Pengantar
Ada
tiga fakta yang menyakitkan ketika kita membicarakan Kultisme/Pemujaan (yang terkait
dengan sistem ibadah keagamaan yang dipegang/diidolakan dan pemujaan terhadap tokoh-tokohnya -red). Pertama bahwa
orang-orang Kristen adalah target-target utama bagi praktek-praktek pemujaan.
Semua anggota pemujaan semacam ini pada dasarnya telah
diselamatkan, tetapi teramat miskin dalam dasar firman Tuhan, dan oleh karena
itu menjadi target yang mudah bagi
para pemimpin pemujaan ini yang mengaku
memiliki kedekatan khusus dengan Tuhan.
Saya sudah mengatakan, sebagai contoh, bahwa Southern Baptist dalam beberapa hal sangat mungkin menjadi
prospek bagi mormonsime. Fakta kedua
yang menyakitkan adalah bahwa sejumlah pendiri dan pemimpin pemujaan ini
memiliki keterlibatan dengan Kekristenan evangelical, tetapi telah
meninggalkannya. Salah satu dari saudara dekat
kami telah terlibat dalam sebuah
pemujaan semacam ini, dan ketika ia memperlihatkan kepada kami buku yang
ditulis oleh pemimpin pemujaan, dalam buku tersebut si pemimpin
mengakui secara terbuka berlatar belakang
evangelical. Fakta ketiga yang menyakitkan adalah sulit untuk menentukan
apakah mereka sungguh-sungguh Kristen atau bukan. Saya tidak akan menyebutkan
nama sebuah kelompok secara khusus, tetapi anda dapat dengan mudah berpikir satu atau lebih yang dapat jatuh
kedalam kategori ini.
Simon si penyihir dipercaya oleh beberapa orang di zaman itu
telah mendirikan sebuah pemujaan yang sangat berbahaya, seorang yang senantiasa
menguntit kekristenan dalam satu masa
dalam sejarah kekristenan. (110) Hal
yang sulit untuk menentukan dengan derajat keyakinan seperti apapun, apakah si
Simon ini seorang Kristen atau bukan. Dari kata-kata Lukas (“Simon sendiri juga
menjadi percaya,”Kisah Para Rasul 8 ayat 13)
kita dapat menyimpulkan bahwa Simon telah diselamatkan/orang yang
percaya , namun dari kata-kata dan tindakan-tindakan Simon sendiri, dan dari
peringatan tajam dari Petrus, orang
pasti memiliki beberapa pemikiran
lainnya pada soal ini.
Sayangnya, Simon sama saja dengan kebanyakan mereka yang
kultis atau nabi-nabi dan rasul-rasul palsu, sebagaimana digambarkan dalam nas kitab suci. Simon
adalah seorang yang dahulunya mempraktekan sihir, tetapi nampaknya ia tidak sepenuhnya melepaskan
sihirnya. Dia lantas menjadi wabah dengan sebuah “pola pikir sihir” yang dapat
dilihat dari apa yang dikatakan dan dilakukan, sebagaimana dicatat oleh Lukas.
Pola pikir semacam ini tidak hanya ada pada para kultis; pola pikir semacam ini
menjadi karakteristik banyak orang Kristen masa kini. Ada sebuah dunia yang berbeda antara sihir/
magis dengan Kekristenan, sebagaimana yang akan kita lihat disini, didalam
konteks kita, dan kemudian dalam kitab
Kisah Para Rasul ( 13:4-12; 19:13-20). Mari kira perhatikan dengan seksama pada diri Simon,
kemudian, melihatnya jika saja dari cara-cara
pemikiranya atau tindakannya juga terdapat
pada kita, atau terdapat juga pada orang-orang lain, yang mengaku orang Kristen.
Dan mari kita lihat juga cara-cara yang
Tuhan bawa dalam pertumbuhan gerejanya dari Yerusalem dan Yudea, hingga Samaria.
Sumber Pemulihan Orang Samaria
8:1-3
Saulus juga setuju, bahwa Stefanus mati dibunuh. (8-1b) Pada waktu itu mulailah penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem. Mereka semua, kecuali rasul-rasul, tersebar ke seluruh daerah Yudea dan Samaria. Orang-orang saleh menguburkan mayat Stefanus serta meratapinya dengan sangat. Tetapi Saulus berusaha membinasakan jemaat itu dan ia memasuki rumah demi rumah dan menyeret laki-laki dan perempuan ke luar dan menyerahkan mereka untuk dimasukkan ke dalam penjara.
Ini adalah peristiwa-peristiwa berantai yang luar biasa,
peristiwa yang tak seorangpun pernah terbayangkan untuk memikirkan sebelumnya. Problem
janda-janda Helenistik yang terabaikan telah ditemukan jalan keluarnya dengan
menunjuk 7 orang. Mereka adalah yang terpandang diantara yang lain dalam catatan
Lukas adalah Stefanus dan Filipus. Pelayanan Stefanus meledak dan meluas
melampaui perawatan para janda
menuju proklamasi Injil yang
penuh kuasa, yang disertai dengan tanda-tanda dan mujizat-mujizat. Pelayanan ini memunculkan penentangan yang pada puncaknya membawa kepada pembunuhan
atas diri Stefanus. Dan kematian Stefanus bergulir bagai bola salju menjadi reaksi
yang masif pada seluruh jemaat di
Yerusalem. Penganiayaan yang intensif yang
berlangsung melawan gereja
menyebabkan orang-orang kudus terpencar. Semuanya mengungsi kecuali para
rasul, orang-orang ini tetap tinggal.
Akibatnya adalah sebuah ekspansi misionaris yang masif,
tanpa komite misionaris, tanpa “dukungan,” apapun dan (luar biasanya)
tanpa kepemimpinan dan kehadiran para
rasul. Kisah Para Rasul 1:8 menjadi tergenapi dalam Kisah Para
Rasul 8:1, tetapi tidak dalam cara yang akan
kita harapkan. Amanat Agung pada Matius
18:18-20 diberikan dalam bentuk perintah. Kisah Para Rasul 1:8 diberikan dalam
bentuk sebuah janji. Dalam kenyataannya, evangelisme orang-orang Samaria dan
orang-orang non Yahudi tidak terjadi karena manusia secara aktif berupaya mematuhi perintah Tuhan kita, yang
diekspresikan dalam Amanat Agung, tetapi
lebih sebagai yang telah direncanakan
Tuhan, yang diselenggarakan oleh Kedaulatan Kepala Gereja, melalui
penganiayaan. Orang-orang kudus pergi, mengabarkan Injil, bukan oleh kepatuhannya sebagaimana yang
semestinya. Penganiayaan menghasilkan
proklamasi. Cara-cara Tuhan melampaui
cara-caramu!
Menurut catatan Lukas, penganiayaan gereja di Yerusalem yang
membawa pemulihan/kebangkitan orang-orang Samaria
(112) dalam ukuran yang besar adalah
hasil dari satu orang kunci—Saul. Tidak ada nama lain yang disebutkan. Dan,
setelah konversi Saul, penganiayaan selesai, dan era baru yang damai dimulai
(Kisah Para Rasul 9:31). Saya menyatakan bahwa
Saul oleh karena itu orang yang menjadi kekuatan-kekuatan
pendorong dibalik penganiayaan jemaat di Yerusalem.
Signifikansi hal ini
tidak boleh dilewatkan. Sebagai
pemimpin kelompok penentangan
terhadap Injil dan penganiayaan jemaat di Yerusalem. Saul adalah instrumen dalam
“misi percepatan” gereja yang pertama. Terjadi begitu saja, ini bukanlah apa
yang dia kehendaki, tetapi demikianlah hasilnya. Tuhan menggunakan “ murka manusia untuk memuji Dia”
(Bandingkan dengan Mazmur 76:10). Betapa seringnya kita cenderung berpikir mengenai
evangelisasi dunia pada hari itu sebagai
yang dihasilkan “khotbah” Paulus, ketimbang sebagai hasil penganiyaan yang
dilancarkan Saul. Keduanya benar.
Kedaulatan Tuhan dapat dengan mudahnya menggunakan penentangan yang intensif dari seorang yang tak percaya untuk menyebarkan injil sebagaimana Ia dapat juga melakukannya melalui khotbah penuh iman oleh salah satu orang kudusnya. Sebuah kedaulatan Tuhan tidak membutuhkan kepatuhan manusia untuk mencapai tujuan-Nya, tetapi betapa terberkatinya ketika manusia mematuhinya, menjadi seorang partisipan yang memang mau terlibat dalam rencana-rencana dan tujuan-tujuan Tuhan.
Bersambung
Simon and Simon (Acts 8:1-25) Study By: Bob Deffinbaugh | Martin Simamora
Kedaulatan Tuhan dapat dengan mudahnya menggunakan penentangan yang intensif dari seorang yang tak percaya untuk menyebarkan injil sebagaimana Ia dapat juga melakukannya melalui khotbah penuh iman oleh salah satu orang kudusnya. Sebuah kedaulatan Tuhan tidak membutuhkan kepatuhan manusia untuk mencapai tujuan-Nya, tetapi betapa terberkatinya ketika manusia mematuhinya, menjadi seorang partisipan yang memang mau terlibat dalam rencana-rencana dan tujuan-tujuan Tuhan.
Bersambung
Simon and Simon (Acts 8:1-25) Study By: Bob Deffinbaugh | Martin Simamora
No comments:
Post a Comment