Oleh: Dr. Norman Geisler
Sebelumnya:
Neotheisme (2)
Menggoyahkan
Keyakinan dalam Janji-Janji Allah
Salah
satu konsekuensi praktikal menjadikan semua prediksi atau nubuat sebagai kondisional
atau bersyarat adalah menggoyahkan
keyakinan pada firman Tuhan. Jika kita
tidak dapat menjadi pasti bahwa bahkan Tuhan bisa memenuhi perkataannya
sendiri, maka ini menggoyahkan keyakinan kita akan kesetiaan-Nya. Namun
demikian, alkitab menyatakan bahwa kita
dapat menerima firman Tuhan tanpa bersyarat. Kadang hal ini dinyatakan secara gamblang
dalam konteks memastikan bahwa Ia mengetahui “kesudahan sejak permulaan”
(Yesaya 46:10). Dalam konteks ini, Paulus menulis, “jika kita tidak setia, Dia
tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya."(2Tim 2:13).
Kembali, ia mengingatkan kita bahwa “Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia
dan panggilan-Nya.” (Rom 11:29). Sebab itulah, dengan memperhatikan dua
janji-janji tak bersyarat ini,” Jadi hal itu tidak
tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati
Allah.” (Roma 9:16).
Menghalangi Keyakinan
akan Kemampuan Allah untuk Menjawab Doa
Sekalipun
faktanya para neotheist begitu menempatkan kemampuan dinamik Allah untuk
menjawab doa, akan terlihat bahwa sesungguhnya
konsep Allah yang mereka usung menggoyahkan keyakinan dalam penggunaan Allah
atas providensia khusus dalam menjawab doa. Mereka mengakui, sebagaimana mereka
harus, bahwa kebanyakan jawaban-jawaban bagi doa tidak melibatkan secara
langsung intervensi supernatural dalam dunia. Sebaliknya Allah bekerja melalui
providensia khusus dalam cara-cara yang tak biasa untuk menyelesaikan-menyelesaikan hal-hal yang
tidak biasa. Tetapi seorang Allah yang tidak mengetahui secara pasti akan
apapun tindakan-tindakan bebas di masa mendatang akan menjadi begitu sangat
terbatas dalam kemampuan logistiknya untuk melakukan hal-hal yang dapat
dilaksanakan oleh seorang Allah yang mengetahui setiap keputusan yang akan
dibuat. Jadi Allahnya para neotheistik secara ironi adalah seorang Allah yang
terbebani untuk dapat menjawab doa, yang mereka anggap begitu luar biasa
penting bagi sebuah pribadi Allah.
Menyatakan bahwa
Allah Tidak Akan Mengetahui Siapakah Mereka yang Dipilih-Nya
Jika
para neotheist benar, maka Allah tidak mengetahui siapa yang akan menerima
keselamatan-Nya. Mereka memilih pemilihan korporat, yang mana Allah mengetahui
bahwa Kristus dipilih dan karena itu semua yang
ada di dalam-Nya akan dipilih-saipapun mereka. Tetapi ada problem-problem serius dengan pandangan ini.
Alkitab menyatakan kepada kita bahwa akan ada beberapa yang dipilih, tetapi menurut pandangan neotheist, Allah
bahkan tidak dapat menjadi pasti bahwa akan ada siapapun yang dipilih. Bis yang telah ditentukan menuju ke sorga
mungkin kosong jika semua penumpang yang telah diundang secara bebas memilih
untuk tidak menaiki bis tersebut.
Lebih
jauh lagi, bagaimana bisa, bahkan, mereka menjadi pasti bahwa “bis” yang
manapun akan ke sorga? Pada akhirnya, menurut pandangan mereka, mereka sendiri
bahkan tidak bisa pasti bahwa Kristus
akan mau memilih untuk menyingkirkan iblis (karena mereka juga
mengasumsikan Yesus memiliki sebuah kehendak bebas libertarian juga). Tak heran
salah satu eksponen dari process theology, yang berdasarkan teologi tersebut
mereka memolakan pandangannya, berkata bahwa Allah menunggu dengan nafas penuh
kecemasan memandang bagaimana hasil-hasil akhir mengemuka!
Kesimpulan
ini bertentangan dengan Alkitab. Kitab suci memberitahukan bahwa: “setiap orang
yang namanya tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan dari
Anak Domba, yang telah disembelih” (Wahyu 13:8) dan bahwa beberapa individual
telah dipilih dalam Dia sebelum dunia telah dimulai (Roma 8:29; Efe 1:4).
Tetapi tentu saja itu tidak akan terlihat sebagaimana dikatakan demikian
kecuali Allah telah mengetahui tindakan-tindakan bebas mereka di masa depan.
Akhirnya,
Paulus memasukan dirinya sendiri diantara mereka yang Allah telah kenali dan
pilih sebelum penciptaan dunia ini (Ef 1;4). Jika Allah tidak dapat mengetahui
tindakan-tindakan bebas masa mendatang, ini tidak mungkin.
Sebuah Rumah yang
Dibangun dari Kartu-Kartu
Merangkumkannya,
karena neotheist menyatakan bahwa Allah
adalah infinite dan omniscient dan Kreator independen secara ontology atas dunia
ex nihilo, maka keyakinan mereka bahwa Ia dapat berubah-ubah, temporal, dan
tidak mengetahui tindakan-tindakan bebas di masa depan adalah tidak kompatibel.
Tentu, satu-satunya cara konsisten untuk mempercayai hal yang belakangan tadi
bagi para neotheist adalah dengan menanggalkan theisme secara keseluruhan dan
mengadopsi panentheisme. Rumah neotheistik yang setengah jalan ini dibangun
dari kartu-kartu: rumah yang tidak memiliki struktur konsisten. Para
pendukungnya hidup dalam teologia manusia tak bertanah. Mereka tidak dapat
memiliki keduanya. Tidak ada tidak perhentian logikal antara theism klasik dan
panentheisme kontemporer. Atribut-atribut tradisional Allah tegak atau runtuh
semuanya.
Tantangannya
adalah ini:” pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan
beribadah” (Yos 24:15). Alternatif-alternatifnya adalah AKU ADALAH yang eksis
pada dirinya sendiri yang dinyatakan kitab suci, “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak
berubah” (Mal 3:6) dan yang “memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan
dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana” (Yes 46:10), atau allahnya
Whiteheadian dengan proses pemikiran yang menantikan dengan nafas penuh kecemasan untuk melihat
bagaimana hal-hal akan berakhir. Sebab bagiku dan seisi rumahku, aku akan
memilih Allah sebagaimana juga yang diyakini oleh Agustinus, Anselm, dan
Aquinas. Theisme “Triple A” senantiasa jalan terbaik untuk melakukan perjalanan
teologia!
SELESAI
Sumber:
normangeisler.com |Diterjemahkan oleh: Martin Simamora
Norman
L. Geisler penulis lebih dari 100 buku,
termasuk Creating God in the Image of Man? The New “Open” View of God —
Neotheism’s Dangerous Drift (Bethany House, 1997) dan co-author buku The Battle for God: Responding to the
Challenge of Neotheism (Kregel, 2001)
Catatan
kaki:
1
Clark Pinnock, et al., The Openness of God: A Biblical Challenge to the
Traditional Understanding of God (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1994).
2
Those who have written books in favor or sympathy of neotheism include Richard
Rice, God’s Foreknowledge and Man’s Free Will (Minneapolis: Bethany House,
1985); Ronald Nash, ed., Process Theology (Grand Rapids: Baker Books, 1987);
Greg Boyd, Trinity and Process (New York: Peter Lang, 1992) and Letters from a
Skeptic (Colorado Springs: Victor Books, 1994); J. R. Lucas, The Freedom of the
Will (Oxford: Oxford University Press, 1970) and The Future: An Essay on God,
Temporality and Truth (London: Basil Blackwell, 1989); Peter Geach, Providence
and Evil (Cambridge: University Press, 1977); and Richard Swinburne, The
Coherence of Theism (Oxford: Oxford University Press, 1977). Thomas V. Morris,
Our Idea of God: An Introduction to Philosophical Theology (Downers Grove, IL:
InterVarsity Press, 1991), is close to the view. A. N. Prior, Richard Purtill,
and others have written articles defending neotheism. Still others show
sympathy to the view, such as Stephen T. Davis, Logic and the Nature of God
(Grand Rapids: Eerdmans, 1983) and Linda Zagzebski, The Dilemma of Freedom and
Foreknowledge (Oxford: Oxford University Press, 1991).
3
Clark Pinnock, “Between Classical and Process Theism,” in Nash; William Hasker,
God, Time and Knowledge (Ithaca, NY: Cornell University Press, 1989); David and
Randall Basinger, eds., Predestination and Free Will (Downers Grove, IL:
InterVarsity Press, 1986).
4
See Norman L. Geisler and William D. Watkins, “Panentheism – A World in God.” A
Handbook on World Views: A Catalog for World View Shoppers (Matthews, NC:
Bastion Books) 2013. Also Norman L. Geisler and Paul D. Feinberg, Introduction
to Philosophy: A Christian Perspective (Baker, 1980).
5
By the “libertarian” or “incompatibilist” view of free will they mean “an
agent” is free with respect to a given action at a given time if at that time
“it is within the agent’s power to perform the action and also in the agent’s
power to refrain from the action” (Pinnock, et al., 136–37). By the
“compatibilist” view of free will they mean “an agent is free with respect to a
given action at a given time if at that time it is true that the agent can
perform the action if she decides to perform it and she can refrain from the
action if she decides not to perform it” (137). As they observe, “the
difference between the two definitions may not be immediately apparent.” The
main distinction is that on a libertarian view, for free will to exist one must
have both “inner freedom” (no overwhelming desire to the contrary) and “outer
freedom” (no external restraints); on the compatibilist’s view only “outer
freedom to carry out the decision either way she makes it” is necessary, even
if “the decision itself may be completely determined by the psychological
forces at work in her personality” (ibid.).
6
Ibid., 156.
7
Ibid., 52.
GLOSSARY
actuality:
That which is actual as opposed to that which merely has potentiality. Pure
actuality is the attribute of God that excludes all potentiality from Him (see
aseity), including the possibility of nonexistence.
aseity:
Self-existence; the attribute of God in which He exists in and of Himself,
independent from anything else.
contingent:
Dependent on another; a contingent being is dependent on another for its
existence.
free will:
The power of human beings to perform certain human actions that are free from
external and/or internal constraint; the ability to cause certain actions by
one’s self without coercion from another.
immanence:
God’s presence within the universe as compared with His transcendence over it.
necessary being:
A being that must exist; it cannot not exist (as opposed to a contingent being,
which can not exist).
ontology:
The philosophical study of the nature of being (from Greek ontos, being).
panentheism:
The belief that all is in God, as opposed to pantheism, which claims that all
is God.
potentiality:
That which can be; the ability to be actualized.
process theology:
A form of panentheism that holds that God is finite and constantly changing,
having two poles or dimensions (bipolar).
theism:
The belief in one infinite, personal, transcendent, and immanent God who
created the world out of nothing (ex nihilo) and who also intervenes in it
supernaturally on occasion.
transcendence:
That which is more or goes beyond; that fact of God’s being beyond the universe
and not only in it.
No comments:
Post a Comment