Oleh: Martin Simamora
Meninjau Ajaran "Yesus dapat Berdosa
Namun Memilih Tidak Melakukannya" sebagaimana Diajarkan Pdt. Erastus Sabdono
(Bagian ini Selesai)
serial
menyambut Natal: Yesus
dan relasi kematiannya di kayu salib: Bukan karena Ia telah menjadi manusia
berdosa sehingga mengalami maut, dan karena melepaskan haknya sebagai Anak
Allah
Bacalah lebih
dulu: “bagian sebelumnya”
Memperbincangkan
kemanusiaan Yesus dalam sudut pandang kemanusiawian setiap manusia yang sejak
perjanjian lama dikatakan sebagai kecenderungan hatinya semata-mata berdosa:
Ketika
dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala
kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,- Kejadian 6:5
Betapa
liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu:
siapakah yang dapat mengetahuinya?- Yeremia 17:9
Dan
karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan
mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang
tidak pantas: penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan
kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan
kefasikan. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar,
congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak
berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.- Roma
1:28-31
Kata-Nya
lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab
dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan,
pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan,
kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal
jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."- Roma 1:20-23
Maka memang sangat berdasar bagi siapapun untuk memiliki
prasangka alami: jika dikatakan Yesus menjadi sama dengan manusia, maka ia tak
terbebaskan dari natur kemanusiaan semua manusia terhadap kedagingan yang dihidupi oleh pemerintahan
maut. Bahkan sangat berdasar dan tak terbantahkan, andaikata saja Alkitab
sendiri tidak pernah menunjukan bahwa perjanjian lama, Yesus Kristus, para
rasul-Nya tidak menarik garis pemisah yang begitu tajam untuk memisahkan Yesus dari
semua manusia pada natur keberdosaan sehingga takluk pada pemerintahan maut. Andaikan tidak, maka
memang Yesus pasti juga merupakan obyek dosa. Tetapi pada Alkitab kita
menemukan begitu benderang sebuah garis pemisah yang teramat tajam yang
mengakibatkan cara pandang kita terhadapnya harus dilakukan secara berhati-hati
supaya tidak dibangun berdasarkan
pemahaman, asumsi dan definisi yang dibangun diatas kemanusiaan setiap
manusia yang mengabaikan setiap hal yang ditunjukan Kitab Suci terhadap Yesus.
Ini penting! Bukankah Yesus sendiri berkata bahwa Ia memang adalah Mesias sebagaimana yang
dinyatakan Kitab Suci dan Ia melakukan segenap hal yang dinyatakan Kitab Suci,
bahkan diujikan pada nabi terakhir perjanjian Lama dan kepada Musa yang telah
menuliskan kitab-kitab: