Oleh: Martin Simamora
Meninjau
Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya"
sebagaimana Diajarkan Pdt. Erastus
Sabdono
serial
menyambut Natal: kemanusiaan Yesus dan relasinya terhadap dosa
dan peristiwa kematian di kayu salib: apakah ia menjadi sama dengan semua
manusia Sehingga berdosa dan membutuhkan pertobatan?
Bacalah lebih
dulu: Benarkah Yesus adalah Manusia Berdosa Karena Ia telah menanggalkan Haknya sebagai Anak Allah, dan dengan demikian Ia telah terpisah sama sekali dari Bapa atau Berdosa?
A. Yesus dan relasinya terhadap dosa
Teks Filipi 2:6
secara definitif memotretkan Yesus dalam sebuah kemanusiaan dan sebuah keilahian yang tak terbayangkan
dan tak terjelaskan dari sudut pandang manusia. Hal ini nampak jelas dari
pernyataan rasul Paulus dalam menjelaskan keilahian Yesus Kristus tak
terputuskan, sekalipun Ia sendiri melakukan tindakan penghambaan bagi dirinya
sendiri, sehingga teks tersebut berbunyi:
“yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”
teks yang hendak
menyatakan dua elemen penting yang tak terpisahkan terkait keilhian Yesus
yaitu:
-dalam
rupa Allah (being in the form of God-KJV)
-milik
(thought it not robbery-KJV)
Ketika rasul Paulus menyatakan siapakah Yesus
Kristus, dengan sebuah permulaan Ia telah ada sejak kekekalan bukan sebagai: salah satu
malaikat yang mulia atau salah satu bentuk keilahian lain yang bersifat atau
mendekati Allah tetapi memang berhakekat Allah atau being in the form of God,
maka sejak titik inilah, kemanusiaan Yesus memiliki kehidupannya. Bahwa
kehidupannya ditentukan dan hanya bersumber dari Ia dalam rupa Allah sebagai Ia
apa adanya sebagaimana Ia ada. Itu sebabnya merupakan kepemilikan yang otentik
dan sebuah kehakekatan: thought it not robbery. Dalam hal ini Paulus sendiri
menyatakan bahwa keilahian Yesus itu, sehingga Ia dikatakan sehakekat dengan Allah
dalam kemanusiaannya, bukan merupakan sebuah pengangkatan Yesus sebagai Allah
atau penggelaran Yesus dengan titel Allah.
Sehingga
menjadi manusia adalah sebuah langkah pra eksistensi Yesus untuk bukan saja mau turun dari tempat yang maha
tinggi, tetapi ia mau mengenakan pada dirinya yang maha mulia sebuah kemanusiaan yang sama sekali tidak dapat
mengkilaukan kemilau kemuliaannya. Itu sebabnya rasul Paulus menuliskan hal
yang tak terpahamkan dari sudut pandang manusia terkait realita tersebut dengan pernyataan: “tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.” Ketika
tindakan Yesus itu dikatakan sebagai “tidak menganggap” pada “equality with God a thing to be grasped (NASB),”
maka kembali yang menjadi fokus adalah tindakan pra inkarnasi Yesus untuk mau
melangkah turun ke tempat yang rendah dari takhtanya yang maha tinggi yang
adalah “equality with God.” Ketika Ia mau turun melangkah oleh kemauannya
sendiri, maka ini adalah tindakan-Nya: “did
not regard equality with
God a thing to be grasped”
(NASB)/ tidak mengganggap kesetaraan dengan Allah sebuah hal yang harus
dipertahankan. Ia melangkah turun ke
bumi ini, meninggalkan kemuliaan-Nya yang maha tinggi yang merupakan kemuliaan
Allah itu sendiri. Inilah titik berdiri memandang kemanusiaan Yesus.
Perendahan
itu tidak berhenti di situ, sebab Ia
melangkah turun dari tempatnya yang tinggi memiliki sebuah tujuan definitif yang
harus dan hanya bisa dilakukan serta digenapi oleh-Nya sendiri ketika Ia mau melangkah turun ke dalam dunia ini: “Dan dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai
mati, bahkan sampai mati di kayu
salib.” Pada Filipi 2:8 inilah, kita menemukan pemikiran Paulus
mengenai kemanusiaan Yesus sebagai tindakan aktif pra inkarnasi Yesus: Ia telah
merendahkan diri-Nya. Dalam hal ini, menjadi manusia bukan semata bertujuan
memperlihatkan Ia mau merendahkan diri, tetapi memiliki tujuan yang hanya dapat
ditempuh hanya ketika Ia mau menjadi manusia. Tujuannya adalah taat sampai mati,
bahkan sampai mati di kayu salib. Yang belakangan ini, merupakan gol yang
diusungnya sejak Ia sendiri memutuskan dan bertindak untuk “tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.” Itu
sebabnya memahami relasi Yesus terhadap ketaatan hingga mati, bahkan sampai
mati di kayu salib menjadi teramat penting.
Hal
yang sama sangat pentingnya juga adalah, pekerjaan Yesus yang harus dilakukan
secara taat sebagai Ia adalah manusia, memiliki tujuan untuk bukan saja Ia
memuliakan Bapa tetapi agar Ia sendiri dimuliakan oleh segenap makluk dalam
kemuliaan yang hanya milik kepunyaan Allah. Bahwa Ia sendiri dimuliakan oleh
segenap makhluk dalam kemuliaan yang hanya milik kepunyaan Allah, nampak jelas
dinyatakan Paulus:
“Itulah
sebabnya Allah sangat meninggikan Dia
dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus
bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada
di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah
Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!”- Filipi 2:9-11
Allah sangat meninggikan
Dia di sini. Di sini kita melihat bahwa Ia yang telah memutuskan:
“tidak menganggap kesetaraan dengan
Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”
Kini
ditinggikan.
Sehingga kita melihat peninggian Yesus Kristus oleh Bapa, bukan sebuah peninggian ke tempat yang sebelumnya tak dimilikinya tetapi pada tempat yang telah Ia tinggalkan sebagai akibat keputusan-Nya untuk melangkah turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Tentu kini kita bisa memahami perkataan Yesus yang sangat membingungkan pendengarnya, yang semacam ini:
Sehingga kita melihat peninggian Yesus Kristus oleh Bapa, bukan sebuah peninggian ke tempat yang sebelumnya tak dimilikinya tetapi pada tempat yang telah Ia tinggalkan sebagai akibat keputusan-Nya untuk melangkah turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Tentu kini kita bisa memahami perkataan Yesus yang sangat membingungkan pendengarnya, yang semacam ini:
“Dan
bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak
Manusia naik ke tempat di mana Ia
sebelumnya berada?”- Yohanes 6:62
Allah
sangat meninggikan Dia sebab Ia memang
layak, dan merupakan kepunyaannyalah untuk menerima kemuliaan yang merupakan
kemuliaan Allah itu sendiri:
“dalam nama Yesus bertekuk lutut
segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!”
Dalam
nama Yesus bagi kemuliaan Allah, Bapa! Kita seharusnya diingatkan oleh
perkataan Yesus sendiri yang menyatakan: menghormati diri-Nya adalah
penghormatan juga kepada Bapa-Nya:
“supaya
semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa
tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.”
Yohanes 5:23
Sehingga
ketika kita membaca Filipi 2:5: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang
terdapat juga dalam Kristus Yesus,” maka menaruh pikiran dan perasaan
yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, sangat erat kaitannya dengan
tindakan pra inkarnasi Yesus: melangkah
turun dari tempatnya yang tinggi ke tempat yang rendah. Sebuah tindakan lebih
dari sekedar kerendahan hati dan merendahkan diri serendah-rendahnya; sebuah
tindakan lebih dari sekedar ketaatan hingga mati, tetapi agar setiap anggota
tubuh Kristus selama di dunia ini, melakukan hal-hal yang hanya dapat dilakukan
oleh manusia kepada sesamanya manusia, yaitu mengasihi dengan kasih Allah yang
besar dan menyampaikan kebar keselamatan dari Allah yang hanya ada di dalam
manusia Yesus Kristus. Itu sebabnya hal ini ditegaskan oleh Paulus dengan
menyatakan:
supaya
dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas
bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah
mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!-
Filipi 2:10-11
Ketika
Paulus mengajak jemaat untuk menaruh
pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam maka jemaat sedang
diminta untuk mau secara totali mau turun ke dalam dunia ini,
dan meninggalkan segenap keberpusatan diri sebagai takhta diri, untuk mengenakan
pada diri sendiri secara sukarela pekerjaan Allah yang hanya dapat dilakukan
jika kita adalah manusia yang memiliki pikiran dan perasaan Kristus: menyatakan
keselamatan dari Allah yang hanya dalam Kristus. Tentu saja dalam hal ini, saya
dan anda turun ke dunia ini, menyatakan apa yang telah dilakukan Yesus pada
peristiwa Salib, dan memberitakan bahwa Ia yang mati di Salib tersebut adalah: “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu
sebagai milik yang harus
dipertahankan.”
Kemanusiaan
Yesus & Relasinya Terhadap Dosa
Dalam Epistel Filipi, sama sekali tidak ada gagasan
bahwa Yesus memiliki relasi terhadap dosa sebagai sebuah “keluarga” atau
sebagai sebuah anggota tubuh yang tak terlihat pada anatomi tubuh manusia.
Tetapi sub judul ini memang harus dimunculkan oleh karena gagasan pendeta Erastus Sabdono yang
berkata:
“Sikap seperti ini telah
ditunjukkan sejak Ia memberi diri dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Matius
3:11). Dengan kesediaan-Nya dibaptis Ia
menyamakan diri-Nya dengan manusia berdosa yang memerlukan pertobatan.
Hal ini dilakukan Tuhan Yesus agar Ia dapat menggenapkan seluruh kehendak
Allah.”
Ada banyak poin yang dapat diangkat dari injil
terkait kemanusiaan Yesus dan relasinya
terhadap dosa. Mari kita melihatnya
A. Yesus dalam pencobaan Iblis
Peristiwa
ini sangat penting karena menunjukan
hakekat kemanusiaan Yesus terhadap bukan saja dosa tetapi terhadap kerja kuasa
pemerintahan iblis. Sehingga kasus ini hanya terjadi pada satu-satunya manusia
Yesus Kristus dan tidak akan pernah terjadi pada manusia lain, oleh karena
siapakah Ia, bahwa Ia adalah: “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (Fil
2:6).”
Kita
harus memahami bahwa “walaupun dalam rupa Allah, tidak menggaggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan” bukan semata gagasan
atau sebuah kredo manusia untuk mengangkat Yesus hingga ke sebuah tempat yang bersifat setara, dimana
sebelumnya Ia tak berada di sana. Pada peristiwa Yesus dalam pencobaan Iblis
merupakan peristiwa yang menunjukan kemanusiaan Yesus bersumber dari “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik” atau dengan kata lain,
bersumber atau datang dari tempat yang tinggi ,dan Ia dalam kemanusiaannya
memang sepenuhnya Anak Allah.
Ia
sebelum masuk ke dalam momen dalam pencobaan Iblis, Ia oleh Bapa telah
dinyatakan adalah:
“pada
waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati
turun ke atas-Nya,” lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi,
kepada-Nyalah Aku berkenan."- Yohanes 3:16-17
Setelah
itu, inilah yang terjadi:
Maka
Yesus dibawa oleh Roh ke
padang gurun untuk dicobai Iblis.-
Matius 4:1
Di
sini kita melihat, memang ada relasi kemanusiaan Yesus terhadap iblis, yaitu
dicobai Iblis. Semua manusia dicobai iblis, dan karena Yesus adalah manusia
juga, maka ia pun mengalaminya. Hanya saja Ia juga tidak sama dengan manusia
karena hanya Ialah satu-satunya manusia yang dibawa oleh Roh Allah sendiri
untuk masuk dalam pencobaan Iblis sebagai “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik.” Hal ini terlihat kuat dalam
peristiwa pencobaan itu sendiri:
Matius
4:2-11
Rupa pencobaan
|
Sebutan bagi Yesus
|
Jawaban Yesus
|
|
1
|
Lalu datanglah si pencoba itu
dan berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya
batu-batu ini menjadi roti."
|
Anak Allah
|
"Ada tertulis: Manusia
hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut
Allah."
|
2
|
Jika Engkau Anak Allah,
jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan
memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas
tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu."
|
Anak Allah
|
Ada pula tertulis: Janganlah
engkau mencobai Tuhan, Allahmu!"
|
3
|
"Semua itu akan
kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku."
|
-
|
"Enyahlah, Iblis! Sebab ada
tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia
sajalah engkau berbakti!"
|
Iblis mengenali
siapakah Yesus? Sebagaimana Bapa telah menyatakan Siapakah Ia dalam kemanusiaan
maka tidak mengherankan jika iblis
mengenali siapakah Yesus sebagaimana Bapa telah menyatakannya di dunia ini
kepada nabi terakhir perjanjian lama, Yohanes Pembaptis.
Sementara iblis
menghendaki agar Yesus melangkah menaiki ke tempat atau posisi kemuliaan-Nya
sebagai Anak Allah dengan memintanya melakukan 3 hal yang hanya dapat dilakukan
oleh Allah dalam kemuliaan penuh-Nya, Yesus
mempertahankan dalam ketaatan yang begitu ilahi agar Ia senantiasa tetap
berada dalam posisi: walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (Fil
2:6) hingga segala sesuatunya genap. Ia Anak Allah namun Ia telah memutuskan
untuk tidak mengganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, sebaliknya Ia menunjukan sebagai manusia yang hidup di dunia ini
maka ia adalah manusia yang memerlukan dan hanya hidup dari firman Allah dan
mengabdi bagi kebenaran firman Allah. Itu sebabnya, alih-alih Ia menjawab
dengan penuh unjuk kuasa, Ia menjawab dengan penuh ketaatan pada firman Allah
yang tertulis, sehingga untuk 3 tantangan iblis tersebut, Yesus menjawab dengan
3 ketaatan pada firman tertulis:
1.ada
tertulis…
2.ada
tertulis…
3.ada
tertulis…
Bisakah
kini kita menangkap maksud dari ajakan rasul Paulus yang berbunyi:
Hendaklah
kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga
dalam Kristus Yesus- Filipi 2:5
Ia
adalah Anak Allah, tetapi Ia telah memustuskan untuk tidak menggangap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan di dunia
ini, di hadapan iblis, dan di hadapan manusia! “Ada tertulis.” Ini adalah
ketaatan yang dimiliki Yesus Kristus dan
seharusnya merupakan ketaatan yang menjadi
pikiran dan perasaan untuk dilakukan sehari-hari. Jadi di sini relasi Yesus
terhadap iblis dan dosa adalah tak bercela dan tak tergoyahkan, sekalipun Ia
memang SANGAT LAPAR:
Dan
setelah berpuasa empat puluh hari dan
empat puluh malam, akhirnya
laparlah Yesus.- Matius 4:2
Kita
dapat bayangkan untuk kondisi ini pada kondisi manusia, tentu saja selain
sangat lapar tentu sangat lemah dan tidak dalam posisi yang optimal agar
segenap dirinya dapat kuat dan kokoh untuk didera berbagai tekanan dan godaan,
tetapi dalam ia sama dengan manusia, ia
sama sekali tidak berdosa, tergodapun tidak! Iblis tidak dapat melihat sedikit saja celah
dalam jiwa manusia Yesus sehingga ia dapat memperbudak Yesus sebagaimana pada
semua manusia. Itu sebabnya iblis harus meninggalkan dia (Matius 4:11)
B. Yesus dan dosa: apakah Ia di
dalam kuasa dosa ataukah di luar jangkauan kuasa dosa
Pertanyaan
relasional semacam ini tentu menarik dan sangat menggoda untuk ditarik sejauh
mungkin, oleh karena teramat sukar untuk tidak tergoda memikirkan kemanusiaan
manusia sebagaimana pada diri anda dan saya. Hal ini memang bisa mengaburkan
dan melemahkan tujuan “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik” bukan sama sekali agar Yesus
menjadi manusia yang lemah dihadapan dosa dan iblis, sebagaimana tadi
dinyatakan dalam peristiwa Yesus dicobai iblis di padang gurun.
Tetapi
daripada berspekulasi pada tubuh kemanusiaan Yesus berdasarkan penolakan
terselebung pada siapakah Yesus dalam Ia adalah manusia, mari kita melihat perkataan dan tindakan Yesus yang frontal
terhadap dosa hingga kuasanya terhadap dosa:
Maka
dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya.
Ketika Yesus melihat iman
mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni." Maka
berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: "Ia menghujat Allah." Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka,
lalu berkata: "Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?
Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu
sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah? Tetapi supaya
kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa"
--lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--:"Bangunlah, angkatlah
tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" Dan orang itupun bangun lalu
pulang. Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang
telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia.- Matius 9:2-8
Pada
kasus ini ada 2 hal sekaligus terkait Yesus:
-
Ia diperhadapkan dengan seorang lumpuh
-
Ia berhadapan dengan kuasa dosa sebagai penyebab kelumpuhan
Terhadap
dua hal tersebut Ia berkata:
-
Percayakah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni
-
di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa
Tetapi
terkait pandangan manusia terhadap Yesus, dalam hal ini bahkan diwakili
beberapa orang ahli Taurat, tindakan Yesus semacam ini telah dikatakan oleh
mereka:
-
Ia menghujat Allah
artinya,
pada eranya, pemikiran bahwa Yesus dapat berdosa dan berdosa memang beredar
luas. Tetapi terkait kasus ini, Yesus membuktikan kemuliaannya untuk menunjukan bahwa Ia tak berdosa dan
bahwa ia memang sebagaimana ia berkata “di dunia ini Anak Manusia berkuasa
mengampuni dosa” dengan tindakan dan perbuatan:
"Bangunlah,
angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" Dan orang itupun
bangun lalu pulang. Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu
memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia”
Salah
satu konsekuensi hebat dari tindakan Dia Pra inkarnasi Yesus merendahkan diri
atau melangkah turun dari tempat-Nya yang tinggi dalam rupa seorang hamba
adalah, ia mengalami perendahan yang tak terbayangkan oleh manusia manapun.
Sementara Ia sehakekat dengan Allah seutuhnya, namun Ia juga adalah manusia seutuhnya.
Yang pertama begitu sukar untuk diterima, sementara yang kedua begitu mudah
untuk dijadikan dasar menghakimi Yesus: Ia
menghujat Allah.
Kita
harus memahami bahwa tindakan dan perkataannya: “di dunia ini Anak Manusia
berkuasa mengampuni dosa,” sama sekali bukan langkah untuk mempertahankan kesetaraannya
dengan Allah, tetapi berkait dengan apakah tujuannya datang dari tempat tinggi
ke tempat rendah ini, dalam rupa manusia. Itu sebabnya, kepada dirinya sendiri,
ia menyatakan dirinya Anak Manusia. Sebuah terminologi yang menunjukan bahwa
kemanusiaannya sama dengan semua manusia. Itu sebabnya sangat berdasar untuk
menyatakan: Ia menghujat manusia. Oleh sebab tidak ada satupun yang dapat memahami apakah tujuannya datang ke
dunia dari tempat tinggi, terkait dosa dan kemanusiaan manusia.
Yesus
berkuasa atas bukan saja dosa tetapi juga penderitaan ketika ia berkata:
“Manakah
lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan
berjalanlah?”
Ia
yang tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan kini
memang benar-benar sama dengan manusia dan memahami apakah penderitaan dan
apakah yang dapat dihasilkan dosa dalam kehidupan manusia dalam tubuh
dagingnya. Ia dapat turut merasakan, memahami dan berempati dalam cara yang tak
terselami oleh jiwa manusia itu sendiri karena tak berdaya, sebagaimana tampak
dalam perkataannya: MANAKAH LEBIH MUDAH. Tentu saja tidak keduanya bagi
manusia, baik untuk berkata dosamu sudah diampuni dan bangunlah atau sembuhlah.
Adakah manusia yang dapat berkata secara pasti dosamu sudah diampuni? Adakah
manusia yang dapat memberikan bukti yang dapat diobservasi bahwa benar sudah
diampuni sebagaimana Ia telah berkata?
Semua
telah melihat pada saat itu, Yesus sebagai manusia, terbukti memang memiliki
kuasa yang sedemikian besar sebagai seorang manusia:
Maka
orang banyak yang melihat hal itu
takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan
kuasa sedemikian itu kepada
manusia.- Matius 9:8
Ya..
Anak Manusia, merupakan gelar yang tidak mengistimewakan Yesus tetapi menegaskan
ia adalah manusia juga sebagaimana manusia. Hanya saja mereka tidak sanggup
melihat bahwa Ia adalah manusia yang
berasal dari Dia yang tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu
sebagai milik yang harus dipertahankan.
C. Yesus dan Kekudusan Jiwa di hadapan
dan di dalam Hukum Taurat
Yesus
tak saja berkata bahwa “di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa”,
tetapi Ia menyatakan bahwa Ia kudus
adanya baik jiwa dan tubuhnya. Bukan semata klaim tetapi dinyatakan sebagai
kebenaran berdasarkan kitab suci. Sebagai manusia Ia telah merendahkan dirinya sehingga
sebagai manusia, satu-satunya dasar untuk menyorot keadaan jiwa adalah oleh
terang firman Allah yang tertulis dan dicatatkan oleh para nabi kudus Allah.
Perhatikan ini:
Janganlah
kamu menyangka, bahwa Aku datang
untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan
untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini,
satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum
semuanya terjadi.- Matius 5:17-18
Teks
ini berbicara tentang apakah tujuan Yesus datang. Lebih lengkap lagi, apakah
tujuannya:
yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya
sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia.- Filipi 2:6-7
sebagaimana
ia bersabda, inilah tujuannya:
Janganlah
kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para
nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya
Jikalau
Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, maka mustahil Ia memiliki relasi dengan hukum Taurat atau kitab para nabi, karena kitab tersebut adalah bagi manusia, bukan
dari Allah bagi Allah.
Lebih
jauh lagi relasinya bukan sebagai yang tak berdaya, tetapi berkuasa untuk
menggenapinya. Kata lain untuk menggenapinya adalah: Ia terbukti tidak berdosa
atau tidak bercela atau tidak memiliki ketakudusan dihadapan firman Allah yang
mahakudus! Jadi ini lebih dari sekedar ketaatan tetapi tentang Ia berkuasa
untuk menggenapinya. Menggenapi di sini memang bukan terbatas pada mentaati
tetapi pada menjawab segala ketetapan Allah didalam hukum Taurat dan kitab para
nabi, yang nyata dinyatakannya saat berkata: Aku datang bukan untuk
meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Itu sebanya setelah itu Ia
berkata tentang penghakiman sebagai yang
datang dari atas dan berkuasa untuk menggenapinya, dengan berkata:
Karena
itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang
paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki
tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan
dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat
yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. Maka Aku berkata kepadamu: Jika
hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan
Sorga.- Matius 5:19-20
Pada
bagian yang saya beri penekanan dengan huruf tebal merupakan kata lain dari:
tidak ada satupun manusia berdasarkan pemenuhan hukum Taurat dapat masuk ke
dalam Kerajaan Sorga. Ini sebetulnya menjelaskan bentuk penghakiman tersirat
pada manusia dalam relasinya terhadap hukum taurat”
1. siapa yang
meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil. Ini menunjukan pada
bagaimana bentuk penggenapan oleh Yesus yang tak dapat dilakukan oleh manusia
karena tak berdaya untuk sempurna
2. Jika
hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi. Artinya memang tidak ada satupun manusia di hadapan Yesus memenuhi kriteria Taurat.
Ini adalah penghakiman yang bersifat permanen, itu
sebabnya dan menjelaskan mengapa Yesus bersabda:
Janganlah kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk
meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk
meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya
Mengapa perlu “Ia yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia,” itu karena
tak ada satupun manusia yang dapat menggenapi hukum Taurat tanpa sama sekali
ada perubahan dan pelencengan atau kemelesetan yang tak tergeserkan sedikitpun
di sepanjang abad dunia ini. Itu sebabnya
Yesus bersabda:
Sesungguhnya
selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak
akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi- Matius 5:18
Sekarang Yesus begitu
jelas menunjukan, mengapa dan untuk apa Ia datang dari tempat tinggi-Nya ke
dalam dunia ini dalam rupa seorang manusia, sehingga sama dengan kita.
D. Yesus dan Ketakbercelaan Jiwa
Manusianya
Semakin
menarik memang, ketika kita menggali berbagai kemungkinan kemanusiaan Yesus
untuk membuktikan ia manusia sejati. Apakah ia memiliki hasrat seksual?
Sebagaimana manusia pasti ya. Tetapi sekudus apakah dan sekuat apakah agar
bukan sebuah kecemaran bagi dirinya" Hal ini terjawab ketika Yesus
berkata “Aku datang untuk menggenapi hukum Taurat” maka kemuliaan jiwa yang
sehakekat dengan kekudusan hukum Taurat akan nampak pada perkataan dan
perbuatannya. Perhatikan hal-hal ini:
Kamu
telah mendengar firman: Jangan berzinah.
Tetapi Aku berkata kepadamu:
Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di
dalam hatinya. Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan
buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa,
dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu
yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik
bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh
masuk neraka.- Matius 5:27-30
Jika
memandang seorang wanita, siapakah manusia yang dapat menghakimi bahwa didalam
ia memang bukan sekategori dengan perbuatan zina. Ini bukan memandang dan
tertarik sehingga menginginkannya sebagai seorang isteri dalam sebuah hubungan
yang sehat dan benar. Siapakah yang tahu isi jiwa seorang manusia bahwa ia
tidak dalam hasrat senilai dengan perbuatan zinah? Yesus sedang membawa
penggenapan hukum Taurat yang memancarkan kemuliaan kehidupan kudus sejak
didalam jiwa seorang manusia. Hanya manusia tak berdosa dan tak dalam
penguasaan dosa, sanggup memancarkan kemuliaan hukum taurat dalam cara seperti
ini. Hanya Yesus, karena pada manusia lain, hukum taurat hanya menghasilkan
maut!
Dan
sebetulnya pada keseluruhannya, Yesus sedang membicarakan kesempurnaan
Bapa-Nya:
“Karena
itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah
sempurna."- Matius 5:48
Di
dunia ini, satu-satunya bukti bahwa ada manusia yang dapat sempurna seperti Bapa
di sorga adalah Yesus. Sempurna, artinya: tak bercela, tak menyimpang dan tak
ada yang terluputkan satupun untuk dilakukan dan ditaati, atau:
“satu
iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat”- Matius 5:18
Sempurna seperti Bapa juga berhubungan dengan
totalitas jiwa dan apakah yang dilayani tubuhmu-siapakah yang memerintah tubuh ini. Yesus terkait ini
berkata:
Janganlah
kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para
nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.-
Matius 5:17
Sampai Yesus datang ke
dunia ini, barulah hukum taurat tergenapi, dan setiap
manusia memiliki dasar untuk memiliki relasi dengan hukum Taurat, bukan sebagai
manusia terkutuk tetapi sebagai manusia yang telah memiliki dasar untuk
memiliki hubungan yang tidak perlu melakukan:” meniadakan
salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil” demi mengejar kesempurnaan
yang bercela, karena Yesus telah datang untuk menggenapinya. Sehingga ajakan “Karena
itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna”
mengacu pada Ia adalah Sang Penggenap, sehingga setiap manusia si dalam Kristus, dapat memiliki
dasar untuk mengejar kesempurnaan seperti Bapa di sorga adalah sempurna sebagai sebuah dinamika kehidupan anak-anak yang ber-Bapa-kan Bapa di sorga.
Karena
itulah Ia datang ke dalam dunia menjadi sama dengan manusia, agar siapapun
ia manusia dapat datang kepada-Nya dan belajar pada-Nya bagaimana dapat menjadi
sempurna seperti Bapa di sorga, sebagaimana Ia telah menggenapinya. Hanya yang
tak berdosa dan tak bercela, dengan demikian, dapat memilikinya. Satu-satunya
modal dasar untuk dapat menjadi sempurna seperti Bapa, pertama: kuduslah
sebagaimana Bapa, yang tak pernah sama sekali berdosa dan memiliki potensi dosa
yang bagaimanapun- sebagaimana pada Yesus Sang Mesias.
E. Yesus, Siapakah Dia terhadap
Problem Dosa?
Untuk
apakah Yesus datang ke dunia pada tujuannya, sangat erat kaitannya pada bagaimana
agar manusia dapat memiliki kekudusan sehingga dapat menjadi sempurna seperti
Bapa, paling tidak pada kekudusan. Sebab selama manusia memiliki celah kecil
saja dan bisa jadi bagi manusia tidak kelihatan atau terlihat sebuah hal berdosa dalam hidup ini, seperti: “menghilangkan bagian terkecil hukum Taurat”
sebagaimana dilakukan oleh para guru Taurat Yahudi, maka mustahil untuk
memiliki relasi yang harmonis dengan Bapa dan apalagi mengejar kesempurnaan
seperti Bapa kita di sorga adalah sempurna adanya!
Sehingga
tujuan Yesus datang ke dalam dunia ini dalam kebenaran walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan
(Fil 2:6), pasti harus menanggulangi ketakberdayaan manusia terhadap dosa dan
ketakudusan jiwa dan apalagi tubuh:
Markus
2:16-17 Pada waktu ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat, bahwa Ia makan dengan pemungut cukai dan orang
berdosa itu, berkatalah mereka kepada murid-murid-Nya: "Mengapa Ia
makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus
mendengarnya dan berkata kepada mereka: "Bukan orang sehat yang memerlukan
tabib, tetapi orang sakit; Aku datang
bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."
Ini
begitu dramatis bagi semua manusia. Karena pada saat Ia berkata “Aku datang
bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” maka sebenarnya tak
ada satupun dapat dikatakan sebagai orang benar berdasarkan taurat. Bukankah
Yesus telah bersabda: Aku datang untuk menggenapi hukum taurat atau kitab para
nabi dan baik jemaah dan pemimpin agamanya tidak satupun dapat masuk ke dalam
Kerajaan Sorga:
Jika hidup
keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga
Ia
bahkan mengecam pemimpin agama sebagai penghantar jiwa kepada maut:
Celakalah
kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang
munafik, sebab kamu mengarungi lautan
dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut
agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu
menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri.-Matius 23:15
KJ:
Woe unto you, scribes and Pharisees, hypocrites! for ye compass sea and land to
make one proselyte, and when he is made, ye make him twofold more the child of
hell than yourselves.
NIV:
"Woe to you, teachers of the law and Pharisees, you hypocrites! You travel
over land and sea to win a single convert, and when you have succeeded, you
make them twice as much a child of hell as you are.
NASB
"Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites, because you travel around
on sea and land to make one proselyte; and when he becomes one, you make him
twice as much a son of hell as yourselves.
Tidak ada yang benar, satupun tidak. Sehingga memang menjadi sempurna seperti Bapa merupakan problem kekal manusia, jika saja Yesus dalam kedatangannya bukan dia adalah: Dia yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (Fil 2:6). Tanpa perendahan diri oleh-Nya sendiri, maka Yesus tidak berkuasa sedikitpun untuk memanggil orang berdosa untuk mengalami kesembuhan dari perbelengguan dosa. Memanggil orang berdosa adalah tindakan Yesus berdasarkan Ia adalah: Anak Manusia yang Berkuasa Mengampuni Dosa.
Bersambung
ke… “Yesus dan relasinya dengan kematian di kayu salib”
Ia telah merendahkan diri-Nya dan
taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah
sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama-
Filipi 2:8-9
Soli
Deo Gloria
Lampiran:
No comments:
Post a Comment