F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

0 NEOTHEISME(3- Selesai)

Oleh: Dr. Norman Geisler


Sebelumnya: Neotheisme (2)
Menggoyahkan Keyakinan dalam Janji-Janji Allah
Salah satu konsekuensi praktikal menjadikan semua prediksi atau nubuat sebagai kondisional atau  bersyarat adalah menggoyahkan keyakinan pada  firman Tuhan. Jika kita tidak dapat menjadi pasti bahwa bahkan Tuhan bisa memenuhi perkataannya sendiri, maka ini menggoyahkan keyakinan kita akan kesetiaan-Nya. Namun demikian, alkitab  menyatakan bahwa kita dapat menerima firman Tuhan tanpa bersyarat. Kadang hal ini dinyatakan secara gamblang dalam konteks memastikan bahwa Ia mengetahui “kesudahan sejak permulaan” (Yesaya 46:10). Dalam konteks ini, Paulus menulis, “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya."(2Tim 2:13). Kembali, ia mengingatkan kita bahwa “Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya.” (Rom 11:29). Sebab itulah, dengan memperhatikan dua janji-janji tak bersyarat ini,” Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.” (Roma 9:16).


Menghalangi Keyakinan akan Kemampuan Allah untuk Menjawab Doa
Sekalipun faktanya para neotheist begitu menempatkan kemampuan dinamik Allah untuk menjawab doa, akan terlihat bahwa  sesungguhnya konsep Allah yang mereka usung menggoyahkan keyakinan dalam penggunaan Allah atas providensia khusus dalam menjawab doa. Mereka mengakui, sebagaimana mereka harus, bahwa kebanyakan jawaban-jawaban bagi doa tidak melibatkan secara langsung intervensi supernatural dalam dunia. Sebaliknya Allah bekerja melalui providensia khusus dalam cara-cara yang tak biasa untuk  menyelesaikan-menyelesaikan hal-hal yang tidak biasa. Tetapi seorang Allah yang tidak mengetahui secara pasti akan apapun tindakan-tindakan bebas di masa mendatang akan menjadi begitu sangat terbatas dalam kemampuan logistiknya untuk melakukan hal-hal yang dapat dilaksanakan oleh seorang Allah yang mengetahui setiap keputusan yang akan dibuat. Jadi Allahnya para neotheistik secara ironi adalah seorang Allah yang terbebani untuk dapat menjawab doa, yang mereka anggap begitu luar biasa penting bagi sebuah pribadi Allah.


Menyatakan bahwa Allah Tidak Akan Mengetahui Siapakah Mereka yang Dipilih-Nya
Jika para neotheist benar, maka Allah tidak mengetahui siapa yang akan menerima keselamatan-Nya. Mereka memilih pemilihan korporat, yang mana Allah mengetahui bahwa Kristus dipilih dan karena itu semua yang  ada di dalam-Nya akan dipilih-saipapun mereka. Tetapi ada  problem-problem serius dengan pandangan ini. Alkitab menyatakan kepada kita bahwa akan ada beberapa yang dipilih, tetapi menurut pandangan neotheist, Allah bahkan tidak dapat menjadi pasti bahwa akan ada siapapun yang dipilih. Bis yang telah ditentukan menuju ke sorga mungkin kosong jika semua penumpang yang telah diundang secara bebas memilih untuk tidak menaiki bis tersebut.

Lebih jauh lagi, bagaimana bisa, bahkan, mereka menjadi pasti bahwa “bis” yang manapun akan ke sorga? Pada akhirnya, menurut pandangan mereka, mereka sendiri bahkan tidak bisa pasti bahwa Kristus  akan mau memilih untuk menyingkirkan iblis (karena mereka juga mengasumsikan Yesus memiliki sebuah kehendak bebas libertarian juga). Tak heran salah satu eksponen dari process theology, yang berdasarkan teologi tersebut mereka memolakan pandangannya, berkata bahwa Allah menunggu dengan nafas penuh kecemasan memandang bagaimana hasil-hasil akhir mengemuka!

Kesimpulan ini bertentangan dengan Alkitab. Kitab suci memberitahukan bahwa: “setiap orang yang namanya tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba, yang telah disembelih” (Wahyu 13:8) dan bahwa beberapa individual telah dipilih dalam Dia sebelum dunia telah dimulai (Roma 8:29; Efe 1:4). Tetapi tentu saja itu tidak akan terlihat sebagaimana dikatakan demikian kecuali Allah telah mengetahui tindakan-tindakan bebas mereka di masa depan.

Akhirnya, Paulus memasukan dirinya sendiri diantara mereka yang Allah telah kenali dan pilih sebelum penciptaan dunia ini (Ef 1;4). Jika Allah tidak dapat mengetahui tindakan-tindakan bebas masa mendatang, ini tidak mungkin.

Sebuah Rumah yang Dibangun dari Kartu-Kartu
Merangkumkannya, karena neotheist menyatakan  bahwa Allah adalah infinite dan omniscient dan Kreator independen secara ontology atas dunia ex nihilo, maka keyakinan mereka bahwa Ia dapat berubah-ubah, temporal, dan tidak mengetahui tindakan-tindakan bebas di masa depan adalah tidak kompatibel. Tentu, satu-satunya cara konsisten untuk mempercayai hal yang belakangan tadi bagi para neotheist adalah dengan menanggalkan theisme secara keseluruhan dan mengadopsi panentheisme. Rumah neotheistik yang setengah jalan ini dibangun dari kartu-kartu: rumah yang tidak memiliki struktur konsisten. Para pendukungnya hidup dalam teologia manusia tak bertanah. Mereka tidak dapat memiliki keduanya. Tidak ada tidak perhentian logikal antara theism klasik dan panentheisme kontemporer. Atribut-atribut tradisional Allah tegak atau runtuh semuanya.

Tantangannya adalah ini:” pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah” (Yos 24:15). Alternatif-alternatifnya adalah AKU ADALAH yang eksis pada dirinya sendiri yang dinyatakan kitab suci, “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah” (Mal 3:6) dan yang “memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana” (Yes 46:10), atau allahnya Whiteheadian dengan proses pemikiran yang menantikan  dengan nafas penuh kecemasan untuk melihat bagaimana hal-hal akan berakhir. Sebab bagiku dan seisi rumahku, aku akan memilih Allah sebagaimana juga yang diyakini oleh Agustinus, Anselm, dan Aquinas. Theisme “Triple A” senantiasa jalan terbaik untuk melakukan perjalanan teologia!

SELESAI

Sumber: normangeisler.com |Diterjemahkan oleh: Martin Simamora


Norman L. Geisler  penulis lebih dari 100 buku, termasuk Creating God in the Image of Man? The New “Open” View of God — Neotheism’s Dangerous Drift (Bethany House, 1997) dan co-author  buku The Battle for God: Responding to the Challenge of Neotheism (Kregel, 2001)



Catatan kaki:

1 Clark Pinnock, et al., The Openness of God: A Biblical Challenge to the Traditional Understanding of God (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1994).

2 Those who have written books in favor or sympathy of neotheism include Richard Rice, God’s Foreknowledge and Man’s Free Will (Minneapolis: Bethany House, 1985); Ronald Nash, ed., Process Theology (Grand Rapids: Baker Books, 1987); Greg Boyd, Trinity and Process (New York: Peter Lang, 1992) and Letters from a Skeptic (Colorado Springs: Victor Books, 1994); J. R. Lucas, The Freedom of the Will (Oxford: Oxford University Press, 1970) and The Future: An Essay on God, Temporality and Truth (London: Basil Blackwell, 1989); Peter Geach, Providence and Evil (Cambridge: University Press, 1977); and Richard Swinburne, The Coherence of Theism (Oxford: Oxford University Press, 1977). Thomas V. Morris, Our Idea of God: An Introduction to Philosophical Theology (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1991), is close to the view. A. N. Prior, Richard Purtill, and others have written articles defending neotheism. Still others show sympathy to the view, such as Stephen T. Davis, Logic and the Nature of God (Grand Rapids: Eerdmans, 1983) and Linda Zagzebski, The Dilemma of Freedom and Foreknowledge (Oxford: Oxford University Press, 1991).

3 Clark Pinnock, “Between Classical and Process Theism,” in Nash; William Hasker, God, Time and Knowledge (Ithaca, NY: Cornell University Press, 1989); David and Randall Basinger, eds., Predestination and Free Will (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1986).

4 See Norman L. Geisler and William D. Watkins, “Panentheism – A World in God.” A Handbook on World Views: A Catalog for World View Shoppers (Matthews, NC: Bastion Books) 2013. Also Norman L. Geisler and Paul D. Feinberg, Introduction to Philosophy: A Christian Perspective (Baker, 1980).

5 By the “libertarian” or “incompatibilist” view of free will they mean “an agent” is free with respect to a given action at a given time if at that time “it is within the agent’s power to perform the action and also in the agent’s power to refrain from the action” (Pinnock, et al., 136–37). By the “compatibilist” view of free will they mean “an agent is free with respect to a given action at a given time if at that time it is true that the agent can perform the action if she decides to perform it and she can refrain from the action if she decides not to perform it” (137). As they observe, “the difference between the two definitions may not be immediately apparent.” The main distinction is that on a libertarian view, for free will to exist one must have both “inner freedom” (no overwhelming desire to the contrary) and “outer freedom” (no external restraints); on the compatibilist’s view only “outer freedom to carry out the decision either way she makes it” is necessary, even if “the decision itself may be completely determined by the psychological forces at work in her personality” (ibid.).

6 Ibid., 156.

7 Ibid., 52.

GLOSSARY
actuality: That which is actual as opposed to that which merely has potentiality. Pure actuality is the attribute of God that excludes all potentiality from Him (see aseity), including the possibility of nonexistence.
aseity: Self-existence; the attribute of God in which He exists in and of Himself, independent from anything else.
contingent: Dependent on another; a contingent being is dependent on another for its existence.
free will: The power of human beings to perform certain human actions that are free from external and/or internal constraint; the ability to cause certain actions by one’s self without coercion from another.
immanence: God’s presence within the universe as compared with His transcendence over it.
necessary being: A being that must exist; it cannot not exist (as opposed to a contingent being, which can not exist).
ontology: The philosophical study of the nature of being (from Greek ontos, being).
panentheism: The belief that all is in God, as opposed to pantheism, which claims that all is God.
potentiality: That which can be; the ability to be actualized.
process theology: A form of panentheism that holds that God is finite and constantly changing, having two poles or dimensions (bipolar).
theism: The belief in one infinite, personal, transcendent, and immanent God who created the world out of nothing (ex nihilo) and who also intervenes in it supernaturally on occasion.

transcendence: That which is more or goes beyond; that fact of God’s being beyond the universe and not only in it.

No comments:

Post a Comment

Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9