Oleh: Martin Simamora
Ayah Bimbinglah Anak-Anakmu di Dalam
Ajaran & Nasihat Tuhan
Keluarga besar Ompu Natan Simamora |
Peran ayah-ayah moderen saat ini bisa jadi akan sangat
menyulitkan bagi siapapun untuk melakukan salah satu nasihat yang paling
penting bukan saja bagi rumah tangga tetapi bagi generasi penerusnya:
Efesus 6:4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di
dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah
mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.
Berumah tangga bukan saja soal relasi kasih suami dan isteri tetapi lebih
dari itu, dan inilah yang harus senantiasa dicamkan. Jika kita membaca “janganlah
bangkitkan amarah” terhadap anak-anak kita, ini bukan soal menjadi seorang ayah
atau papa yang menyenangkan dan keren bagi anak-anaknya, tetapi pada seorang
ayah akan dituntut hal semacam ini: didiklah
mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Seorang ayah memiliki tanggung jawab lebih dari sekedar mencari nafkah
sebaik-baiknya dan seoptimalnya agar bisa memastikan ada keuangan dan
perencanaannya yang memadai bagi keluarganya secara keseluruhan, tetapi ia juga
harus mendidik mereka didalam ajaran dan nasihat Tuhan.
Suami, menjadi suami,
lebih dari sekedar menjadi kepala keluarga dan lebih dari sekedar sebuah status
seorang pria lajang menjadi seorang pria yang menikah. Bahkan pernikahan di
dalam Kristen, tidak sekedar sebuah intimasi dalam kebedaan yang akan saling
mengasah satu sama lainnya menjadi manusia-manusia dewasa. Pada dasarnya,
keluarga lebih besar dari semata sebuah “masyarakat kecil” tetapi merupakan
pemerintahan Allah yang hadir di bumi ini yang darinya segala berkat kasih dan
pengenalan akan Tuhan yang sejati mengalir. Saya sangat suka dan sangat
dipengaruhi oleh nasihat yang sangat menakjubkan ini:
Efesus 5:22-30 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena
suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah
yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus,
demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami,
kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya
dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia
menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut
atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian
juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang
mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang
membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama
seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya.
Tantangan terdasar dan terbesar bagi seorang pria pengikut
Kristus adalah ini: apakah saya benar-benar seorang yang mengenali Tuhan dan
hidup di dalamnya? Apakah benar saya seorang yang mati dan hidup di dalam
Kristus? Apakah Ia adalah faktor yang begitu besarnya mempengaruhi bagaimana
saya berpikir, berperilaku, bertindak, membangun masa depan, membuat keputusan
dan seterusnya?
Mengapa? Karena ketika kita membaca “Hai isteri, tunduklah
kepada suamimu” maka penundukan seorang isteri kepada suaminya adalah sebuah
penundukan yang dibangun berdasarkan kesucian dan pengenalan akan Allah didalam
Kristus, itu sebabnya penundukan kepada kita para suami erat kaitannya dengan
kehidupanmu sebagai seorang pria-apakah sejak kanak-kanak mengenal Tuhan: tunduklah kepada suamimu seperti
kepada Tuhan.
Karena itu suami-suami di dalam Tuhan, wajib dan pantang
untuk mengabaikan satu-satunya yang akan menyelamatkan masa depan generasimu
dari kehidupan yang menjauh dari Sang Terang Dunia: Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati
anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.
Suami harus menjadi saluran kebenaran dan kehidupan yang
mengenal Tuhan atau kehidupan yang memiliki persekutuan dengan Tuhan! Bagaimana
mungkin jika sejak kanak-kanak hal itu tidak terbangun? Jika membaca Alkitab
saja tidak pernah, bagaimana dapat mengharapkan seorang pria dapat lebih dari
sekedar menjadi pria yang membahagiakan karena lemah lembut dan penuh
pengertian bagi isteri tercintanya. Ingatlah, bahwa keluarga Kristen memiliki
tujuan yang lebih agung dari sekedar membangun keluarga bahagia dan sejahtera.
Jika itu saja, saya bisa tunjukan begitu banyak yang begitu bahagia tanpa perlu
sama sekali menjadi seorang yang mengenal Kristus. Camkanlah bahwa pernikahan
dan keluarga-keluarga dalam Tuhan ada dalam kepemilikan-Nya dan dalam
pemerintahan-Nya:
Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu?
Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang
tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Sebab Aku membenci
perceraian, firman TUHAN, Allah Israel—juga orang yang menutupi pakaiannya
dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah
berkhianat!- Maleakhi 2:15-16
Apakah yang dikehendaki Allah dari kesatuan itu? Keturunan
ilahi! Kita harus menyadari bahwa kehidupan keluarga Kristen merupakan bagian
dari pemerintahan Bapa di dunia ini yang memungkinkan keluarga-keluarga menjadi
instrumen-instrumen yang kudus di tangan
Bapa.
Kunci dari semua ini dan dengan demikian bisa menjadi akar
problematika keluarga, terletak di tangan kita para suami! Firman berkata: jadi jagalah dirimu! Sangat penting
bagi para suami untuk menjaga dirinya di dalam kekudusan, dan ini kembali hanya
bisa terjadi jika sejak kanak-kanak baik anak laki dan anak perempuan menerima
didikan mengenal Tuhan, dari para ayah. Apakah kita para suami mengambil peran
ini, atau meninggalkannya kepada para isteri? Kita harus tahu sekali bahwa
suami memiliki peran yang strategis secara total di dalam keluarga:
Demikian juga suami harus mengasihi
isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya
mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri,
tetapi mengasuhnya dan merawatinya
Pada akhirnya ini bukan teori dan khotbah, bahkan juga bukan
praktek-praktek. Mengapa bukan juga praktek-praktek? Karena hal ini haruslah
merupakan sebuah kehidupan ilahi yang melingkupi sebuah rumah tangga di dalam
segala keberadaannya-dalam kelemahan-kelemahan dan dalam kekuatan-kekuatannya.
Ini harus dicamkan agar kehidupan keluarga bukan sekedar sebuah kehidupan untuk
saling membentuk dan memproses, jika hanya “berkubang” di situ maka “kasihan”
isteri dan anak-anak yang akan melalui perjalanan bahtera rumah tangga yang
melulu menegangkan: sudah harus mengarungi badai dunia, ditambah lagi
pertengkaran antara suami dan isteri yang tidak ada kesudahannya dan datang
dari ketidakdewasaan hidup dan pengenalan akan Tuhan. Ya...ini tantangan kita
para suami untuk berhenti berpikir yang
penting aku sudah cari duit dan isteriku yang urusi anak-anakku. Sekali lagi
ini tantangan lebih dari sekedar “manajemen” kehidupan rumah tangga, sebab
keluarga adalah milik Tuhan, dan setiap suami memiliki tanggung jawab rohani
yang tidak main-main:
karena suami adalah kepala isteri sama seperti
Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu
sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami
dalam segala sesuatu
Jika suami tidak mengenal Tuhan dan tidak mengenal
persekutuan dengan Kristus, bagaimana bisa diharapkan suami bisa mengenal
fundamental keluarga ilahi semacam ini?
Apalagi mau ngomong melahirkan generasi
ilahi? Ya.. omong kosong dan terlampau fantasi. Kita para suami harus
benar-benar mencamkan tanggung jawab ini secara serius; kita sendiri perlu
berdoa bagi diri sendiri untuk mampu menghidupi nasihat ini: karena suami
adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat? Apakah saya
mengenal Kristus dan keselamatan di dalamnya? Jika belum, belajarlah dan
berjemaatlah di gereja yang sungguh mengenal siapakah Kristus sebagaimana Ia
menyatakan dirinya-jika tidak malah anda bisa masuk kedalam kebahagiaan yang
menyesatkan dalam kebenaran dan keselamatan!
Saya bersyukur memiliki papa yang mendidik kami berempat, di
usia dini telah dibawa ke dalam hidup persekutuan dengan Tuhan Yesus Kristus. Saya
bahkan masih ingat dan masih bisa menyanyikan lagu ciptaannya untuk kami
nyanyikan pada saat kami beribdah
keluarga pada jam-jam yang teratur setiap harinya. Memang kita tidak akan
pernah sempurna, namun pasti akan menjadi keluarga yang mengenal Tuhan beserta
kebenaran-Nya, kasih karunia-Nya dan keselamatan-Nya yang merupakan kasih Allah terbesar bagi saya yang adalah
tebusan-Nya- generasi ilahi yang dihasilkan oleh keluargaku.
Sangat penting bagi seorang pria dan suami untuk
memperhatikan peringatan Allah ini: Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang
tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Janganlah bermain-
main dengaan kehidupan keluargamu dan senantiasalah berdoa bagi diri kita, agar
diberi kekuatan oleh Tuhan menjadi para suami yang setia dan terus-menerus
membangun kehidupan di dalam Tuhan, agar saya dan anda sungguh-sungguh dapat memenuhi
ini:
Efesus 5:28-29 Demikian juga suami harus mengasihi
isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya
mengasihi dirinya sendiri. Sebab
tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi
mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
Hanya jika ini bisa dibangun, maka rumah tangga menjadi
sebuah pemerintahan suami di dalam Tuhan dimana kasih dan pengajaran Tuhan
mengalir. Mengalir bagi isterinya,
mengalir juga bagi anak-anaknya sehingga merupakan sebuah kehidupan
rumah tangga yang darinya mengalir generasi-generasi ilahi.
Hai para suami, maukah
kita menjadi terang bagi rumah tangga kita sendiri? Biarlah memasuki tahun
2018, kita bisa menjadi semakin bersinar bagi isteri dan anak-anak kita. Itu
doaku kepada Bapa, dan semoga juga menjadi doa anda semua. AMIN.
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment