ET’PATAH ISCS
Jum’at, 28 Desember 2018
DIALOG IMAJINER
ST. NICOLAS DARI MYRA DAN PATRIARKH DEMETRIUS I DARI ALEXANDRIA:
25 DESEMBER KELAHIRAN DEWA MATAHARI?
(Tulisan Pertama dari Dua Tulisan)
Oleh Dr. Bambang Noorsena
1.
KILAS BALIK
St.
Demetrius I
(Arab: البابا ديمتري الأول “Albaba Dimitri al-Awwal”), adalah Patriarkh
Gereja Alexandria dan penerus yang ke-12 dari takhta suci Rasul Markus,
wafat pada tahun 232. Sedangkan St. Nikolas dari Myra (yang lebih populer
dikenal Santo Nikolas) adalah seorang Uskup yang terkenal dermawan, dan
salah satu dari 318 peserta konsili ekumenis di Nikea tahun 325. Konsili
ekumenis (المجمع المسكونيه “al-Majma' al-Maskuniyyah”) pertama
ini, selain dengan tegas merumuskan posisi Kristus sebagai Putra (Firman)
Allah “dilahirkan tidak diciptakan” (genitum non factum), juga
mengakhiri kontroversi mengenai perayaan Paskah.
Karena
perjuangan imannya, St. Nicolas pernah dipenjarakan di bawah pemerintahan Kaisar
Dioklesianus. Sebagai seorang peserta Konsili, St Nicolas tentunya sangat
paham pemikiran-pemikiran Paus Demetrius I, yang akhirnya diterima oleh
konsili, khususnya penyeragaman perayaan Paskah “kebangkitan Kristus”,
sebab sebelum itu sebagian gereja masih mengikuti Paskah “exodus dari
tanah Mesir” yang jatuh setiap 15 Nisan, warisan kalender Yahudi.
2.
SINTERKLAS
Dari
Yerusalem surgawi, dialog imajiner ini dimulai, ketika kedua pahlawan
iman itu saling bertemu:
† : “Shabah alkhair. Selamat pagi, Ya Qadasah
albaba” (His Holines), sapa St. Nicolas dari Myra.
‡ : “Shabahan nour. Selamat pagi juga,
Saudaraku”, jawab Patriarkh Dimitri ramah.
“Bagaimana
kisahnya sampai orang memanggilmu Sinterklas?”, tanya Patriarkh Alexandria,
setelah keduanya saling sapa dengan kabar damai.
† : “Dulu”, jawab St. Nicolas rileks tetapi hormat
kepada seniornya itu, “Saya sering berbagi berkat dengan semua orang, khususnya
anak-anak”.
‡ :“Emm”, Patriarkh Dimitri menyimak serius.
Taman asri yang juga disebut بستان القديسين
“Bustān al-Qiddīsīn” (Taman orang-orang kudus) di Yerusalem
surgawi, dalam diam menjadi saksi bisu dialog keduanya, kata demi kata, tema
demi tema.
† : “Mereka menyebutku Saint Nicolas, wahai
Qadasah Albaba”, lanjutnya, “lama-lama orang mengejanya Sinterklas”.
‡ : “Ya, ya. Lalu anak-anak kami di Mesir
menyebutmu Baba Noel, karena engkau selalu hadir di pikiran anak-anak di
malam Natal”, kata Sang Patriarkh.
†&‡ : Keduanya lalu memandang dunia yang sedang
merayakan Natal, dari Vatican pusat yurisdiksi gereja St. Nicolas saat itu,
Yerusalem, Antiokia, Konstantinopel (sekarang Istanbul), hingga ke Katedral
“Mar Marqus” di Abbasiya, pusat takhta suci Alexandria sejak zaman Rasul
Markus, dilanjutkan sampai hari ini. Patriarkh Dimitri I mengenang Mesir,
Gereja Ortodoks Koptik yang digembalakannya antara tahun 189 hingga wafatnya
tahun 323.
† : “Banyak orang salah paham dengan Sinterklas”,
kata St. Nicolas serius. “Kaum non-Kristiani menganggap itu bagian akidah kita,
seolah-olah topi merah dan asesoris Natal yang sebenarnya budaya, dianggapnya
ancaman bagi kemurnian iman atau aqidah mereka”.
‡ : Santai saja, sabar, sabar, dan sabar.
† : “Saya merasa salah, wahai Qadasah Albaba,
sebab saya malah dituduh oleh kaum Kristen scripturalis mengggeser
posisi Kristus yang Natal-Nya kita rayakan”, lanjut St. Nicolas dari Myra.
‡ : “Tidak usah merasa bersalah begitu, Baba Noel.
Setiap agama itu selalu ada upaya kontekstualisasi atau inkulturasi. Syukurlah
di gereja yang didirikan oleh para rasul Kristus sampai hari ini bisa dibedakan
mana yang budaya, mana yang urusan agama”, jelas Patriarkh Gereja Koptik di
Alexandria itu. St. Nicolas yang terus menyimak tausiah Sang Patriarkh,
menghela nafas panjang, lega rasanya.
‡ : “Tugas sejarah kita sudah selesai, Baba Noel.
Justru kita harus terus berdoa untuk saudara-saudara kita, gereja yang masih
berjuang dalam ziarahnya di dunia”, kata-kata Baba Dimitri begitu sejuk, lebih
dari tetes-tetes embun pagi di dedaunan Yerusalem surgawi.
Sungguh
benar yang dikatakannya. Sinterklas dan pohon Natal (apalagi yang bersalju, itu
hanya budaya Kristen Eropa), sama sekali bukan bagian dari ritus gereja.
Seperti kupatan, bedug dan baju koko yang di Indonesia
dikenal sebagai “copy rights”-nya Islam, juga tidak ada di Mekkah
dan Madinah, tanah air Islam mula-mula. Jadi, Sinterklas yang bagi-bagi
hadiah kepada anak-anak adalah sekularisasi dari sosok historis St.
Nikolas dari Myra yang terkenal dermawan itu.
3.
ASAL-USUL PERAYAAN NATAL 25 DESEMBER
† : “Lalu bagaimana asal-usul perayaan Natal 25
Desember, ya Qadasah Albaba?”, St. Nicolas membuka tema yang baru.
‡ : “Itu
berkaitan dengan tuduhan Natal sebagai penyembahan dewa Matahari, Baba Noel?”,
sang Patriarkh balik bertanya.
† : “Betul, betul, ya Qadasah Albaba!”, St.
Nicolas mengangguk.
‡ : “Harus ditekankan”, kata Patriarkh, “tidak
ada secuilpun bukti historis bahwa 25 Desember
sebagai perayaan Natalis Sol Invictus (Dewa Matahari Tak Terkalahkan)
sebelum abad IV M.
† : “Kapan kultus Dewa Matahari mulai di Roma?”,
kejar St. Nicolas.
‡ : “Rintisannya di mulai tahun 274, ketika
Kaisar Aurelius mendirikan pergerakan politik dengan mengangkat Sol
Invictus, dan puncaknya antara tahun 352-852 ketika Kaisar Julius yang
pernah menjadi Kristen, kembali ke agama pagan. Sebelum itu, nama dewa
ini tidak pernah populer”, lanjut sang Patriarkh.
† : “Terus?”
‡ : “Nama “Aurelian” berasal dari kata
Latin ”aurora” , artinya “matahari terbit”. Penemuan koin logam
pada zamannya menunjukkan bahwa Kaisar Aurelian menggelari dirinya
sebagai Pontifex Solis (Pemimpin Matahari). Jadi, tahun 274
dapat disebut sebagai “terminus per quem” (masa terdini) kultus
Dewa matahari diperkenalkan”, Paus Alexandria mengurai simpang siur itu.
‡ : “Seandainya benar 25 Desember mula-mula
kelahiran Dewa Matahari”, tambahnya, “pasti ada jejak-jejak catatan historisnya
sebelum tahun 274”.
† : “Justru sebelum tahun 274 semua bukti sejarah
yang paling awal merujuk 25 Desember sebagai Natal Kristus?”, tanya St. Nicolas
menegaskan lagi.
‡ : “Mumtaz, ya Baba Noel. 25 Desember di
wilayah Barat, sejak zaman St. Telesphorus, Paus Roma (126-137) sudah
melaksanakan misa tengah malam, 24 Desember. Begitu juga, Mar Teofilus dari
Kaisarea (115-181) dan Hypolitus (170-235) yang pada tahun 215 membuat
kompilasi Didascalia dalam bahasa Yunani”, ujar
Paus Alexandria tersebut.
† : “Tapi mengapa Sol Invictus lebih terkenal
dibandingkan dengan Natal Kristus, ya Patriarkh?”
‡ : “Karena meskipun gereja-gereja sudah lebih
dahulu merayakan Natal pada tanggal 25 Desember, namun pada masa Kaisar
Aurelius belum ada kebebasan beragama. Edic Milan baru dikeluarkan
pada zaman Konstantion tahun 313”, jawab sang Patriarkh.
† : “Jadi, perayaan Natal 25 Desember sudah
menyebar di Roma, Kaisarea, Alexandria dan wilayah-wilayah yang lebih luas
lagi, namun itu hanya praktek Kekristenan sebagai agama rakyat?”, lagi tanya
St. Nicolas dari Myra.
‡ : “Betul”.
† : “Sebentar, Ya Qadasah Albaba, bagaimana
yang terjadi di gereja timur sebelum itu?”, tanya St. Nicolas lagi.
‡ : “Sejak saya dipilih sebagai Paus Alexandria
pada tahun 189, kami hitung lagi lebih cermat, yang kemudian dirumuskan dalam Pasal
18 Didascalia Koptik yang menemukan paralel tanggal kelahiran Juru Selamat
kita, 25 bulan Ibrani Kislev yang bertepatan dengan 29 bulan Mesir Kykah”,
jelasnya.
† : Jadi, jauh sebelum tahun 274 sebagai
jejak terawal penyembahan Dewa Matahari di Roma, kelahiran Kristus yang tepat
terjadi pada perayaan Hanukkah 25 Kislev itu, kemudian dikonversikan
dalam berbagai sistem kalender?”, tanya St. Nicolas makin penasaran.
‡ : “Betul, kami yang di Mesir memakai kalender
ANNO MARTYRI (AM) merayakannya tanggal 29 bulan keempat, dan saudara seiman
di Roma merayakan tanggal 25 Desember”, jelas Sang Patriarkh bersemangat.
† : “Tahun inilah yang nanti direvisi oleh Paus
Gregorius, yang lebih dikenal dengan ANNO DOMINE (Tahun Tuhan kita),
yang kini berlaku secara internasional, Wahai Patriarkh?”.
‡ : “Tepat sekali, Baba Noel. Intinya, tidak
secuilpun bukti dokumen kuno yang menyebut 25 Desember sebagai kelahiran Sol
Invictus”, simpul Patriarkh. Memorinya semua perisitiwa kuno itu sangat baik, seperti kamus berjalan saja.
† : “Apakah Kaisar ini yang lebih dikenal dengan Julius
the Apostate, karena ia murtad dari Kristen dan kembali ke peganisme?”,
tanya St. Nicolas memastikan.
‡ : “Betul, betul, ya Baba Noel. Pada tahun
354 ketika Kaisar Yulius menetapkan 25 Desember
sebagai hari libur, di kalangan non-Kristen lebih populer sebagai “Natalis
(Sol) Invicti”, padahal tidak ada nama “Sol” (Dewa Matahari) dalam dokumen itu”,
jawab Paus Alexandria itu.
† :“Maksudnya seperti yang tercantum dalam dokumen
Cronogram Anno 354, Patriarkh?”, tanya St. Nicolas.
‡ :“Benar, benar sekali, Cronogram Anno 354
adalah kalender Roma tahun 354. Jadi, masih pada pemerintahan Kaisar
Yulius. Dokumen ini juga tidak ada kata Sol Invictus (Dewa Matahari yang
tidak Terkalahkan)”, lanjut Sang Patriarkh.
† : “Lho?”, St. Nicolas heran.
‡ : “Dokumen itu hanya tertulis: N INVICTI CM
XXX. N artinya “natalis” (kelahiran), INVICTI artinya “yang
tak terkalahkan”. CM singkatan dari kalimat “circenses missus” (permainan
yang telah ditentukan), sedangkan XXX adalah angka Latin untuk “tiga
puluh” (triginta)”.
† : “Jadi,
makna seluruh kalimat itu: “30 jenis permainan yang ditetapkan untuk
kelahiran Dia Yang tak Terkalahkan. Benar begitu, Ya Patriarkh?”.
‡ : “Ya”.
† :“Tidak ada kata SOL (Dewa
Matahari). Lalu siapakah INVICTI (Yang tak Terkalahkan) dalam CRONOGRAM
ANNO 354 itu, wahai Bapa suci?”
‡ :“Faktanya, justru dokumen kuno itu secara
pasti menyebut bahwa 25 Desember adalah “NATUS CHRISTUS IN BETLEHEM IUDEAE”
(Kelahiran Kristus di Betlehem, Yudea). Lalu bagaimana dikatakan INVICTI
mengacu kepada Dewa Matahari, wahai Baba Noel?”
4.
CATATAN PENUTUP
Mitos
Anti-X'mas
benar-benar telah melenakan banyak orang Kristen, sejak teolog Jerman Ernst
Jablonski menyerang kalender perayaan-perayaan liturgis, awal abad XIX
silam.
‡ : “Semua gerakan anti Natal itu diawali dari
spirit anti Katolik”, kata Patriarkh setelah sejenak merenung.
† : “Kyrie eleison, Irhamni Ya Allah...
tak sangka dampaknya begitu luas...”, St. Nicolas heran.
Sementara
kedua hamba Tuhan itu hanya diam terpaku, tiba-tiba diam mereka dibuyarkan oleh
aneka peristiwa di bumi. Jauh di bawah sana, tapi terang sekali di mata mereka.
“Mana
tanggalnya? Dalam Alkitab tak tercatat”, kata seorang pendeta Kristen
madzab skripturalis.
“Keempat
Injil juga tidak memuat info siapa yang nulis, kenapa kamu sebut Injil Matius,
Markus, Lukas dan Yohanes?”, kata pendeta lain yag lebih paham sejarah
gereja kuno.
“Kita
tahu itu dari bapa-bapa gereja awal, seperti Papias dan Irenaeus”, jawab
pendeta pertama tadi tak mau kalah.
“Nah,
lalu kenapa kita menolak keterangan bapa-bapa gereja awal soal kalender Natal,
tetapi pada pihak lain kita tanpa keberatan menerima keterangannya tentang
siapa para penulis Injil?”, orang Kristen lain lagi nimbrung bicara.
“Sudah,
sudah, sudah... Mau Yesus langsung lompat dari langit ke Betlehem atau ke
Surabaya, musim dingin atau musim durian, nggak penting...”, tambah orang
itu lagi berapi-api.
‡&† : “Lho...?”, kedua bapa gereja tersebut semakin
tak mengerti jalan pikiran kaum “planet Holywood” ini.
‡ : “Aneh, jelas-jelas bapa-bapa gereja awal yang
menyebut Yesus lahir 25 Kislev, sejajar dengan 25 Desember dan 29 Kyakh,
tidak mereka gubris...”
† :“Ééé.. mereka malah mengulang-ulang opini yang
tanpa bukti sepotongpun dokumen bahwa 25 Desember Natalis Sol
Invictus... Ya Rabb irham...”, kata St. Nicolas menimpalinya.
Sementara
kedua pemimpin gereja itu tidak bisa menjelaskan fenomena aneh ini, saat banyak
orang Kristen saleh tetap merayakan Natal di sebuah gereja (mungkin karena
alasan kontekstualisasi), sekelompok orang di warung Indomie instant lagi
berdendang... dang... dang... dangdut: “masih terngiang di telingaku
bisik cintamu.... terlena.... kuterlena... “ (Ikke Nurjanah).
‡&† : “Apakah mereka juga benar-benar telah terlena
dengan bisik cinta Sol Invictus itu?”, kedua santo itu membatin.
Tampak
di bawah sana, seorang sedang nyruput kopi instant, sambil berdendang: “Terlena...
Kuterlena.....”
‡ : “Mereka benar-benar terlena, Baba Noel...”,
simpul Sang Patriarkh.
‡&† : “Ooo... Menu makanan dan minumannya instant,
pemikirannya juga instant”, simpul keduanya hampir berbarengan.
Setelah
sejenak merenung, lonceng Yerusalem surgawi berdentang, memanggil mereka untuk
sujud sembahyang.
† : “By the way... Jangan lupa, wahai
Qasasah Albaba, minggu depan kita masih membahas tema: “Kabar dari
Efesus: Ternyata Dajjal tak suka Natalan”.¶
(Bersambung)
2018 ¶
ISCS©All Rights Reserved
No comments:
Post a Comment