Seputar Makna Teologis
Gelar Yesus sebagai Putera Allah
Oleh:
Dr. Bambang Noorsena, S.H., M.A.
Ungkapan "Anak”, tepat sekali seperti dikatakan orang sebelum
kami, mempunyai dua makna: Pertama, “anak secara fisik”, seperti melahirkan seorang
anak; dan Kedua, “yang dikiaskan sebagai anak”, karena dibuat
demikian,meskipun dibedakan antara “lahir" dan“diciptakan”.
Apalagi, sebagian besar ayat-ayat ini (yang menentang paham “anak-anak
Allah", penulis)ditujukan, menurut sebagian besar mufasir, kepada
orang-orang Arab Mekah yangmengklaim bahwa dewi-dewi mereka, al-Lat, al-‘Uzza,
dan Manat adalah anak-anak Tuhandan begitu pula dengan malaikat. Jadi,
orang-orang Yahudi dan Kristen sering terkenagetahnya.
Mahmoud M. Ayoub, Profesor
of Islamic
Studies pada Temple
University, Philadelpia, USA.[2]
Tulisan ketiga ini, sudah barang tentu, merupakan sajian
ringan, setelah kita melakukan
“ziarah panjang” menelusuri sejarah. Mungkin saja kita dibuat pusing,capek, dan
bingung. Mengapa beriman kepada Tuhan harus serumit itu? Apakah untuk menghadap Allah seorang
harus menjadi filsuf atau teolog? Tentu saja, Tidak! Buktinya, Anda masih dapat
menikmati tulisan terakhir ini, moga-moga saja dapat mewakili pergumulan-pergumulan, pertanyaan-pertanyaan,
atau malahan keresahan-keresahan Anda selama ini. Temanya masih seputar Keesaan
Allah, kedudukan Yesus sebagai Putera Allah,dan isu-isu teologis Islam-Kristen
serta implikasinya dalam perjumpaan kedua “agama rumpun Ibrahim".
Pertanyaan-pertanyaan yang disusun dalam bentuk wawancara
ini berasal dari pengalaman
dalam berbagai seminar, undangan ceramah dan mengajar, baik di lingkungan Kristen maupun Islam di Jakarta,
Surabaya, Denpasar, Manado, dan beberapa kota lain. Di lingkungan Kristen, tema ini selalu muncul dalam
ceramah di gereja-gereja
dan di sekolah-sekolah Teologi. Sedangkan di lingkungan Islam, IAIN “Sunan
Kalijaga” Yogyakarta, IAIN“Sunan Gunung Jati” Bandung, dan Universitas
Paramadina-Mulya, malah mengangkatnya dalam forum-forum ISCS tersendiri. Memang,
di lingkungan Islam tema-tema ini ditanggapi jauh lebih antusias, apalagi di
forum-forum dialog antar-iman,
meskipun di sana-sini juga sering ditanggapi dengan “nada curiga”.
Id
Al- Milad
(Natal) Di Bethlehem: Sebuah Sisi dari Hubungan
Kekerabatan
Kristen-Islam di Timur Tengah
Kebiasaan
Presiden Palestina, mulai dari Yasser Arafat, sampai Mahmud Abbas
selalu mengikuti Perayaan Natalan di gereja adalah fenomena menarik, karena
fenomena semacam itu asing di Indonesia. Bisa dijelaskan bagaimana komentar Anda?
Menarik memang kalau kita cermati hubungan Kristen-Islam di
negara-negara TimurTengah, khususnya di Palestina. Saya teringat dengan Natal
di Bethlehem tahun 2001, Israel melarang Arafat pidato di gereja. Biasanya,
Arafat duduk di kursi paling depan. Istrinya,
Suha membaca lembaran liturgi, turut merayakan ‘Id al-Milad. Begitulah umat Kristen Arab menyambut Natal.
Tanpa kehadiran Sang Presiden, bagi orang Kristen Palestina, Natal rasanya
“seperti ada yang kurang”.