Oleh: Martin Simamora
Meninjau
Ajaran "Yesus dapat Berdosa Namun Memilih Tidak Melakukannya"
sebagaimana Diajarkan Pdt. Erastus
Sabdono
serial menyambut Natal:
Benarkah Yesus adalah Manusia Berdosa
Karena Ia telah menanggalkan Haknya sebagai Anak Tunggal dan dengan demikian Ia
telah terpisah sama sekali dari Bapa atau Berdosa?
Bacalah
lebih dulu: “Yesus dapat Berdosa Karena Memang Ke-Natal-an Yesus Bertujuan Menjadi Sama denganManusia Berdosa yang Membutuhkan Pertobatan”
Pesan
substantif yang hendak dinyatakan oleh
pendeta Dr.Erastus Sabdono adalah, bahwa Yesus telah melepaskan haknya sebagai Anak Allah,
tepatnya begini ia menuliskan pemikirannya: ”Teks ayat 6 itu hendak menjelaskan
bahwa Yesus Kristus telah melepaskan
hak-Nya sebagai Anak Allah.” Bagian yang saya beri penekanan dangan
huruf tebal dan garis bawah merupakan pernyataan yang tidak main-main pada siapakah Yesus setelah itu, dimana
setelah
itu dalam pemikiran pendeta Erastus terletak atau berada dalam bingkai “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.”
Pendeta Erastus, bukan
sekedar melakukan tafsirnya bahwa Filipi 2:6 bermakna “Yesus telah melepaskan
haknya sebagai Anak Allah” tetapi melalui sejumlah analisa kata pada teks ayat 6 tersebut, ia mengisi makna “melepaskan
Anak haknya sebagai Anak Allah” lebih dari sekedar dari sorga turun ke
bumi dalam rupa manusia, sebab ia
membawa Yesus dalam tafsirannya sebagai Yang dari sorga
turun ke bumi dalam rupa manusia menjadi sama dengan manusia berdosa dan membutuhkan
pertobatan. Ini sendiri memiliki implikasi bahwa Yesus sendiri dengan demikian
jikapun ia adalah ilahi, ia memiliki aspek kecemaran dosa sehingga tidak lagi sehakekat dengan Bapa dalam Ia telah menjadi manusia. Hal
yang akan saya tinjau juga pada bagian-bagian mendatang atau pada serial terpisah.
Tetapi, saya juga mau
memberikan catatan penting, sebetulnya analisa kata dan teks yang dilakukannya
tidak begitu bernilai dan apalagi membantu memahami teks secara jujur, karena
analisa kata yang dilakukannya, pada kenyataannya dibangun isolatif terhadap
seluruh gagasan teks terhadap teks-teks
terdekatnya. Ini sendiri menjelaskan mengapa Yesus kemudian
baginya adalah manusia berdosa yang membutuhkn pertobatan.
Untuk menolong, mari
kita membaca kembali teks Filipi 2:6:
LAI:
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu
sebagai milik yang harus dipertahankan
Lalu , mari kita
bandingkan dengan:
KJ:
Who, being in the form of God, thought it not robbery to be equal with God:
[Dia
yang berwujud dalam rupa Allah, tidak menggangap itu adalah tindakan merampas
kepunyaan orang lain untuk menyamakan
dirinya dengan Allah]
ISV:
In God's own form existed he, and shared with God equality, deemed nothing needed grasping.
[Dalam
wujud kepunyaan Allah sendiri ia telah ada, dan turut serta memiliki kesetaraan
dengan Allah,tidak menggapnya perlu dipegang erat-erat]
NASB:
who, although He existed in the form of God, did not regard equality with God a thing to be grasped,
[yang
walaupun Dia telah ada dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan
Allah adalah sebuah hal yang harus dipegang erat-erat]
Saya sengaja memilih
versi KJ, ISV dan NASB pembanding terhadap LAI, karena analisa kata dan teks
yang dilakukan oleh pendeta Erastus, memunculkan dan menggunakan kata-kata
dalam bahasa Inggris yang juga digunakan dalam versi-versi tersebut. Jadi,
tidak ada yang baru sebetulnya. Apa
yang terlihat menjadi “baru dan berbeda”
dimulai pada bagaimana ia merekonstruksi Filipi 2:6: “His
being on an equality with God no (act of) robbery or self arrogation,
claiming to one’s self what does not belong to him”-- Atau
kalau saya terjemahkan (karena ia tidak menterjemahkannya) akan berarti: Hakekat-Nya pada sebuah
kesetaraan dengan Allah bukan merupakan sebuah tindakan merampas kepunyaan
orang lain atau arogansi diri,
mengklaim menjadi diri milik seseorang yang bukan milik kepunyaannya-- sehingga dimaknakannya
atau disimpulkannya
begini:
“dari
analisis teks ini tersimpulkan bahwa
Yesus tidak menganggap
keberadaan-Nya yang mulia sebagai sesuatu yang berharga sehingga Ia
mempertahankan-Nya (a thing to be grasped), tetapi dengan rela melepaskannya,”
Dalam penyimpulan
tersebut, pendeta Erastus telah
memaknakan dan menafsirkan diri Yesus
terkait dengan: kesehakikatannya dengan
Allah dan Ia secara sukarela tidak
mempertahankannya sebagai:
-tidak menganggap keberadaan-Nya yang
mulia sebagai sesuatu yang berharga
-karenanya
tidak perlu dipertahankan
-dan
dengan rela melepaskannya
Tetapi
apakah wujud otentiknya, menurut pendeta Erastus Sabdono adalah: “Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya
sebagai Anak Allah.”
Benarkah
Filipi 2:6 bermakna: Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah? Apakah makna melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah?
2.Filipi 2:6: benarkah Yesus
Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah adalah:
Yesus menyamakan
diri-Nya dengan manusia berdosa yang memerlukan pertobatan?
Pendeta
Erastus kemudian mengisi makna apakah
maksudnya “Yesus Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah.” Sehingga pernyataan ini menjadi definitif dalam
pemikiran dan berdasarkan tafsirannya.
Beginilah
Ia mengisi makna untuk pernyataan tersebut:
“Sikap seperti ini telah
ditunjukkan sejak Ia memberi diri dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Matius 3:11).
Dengan kesediaan-Nya dibaptis Ia menyamakan diri-Nya dengan manusia berdosa
yang memerlukan pertobatan. Hal ini dilakukan Tuhan Yesus agar Ia dapat
menggenapkan seluruh kehendak Allah.”
Perhatikan, yang dimaksud dengan "sikap seperti ini" adalah: “Yesus
Kristus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah” yang isi atau makna dari sikap semacam itu telah menunjukan Yesus Kristus adalah:
-Ia
menyamakan diri-Nya dengan manusia berdosa
-Ia
menyamakan diri-Nya sebagai manusia yang memerlukan pertobatan
Dengan
kata lain, Filipi 2:6 adalah sikap Yesus melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah adalah
tindakan Yesus menjadikan dirinya sendiri manusia berdosa dan manusia yang
memerlukan pertobatan. Secara grafis,
maka Yesus ketika menjadi manusia adalah
sebagai berikut:
Apakah benar
Filipi 2:6 terkait “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan” adalah Yesus Kristus
menanggalkan haknya sebagai Anak Allah dalam
wujud otentik Ia telah menjadi sama dengan manusia berdosa dan
karenanya menjadi manusia yang membutuhkan pertobatan? Sebagaimana
diajarkan oleh pendeta Erastus Sabdono.
Kita
harus tahu bahwa Filipi 2:6 bukanlah teks yang terisolasi, dan Rasul Paulus
sendiri tidak member ruang bagi sebuah spekulasi yang berbahaya terhadap apakah
makna atau lebih tepatnya, apakah sesungguhnya yang terjadi dan merupakan wujud otentik untuk “walaupun
dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik
yang harus dipertahankan?”
Di
sini ada 2 hal penting yang memerlukan penjelasan: pertama, apakah yang terjadi sesungguhnya terhadap
pra-inkarnasi Yesus sehingga Paulus menuliskan “walaupun dalam rupa Allah,
tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan”; dan kedua,
apakah wujud atau realita dari tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Pada Filipi 2:7 yang
merupakan kontinuitas tak terpisahkdan dari 2:6 kita akan membaca sebagai
berikut:
LAI: melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
KJ:
But made himself of no reputation, and took upon him the form of a servant, and
was made in the likeness of men:
[tetapi telah membuat dirinya sendiri tanpa reputasi, dan mengambil bagi dirinya sendiri rupa
seorang hamba, dan telah dibuatkan dalam keserupaan manusia]
ISV:
Instead, poured out in emptiness, a servant's form did he possess, a mortal man
becoming. In human form he chose to be,
[sebaliknya,
telah dituangkan dalam kekosongan, rupa milik seorang hamba telah ia miliki,
menjadi seorang manusia biasa. Dalam rupa manusia ia memilih menjadi,]
NASB:
but emptied Himself, taking the form of a bond-servant, and being made in the
likeness of men.
[tetapi
telah mengosongkan dirinya sendiri, mengambil rupa seorang hamba yang
sepenuhnya mengabdi pada tuannya, dan telah dibuat naturnya dalam keserupaan
manusia]
Sehingga di sini kita
bisa menjawab: pertama, pra-inkarnasi
Yesus adalah sehakikat dengan Bapa, dan telah memilih untuk tunduk pada apa
yang akan Bapa lakukan terhadap-Nya yaitu: Ia harus “tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,”; kedua,
wujud dari apa yang akan Bapa lakukan terhadap-Nya adalah “mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia.” Di sini ada hal sangat penting, yaitu:
pengosongan diri-Nya dilakukan oleh-Nya
sendiri sebagai sebuah ketaatan kepada Bapa
yang wujudnya adalah mengambil
rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Ini sendiri tidak
memiliki gagasan menjadi manusia berdosa terkait pengosongan diri selain mengambil
rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Ia mengambil natur
manusia bagi dirinya sendiri sehingga ia menjadi bertubuh manusia sejati.
Sekarang,
tetap ada satu pertanyaan besar terkait “mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia, yaitu apakah dengan demikian Yesus menjadi sama
dengan manusia berdosa dan membutuhkan pertobatan? Apakah dengan bertubuh
manusia sejati maka dengan demikian Ia memiliki
kesejatian relasi dengan dosa sebagaimana pada semua manusia?
Ini hanya dapat
dijawab dengan mengetahui apakah tujuan
Bapa terhadap Yesus yang mengosongkan dirinya dan menjadi sama dengan manusia.
Ini dapat kita temukan pada:
Filipi
2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia,
Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu
salib.
KJ:
And being found in fashion as a man, he humbled himself, and became obedient
unto death, even the death of the cross.
[dan
dijumpai dalam wujud seorang manusia, ia telah merendahkan dirinya sendiri, dan
telah menjadi taat hingga pada kematian, bahkan kematian pada salib]
NASB:
Being found in appearance as a man, He humbled Himself by becoming obedient to
the point of death, even death on a cross.
[dijumpai
dalam kehadirannya sebagai seorang
manusia, Ia telah merendahkan dirinya sendiri dengan menjadi taat hingga peristiwa kematian, bahkan mati di atas
sebuah salib]
Di sini manusia Yesus
menjadi diketahui apakah tujuannya:
“yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”- Filipi
2:6-7
Mengapa dan apakah
pentingnya Ia menjadi manusia, menjadi jelas. Bukan agar ia dapat menjadi sama dengan manusia berdosa dan
memerlukan pertobatan. Sebaliknya, semua pembaca Alkitab akan melihat sebuah
relasi ekslusif yang sedang dibangun oleh rasul Paulus, karena ia mengaitkan
Filipi 2: 6 tersebut dengan: menjadi
manusia agar Ia dapat mengalami kematian yang secara spesifik merupakan
kematian di atas salib. Secara substansi, tubuh kemanusiaan Yesus di tangan
Bapa memiliki sebuah tujuan atau maksud di tangan Bapa, bukan di tangan Yesus
sendiri sebagai Dia yang telah mengosongkan dirinya. Kalau Yesus berelasi kuat
dan eksklusif terhadap kematian dan mati
di atas salib maka kemanusiaan Yesus secara absolut tunduk melayani Sang Bapa.
Tak mengherankan jika kata “hamba” bagi Yesus adalah doulo atau bond slave atau
budak yang terikat melayani tuannya. Siapakah tuan dari tubuh atau manusia
Yesus itu sendiri? Apakah perhambaan dosa dan maut? Jelas tidak tetapi tubuh
atau kemanusiaan Yesus berhambakan atau mengabdi kepada Bapa saja yaitu
melakukan kehendak Bapa yang hanya dapat dilakukannya hanya jika ia menjadi
sama dengan manusia untuk dapat mengalami kematian-mati di kayu salib: “Dan
dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai
mati, bahkan sampai mati di kayu salib”- Fil 2:8. Itu sebabnya Alkitab LAI
menuliskan peristiwa salib itu terkait dengan “dalam keadaan sebagai manusia.” Dalam keadaan sebagai manusia itu
sendiri adalah sebagai akibat “walaupun
dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik
yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia.” (Filipi 2:6-7). Kemanusiaan manusia
Yesus sendiri, dengan demikian sungguh berbeda dengan semua manusia lainnya
sekalipun sama karena terjadinya manusia Yesus keberasalannya dari “tindakan
Dia yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.”
Bahwa Ia dalam kesetaraannya dengan Bapa mau berdasarkan kehendaknya
sendiri mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia.
Artinya
apa?
Dia tidak menanggalkan sama sekali
Siapakah atau Hakekat Ilahi-Nya yang telah dimilikinya bersama Bapa sejak sebelum
berinkarnasi, tetapi inilah yang terjadi: sementara
Ia sendiri dalam rupa Allah yang memiliki kesetaraan dengan Allah, berkehendak
secara sukarela mengambilkan bagi dirinya sendiri rupa seorang hamba, sehingga
sekalipun Ia sendiri adalah Allah, Ia
masuk ke dalam dunia mengenakan tubuh manusia sejati untuk
mengalami kematian dalam maksud dan rancangan Allah, bahkan sebelum
Ia sendiri menjadi manusia dan saat Ia masih bersama dengan Bapa- ia menjadi manusia, ia akan mengalami
kematian dan bagaimana caranya ia akan mati telah ditetapkan dalam kekekalan
dengan demikian-, sebab Paulus mengaitkan kematian dan kematian di kayu
salib secara langsung dengan: “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,” (Filipi
2:6). Secara grafis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kita harus mengerti,
tidak mungkin Anak Tunggal Allah bisa mengalami kematian jika Ia mempertahankan
kesehakekatan-Nya dengan Allah sehingga tidak mau mengenakan pada-Nya tubuh
seorang hamba, seorang manusia sama seperti kita, hanya saja Ia sendiri
bertuankan pada Bapa dalam Ia mengalami pengosongan diri yaitu mengenakan
kemanusiaannya sementara Ia sendiri
sehakekat dengan Allah.
Sebagai pembanding
terhadap Filipi 2:6, Surat Kepada Orang Ibrani sendiri, secara khusus menjelaskan
apakah tujuan Ia telah menjadi manusia dan
bagaimana Ia menjadi manusia:
Ibrani
10:5-9 Karena
itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: "Korban dan persembahan tidak
Engkau kehendaki--tetapi Engkau telah
menyediakan tubuh bagiku--. Kepada korban bakaran
dan korban penghapus dosa Engkau
tidak berkenan. Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada
tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku." Di atas Ia
berkata: "Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa
tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya" --meskipun dipersembahkan
menurut hukum Taurat--. Dan kemudian kata-Nya: "Sungguh,
Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu." Yang pertama Ia hapuskan, supaya
menegakkan yang kedua.
Rasul Paulus terkait
Filipi 2:6, telah memberikan penjelasan mengapa Ia telah mengosongkan dirinya
dan menjadi manusia, bahkan secara definitif hal itu ditautkan dengan apa yang
harus dilakukan Yesus sebagai manusia dan dalam ketaatan: mengalami kematian. Bukan sembarang kematian,
tetapi kematian dalam rancangan-Nya: pada salib. Semua itu hanya tergenapi jika
Ia mau menjadi manusia, dan peristiwa salib itu sendiri, yang diangkat oleh
Rasul Paulus, akan menunjukan bahwa Yesus harus melakukan sebagaimana
dituliskan Paulus dalam Filipi 2:6, bukan agar sama dengan manusia berdosa
dan membutuhkan pertobatan.
Tidak pernah
sebagaimana dipikirkan oleh pendeta Erastus, karena Rasul Paulus tidak pernah
mengajarkan Yesus sebagai manusia berdosa yang membutuhkan pertobatan. Problem
terbesar yang dimiliki oleh pendeta Erastus: ia mengisolasikan Filipi 2:6 dari
penjelasan-penjelasan oleh ayat-ayat
terdekatnya, dan menggantikannya dengan kesimpulan yang dibangun berdasarkan
analisis kata pada teks yang terisolasi dari keseluruhan gagasan pada Filipi 2:6 yang turut dibangun oleh ayat-ayat
terdekatnya.
Filipi
2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Lampiran:
No comments:
Post a Comment