Oleh: Martin Simamora
Meninjau
Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya"
sebagaimana Diajarkan Pdt. Erastus
Sabdono
serial
menyambut
Natal:
Yesus dan relasi kematiannya di kayu salib: Bukan karena Ia telah
menjadi manusia berdosa sehingga mengalami maut, dan karena melepaskan haknya
sebagai Anak Allah
Bacalah lebih
dulu: kemanusiaan Yesus dan relasinya terhadap dosa dan peristiwa kematian di kayu salib: apakah ia menjadi sama dengan semua manusia Sehingga berdosa dan membutuhkan pertobatan?
Apakah yang terlintas
dalam benak anda ketika mendengar Yesus Kristus mengalami kematian? Akan ada yang berkata: jika demikian Yesus
adalah Mesias yang berdosa sebab Alkitab berkata upah dosa adalah maut (misal sebagaimana
dinyatakan Roma 6:23, sehingga
ia,kalaupun Tuhan, adalah yang berdosa sehingga tidak suci. Sejak era
Yesus, kematian pada dirinya adalah sebuah kontroversi:
Yohanes
12:33-34 Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati.
Lalu
jawab orang banyak itu: "Kami telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya;
bagaimana mungkin Engkau mengatakan, bahwa Anak Manusia harus ditinggikan?
Siapakah Anak Manusia itu?"
Kematiannya sendiri dalam Pembicaraan Yesus
Ketika kita mencoba
memandang Yesus adalah manusia dan Tuhan
yang berdosa berdasarkan fakta Alkitab bahwa ia memang mengalami kematian, maka
kita juga harus menerima fakta Alkitab bahwa kematiannya merupakan salah satu topik
terpenting yang tidak hanya dibicarakan
secara tertutup tetapi juga secara publik; tidak semata sebagai sebuah peristiwa di dalam
sejarah tetapi juga sebuah peristiwa yang harus terjadi sebab untuk itulah Ia datang,
menggenapi apa yang telah dituliskan di dalam Kitab suci. Mari kita membaca
pembicaraan-pembicaraan Yesus tersebut:
Pembicaraan
kematiannya olehnya sendiri secara publik
Matius
12:40 Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam,
demikian
juga Anak Manusia akan tinggal di
dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.
Ini
adalah respon Yesus terhadap beberapa ahli Taurat dan ahli Farisi yang meminta
tanda yang membuktikan bahwa Yesus adalah sebagaimana yang dinyatakannya selama
ini. Ketika Yesus menyatakan “seperti Yunus…” pada saat yang sama, Ia
menyatakan bahwa Ia lebih dari Yunus: “dan
sesungguhnya yang ada di sini lebih dari
pada Yunus!”- Matius 12:41. Ketika ia menyatakan “di sini lebih dari
pada Yunus”, ia sedang menunjukan hal yang sangat berbeda antara dirinya dan
Yunus pada penyebab mengapa Yunus tinggal di dalam perut ikan, dan mengapa Yesus
tinggal di dalam rahim bumi:
Yunus
|
Yesus Kristus
|
Bertanyalah mereka: "Akan kami apakan
engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut
semakin bergelora."
Sahutnya kepada mereka:
"Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi
reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai
besar ini menyerang kamu."- Yohanes 1:11-12
Bandingkan dengan:
Datanglah firman TUHAN kepada Yunus
bin Amitai, demikian: Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu,
berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku. Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke
Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah
kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu
naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari
hadapan TUHAN.-Yunus 1;1-3
|
Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: "Telah
tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah
dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan
banyak buah…Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa,
selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke
dalam saat ini.- Yohanes 12:23-24,27
dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku
akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Ini dikatakan-Nya untuk
menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati.- Yohanes 12:32-33
Bandingkan dengan:
Bapa, muliakanlah nama-Mu!" Maka
terdengarlah suara dari sorga: "Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan
memuliakan-Nya lagi!" Orang banyak yang berdiri di situ dan
mendengarkannya berkata, bahwa itu bunyi guntur. Ada pula yang berkata:
"Seorang malaikat telah berbicara dengan Dia." Jawab Yesus: "Suara itu telah terdengar
bukan oleh karena Aku, melainkan oleh karena kamu.- Yohanes 12:28-30
|
Kita
bisa memahami apakah yang dimaksudkan dengan “yang ada di sini lebih daripada Yunus” sementara ia berkata “seperti
Yunus” terhadap dirinya dan peristiwa maut yang akan menimpa dirinya. Pada
Yunus sebagai konsekuensi dosa, sementara pada Yesus merupakan maksud dari Bapa
agar dalam kematiannya, menghasilkan hidup dari Allah yang menaklukan kematian
itu sendiri: “jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap
satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Sebuah
kematian yang tidak terjadi sebagai upah dosa, sementara Ia masuk ke dalam
kematian.
Pembicaraan
kematiannya secara publik yang menunjukan bahwa Ia mati sebagai yang kudus dan
untuk memberikan kehidupan bagi manusia yang memandang atau percaya kepadanya,
sehingga kematiannya bukan merupakan upah dosa, tampak nyata di sini:
Yohanes
12:18-19
Jawab
Yesus kepada mereka: "Rombak
Bait Allah ini, dan dalam tiga hari
Aku akan mendirikannya kembali." Lalu kata
orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait
Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah
ialah tubuh-Nya sendiri.
Bandingkan dengan:
Matius
27:38-42
Bersama
dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang
di sebelah kiri-Nya. Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil
menggelengkan kepala, mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan
Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari,
selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!"
Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua
mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: Orang lain Ia selamatkan, tetapi
diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun
dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.
Kematian
dirinya sendiri, telah dibicarakan Yesus sebagai sebuah peristiwa yang kudus
dan Ia sebagai yang mahakudus. Itu nyata dan tak terbantahkan ketika ia
mengasosiasikan dirinya dengan “Bait Suci.” Bahwa peristiwa kematiannya itu
sendiri adalah suci dan bukan sebagai upah maut, sangat nyata dari bagaimana ia berkuasa untuk masuk ke dalam
kematian dan keluar dari kematian itu sendiri: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam
tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.”
Pada
Yesus, kematiannya sendiri telah
dibicarakan sebagai sebuah tujuan yang sepenuhnya berada dalam genggaman
tangannya termasuk dalam hal ia sendiri yang menentukan kematian dan
kebangkitannya sebagai sepasang kepastian sejarah yang telah dibicarakan di
depan, atau dengan kata lain, ia membicarakan kematiannya sebagai sebuah
sejarah-Nya-bukan sejarah Maut sementara waktunya belum tiba.
Pembicaraan
kematiannya olehnya sendiri secara Terbatas atau dengan orang-orang tertentu
Yesus
bercakap-cakap dengan Nikodemus:
Yohanes
3:14
Dan
sama seperti Musa meninggikan
ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan,
supaya
setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.
Bandingkan
dengan:
Bilangan
21:9
Lalu
Musa
membuat ular tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang; maka jika seseorang dipagut ular, dan
ia memandang kepada ular
tembaga itu, tetaplah ia hidup.
Di
sini kita malah melihat Yesus sebagai yang berkuasa atas maut yang merupakan
upah dosa. Ini begitu kuat ternyatakan karena pada Bilangan 21:9, kematian
akibat pagutan ular merupakan konsekuensi maut dari dosa:
Bilangan
21:7 Kemudian datanglah bangsa itu mendapatkan Musa dan berkata: "Kami telah berdosa, sebab kami
berkata-kata melawan TUHAN dan engkau; berdoalah
kepada TUHAN, supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini dari pada kami." Lalu Musa berdoa untuk bangsa itu.
dengan
demikian, Yesus bukan saja terpisahkan dari dosa dan tak terjamahkan oleh kuasa
maut, tetapi berkuasa untuk menaklukan kerja maut sebagai sebuah upah dosa.
Dalam hal ini, Yesus bukan sekedar tak berdosa dan tak bercela, namun Ia
berkuasa menghancurkan kuasa maut atas setiap manusia yang mau memandang atau
percaya kepada-Nya saja: “sama seperti
Musa meninggikan
ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan,
supaya
setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal”
Yesus
bercakap-cakap dengan para murid
Perbincangan
dengan para muridnya, bukan saja menunjukan bahwa kematiannya adalah kematian
yang memiliki tujuan didalam genggamannya dan bukan maut, tetapi sebuah
kematian skriptural atau sebagaimana telah dituliskan oleh Kitab suci. Mari
kita membaca sejumlah perbincangan yang sangat sukar bagi para muridnya untuk
menjadi sebuah realitas suci atau realitas skriptural:
Matius
16:21-23 Sejak waktu itu Yesus mulai
menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia
harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak
tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan
pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor
Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu
sekali-kali takkan menimpa Engkau." Maka Yesus berpaling
dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan
bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia."
Tidak
ada yang baik pada aspek seperti apapun
terhadap kematian, dan apalagi, sampai menegaskan diri sendiri harus
menyongsong kematian. Sehingga dapat dipahami teriakan batin Petrus yang
berbunyi: “Kiranya Allah menjauhkan hal
itu.” Apakah ada penjelasan terbaik bagi manusia terhadap kematian, pada
Yesus, sekalipun? Tidak ada, sebab kematian adalah hal yang sangat buruk, jika
tidak ingin dikatakan sebagai upah dosa. Ini keras dan tembok yang tebal bagi
rasionalitas atau akal sehat manusia,karena tidak ada satupun yang memahami relasi
Yesus terhadap kematian yang bahkan
telah dikatakan sejak mula “dibangkitkan pada hari ketiga.” Siapakah dia
sehingga bisa bangkit dari kematian? Jika Ia Mesias itu, bukankah Ia ke
Yerusalem untuk bertakhta sebagai Raja Israel, bukan untuk “menanggung
banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,
lalu dibunuh.” Terhadap ini, Yesus tegas bersabda:
Maka
Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu
batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah,
melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Bisakah
siapapun memahami maksud baik Petrus sebagai sebuah tindakan yang iblis?!
Bisakah?
Yesus
menunjukan secara frontal kepada semua muridnya-terhadap apa yang berkumandang
didalam benak para murdinya, bahwa tidak satupun pemikiran mereka dapat
menjelaskan mengapa Ia datang untuk mengalami peristiwa yang begitu rendahnya.
Itu sebabnya, Yesus berkata “engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah,
melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Kini
Yesus meletakan kemanusiaanya atau “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”-
Filipi 2:6 sebagai sebuah buah pikiran Allah dengan tujuan Allah yang
bersemayam dalam tubuh Kristus dengan pemerintahan Allah berlangsung sepenuhnya
dan seutuhnya, tepat ketika ia bersabda: “engkau bukan memikirkan apa yang
dipikirkan Allah….” Pada sejak kapankah, Allah berpikir tentang: bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung
banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,
lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga?
Pikiran
Allah?
Siapakah
yang pernah melihat Allah? Siapakah yang pernah berbicara dan mendengarkan
suara-Nya? Dan kepada siapakah Allah akan mengutarakan pemikiran-Nya?
Yohanes
5:37 Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar
suara-Nya, rupa-Nyapun tidak pernah
kamu lihat,
Tidak satu kali hal ini
diutarakan Yesus kepada para murid-Nya, tetapi berulang kali:
Matius
17:22-23 Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka: "Anak
Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia
dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." Maka hati
murid-murid-Nya itupun sedih sekali.
Matius
20:17-19 Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada
mereka di tengah jalan: Sekarang kita pergi ke Yerusalem
dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,
dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia
kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan,
disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan."
Kematian
Skriptural, Bukan Kematian yang Diakibatkan Sebagai Upah Dosa
Yesus
Kristus tidak hanya menyatakan bahwa tujuan kedatangan-Nya dalam rupa manusia
dan kematian dalam serentetan peristiwa pendahulu yang telah terdefinisikan,
sebagai pikiran Allah semata yang hanya Ia saja dapat memahaminya, tetapi
sebagai sebuah peristiwa yang skriptural. Dengan kata lain, telah lebih dahulu
dituliskan oleh Allah dalam Kitab Suci melalui para nabi kudus-Nya. Mari kita
membaca sejumlah pernyataan Yesus terhadap
para murid-Nya:
Matius
26:24 Anak Manusia memang akan pergi sesuai
dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang
olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya
ia tidak dilahirkan."
Matius
26:31 Maka berkatalah Yesus kepada mereka: "Malam ini kamu semua akan
tergoncang imanmu karena Aku. Sebab
ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan
tercerai-berai.
Matius
26:53-54 Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya
Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang
tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi
demikian?"
Matius
26:56 Akan tetapi semua ini terjadi supaya
genap yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi." Lalu semua
murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri.
Lukas
24:25-27 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa
lambannya hatimu, sehingga kamu tidak
percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah
Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?"
Lalu
Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.
Lukas
24:44 Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan
kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis
tentang Aku dalam kitab
Taurat Musa dan kitab
nabi-nabi dan kitab Mazmur."
Kematian
dalam Otoritas-Nya sendiri, Bukan dalam Otoritas Maut sebagai Konsekuensi dosa
Apakah
Yesus Kristus sendiri pernah menyatakan bahwa didalam ia mengalami maut yang benar-benar merusak tubuhnya sehingga tak mampu lagi menopang
kehidupan alamiahnya, maut tak berotoritas atas peristiwa kematian sementara
maut dapat menderanya?
Ya,
Yesus Kristus memang menyatakannya:
Yohanes
10:17-18 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku
memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun
mengambilnya dari pada-Ku,
melainkan Aku memberikannya menurut
kehendak-Ku sendiri. Aku
berkuasa memberikannya dan berkuasa
mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku."
Ini
adalah pernyataan Yesus yang bukan saja kuat tetapi terlampau kuat untuk mampu
diterima manusia, sebab sebagai manusia, Ia telah memperlakukan maut memang
benar-benar tak berkuasa atas nyawanya bahkan sebagai manusia yang tak luput
dari kematian, sebagai konsekuensi ia mengenakan tubuh yang sama dengan semua
manusia. Pernyataan-pernyataan semacam:
-Aku
memberikan nyawaku
-tidak
seorangpun mengambilnya dari padaku
-aku
memberinya menurut kehendakku sendiri
-aku
berkuasa memberikannya
-aku
berkuasa mengambilnya
Tidak
saja terkesan “arogan” tetapi gila. Dan ini dalam makna literal! Ini benar
adanya, respon pendengarnya menunjukan bahwa Yesus tak pernah sama sekali
mengoreksinya, bila saja ia telah berkata melampaui apa yang harus
diucapkannya:
Yohanes
10:19-20 Maka timbullah pula pertentangan di antara orang-orang Yahudi karena
perkataan itu. Banyak di antara mereka Ia kerasukan setan
dan gila; mengapa kamu mendengarkan Dia?
namun
di saat yang sama, ada juga pendengar yang sementara tak mengerti dan tak juga
lebih baik dalam memahami Yesus, tak kuasa untuk juga membantah dan menistanya:
Yohanes
10:21 Yang lain berkata: "Itu bukan perkataan orang yang kerasukan setan; dapatkah setan memelekkan mata
orang-orang buta?"
Yesus
Kristus, sebetulnya, di hadapan manusia tidak hanya menunjukan bahwa ia dapat
bermujizat, tetapi ia sendiri membuat banyak manusia dapat melihat bahwa Ia
berkuasa dan dalam ia berkuasa mampu menunjukan kepada manusia bahwa setan
tidak ada apa-apanya bagi Yesus dan dihadapan Yesus itu sendiri.
Bahkan
para pemangku kepentingan yang bertanggungjawab atas peristiwa kematian Yesus,
sadar betul bahwa mereka sedang berurusan dengan seseorang yang telah
menyatakan secara publik bahwa Ia berotoritas atas kematian dan kebangkitan
dirinya sendiri:
Matius
27:62-66 Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan, datanglah imam-imam
kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus, dan mereka
berkata: "Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata:
Sesudah tiga hari Aku akan bangkit. Karena itu perintahkanlah untuk menjaga
kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin
datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari
antara orang mati, sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya
dari pada yang pertama." Kata Pilatus kepada mereka:
"Ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu
sebaik-baiknya." Maka pergilah mereka dan dengan
bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya.
Secara
tak langsung kematian Yesus yang dikemukakannya sendiri sebagai sebuah hal skriptural
dan merupakan penggenapa skriptural, telah diimani tidak saja secara positif,
tetapi juga secara negatif yang menghasilkan keputusan-keputusan legal, politis
dan historis berdasarkan semata perkataan Yesus. Ini satu-satunya aspek yang
menunjukan bahwa Kematian Yesus melampaui pemerintahan dunia ini dan sekaligus
maut, sebab hal-hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan setiap elemen
politik, penguasa agama dan kekuatan militer adidaya Roma:
1
|
Tuan,
kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga
hari Aku akan bangkit
|
2
|
perintahkanlah untuk menjaga kubur
itu sampai hari yang ketiga
|
3
|
Ini
penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya ."
Maka
pergilah mereka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur
itu dan menjaganya.
|
Bahwa kematian Yesus
dalam otoritas Yesus sendiri dan bukan dalam otoritas maut, pun kembali
merupakan sebuah peristiwa skriptural yang membangkitkan peristiwa politis oleh para penguasa dunia, untuk membungkam
Yesus Kristus. Perhatikan hal ini:
Matius
28:11- 15 Ketika mereka di tengah jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga
itu ke kota dan memberitahukan segala
yang terjadi itu kepada imam-imam kepala. Dan sesudah berunding dengan
tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan
sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata: "Kamu harus mengatakan, bahwa
murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur.
Dan
apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia,
sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa." Mereka menerima uang itu
dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini.
Salah satu hal
penting yang menjadi fokus banyak orang
terkait Yesus adalah: Ia yang berkata bahwa Ia adalah Anak Allah. Sangat
berbeda dengan apa yang diajarkan oleh
Pdt. Dr. Erastus Sabdono yang menafsirkan secara salah Filipi 2:6 sehingga
dikatakannya bahwa Yesus telah melepaskan haknya sebagai Anak Allah, Alkitab
mencatat bahwa orang banyak sangat kerap mendengar bahwa Yesus berkata bahwa Ia
adalah Anak Allah. Bahwa Yesus tidak melepaskan haknya sebagai Anak Allah, nyata
dari respon masyarakat beserta imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua
dalam memandang Yesus yang menurut akal
sehat mereka, inilah saatnya ia bertindak sebagai Anak Allah sebagaimana klaimnya:
Matius
27:39-43 Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan
kepala, mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau
membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak
Allah, turunlah dari salib itu!" Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat
dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: Orang lain Ia selamatkan, tetapi
diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia
turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia
menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah
Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah
Anak Allah."
Di sinilah
kontradiksi bagi manusia ketika gagal memahami relasi diri Yesus terhadap
kematian dirinya sendiri. Manusia memandangnya sebagai ketakberdayaan terhadap
maut, maka dengan demikian rasional untuk melabelkan Yesus dalam kategori ini: “Sebab upah dosa ialah maut” (Roma 6:23).
Dan pemikiran semacam ini memang kuat terlihat pada masyarakat era Yesus
sendiri, saat berkata: “baiklah Allah
menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya!” Semua berpikir
peristiwa yang sedang dialami Yesus adalah bukti “Allah tidak berkenan kepada-Nya.” Dengan kata lain, Yesus berdosa.
Kita harus memperhatikan
Yesus pada bagaimana Ia mengaplikasikan kuasanya sebagai Anak Allah, dan ini
hanya bisa dilakukan hanya jika ia tetap
memiliki dan tak melepaskan haknya sebagai Anak Allah. Beginilah Yesus
mengaplikasikan kuasanya sebagai Anak Allah:
Yohanes
10:17-18 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku
memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun
mengambilnya dari pada-Ku,
melainkan Aku memberikannya menurut
kehendak-Ku sendiri. Aku
berkuasa memberikannya dan berkuasa
mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku."
Sementara
para pemimpin agama dan masyarakat memandang
penderitaan dan kematian Yesus sebagai bukti Yesus adalah manusia
berdosa, atau Allah tidak berkenan kepadanya. Yesus justru sedang menggenapi
apa yang telah lebih dulu diucapkannya yang penggenapannya justru hanya dapat
terjadi jika penderitaan dan kematian atas dirinya berlangsung secara sempurna.
Kuasanya dan haknya sebagai Anak Allah tidak pernah dilepaskannya, bahkan ia
sedang mendemonstrasikan kuasanya dalam kapasitas yang tak terjamahkan oleh manusia:
1
|
Aku
memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali
|
2
|
Tidak seorangpun mengambilnya dari
pada-Ku
|
3
|
Aku
memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri
|
4
|
Aku berkuasa memberikannya
|
5
|
dan
berkuasa mengambilnya kembali
|
Dan
Yesus sendiri sudah menyatakan, dalam hal itu, tak ada problem dosa pada
dirinya yang bagaimanapun juga, sehingga Bapa tidak berkenan kepadanya. Dalam
ia mengalami penderitaan dan kematian, Ia telah menyatakan peristiwa tersebut
adalah: INILAH TUGAS YANG KUTERIMA DARI BAPAKU, bukan sebuah peristiwa maut menelannya sebab dosa ada pada dirinya.
Dalam
hal ini peristiwa penderitaan dan kematian Yesus adalah peristiwa skriptural yang
dilaksanakan oleh Yesus Kristus sebagai Manusia tak berdosa, sehingga senantiasa
berkenan pada Bapa, dan sebagai Anak Allah yang tak pernah satu kali pun melepaskan
haknya sebagai Anak Allah dan itu termasuk terhadap kuasa sebagaimana yang
hanya dimiliki Bapa!
Bersambung….. 'Yesus ADALAH Sebagaimana Sabdanya"
Soli
Deo Gloria
Lampiran:
No comments:
Post a Comment