PUSPANJALI
BAHTERA SERIBU BUNGA
SEBAGAI SRADDHA KEBANGSAAN*)
Oleh: Dr. Bambang
Noorsena, S.H., M.A.
“Nimitangsu yan layat anigal sang ahayu nguni
ring tilam, datan lali si langening sayana, saka ring harepku laliya anggurit
lango”.
Artinya:“Aku meninggalkan
Jelitaku dahulu di peraduan,bukan karena aku lupa indahnya peraduan asmara,namun
karena hasratku yang tak tertahankan untuk melukiskan keindahan tanah air”
(Mpu Tanakung, Kakawin Wrettasancaya).
Candi Brahu, zaman Majapahit- nationalgeographic.co.id |
I. PRAWACANA
Mpu Tanakung adalah seorang pujangga yang sangat
produktif yang hidup pada masa akhir Majapahit. Salah satu dari tujuh kakawin
lirisnya, Siwaratrikapla(Malam Sang Hyang Siwa) sangat terkenal di Bali,
dan dilestarikan dalam bentuk ritual yang indah hingga sekarang. Selain itu, Mpu Tanakung juga menulis Banawa
Sekar(BahteraBunga) yang digubahnya dalam rangka upacara sraddha
(pemujaan leluhur) dan dipersembahkan kepada Jiwanendradwipa (Sang Maharaja
Jiwana).Sanjak liris ini mencatat persembahan-persembahan bunga yang dihaturkan
oleh pelbagai raja bawahan (kepala daerah) Majapahit, antara lain: Natharata ring
Mataram, Sang Narpati Pamotan, Sri Parameswara ring Lasem, Nataratha ring
Kahuripan, dan Sri Natheng Kertabhumi. Kerthabhumi, tidak lama sesudah kakawin
ini ditulis, akhirnya berhasil dinobatkan sebagai raja Majapahit terakhir,
menggantikan Sri Singawardhana,keponakannya sendiri,yang wafat di istana. Sebelum
itu, kepada raja sebelumnya, yaitu Prabu Singawikramawardhana atau Sri Adhisuraprabawa,
yang dalam Serat Pararaton disebut sebagai Bhre Pandan Salas III,
kepadanya dipersembahkan ketujuh prosa liris karya Mpu Tanakung.[1]
Sebagai sebuah “karya keindahan”(sukarya), Bhanawa Sekar“ winangun Sri Jiwanendradhipa, tanlyansraddhabatharamokta…”
(digubah untukSriJiwanendradwipa, yang
tidak lain berupasraddha untuk
mengenang bapa bangsayang sudah kembali kepada alam keilahian).[2]
Siapakah sebenarnya Sri Jiwanendradwipa?Jiwanendradipa adalah Prabu Raja sawardhana
Dyah Wijayakumara Sang Sinagara(1451-1453). Banawa Sekar atau Bahtera Aneka Bunga karya Mpu Tanakung ini ditulis pada masa Singa
wikramawardhana atau Bhre Pandan Salas III, melambangkan “perahu kebangsaan”
yang dipersembahkan oleh para putra Sang Sinagara,antara lain Bhre Kertabhumi,Bhre
Pamotan,Bhre Mataram,Bhre Kahuripan dan Bhre Lasem. Pada waktu itu Majapahit
diperintah oleh Raja Singawikramawardhana yang senantiasa dicintai rakyatnya,
tidak lain Sri Adi Suraprabhawa, Raja keturunan Girindra” (Sang Panikelan tanah anulusa katwang ing praja, tan lyan Sri Adi
Suraprabawa sira bhupati saphala Girindrawangsaya).[3]