Oleh :Arthur W. Pink
KEADILAN ALLAH (1)
"Penggalian Kota Kuno Pompeii, yang terkubur oleh letusan dahsyat gunung Vesuvius- Credit :historynotes.info |
Adalah mustahil bagi kita untuk memberikan penerimaan konsepsi-konsepsi Allah secara benar kecuali kita memiliki dihadapan kita sebuah wawasan tercerahkan akan kemuliaan-kemuliaan-Nya yang beragam.
Memandang Allah hanya sebagai “Kasih”;
menolak untuk merenungkan Dia sebagai “Terang”—pastilah akan berdampak dalam pembentukan sebuah Tuhan yang palsu dalam
imajinasi-imajinasi kita, sebuah karikatur Tuhan yang hidup dan benar.
Tuhan adalah sebuah Mahkluk yang memiliki setiap kemuliaan. Tidak satupun dari kemuliaan-kemuliaan itu dapat menjadi berkurang tanpa mengubah karakter-Nya, dan oleh karena itu jika ada salah satu dari setiap kemuliaan itu baik secara tidak sengaja atau secara sengaja dihilangkan, maka obyek perenungan bukanlah Tuhan yang sejati, tetapi sebuah isapan jempol belaka, hasil dari konsepsi kita yang keliru.
Namun , sementara kita dipersyaratkan untuk mengakui semua atribut-atribut Ilahi, juga semua atribut tidaklah menghasilkan efek yang sama didalam hati dan pikiran kita . Beberapa diantaranya adalah obyek-obyek kesenangan, tetapi yang lain-lainnya memenuhi kita dengan takjub dan takut. Hikmat Ilahi menyukakan kita dengan keheranan-keheranan akan hasil daripadanya dan kekaguman akan rencananya yang luar biasa. Kebaikan Ilahi memesona kita dengan kekayaan dan keberagaman akan pemberian-pemberian-Nya. Ketika kita merenungkan Tuhan sebagai Dermawan yang murah hati, suka cita dibangkitkan dalam diri kita, dan selagi kita memandang Dia melayani berbagai kebutuhan kita, kita dipenuhi dengan pengucapan syukur. Tetapi ketika kita mengalihkan pikiran-pikiran kita kepada kekudusan tak bercela pada natur Ilahi dan keadilan yang tidak dapat dibengkokan pada pemerintahan moral-Nya, sebuah kondisi umum emosi yang berbeda mengemuka.
Ketika pikiran manusia difokuskan kepada kekudusan Allah yang tak terlukiskan dan kebenaran-Nya yang tidak dapat berubah, maka tampil pada ciptaan-ciptaan yang telah jatuh kedalam dosa adalah Allah itu tidak lagi tersenyum, tetapi mengerutkan dahinya terhadap karya-karya-Nya.
Itu mudah, kecenderungan yang dapat mendamaikan—begitu menyenangkan hati kita, begitu melegakan ketika kita merasa hati nurani kita disemangatkan—dimana kita merenungkan Tuhan, selagi merenungkan kebaikan-Nya saja, memberikan tempat pada aspek-aspek yang jauh lebih keras, dan kita diciptakan untuk gemetar ketika Dia juga dipandang sebagai seorang Penguasa dan Hakim yang dilanggar.
Orang-orang berdosa yang bersalah tidak memiliki hasrat untuk mengembangkan sebuah keakraban yang lebih dekat dengan Dia yang “Matanya terlalu suci untuk melihat kejahatan, dan tidak dapat memandang kelaliman” (Habakuk 1:13), dan yang murkanya “disingkapkan dari Surga terhadap semua manusia yang fasik dan lalim” (Roma 1:18).
Pemandangan semacam ini menakutkan,
dan mereka akan bersegera melarikan diri ke tempat yang paling jauh andai
mereka dapat meloloskan diri dari hadirat-Nya yang mengerikan. Dalam pandangan malaikat-malaikat kudus, keadilan
memberikan sebuah ketegasan dan konsistensi pada karakter Ilahi, tetapi pelaku
kejahatan takut pada keadilan dan yang paling ditakuti dari semuanya: keadilan
Ilahi, karena keadilan Ilahi jauh lebih
menakutkan dan tidak dapat dilunakan daripada keadilan manusia.
Tapi bagaimanapun ketidaksukaan pada keadilan Ilahi dapat terjadi pada ciptaan yang telah jatuh kedalam dosa, kepentingan-kepentingan Kebenaran dan tidak menyenangkan pendengar-pendengarnya harus menjadi tujuan prinsipil pengkhotbah atau penyampai firman.
Jika dia dipandu oleh Kitab suci dan bukan oleh sentimen cengeng, maka dia akan dijaga dari penekanan satu sisi dan konsepsi-konsepsi terkait Tuhan yang salah dalam penyajian, dan dia tidak akan ragu-ragu untuk mendeklarasikan bahwa Allah adil, serta juga bijaksana, dan baik—bahwa Dia tidak hanya Pencipta dan Pemelihara dunia tetapi Pemerintah atas dunia. Dan untuk itu, kuasa dan hikmat diperlukan bagi panduan dan pemeliharaan alam benda mati, sehingga keadilan sangat diperlukan bagi pemerintahan agen-agen moral dan kecerdasan yang merupakan subyek-subyek wajib bagi hukum dan oleh karena itu akan perlu diberi imbalan atau dihukum.
Seperti hal lainnya yang telah ditunjukan secara benar, “Menyangkal keadilan Tuhan berarti merebut tongkat dari tangan-Nya dan menghadapkan pemerintahan-Nya kepada pelecehan otoritas dan penghinaan dengan memproklamasikan impunitas/kebebasan dari sanksi hukuman terhadap subyek-subyek hukum.
- Diatas telah disebutkan bahwa keadilan Ilahi jauh lebih mematikan daripada keadilan manusia dan hal itu karena keadilan Tuhan jauh lebih menakutkan bagi yang bersalah. Keadilan Tuhan adalah keadilan Dia yang Mahatahu dan Mahakuasa, sehingga adalah mustahil kita dapat menutupi dari Dia, pelanggaran-pelanggaran atau meloloskan diri dari eksekusi hukuman-Nya.
- Tuhan memiliki baik pengetahuan lengkap yang tak terhingga dari setiap detail kehidupan-kehidupan kita dan kuasa yang paling absolut untuk menjalankan putusan-putusan pengadilan-Nya. Amat ditakuti bagi sebuah ciptaan yang bersalah untuk memikirkan keadilan-Nya, namun celakalah yang berupaya memperlihatkan bahwa keadilan Tuhan tidaklah demikian membahayakannya seperti pikiran-pikiran kasar dan suram telah mendeklarasikannya, atau bahwa keadilan Tuhan tidak akan menandai dosa-dosa kita dengan keketatan yang ekstrim, atau tidak secara kaku menuntut pada tuntutan-tuntutannya, atau bahwa ketika keadilan Tuhan diperlihatkan maka keadilan Tuhan dengan gampangnya dapat diredakan atau disurutkan hingga tiada sama sekali.
Tidak pernah ada sebuah kebutuhan yang lebih besar bagi para pelayan Injil untuk memproklamasikan keadilan Allah yang tidak dapat dibengkokan daripada dalam hari-hari yang jahat dimana keberadaan kita telah jatuh. Tidak hanya Allah sendiri telah dihina dan secara kasar telah tidak dihormati oleh penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan pada karakter-karakter-Nya yang telah sedemikian luas disebarluaskan selama beberapa dekade belakangan ini, tetapi kumpulan-kumpulan orang banyak telah secara fatal diperdaya dengan jalan itu, sampai sebuah generasi telah muncul yang kepadanya Tulisan/Hukum Ilahi yang Kudus adalah “Allah yang tidak dikenal.”
- Semua sekeliling kita adalah mereka
yang memiliki sebuah gagasan yang demikian salah atas pengampunan Ilahi dimana mereka menyangka Allah segampang orang tua modern dan selonggar
kebanyakan hakim-hakim kita.
Credit:economist |
- Mereka menyangka bahwa hanya dalam kasus-kasus paling ekstrim dan luar biasa (jika memang demikian) baru Dia akan menghukum orang-orang jahat manapun dengan api kekal.
- Dengan asumsi-asumsi yang tidak berdasar itu mereka telah mematikan setiap penghakiman hati nurani yang terjadi secara periodik dan mencuri dari hati mereka pemahaman apapun atas bahaya yang dapat mendatangi mereka, meyakinkan diri mereka sendiri bahwa Allah begitu penuh dengan belas kasih, Keadilan-Nya pada dasarnya tidak bekerja/beroperasi.
Tetapi, jika pertimbangan keadilan Alah memenuhi diri orang-orang percaya dengan ketaksukaan dan kecemasan, maka jauh sebaliknya dengan mereka yang ada didalam Kristus.
- Pada saat sangat awal Abraham telah menjadikan sumber penghiburan bagi dirinya dengan fakta bahwa “Hakim atas seluru dunia” akan secara pasti “melakukan dengan benar” (Kejadian 18:25).
- Dalam nyanyiannya yang luar biasa, Musa telah mendeklarasikan, “Sebab nama TUHAN akan kuserukan: Berilah hormat kepada Allah kita, Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna, karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia” (Ulangan 32:3-4).
- Daud telah memuja Allahnya sebagai ,” TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya” (Mazmur 145:17).
- Paling luar biasa adalah perkataan Yeremia dimana Tuhan dinyatakan “Persemayaman Keadilan” (50:7) sehingga umatnya dapat berpengharapan dan berteduh dalam kebenaran-Nya.
- Sehingga juga, Nabi-Nabi-Nya telah menemukan penghiburan disitu pada saat hari-hari kelam penyimpangan Israel :” Tetapi TUHAN adil di tengah-tengahnya, tidak berbuat kelaliman. Pagi demi pagi Ia memberi hukum-Nya; itu tidak pernah ketinggalan pada waktu fajar. Tetapi orang lalim tidak kenal malu!” (Zafanya 3:5).
- Sementara itu dari Wahyu 15:3 kita belajar bahwa para penghuni Surga berseru, “"Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!
“Keadilan dan penghakiman adalah persemayaman Takhta-Nya: kasih dan kesetiaan berjalan di depan-Mu” (Mazmur 89:14). Ini berangkali nas yang paling sangat membantu dari semua ayat-ayat yang tersedia untuk menyoroti subyek yang paling penting, secara menakjubkan menginspirasi dan lagi mulia yang sekarang sedang kita pelajari. YHWH yang agung disini dipamerkan pada pandangan kita dibawah gagasan kedaulatan dan hakim, sedang disajikan untuk pengaguman kita terkait pada takhta-Nya,.
Keadilan dan penghakiman dipuji sebagai menjadi “persemayaman” atau “pondasi” (sebagaimana kata Ibrani juga mengartikannya) takhta Yahweh. Ada kelihatannya sebuah kiasan bagi dasar-dasar atau sokongan-sokongan bagi sebuah takhta monarki purba, sebagaimana kita telah dikatakan, takhta Solomo memiliki “pondasi-pondasi pada kaki-kaki tempat duduknya” ( 2Tawarikh 9:18).
Mari kita pertama-tama mempertimbangkan, secara ringkas, sifat keadilan Tuhan. Dalam upaya mencapai sebuah konsepsi yang benar dari hal ini, kita harus benar-benar secara luar biasa berjaga-jaga terhadap menduniawikan hal keadilan ini, mendegradasikan kemegahan Ilahi dengan menarik analogi-analogi yang berhubungan dengan alam dunia manusia.
Dalam urusan-urusan manusia, keadilan pada dasarnya memberikan pada setiap orang haknya/apa
yang pantas menjadi miliknya: tetapi aturan semacam ini tidak
dapat mungkin untuk diaplikasikan kepada Yang Maha Tinggi, karena hal yang sederhana bahwa Dia tidak berhutang/berkewajiban apapun kepada
ciptaan-ciptaan-Nya.
Ini tidak dapat terlampau kuat dituntut pada hari ini, yang dipenuhi arogansi kedagingan dan kebebalan rohani, bahwa ada sebuah perbedaan yang luas antara pemerintah Allah atas ciptaan-ciptaan rasionalnya dan pemerintahan sebuah pemerintahan dunia atas subyek-subyeknya, dan konsekuensinya, gagasan kita atas keadilan terkait dengan pemerintah dunia ini tidak dapat diterapkan sah secara legal pada pemerintahan Allah. Inilah kegagalan nyata pada titik ini yang mana telah menghasilkan prinsip-prinsip umum yang paling liar dan kurang ajar dalam hubungannya dengan keadilan Allah, dimana Allah telah dibawa turun hingga ke level ciptaan-ciptaan-Nya.
Bersambung ke Bagian 2
The Justice of God | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment