleh Yesus Kristus sendiri. Sebab Dia adalah Anak
maka kehendak bebas dalam wujud keberatan-keberatan, logika-logika dan berbagai
hikmat yang dapat dilahirkan manusia menjadi tak sebangun untuk disandingkan
dengan Sang Kekal dan Sang Hikmat tersebut.
Nabi Daud telah melihat ini
semua walau ia sendiri tak pernah mungkin bertemu dengan keturunannya itu.
Namun Daud yang telah wafat tak perlu kuatir mengenai masa depan kerajaan-Nya
sebab sejarahnya hanya akan lahir dalam Pre-Destinasi yang secara makro telah diterimanya
dan telah menjadi pondasi pemberitaan injil Kristus pada Pentakosta.
Dengan penuh kerendahan diri
seharusnya kita mau mengakui betapa sukar untuk menata logika pemikiran sendiri
untuk memahami Pre-Destinasi yang kelam, hitam, brutal, berdarah-darah dan
penuh dengan sadisme. Para murid Kristus sendiri jatuh dalam pusaran logika
yang tak dapat menyentuh pemikiran Sang Hikmat Sang Kristus, dan Sang Kristus
tetap bersabda kebenaran yang tak terjangkau oleh pemikiran manusia. Mari kita
perhatikan situasi pelik ini:
Markus
9:31-32 sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan
manusia, dan mereka akan membunuh
Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia
akan bangkit." Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan
menanyakannya kepada-Nya.
Siapa yang sanggup
mengerti?Bahkan saat ini pun ada pendeta-pendeta yang tak mengerti juga. Secara
logika situasi ini bisa dipahami. Mari saya sendiri coba elaborasikan: mari
mulai dengan: siapakah yang menyerahkan Anak Manusia? Allah atau Iblis?;
Siapakah yang membunuh? Allah, Iblis atau manusia? Jika pertama dan kedua
dijawab iblis, bagaimana menjelaskan kebangkitan dalam frame waktu yang definitif
dalam Pre Destinasi? Jika Pre-Destinasi eksis bagaimana menjelaskan
Pre-Destinasi pada alam manusia hidup dan alam manusia setelah kematian? Dari
sini saja jika dalam mencari kebenaran ini melepastkan diri kedaulatan Allah
yang melampaui spektrum logika manusia, maka manusia hanya akan berjumpa sebuah
kefrustasian iman dan tak aneh jika ujungnya bukan sekedar gugur iman tetapi
menjadi a-theis. Tidak heran dan sebuah kewajaran. Kita harus ingat bahwa
Pre-Destinasi versus pengharapan akan mengalami benturan super keras jika tidak
mengakui kedaulatan Allah pada kekekalannya untuk menentukan segala sesuatu
dalam apa yang telah dituliskannya untuk terjadi:
Lukas
24:17-21 Yesus berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu percakapkan
sementara kamu berjalan?" Maka berhentilah mereka dengan muka muram.
Seorang
dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya: "Adakah Engkau satu-satunya
orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada
hari-hari belakangan ini?" Kata-Nya kepada mereka: "Apakah itu?"
Jawab mereka: "Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah
seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan
di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin
kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya.
Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan
bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu
terjadi.
Lukas
24:25-26 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak
percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam
kemuliaan-Nya?"
Khotbah Para Rasul pada
Pentakosta dan seterusnya adalah sebuah kebodohan bagi Logika, dan siapakah
yang dapat menerima Logika semacam ini? Hikmat darimanakah bahwa Mesias harus
menderita untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya? Siapakah Grand Designer-nya?Allah?
Bagi beberapa dan mungkin banyak orang, Pre-Destinasi sebagaimana dinyatakan
Yesus ini adalah menggelikan dan kegilaan yang tak termaafkan.
Karena ada tertulis: "Aku akan
membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan
Kulenyapkan." Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di
manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini
menjadi kebodohan? Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah
oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh
kebodohan pemberitaan Injil. Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan
orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang
disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang
bukan Yahudi suatu kebodohan (1Kor 1:19-23)
SOLI DEO GLORIA
No comments:
Post a Comment