SANGGAHAN
BALIK ESRA ALFRED SORU ATAS TANGGAPAN DJI JI LIONG (MURIDNYA SUHENTO LIAUW)
TERHADAP TULISAN PDT. BUDI ASALI
TERKAIT SEMINAR ESKATOLOGI DR. SUHENTO LIAUW
Pada tanggal 1 Juni lalu Dr. Suhento Liauw mengadakan seminar Eskatologi di Surabaya. Hadir dalam seminar ini Pdt. Budi Asali yang setelah itu memberikan beberapa sanggahan terhadap beberapa point ajaran Dr. Suhento Liauw (Baca di sini :http://www.pelangikasihministry2.blogspot.com/2012/06/pembahasan-seminar-suhento-liauw.html). Nah, tanggapan Pdt. Budi Asali ini lalu ditanggapi balik oleh seorang murid Suhento Liauw bernama Dji Ji Liong (Baca di sini : http://dedewijaya.wordpress.com/2012/06/12/tanggapan-terhadap-artikel-budi-asali-tentang-pembahasan-seminar-akhir-zaman-suhento-liauw/). Dan Berikut ini adalah sanggahan balik saya terhadap tanggapan Dji Ji Liong yang saya beri warna merah :
Keterangan :
· Tulisan berwarna hijau adalah ajaran
Suhento Liauw dalam seminar Eskatologi di Surabaya
sebagaimana yang dicatat Pdt. Budi Asali.
·
Tulisan berwarna biru adalah tanggapan
Pdt. Budi Asali atas materi seminar itu.
· Tulisan berwarna hitam (menjadi putih pada platform blogspot-red) adalah tanggapan Dji ji Liong
terhadap tanggapan Pdt. Budi Asali.
· Tulisan berwarna merah adalah sanggahan
balik saya atas tanggapan Dji ji Liong.
1. Seminar berhubungan dengan pengetahuan /
pikiran, kalau KKR hanya dengan perasaan. Karena itu dia buat seminar, bukan
KKR.
Tanggapan Budi Asali:
Omong kosong, semua
tergantung siapa yang berkhotbah dalam seminar atau KKR itu. Kalau yang
berkhotbah memang adalah orang-orang yang senang mengobarkan emosi, baik KKR
ataupun seminar akan berhubungan dengan perasaan saja. Sebaliknya kalau yang
berkhotbah adalah orang-orang yang memang menekankan pendidikan dan pengajaran,
maka baik KKR maupun seminar akan berhubungan dengan pikiran dan memberikan
pengetahuan.
Tanggapan
Dji:
Saya yakin semua orang setuju
bahwa seminar tentu lebih MENEKANKAN PENGETAHUAN dari pada KKR. Karena dalam
seminar yang diadakan oleh Dr. Suhento Liauw selalu ADA SESI TANYA JAWAB.
Sedangkan dalam KKR tidak mungkin ada sesi tanya jawab. Fakta yang sulit
dipungkiri bahwa hampir semua KKR mengedepankan emosi (perasaan). Seminar
adalah pola belajar yang akademis, seminar berbeda dengan KKR. Seminar bersifat
Pendalaman Alkitab (PA) sedangkan KKR bersifat Pendalaman Emosi (Perasaan).
Seminar menyelidiki kitab suci (Alkitab) apakah benar demikian, persis seperti
dalam Kis 17:11 Orang-orang
Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di
Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan
setiap hari mereka menyelidiki Kitab
Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.
Tanggapan Esra Soru :
1. Anda berkata “Saya yakin semua orang setuju bahwa seminar tentu lebih MENEKANKAN
PENGETAHUAN dari pada KKR”, darimana keyakinan anda itu? Buktinya ada orang
seperti Budi Asali, juga saya tidak mempercayai hal itu.
2. Anda menganggap bahwa tidak adanya
sesi tanya jawab di dalam KKR sebagai bukti bahwa KKR hanya mengedepankan emosi
/ perasaan? Supaya anda tahu juga bahwa adakalanya dalam acara KKR, Pdt.
Stephen Tong membuka acara tanya jawab. Juga apakah dengan tidak adanya sesi
tanya jawab lalu menjadikan suatu acara hanya menekankan emosi belaka? No! Pdt.
Budi Asali biasa KKR, saya juga biasa KKR, tapi KKR yang kami lakukan penuh
dengan pengajaran dan argumentasi. Bahkan lebih
argumentatif dan ketat dalam pengajaran daripada seminar yang kalian buat. Jika
itu tidak ada tanya jawab berarti sama dengan mengedepankan emosi?
3. Jikalau ada banyak KKR yang
mengedepankan emosi, itu harus berarti bahwa semua KKR mengedepankan emosi?
Anda salah besar! Jikalau ada 1 saja kasus di mana KKR tidak mengedepankan
emosi maka kesimpulan Suhento Liauw sudah bisa dianggap gugur.
2. Kalau ada free will - harus ada pilihan,
berbuat dosa atau berbuat baik.
Tanggapan Budi Asali:
Jawaban tentang
kebodohan ini tidak saya berikan di sini karena ini berhubungan dengan debat
tanggal 24 Agustus 2012 antara Esra + saya vs Steven Liauw + partnernya. Saya
tak mau tunjukkan ‘senjata’ saya sebelum debat tanggal 24 Agustus itu
terlaksana.
Tanggapan Dji: Karena Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div merasa “belum saatnya” untuk memberikan tanggapan, maka
tidak ada yang perlu ditanggapi selain saya hanya melihat Kebenaran dari
pernyataan Dr. Suhento Liauw bahwa setiap manusia mempunyai free will
(mempunyai kehendak bebas yaitu mempunyai pilihan untuk berbuat dosa atau
berbuat baik).
Tanggapan Esra Soru : Itu masih akan diperdebatkan
jadi jangan buru-buru menganggap penyataan Suhento Liauw sebagai kebenaran.
3. Ia percaya komandan setan namanya Lucifer.
Tanggapan Budi Asali:
Ini memang kesalahan
yang umum, tetapi salah.
Kata /
nama ‘Lucifer’ muncul dalam terjemahan KJV dalam Yes 14:12 (dalam
Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘Bintang Timur’), dan kalau
saudara membaca kontextnya jelas bahwa istilah ini menunjuk kepada raja
Babel, bukan kepada komandan setan.
Yes 14:4,12,22,23
- “(4) maka engkau akan memperdengarkan ejekan ini tentang raja
Babel, dan berkata: ‘Wah, sudah berakhir si penindas sudah berakhir orang lalim!
... (12) ‘Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera
Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan
bangsa-bangsa! ... (22) ‘Aku akan bangkit melawan mereka,’ demikianlah firman
TUHAN semesta alam, ‘Aku akan melenyapkan nama Babel dan sisanya,
anak cucu dan anak cicitnya,’ demikianlah firman TUHAN. (23) ‘Aku akan
membuat Babel menjadi milik landak dan menjadi air rawa-rawa, dan
kota itu akan Kusapu bersih dan Kupunahkan,’ demikianlah firman TUHAN semesta
alam”.
Yes 14:12 (KJV): ‘How
art thou fallen from heaven, O Lucifer, son of the
morning! how art thou cut down to the ground, which didst weaken the
nations!’.
Calvin (tentang Yes 14:12): “The
exposition of this passage, which some have given, as if it referred to Satan,
has arisen from ignorance; for the context plainly shows that these statements
must be understood in reference to the king of the Babylonians. But when
passages of Scripture are taken at random, and no attention is paid to the
context, we need not wonder that mistake of this kind frequently arise. Yet it
was an instance of very gross ignorance, to imagine that Lucifer was the king
of devils, and that the Prophet gave him this name. But as these inventions
have no probability whatever, let us pass by them as useless fables” (=
Exposisi yang diberikan oleh beberapa orang tentang text ini, seakan-akan text
ini menunjuk kepada setan / berkenaan dengan setan, muncul / timbul dari
ketidaktahuan; karena kontex secara jelas menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan
ini harus dimengerti dalam hubungannya dengan raja Babel. Tetapi pada waktu
bagian-bagian Kitab Suci diambil secara sembarangan, dan kontex tidak
diperhatikan, kita tidak perlu heran bahwa kesalahan seperti ini muncul /
timbul. Tetapi itu merupakan contoh dari ketidaktahuan yang sangat hebat, untuk
membayangkan bahwa Lucifer adalah raja dari setan-setan, dan bahwa sang nabi
memberikan dia nama ini. Tetapi karena penemuan-penemuan ini tidak mempunyai
kemungkinan apapun, marilah kita mengabaikan mereka sebagai dongeng / cerita
bohong yang tidak ada gunanya) - hal 442.
Adam Clarke (tantang Yes 14:12): “And although the context speaks explicitly concerning
Nebuchadnezzar, yet this has been, I know not why, applied to the chief of the
fallen angels, who is most incongruously denominated Lucifer, (the bringer of
light!) an epithet as common to him as those of Satan and Devil. That the Holy
Spirit by his prophets should call this arch-enemy of God and man the
light-bringer, would be strange indeed. But the truth is, the text speaks
nothing at all concerning Satan nor his fall, nor the occasion of that fall,
which many divines have with great confidence deduced from this text. O how
necessary it is to understand the literal meaning of Scripture, that preposterous
comments may be prevented!” [= Dan sekalipun kontexnya berbicara
secara explicit tentang Nebukadnezar, tetapi entah mengapa kontex ini telah
diterapkan kepada kepala dari malaikat-malaikat yang jatuh, yang secara sangat
tidak pantas disebut / dinamakan Lucifer (pembawa terang!), suatu julukan yang
sama umumnya bagi dia, seperti Iblis dan Setan. Bahwa Roh Kudus oleh nabiNya
menyebut musuh utama dari Allah dan manusia sebagai pembawa terang, betul-betul
merupakan hal yang sangat aneh. Tetapi kebenarannya adalah, text ini tidak
berbicara sama sekali tentang Setan maupun kejatuhannya, ataupun saat / alasan
kejatuhan itu, yang dengan keyakinan yang besar telah disimpulkan dari text ini
oleh banyak ahli theologia. O alangkah pentingnya untuk mengerti arti hurufiah
dari Kitab Suci, supaya komentar-komentar yang gila-gilaan / tidak masuk akal
bisa dicegah!] - hal 82.
Tanggapan Dji:
Yesaya 14:1-16 konteksnya berbicara
tentang Raja Babel, dan tentu di situ ada OKNUM DI BALIK Raja Babel yaitu
Lucifer (Bintang Timur). Dalam Yesaya 14:12 “Wah, engkau sudah jatuh dari
langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke
bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! (konteksnya harus lanjut baca minimal
hingga ayat 13-14) Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke
langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku
hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik
mengatasi ketinggian awan-awan, HENDAK MENYAMAI
Yang Mahatinggi!....”
Orang yang Sekolah Dasar (SD) saja sudah
dapat mengerti dan memahami bahwa konteks di sini adalah menunjuk kepada
komandan setan yaitu Lucifer. Tidak mungkin HANYA menunjuk kepada raja Babel
dalam pandangan Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div. Jadi, konteksnya jelas menunjuk
Lucifer yang ingin mengatasi bintang-bintang Allah, ingin duduk di bukit
pertemuan, ingin mengatasi ketinggian awan-awan bahkan ingin MENYAMAI Yang Mahatinggi (Tuhan).
Bagaimana mungkin orang sekaliber Bpk.
Pdt. Budi Asali, M. Div hanya berkata “ini memang kesalahan yang umum, tetapi salah.” Dan
juga TERLIHAT JELAS Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div lebih percaya kpd komentar Calvin dan Adam Clarke yang menyebut
(Yes. 14:12) Lucifer ini sebagai “dongeng dan cerita bohong. Dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat aneh/gila/tidak masuk akal.”
Justru menurut saya: Bpk. Pdt. Budi Asali beserta Calvin dan Adam Clarke yang
aneh KARENA TIDAK MAU MEMPERCAYAI kata-kata Alkitab itu sendiri.
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda berkata :
Yesaya 14:1-16 konteksnya berbicara
tentang Raja Babel, dan tentu di situ ada OKNUM DI BALIK Raja Babel yaitu
Lucifer (Bintang Timur). Dalam Yesaya 14:12 “Wah, engkau sudah jatuh dari
langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke
bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! (konteksnya harus lanjut baca minimal
hingga ayat 13-14) Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke
langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku
hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik
mengatasi ketinggian awan-awan, HENDAK MENYAMAI
Yang Mahatinggi!....”
Hehehe....darimana anda bisa
simpulkan bahwa Lucifer itu adalah OKNUM DI BALIK Raja Babel? Jika Alkitab
mengatakan bahwa ini adalah nubuatan tentang Raja Babel, berarti ini adalah
pembicaraan tentang Raja Babel, lalu darimana tiba-tiba anda menganggap ada
oknum lain di balik Raja Babel? Anda bermimpikah?
2.
Anda menulis :
Orang yang Sekolah Dasar (SD) saja sudah
dapat mengerti dan memahami bahwa konteks di sini adalah menunjuk kepada
komandan setan yaitu Lucifer. Tidak mungkin HANYA menunjuk kepada raja Babel
dalam pandangan Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div. Jadi, konteksnya jelas menunjuk
Lucifer yang ingin mengatasi bintang-bintang Allah, ingin duduk di bukit
pertemuan, ingin mengatasi ketinggian awan-awan bahkan ingin MENYAMAI Yang Mahatinggi (Tuhan).
Konteks apa? Kenapa tidak
mungkin hanya menunjuk pada Raja Babel? Justru anda lebih ngawur dari anak SD
sampai tahu-tahu bisa memasukan ide adanya oknum lain di balik Raja Babel itu. Kata-kata : “mengatasi bintang-bintang Allah, ingin
duduk di bukit pertemuan, ingin mengatasi ketinggian awan-awan bahkan
ingin MENYAMAI Yang Mahatinggi (Tuhan)” kenapa
harus diartikan menunjuk pada oknum lain? Kata-kata itu tetap ditujukan pada
Raja Babel. Mungkin anda bertanya kalau memang itu untuk Raja Babel, lalu
mengapa ada kata-kata “ketinggian
awan-awan” dan “ingin MENYAMAI Yang Mahatinggi (Tuhan)”. Soal “awan-awan”, ini kan bahasa puisi. Kenapa
anda hurufiahkan? Itu sama sekali bukan alasan menjadikannya sebagai dasar
bahwa ada oknum lain di balik Raja babel. Soal “ingin menyamai yang Mahatinggi”, apakah tidak mungkin sikap dari
Raja Babel menunjukkan adanya keinginan untuk menyamai Allah? Haruskah adanya
keinginan berarti harus bukan raja Babel tetapi oknum lain? Jadi pandangan anda
ini bodoh dan sangat lemah. Anda bukannya memahami Alkitab apa adanya tetapi
memasukkan pikiran anda sendiri ke dalam teks-teks Alkitab. Itukah yang
diajarkan kepada anda oleh Suhento Liauw?
4. Waktu Nuh keluar dari bahtera, lalu beri
persembahan kepada Allah, dan Allah mencium baunya dan lalu ‘menjadi
bahagia’!
Tanggapan Budi Asali:
a) Dari
mana gerangan omong kosong itu? Dalam Kitab Suci saya tak ada!
Kej 8:20-22 - “(20)
Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari segala binatang yang tidak haram
dan dari segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia
mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu. (21) Ketika TUHAN
mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hatiNya: ‘Aku
takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan
hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi
segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan. (22) Selama bumi masih ada,
takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan
hujan, siang dan malam.’”.
Tanggapan Dji:
Dalam Kejadian 8:21 SECARA JELAS DAN
GAMPANG DIMENGERTI bahwa TUHAN mencium persembahan yang HARUM itu. HARUM dalam
pengertian bahasa manusia bahwa Tuhan senang atau Tuhan bahagia. Oleh karena
itu Tuhan berfirman dalam hatiNya: Aku takkan mengutuk bumi ini lagi........
Saya yakin bahwa Bpk. Budi Asali, M. Div
tentu tidak akan ketemu dalam Alkitabnya yg tertulis “lalu bahagia”. Karena “Tuhan
mencium persembahan yang HARUM itu” adalah bahasa antromorfisme (bahasa
yang Tuhan pakai supaya manusia tahu, bahwa Tuhan senang / bahagia atas
persembahan Nuh itu.)
Bagaimana mungkin orang seperti Bpk. Pdt.
Budi Asali, M. Div tidak bisa mengerti ini?..... hehehehe... sabar ya pak?....
Tanggapan
Esra Soru :
1. Anda perhatikan kata2 Pak Budi Asali
yang bergaris bawah itu. Jadi yang ditekankan bukan soal Allah mencium
persembahan yang harum melainkan kata-kata “dan
lalu menjadi bahagia”. Soal persembahan yang harum memang eksplisit, tetapi
“lalu menjadi bahagia” itu darimana?
Karang sendiri? Tentang Lucifer, kalian sudah memasukan ide ke dalam teks,
tentang ini kalian memasukkan lagi kata-kata di dalam teks yang sama sekali
tidak mengatakan hal itu.
2. Pak Budi Asali memang tidak akan
menemukan kata-kata “dan lalu menjadi
bahagia” karena kata2 itu tidak ada dalam Alkitab tetapi karangan Suhento
Liauw. Dan itulah sebabnya Pak Budi Asali mempersoalkannya kan?
3. Hehehe....Alkitab memang memakai
bahasa antropomorfisme. Jadi kadang-kadang Alkitab menggunakan bahasa manusia
untuk Allah, tetapi persoalannya bukan di situ, persoalannya adalah kata-kata
itu sama sekali tidak dipakai oleh Alkitab dan Suhento Liauw lah yang
memakainya atau menambahkannya. Memang dia siapa sampai bisa menambahkan kata-kata
antropomorfismenya ke dalam ayat-ayat Alkitab?
b) Kalau
Allah ‘menjadi bahagia’, berarti tadinya tidak bahagia?
Tanggapan Dji:
Ini adalah asumsi Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div sendiri yang berlebihan dan membuat pertanyaan ukuran anak SD.
Padahal tidak ada pernyataan Dr. Suhento Liauw yang mengatakan “tadinya Allah
tidak bahagia”. Allah selalu bahagia sekalipun tidak ada manusia. jadi, jangan
membuat asumsi-asumsi yang berlebihan
dan konyol, Bapak Pendeta Budi Asali, M. Div!.
Tanggapan Esra Soru :
Ini juga komentar anak TK.
1. Perhatikan baik-baik kata-kata Pak
Budi Asali. Kalimatnya diakhiri dengan tanda tanya bukan? Jadi ini bukan
pernyataan tetapi pertanyaan.
2.
Memang bisa saja Suhento Liauw tidak
mengatakan bahwa sebelumnya Allah tidak bahagia tetapi kata-kata dia bahwa Allah menjadi bahagia secara
implisit mengatakan bahwa tadinya Allah tidak bahagia.
Memang yang begini tidak bisa
dimengerti oleh anak TK.
5. Darah di ambang pintu (tulah ke 10)
diberikan di atas, kiri dan kanan, membentuk salib! Juga ular tembaga ditaruh
di atas tiang, supaya tidak melorot diberi kayu horizontal, dan lagi-lagi
membentuk salib!
Tanggapan Budi Asali:
Tafsiran kampungan dan
menambahi Alkitab (bertentangan dengan Sola Scriptura)!
Kel 12:7 - “Kemudian
dari darahnya haruslah diambil sedikit dan dibubuhkan pada kedua tiang
pintu dan pada ambang atas, pada rumah-rumah di mana orang memakannya.”.
Memang ada kata-kata
‘kedua tiang pintu’, berarti di kiri dan kanan, lalu ada ‘ambang atas’, berarti
di atas, tetapi kalau tidak ada ‘di bawah’, bagaimana bisa membentuk salib???
Lalu tentang peristiwa
ular tembaga, mari kita lihat ceritanya dalam Alkitab.
Bil 21:4-9 - “(4)
Setelah mereka berangkat dari gunung Hor, berjalan ke arah Laut Teberau untuk
mengelilingi tanah Edom, maka bangsa itu tidak dapat lagi menahan hati di
tengah jalan. (5) Lalu mereka berkata-kata melawan Allah dan Musa: ‘Mengapa
kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini?
Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini
kami telah muak.’ (6) Lalu TUHAN menyuruh ular-ular tedung ke antara bangsa
itu, yang memagut mereka, sehingga banyak dari orang Israel yang mati. (7)
Kemudian datanglah bangsa itu mendapatkan Musa dan berkata: ‘Kami telah
berdosa, sebab kami berkata-kata melawan TUHAN dan engkau; berdoalah kepada
TUHAN, supaya dijauhkanNya ular-ular ini dari pada kami.’ Lalu Musa berdoa
untuk bangsa itu. (8) Maka berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Buatlah
ular tedung dan taruhlah itu pada sebuah tiang; maka setiap orang yang
terpagut, jika ia melihatnya, akan tetap hidup.’ (9) Lalu Musa membuat ular
tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang; maka jika seseorang dipagut ular, dan
ia memandang kepada ular tembaga itu, tetaplah ia hidup”.
Dimana gerangan ada
kata-kata ‘supaya tidak melorot lalu diberi kayu horizontal’? Lagi mengigau,
Pak Suhento?
Hal lain yang harus
diketahui adalah: sebetulnya kita tidak tahu bagaimana bentuk salib Kristus.
Kata ‘salib’ dalam bahasa Yunani adalah STAUROS, dan sebetulnya berarti ‘an
upright pole’ (= tiang tegak). Dan salib yang paling awal memang hanya
berbentuk satu tiang tegak. Karena itu tak perlu merasa heran kalau Saksi
Yehuwa menggunakan tiang tegak sebagai salib Kristus. Tetapi memang belakangan
muncul variasi-variasi bentuk salib, sehingga ada yang berbentuk X, Y, T, dan
juga seperti salib yang kita kenal. Lalu yang mana yang merupakan salib yang
digunakan untuk Yesus? Satu-satunya alasan untuk memilih salib yang paling umum
adalah karena dikatakan bahwa di atas kepala Yesus dituliskan kata-kata ‘Yesus
dari Nazaret, raja orang Yahudi’. Kalau salib berbentuk X, Y, atau T, dimana
tulisan itu mau diletakkan? Jadi, dipilih salib yang kita kenal itu. Tetapi ini
argumentasi yang sangat lemah, karena untuk salib yang manapun, bisa diberi
tulisan, menggunakan papan yang diikat dengan tali. Apalagi salib yang
berbentuk tiang tegak, tentu tak ada masalah dengan pemberian tulisan itu.
Kesimpulan: bahwa salib Yesus
dikatakan berbentuk seperti yang sekarang kita kenal, merupakan sesuatu yang
sangat tidak pasti!
Tanggapan Dji:
Dr. Suhento Liauw seorang Kristen
Fundamental Alkitabiah mengajarkan Alkitab adalah satu-satunya Firman Tuhan (di luar Alkitab tidak ada Firman Tuhan),
TIDAK MUNGKIN menambahi Firman Tuhan atau mengurangkan Firman Tuhan, karena itu
bertentangan dengan pengajaran dan keyakinannya sendiri.
Darah di ambang pintu (Domba Paskah dalam
tulah ke 10 ) jelas mengacu kepada Yesus Kristus yang disalibkan (Yoh. 1:29
“Pada keesokan harinya Yohanes melihat
Yesus datang kepadanya dan ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang
menghapus dosa dunia.”) Darah domba paskah yang dibubuhkan kedua tiang pintu
dan ambang atas hanya mengingatkan kita
bahwa Yesus Kristus disalibkan untuk
semua manusia yang berdosa. Adalah sangat mengherankan saya jika Bapak Pendeta
Budi Asali, M. Div ini meributkan/mempermasalahkan “bentuk salibnya”. Beliau mengkritik lambang yang dibubuhkan,
bukannya melihat inti/hakekat dari
perayaan domba paskah dan ular tembaga itu sendiri. Tentang ular tembaga yang
dibuat oleh Musa ini Rasul Yohanes berkata: (Yoh. 3:14-15) “Dan sama seperti
Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus
ditinggikan, supaya setiap orang
yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.”
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda berkata :
Dr. Suhento Liauw seorang Kristen
Fundamental Alkitabiah mengajarkan Alkitab adalah satu-satunya Firman Tuhan (di luar Alkitab tidak ada Firman Tuhan),
TIDAK MUNGKIN menambahi Firman Tuhan atau mengurangkan Firman Tuhan, karena itu
bertentangan dengan pengajaran dan keyakinannya sendiri.
Tidak mungkin? Faktanya dia
sudah melakukan itu dan itu menunjukkan bahwa Kristen Fundamentalnya Cuma
slogan.
2.
Anda berkata :
Darah di ambang pintu (Domba Paskah dalam
tulah ke 10 ) jelas mengacu kepada Yesus Kristus yang disalibkan (Yoh. 1:29
“Pada keesokan harinya Yohanes melihat
Yesus datang kepadanya dan ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus
dosa dunia.”) Darah domba paskah yang dibubuhkan kedua tiang pintu dan ambang
atas hanya mengingatkan kita bahwa Yesus Kristus disalibkan untuk semua
manusia yang berdosa.
Hehehe...anda tidak jawab
persoalannya. Tidak ada masalah bahwa darah domba Paskah dan ular yang
ditinggikan itu sebagai gambaran dari Kristus. Itu kami percayai juga. Yang
dipersoalkan pak Budi adalah darimana muncul kata-kata atau pandangan bahwa darah di ambang pintu
(tulah ke 10) diberikan di atas, kiri dan kanan, membentuk salib? Juga ular
tembaga ditaruh di atas tiang, supaya tidak melorot diberi kayu horizontal, dan
lagi-lagi membentuk salib? Kenapa anda tidak jawab ini? Di sini terlihat bahwa
Suhento Liauw benar-benar menambahi Kitab Suci. Berarti dia bukan lagi Kristen
Fundamentalis sesuai kata2 anda di atas kan?
3.
Anda menulis :
Adalah sangat mengherankan saya jika
Bapak Pendeta Budi Asali, M. Div ini meributkan/mempermasalahkan “bentuk salibnya”. Beliau mengkritik
lambang yang dibubuhkan, bukannya melihat inti/hakekat
dari perayaan domba paskah dan ular tembaga itu sendiri. Tentang ular tembaga
yang dibuat oleh Musa ini Rasul Yohanes berkata: (Yoh. 3:14-15) “Dan sama
seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus
ditinggikan, supaya setiap orang
yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.”
Hehe...bukankah kata-kata
itu lebih cocok untuk anda? Pak Budi mempersoalkan tambahan yang Suhento Liauw
berikan pada Kitab Suci, lalu ketika anda mau menanggapinya, anda justru
mengalihkan persoalannya pada domba Paskah dan ular tembaga itu sebagai type
dari Kristus. Supaya anda tahu, pekerjaan kami adalah berdebat jadi kami tahu
siapa yang menjawab pertanyaan dan siapa yang lari dari persoalan yang dibahas.
Pak Budi membahas soal
tanda salib karena dengan tambahan dari Suhento Liauw itu menunjukkan bahwa dia
berasumsi salib Kristus adalah persis sama seperti yang dikenal pada masa kini.
Dan karena itu Pak Budi menunjukkan bahwa hal itu sama sekali tidak pasti. Anda
mengerti? Dengan tidak mengertinya anda mengapa pembahasan tentang bentuk salib
dilakukan Pdt. Budi Asali di sini menunjukkan bahwa tingkatan anda memang hanya
kelas SD atau TK saja. Kenapa bukan Suhento Liauw saja yang
mempertanggungjawabkan kekonyolannya di sini?
6. Baptisan harus selam, kalau tidak
seperti Kain yang beri persembahan hasil bumi dan bukan binatang. Kata Yunani
BAPTIZO artinya dicelup / direndam. Jadi, orang yang dibaptis percik sama saja
dengan belum dibaptis!
Tanggapan Budi Asali:
Dalam seminar itu
mula-mula ia mengatakan baptisan itu bukan merupakan sesuatu yang hakiki untuk
keselamatan, tetapi anehnya pada waktu menekankan keharusan baptisan selam,
ia mengatakan bahwa orang yang menggunakan baptisan percik adalah seperti Kain,
yang bukannya mempersembahkan binatang tetapi mempersembahkan tanaman. Bukankah
ia menjadikannya sebagai sesuatu yang bersifat hakiki / mutlak untuk
keselamatan? Ia secara bodoh mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan
ajarannya di bagian depan.
Kata Yunani BAPTIZO
memang bisa berarti ‘celup’ atau ‘rendam’, tetapi tidak harus berarti seperti
itu! Akan saya buktikan dari penggunaan kata itu dalam Alkitab sendiri.
1.
Mark 7:4
- “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak
lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang,
umpamanya hal mencuci (BAPTISMOUS) cawan, kendi
dan perkakas-perkakas tembaga”.
KJV: ‘And when they come from the market, except they wash, they
eat not. And many other things there be, which they have received to hold, as
the washing of cups, and pots, brasen vessels, and of tables’ (=
Dan pada waktu mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak
makan. Dan banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti
pencucian cawan, belanga / panci, bejana / tempat dari tembaga, dan
meja-meja).
Kata-kata ‘and of tables’ (= dan meja-meja) tidak ada
dalam terjemahan-terjemahan yang lain, tetapi footnote NIV memberikan
keterangan bahwa ada beberapa manuscripts yang kuno yang memberikan kata-kata
itu.
Kalau kata-kata itu memang orisinil, maka itu makin jelas membuktikan bahwa
pembaptisan / pencucian dalam ayat ini tidak dilakukan dengan merendam, karena
bagaimana mungkin orang merendam meja? Berapa besarnya bak cuci yang
dibutuhkan? Jauh lebih masuk akal, bahwa pencucian dilakukan dengan mencurahkan
air ke benda yang akan dicuci tersebut. Dan kalau kata-kata itu tidak orisinil,
tetap aneh bahwa orang mencuci belanga, dsb dengan cara merendam. Biasanya
orang mencuci barang-barang itu dengan mencurahkan air ke benda tersebut.
Tanggapan Dji:
Hampir semua mahasiswa theologi tahu apa
arti literal / hurufiah kata “BAPTIZ = selam/celup,” sedangkan ”RANTIZ =
percik”.
Bpk. Pdt.
Budi Asali, M. Div SENDIRI DI ATAS
MENGAKUI bahwa “Dr. Suhento Liauw mengajarkan baptisan itu bukan merupakan sesuatu yang hakiki
untuk keselamatan.” Tetapi kemudian justru
komentar Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri yang “menyerang balik” dengan berkata “Dr. Suhento menjadikannya
(baptisan) sebagai sesuatu yang bersifat hakiki/mutlak untuk keselamatan?”
ini adalah BUKTI FITNAH
seorang Bapak yang bernama Pdt. Budi Asali, M. Div, yang bertentangan
dengan ajaran guru kami Dr. Suhento Liauw.
Mengenai “Baptizo” dalam Markus 7:4
penggunaan Yunaninya (TR) adalah
BAPTISONTAI. Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri juga MENGAKUI bahwa arti Baptizo
adalah “celup atau rendam”. Tetapi herannya ia tidak mau menaati perintah baptis itu sendiri, dengan mengatakan
kata itu (baptizo) “tidak harus berarti seperti itu (maksudnya tidak harus
celup/rendam).”
Kalau ada orang berkata “jalan” tetapi
maksudnya “lari” atau ia berkata “duduk” tetapi maksudnya “berdiri”...
yah.....akan repot kita memahami omongan orang demikian.
Kesimpulan saya: Kalau Alkitab bilangnya
“Baptis” maka itu harusnya selam/rendam/celup ke dalam air, bukan percik
seperti yang DI-INGIN-KAN oleh Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div ini.
Seharusnya sebagai orang yang mengakui
Alkitab satu-satunya firman Tuhan (Sola Scriptura) kita tidak perlu meragukan
ada kebiasaan orang Yahudi yang merendam belanga atau meja sekalipun, dengan
mencari alasan-alasan yg “aneh” untuk tidak mau menaati Firman Tuhan, dengan
gampangnya Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div berkata “biasanya orang mencuci barang-barang itu dengan
mencurahkan air ke benda tersebut.” Padahal ini hanya sebuah asumsi praduga
beliau belaka. Dari mana Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div mengetahui bahwa “biasanya” orang mencuci barang-barang
itu dengan mencurahkan air? Ini adalah praduga tanpa bukti.
Dalam imamat 14:5 “imam harus
memerintahkan supaya burung yg seekor disembelih di atas belanga tanah berisi air
mengalir (tentu pencucian belanga ini terjadi di dalam sungai), bukan dibasuh
atau disiram. ini salah satu contoh ayat yg mendukung belanga di rendam/dicelup di dalam air.
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda menulis :
Hampir semua mahasiswa theologi tahu apa
arti literal / hurufiah kata “BAPTIZ = selam/celup,” sedangkan ”RANTIZ =
percik”.
Hanya karena semua
mahasiswa theologia tahu berarti itu adalah mutlak benar? Itu tidak bisa
dijadikan dasar sama sekali. Mungkin saja kebanyakan mahasiswa itu adalah
mahasiswa di sekolah kalian yang memang diajarkan seperti itu dan menerima
dengan buta apa saja yang diajarkan pada kalian.
2.
Anda menulis :
Bpk. Pdt.
Budi Asali, M. Div SENDIRI DI ATAS
MENGAKUI bahwa “Dr. Suhento Liauw mengajarkan baptisan itu bukan merupakan sesuatu yang hakiki
untuk keselamatan.” Tetapi kemudian justru
komentar Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri yang “menyerang balik” dengan berkata “Dr. Suhento menjadikannya
(baptisan) sebagai sesuatu yang bersifat hakiki/mutlak untuk keselamatan?”
ini adalah BUKTI FITNAH
seorang Bapak yang bernama Pdt. Budi Asali, M. Div, yang bertentangan
dengan ajaran guru kami Dr. Suhento Liauw.
Apanya yang fitnah? Apakah
anda terlalu buta untuk melihatnya atau terlalu bodoh untuk memahaminya?
Jikalau baptisan bukan hakiki, lalu mengapa mengajarkan bahwa baptisan harus
selam? Mengapa mengajarkan bahwa bahwa orang yang menggunakan baptisan
percik adalah seperti Kain, yang bukannya mempersembahkan binatang tetapi
mempersembahkan tanaman?
3.
Anda menulis :
Mengenai “Baptizo” dalam Markus 7:4
penggunaan Yunaninya (TR) adalah
BAPTISONTAI. Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri juga MENGAKUI bahwa arti
Baptizo adalah “celup atau rendam”. Tetapi herannya ia tidak mau menaati perintah baptis itu sendiri, dengan mengatakan
kata itu (baptizo) “tidak harus berarti seperti itu (maksudnya tidak harus
celup/rendam).” Kalau ada orang berkata “jalan” tetapi maksudnya “lari” atau ia
berkata “duduk” tetapi maksudnya “berdiri”... yah.....akan repot kita memahami
omongan orang demikian.
Anda memang benar-benar
ngawur dan tidak bisa memahami esensi sebuah argumntasi. Baptizo memang bisa
berarti diselamkan. Tetapi itu bukan satu-satunya arti dari kata itu dan karena
itu baptisan tidak harus diselam. Ingat Pdt. Budi Asali mengatakan “tidak harus selam” bukan “harus tidak selam”. Jikalau Pdt. Budi
Asali mengatakan “harus tidak selam” itu
baru bertentangan dengan pernyataan beliau bahwa baptizo juga berarti celup
atau rendam.
4.
Anda menulis :
Kesimpulan saya: Kalau Alkitab bilangnya
“Baptis” maka itu harusnya selam/rendam/celup ke dalam air, bukan percik
seperti yang DI-INGIN-KAN oleh Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div ini.
Hehehe...anda belum
tanggapi apa-apa tentang argumentasi Pak Budi tentang Mat 7:4, tiba2 langsung
buat kesimpulan? Seperti inikah yang diajarkan pada anda?
5.
Anda menulis :
Seharusnya sebagai orang yang mengakui
Alkitab satu-satunya firman Tuhan (Sola Scriptura) kita tidak perlu meragukan
ada kebiasaan orang Yahudi yang merendam belanga atau meja sekalipun, dengan
mencari alasan-alasan yg “aneh” untuk tidak mau menaati Firman Tuhan, dengan
gampangnya Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div berkata “biasanya orang mencuci barang-barang itu dengan
mencurahkan air ke benda tersebut.” Padahal ini hanya sebuah asumsi praduga
beliau belaka. Dari mana Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div mengetahui bahwa “biasanya” orang mencuci barang-barang
itu dengan mencurahkan air? Ini adalah praduga tanpa bukti.
Mencari alasan aneh
bagaimana? Apakah justru mencuci meja dengan merendam seluruhnya yang lebih
aneh? Dan sama sekali tidak aneh kalau “orang
mencuci barang-barang itu dengan mencurahkan air ke benda tersebut.” Itu
kebiasaan yang tidak usah dipertanyakan darimana mengetahuinya. Itu sama dengan
darimana anda tahu kalau orang mandi biasa mengguyur tubuhnya dengan air?
2. Luk 11:38
- “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus
tidak mencuci (EBAPTISTHE) tanganNya sebelum makan”.
Orang mencuci tangan tidak harus merendam tangannya dalam air, tetapi bisa
dengan mencurahkan air pada tangan. Jadi jelas bahwa ‘baptis’ di sini tidak
harus berarti ‘celup / selam’.
Tanggapan Dji:
Lukas 11:38 “tidak mencuci” di sini
berarti tidak mencuci dengan tidak
mencelupkan/tidak merendamkan tangan-Nya ke dalam air. Justru tidak ada bukti kuat bahwa ayat ini bisa berarti mencurahkan air pada tangan. “Mencurahkan air pada tangan” adalah hasil penafsiran Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri untuk mendukung
doktrinnya.
Tanggapan Esra Soru :
1. Hehe..sekarang justru saya yang
bertanya, ayat itu dengan jelas mengatakan “tidak mencuci” lalu darimana
gerangan tiba-tiba anda berkata “tidak mencuci dengan tidak mencelupkan/tidak merendamkan tangan-Nya ke dalam air”? Anda
tidak ada beda dengan guru anda yang suka sekali menambahkan pikiran liar
kalian ke dalam teks-teks Alkitab.
2. Anda
mau tahu bagaimana tradisi pencucian tangan atau pembersihan diri atau tangan
sebelum makan menurut tradisi Yahudi?
William
Barclay : “Menurut hukum itu
sebelum makan tangan harus dicuci dengan hukum-hukum yang sangat mendetail.
Dengan sengaja disimpan air khusus untuk keperluan tersebut sebab air biasa
dikuatirkan tidak bersih. Air yang dipakai paling kurang sebanyak satu perempat
dari batang bambu. Pertama-tama air itu harus dituangkan ke atas
tangan dimulai dari jari kelingking dan terus sampai ke pergelangan. Kemudian
telapak tangan haruslah dibersihkan dengan menggosokkan genggam yang satu
kepada yang lainnya. Akhirnya sekali lagi air dituangkan ke atas tangan,
kali ini dimulai dari pergelangan dan berakhir pada ujung-ujung jari” (Injil
Lukas, hal.224).
Dari tradisi ini kita ketahui bahwa air untuk mencuci (membaptis)
tangan ini hanya sedikit saja dan ditaruh di dalam bambu, juga aktifitas
pencuciannya selalu dilakukan dengan
cara dituangkan. Dengan demikian arti kata “baptis” yang digunakan di sini
lebih kepada dituangkan dan bukan ditenggelamkan atau diselamkan. Jika anda
ingin “ngotot”, silahkan jawab bagaimana mungkin orang menenggelamkan seluruh
tangannya ke dalam sedikit air yang berada dalam bambu?
3. 1Kor 10:2 - ‘dibaptis dalam
awan dan dalam laut’.
Kata
Yunaninya adalah EBAPTISANTO.
Dua
hal yang harus diperhatikan:
a.
Orang Israel
berjalan di tempat kering (Kel 14:22). Yang terendam air adalah orang
Mesir!
b.
Awan tidak ada di atas mereka, tetapi di belakang mereka (Kel 14:19-20). Juga
awan itu tujuannya untuk memimpin / melindungi Israel; itu bukan awan untuk
memberi hujan. Kalau toh awan itu memberi hujan, itu lebih cocok dengan
baptisan percik, bukan selam.
Jadi
jelas bahwa orang Israel
tidak direndam / diselam dalam awan dan dalam laut!
Barnes’
Notes: “This passage is a very important one to
prove that the word baptism does not necessarily mean entire immersion in
water. It is perfectly clear that neither the cloud nor the waters touched
them” (= Text ini adalah text yang sangat penting untuk membuktikan
bahwa kata baptisan tidak harus berarti penyelaman seluruhnya di dalam air.
Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh mereka).
Tanggapan Dji:
I Kor. 10:2 “Untuk menjadi pengikut Musa
mereka semua (orang-orang Israel yg menyeberangi laut Merah) telah dibaptis
dalam awan dan dalam laut.” Paulus sendiri mencatatkan begitu adanya, dan
memang begitu fakta sejarahnya. Theologi
Rasul Paulus mengatakan “mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Ini bertentangan dengan
theologi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div yang mengatakan “mereka (orang Israel) tidak direndam/diselam dalam awan dan
dalam laut!.” Ajaran Dr. Suhento Liauw adalah sama seperti yg diajarkan oleh
Rasul Paulus, yaitu melihat orang-orang Israel telah dibaptis dalam awan dan
laut, ini bertentangan dengan ajaran Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div yg
mengatakan mereka tidak dibaptis dalam awan dan dalam laut.
Jelas orang Israel berjalan di tempat
kering (Kel. 14:22 dan ayat 29) tetapi tempat
kering di dalam laut (di tengah-tengah laut). “Sedang di kiri dan di kanan
mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.” Bukankah ini sudah sangat jelas
bahwa mereka semua telah masuk ke dalam
laut Merah? Tidakkah ini membuat Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div mengerti
Baptisan yg dimaksud oleh Rasul Paulus dalam I Kor. 10:2 ?........ atau adakah bangsa Israel melewati laut Merah
dengan dipercik/dicurahkan air laut?...atau diteteskan air seperti dugaan Bpk.
Budi Asali, M. Div?......... (tidak ada yang salah dengan pernyataan Barnes di
atas, karena orang Israel memang awan dan air tidak menyentuh mereka), tetapi
ini juga bukan otomatis berarti
mereka tidak dibaptis dalam awan dan air, karena
Theologi Rasul Paulus meneguhkan bahwa
bangsa Israel dibaptis dalam awan dan dalam laut. (1Kor. 10:2). Sekali lagi
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini bertentangan dengan theologi Paulus.
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda menulis :
I Kor. 10:2 “Untuk menjadi pengikut Musa
mereka semua (orang-orang Israel yg menyeberangi laut Merah) telah dibaptis
dalam awan dan dalam laut.” Paulus sendiri mencatatkan begitu adanya, dan
memang begitu fakta sejarahnya. Theologi
Rasul Paulus mengatakan “mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Ini bertentangan dengan
theologi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div yang mengatakan “mereka (orang Israel) tidak direndam/diselam dalam awan dan
dalam laut!.”
Bukan main ngawurnya anda
di sini. Anda sama sekali bodoh dan tidak bisa memahami argumentasi yang
dibangun. Pak Budi mengakui bahwa Paulus mengatakan mereka semua telah dibaptis
dalam awan dan dalam laut. Masalahnya adalah dalam fakta yang dituju yaitu
kasus tiang awan dan penyeberangan Laut Terebau sama sekali orang Israel tidak
mengalami perendaman / pencelupan seluruhnya. Jadi karena itu kata “baptis” di
sana tidak bisa diartikan penyelaman. Paham hai anak TK?
2.
Anda menulis :
Ajaran Dr. Suhento Liauw adalah sama
seperti yg diajarkan oleh Rasul Paulus, yaitu melihat orang-orang Israel telah
dibaptis dalam awan dan laut, ini bertentangan dengan ajaran Bapak Pdt. Budi
Asali, M. Div yg mengatakan mereka tidak dibaptis dalam awan dan dalam laut.
Lagi-lagi seperti point 1
di atas ini menunjukkan kebodohan anda. Pak Budi sama sekali tidak mengatakan
mereka tidak dibaptis tapi mereka tidak diselam.
3.
Anda menulis :
Jelas orang Israel berjalan di tempat
kering (Kel. 14:22 dan ayat 29) tetapi tempat
kering di dalam laut (di tengah-tengah laut). “Sedang di kiri dan di kanan
mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.” Bukankah ini sudah sangat jelas
bahwa mereka semua telah masuk ke dalam
laut Merah? Tidakkah ini membuat Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div mengerti
Baptisan yg dimaksud oleh Rasul Paulus dalam I Kor. 10:2 ?
Justru karena orang Israel
berjalan di tempat kering itu yang jadi persoalan. Jikalau kata baptis harus berarti
diselam, kapan bangsa Israel diselam di dalam air? Bukankah mereka berjalan di
tanah yang kering?
4.
Anda menulis :
atau adakah bangsa Israel melewati laut
Merah dengan dipercik/dicurahkan air laut?...atau diteteskan air seperti dugaan
Bpk. Budi Asali, M. Div?
Minimal itu masih lebih
mungkin dan masuk akan daripada diselam karena Alkitab secara eksplisit
mengatakan bahwa mereka berjalan di tanah yang kering.
5.
Anda menulis :
(tidak ada yang salah dengan pernyataan
Barnes di atas, karena orang Israel memang awan dan air tidak menyentuh
mereka), tetapi ini juga bukan otomatis
berarti mereka tidak dibaptis dalam awan dan air, karena Theologi Rasul Paulus meneguhkan bahwa bangsa Israel dibaptis dalam awan dan dalam laut. (1Kor.
10:2). Sekali lagi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini bertentangan dengan
theologi Paulus.
Lagi-lagi kebodohan anda
terlihat. Siapa yang membantah kalau mereka dibaptis? Yang dipersoalkan di sini
adalah bahwa mereka sama sekali tidak disentuh oleh awan dan air tetapi itu
dianggap sebagai baptisan oleh Paulus. Dan karena itu harus disimpulkan bahwa
kata “baptis” tidak bisa selamanya berarti diselamkan. Paham nak?
4. Ibr 9:10
- “karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macampembasuhan (BAPTISMOIS),
hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai
tibanya waktu pembaharuan”.
Catatan: ada edisi Kitab Suci Indonesia yang
mengatakan ‘pelbagai macampersembahan’. Ini salah cetak, dan
dalam edisi yang baru sudah diperbaiki.
Terjemahan Lama: ‘berbagai-bagai basuhan’.
NASB: various washings (= bermacam-macam pembasuhan).
NIV: various ceremonial washings (= bermacam-macam
pembasuhan yang bersifat upacara keagamaan).
RSV: various ablutions (= bermacam-macam pembersihan /
pencucian).
KJV: divers washings (= bermacam-macam pembasuhan).
Kata Yunaninya adalah BAPTISMOIS. Jadi terjemahan hurufiahnya adalah
‘bermacam-macam baptisan’.
Kalau kita memperhatikan kontex dari Ibr 9 itu, maka pasti Ibr 9:10 ini
menunjuk pada ‘pemercikan’ dalam Ibr 9:13,19,21. Karena itu jelas
bahwa di sini kata ‘baptis’ tidak diartikan selam / celup, tetapi percik.
Tanggapan Dji:
Dalam Ibrani 9:10 memang bahasa Yunani
yang digunakan di situ adalah BAPTISMOIS (LAI.2009 Terjemahkan: pelbagai macam
pembasuhan). Ayat ini tidak otomatis
mendukung pembasuhan dgn cara percik, karena kata yang dipakai adalah
BAPTISMOIS. Jadi, ayat ini justru mendukung pembasuhan dengan cara
direndam/dicelup, karena arti Baptis adalah rendam/celup. Sedangkan dalam
Ibrani 9:13 kasusnya berbeda, (bukan menggunakan BAPTIMOIS) kata yg dipakai
adalah RANTIZOUZA dari kata RANTIZ (yg memang harus diterjemahkan percik), Ibr. 9:19 kata yg dipakai
adalah ERRANTISEN dari kata RANTIZ (yg memang harus diterjemahkan percik), Ibr. 9:21 kata yg dipakai
adalah ERRANTISEN dari kata RANTIZ (yg memang harus diterjemahkan percik). Jadi, dalam bahasa aslinya
(Yunani) Ibr. 9:10 dari kata BAPTISMOIS (celup/rendam) sedangkan dalam Ibr.
9:13, 19, 21 dari kata RANTIZ (percik), bukan dari kata “baptis” seperti dugaan
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas yg tidak teliti memperhatikan bahasa
Yunani dalam Ibr. 9:13, 19, 21 dengan berkata “karena itu jelas bahwa disini
kata “baptis”tidak diartikan selam/celup, tetapi percik.” Padahal dalam
bahasa aslinya untuk ke tiga ayat ini
(ibr. 9:13, 19, 21) memang menggunakan
kata “Rantiz” (bukan kata “Baptiz” yg diduga oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M.
Div). Jangan disama-ratakan dong Pak?..... kasihan orang yg tidak teliti nanti.
Karena dalam ayat Ibrani 9:10 saja
yg menggunakan kata Baptiz di situ, yg lainnya memang menggunakan kata Rantiz.
Sekali
lagi ini membuktikan keinginan Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div yg ingin mencomot
ayat-ayat tertentu (tanpa memperhatikan akar kata ibr. 9:13, 19, 21) untuk
mendukung doktrin perciknya.
Ini saya MASIH BELUM MENGUTIP BUKTI-BUKTI bahwa Alkitab mendukung Baptisan selam
/ rendam / celup ke dalam air.
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda menulis :
Dalam Ibrani 9:10 memang bahasa Yunani
yang digunakan di situ adalah BAPTISMOIS (LAI.2009 Terjemahkan: pelbagai macam
pembasuhan). Ayat ini tidak otomatis
mendukung pembasuhan dgn cara percik, karena kata yang dipakai adalah
BAPTISMOIS. Jadi, ayat ini justru mendukung pembasuhan dengan cara
direndam/dicelup, karena arti Baptis adalah rendam/celup.
Hehe...lagi-lagi anda ngawur.
Yang jadi masalah yang diperdebatkan sekarang adalah makna kata “baptis” itu sendiri.
Lalu bagaimana anda tiba-tiba langsung mengartikan bahwa kata baptis adalah
rendam atau celup? Bukankah itu yang sementara mau dibuktikan? Mengapa
menggunakan itu sebagai kesimpulan untuk membantah apa yang masih harus
dibuktikan? Logika anda kelihatannya ruwet tidak karuan!
Pak Budi Asali sudah
memperlihatkan dari sisi konteksnya, jelas kata bapatis itu harus diartikan
pemercikan.
Saya akan berikan tambahan
dari buku saya tentang Baptisan :
Ibrani 9:10
: “Karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam
pembasuhan (baptismoiV), hanyalah
peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu
pembaharuan”
Perhatikan dengan seksama
kalimat “pelbagai macam pembasuhan!” Kata “pembasuhan” di sini menggunakan kata
bahasa Yunani baptismoiV (baptismois) yang
adalah bentuk datif dari kata baptismoV (baptismos) yang
berarti pembersihan, pembaptisan atau
pencucian.
Jika kita lihat konteks
ayat ini maka sesungguhnya penulis surat Ibrani
sementara memberi penjelasan tentang ordinasi penyucian yang bersifat rohani
dibandingkan dengan ordinasi penyucian yang bersifat duniawi dalam hal ini
menunjuk kepada aktifitas dalam Kemah Suci orang Israel. Sekali lagi di sana dikatakan “pelbagai
macam pembaptisan”. Jika kata “baptisan” hanya berarti penenggelaman atau
penyelaman, maka biarkanlah kita bertanya : “Adakah upacara penyelaman atau
penenggelaman dalam sistem ritualitas orang Israel di dalam Kemah Suci? Jelas
tidak ada! Bahkan lebih daripada itu aktifitas penyelaman atau penenggelaman
adalah sesuatu yang sangat asing dalam upacara agama orang Israel. Kalau
begitu apakah yang dimaksudkan dengan pelbagai macam pembaptisan dalam ayat
ini? Marilah kita melihatnya :
“Sebab, jika darah
domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga
mereka disucikan secara lahiriah” (Ibr 9:13)
“Sebab sesudah Musa
memberitahukan semua perintah hukum Taurat kepada seluruh umat, ia mengambil
darah anak lembu dan darah domba jantan serta air, dan bulu merah dan hisop,
lalu memerciki kitab itu sendiri
dan seluruh umat” (Ibr 9:19).
“Dan juga kemah dan
semua alat untuk ibadah dipercikinya secara demikian
dengan darah” (Ibr 9:21)
Ketiga ayat ini
menunjuk kepada upacara agama dalam Kemah Suci orang Israel yang oleh penulis Surat
Ibrani disebut sebagai “baptisan”. Tiga ayat itu semuanya menggunakan kata
“percik”, itu berarti bahwa dalam bagian ini kata “baptis” dapat berarti
pemercikkan dan bukan penyelaman atau penenggelaman yang adalah ide yang asing
bagi orang Israel.
2.
Anda menulis :
Sedangkan dalam Ibrani 9:13 kasusnya
berbeda, (bukan menggunakan BAPTIMOIS) kata yg dipakai adalah RANTIZOUZA dari
kata RANTIZ (yg memang harus diterjemahkan percik),
Ibr. 9:19 kata yg dipakai adalah ERRANTISEN dari kata RANTIZ (yg memang harus
diterjemahkan percik), Ibr. 9:21
kata yg dipakai adalah ERRANTISEN dari kata RANTIZ (yg memang harus
diterjemahkan percik).
Jadi, dalam bahasa aslinya (Yunani) Ibr.
9:10 dari kata BAPTISMOIS (celup/rendam) sedangkan dalam Ibr. 9:13, 19, 21 dari
kata RANTIZ (percik), bukan dari kata “baptis” seperti dugaan Bapak Pdt. Budi
Asali, M. Div di atas yg tidak teliti memperhatikan bahasa Yunani dalam Ibr.
9:13, 19, 21 dengan berkata “karena itu
jelas bahwa disini kata “baptis”tidak
diartikan selam/celup, tetapi percik.” Padahal dalam bahasa aslinya untuk
ke tiga ayat ini (ibr. 9:13, 19, 21) memang menggunakan kata “Rantiz”
(bukan kata “Baptiz” yg diduga oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div). Jangan
disama-ratakan dong Pak?..... kasihan orang yg tidak teliti nanti. Karena dalam
ayat Ibrani 9:10 saja yg menggunakan
kata Baptiz di situ, yg lainnya memang menggunakan kata Rantiz.
Sekali
lagi ini membuktikan keinginan Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div yg ingin mencomot
ayat-ayat tertentu (tanpa memperhatikan akar kata ibr. 9:13, 19, 21) untuk
mendukung doktrin perciknya.
Hehehe..jangan anda kira
kami tidak tahu kalau kata di sana menggunakan Rantizo. Berikut ini penjelasan
saya yang saya kutipkan dari buku saya :
Memang kalau kita
memeriksa atau meneliti kata “percik” dalam ketiga ayat ini tidaklah
menggunakan kata baptizw (baptizo) melainkan rantizw (rantizo). Mungkin inilah yang
membuat Lukas Sutrisno dalam web site-nya berkata : “Kata Baptis sebenarnya diambil dari kata baptizw (baptizo) yang berarti celup atau ditenggelamkan.
Sedangkan percik itu bahasa Yunaninya bukan baptizo, tetapi rantizw (rantizo) atau dalam bahasa Inggrisnya
Sprinkle/Sprinkling, sedangkan kata Baptis yang ditulis di Alkitab adalah
baptizo bukannya rantizo.”
Untuk memahami hal
ini kita perlu mengetahui terlebih dahulu bahwa kata “bapto” atau “baptizo” itu
mengandung keunikan makna. Untuk mengartikan kata ini tidak semudah dan
sesempit apa yang dikatakan oleh Fu Xie dalam web site Gereja Kristen
Perjanjian Baru “Masa Depan Cerah” : Kata "Baptis" berasal dari kata Yunani yaitu
"Bapto". Kata "Bapto" ini berarti:
"ditenggelamkan" atau "diselamkan." Jadi, sewaktu Tuhan
Yesus memberikan Amanat Agung yang dicatat dalam Matius 28:19, ayat tersebut
dalam pengertian orang-orang saat itu berbunyi: "jadikanlah semua bangsa
muridKu dan selamkanlah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh
Kudus".
Keunikan makna dari
kata tersebut nampak dalam dua hal :
1. Penenggelaman atau penyelaman bukanlah satu-satunya arti
dari kata “bapto” atau “baptizo”. Beberapa ayat yang telah diteliti sebelumnya
memperlihatkan bahwa kata “bapto” atau “baptizo” bisa berarti membersihkan,
membasuh, mencuci, memercik, mengguyur, dll.
2. Kata “bapto” atau “baptizo” bukanlah satu-satunya kata yang
dipakai untuk penenggelaman atau penyelaman. Alkitab membuktikan bahwa ada
banyak kata “tenggelam” yang tidak memakai kata “bapto” atau “baptizo”
Mat 18:6 :
“Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang
percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada
lehernya lalu ditenggelamkan (katapontisqh) ke dalam laut”.
Ibrani 11:29
: “Karena iman, mereka telah melintasi Laut Merah sama seperti melintasi tanah
kering, sedangkan orang-orang Mesir tenggelam (katepoqhsan), ketika mereka mencobanya juga”
dalam kedua ayat di
atas kata “ditenggelamkan” memakai kata katapontisqh (katapontisthe) dan kata “tenggelam”
memakai kata katepoqhsan (katepothesan). Keduanya berasal dari
kata dasar katapontizw (katapontizo) yang juga berarti
“tenggelam” atau “penenggelaman”.
Dengan melihat dua
keunikan arti di atas, maka kita dapat katakan bahwa sebenarnya kata “bapto” (baptw) atau “baptizo” (baptizw) itu adalah sebuah
kata yang umum yang terdiri dari beberapa kata kerja. Hal ini senada dengan apa
yang dikatakan oleh Samuel Lie bahwa : “Kata
"baptis" itu sendiri dalam bahasa Yunaninya "baptizo"
artinya = "tercelup/terselam" atau "dibasuh". Kata ini
begitu umum pengertiannya”. Sama seperti dalam dunia persepedamotoran kita
mengenal adanya merk Suzuki. Namun yang tergolong ke dalam Suzuki itu begitu
banyak. Ada Suzuki Alfa, Tornado, Shogun, Cristal, Satria, Bravo, dll. Jadi
yang terkandung di dalam kata “bapto” (baptw) atau “baptizo” (baptizw) itu antara lain :
· katapontizw
atau katapontizomai
(katapontizo atau katapontizomai
tenggelam) Mat 18:6; Ibr 11:9; Mat 14:30
tenggelam) Mat 18:6; Ibr 11:9; Mat 14:30
· rantizw (rantizo = percik)
Ibr 9:13,19,21.
· niptw (nipto = mencuci, membasuh) Yoh
13:10.
· louw, loutrou (louo, loutrou = mandi) Efs 5:26; Yoh
13:10.
· gemizw (gemizo = celup, mengisi, memenuhi)
Mark 15:36.
· dunw (duno = membenamkan)
Efs 4:26; Mark 1:37
Dengan demikian apa
yang sebenarnya dipersoalkan oleh Lukas Sutrisno tadi tentang kata “rantizo” (rantizw) yang muncul dalam ayat 13, 19 dan 21
dari Ibrani pasal 9 tidaklah cukup untuk menggugurkan kesimpulan yang telah
kita ambil dari penelitian konteks yang sangat akurat. Mengapa? Karena kata
“percik” (rantizw) adalah termasuk ke
dalam kategori “baptizo” (baptizw).
Argumentasi-argumentasi
lain bahwa bahwa baptisan tidak harus dilakukan dengan selam, tetapi boleh
dengan percik, adalah:
a) Ada
banyak kasus dimana rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam.
Dalam Kitab Suci ada banyak contoh dimana baptisan tidak dilakukan di
sungai. Juga tidak diceritakan adanya kolam yang memungkinkan baptisan selam
(Kis 2:41 Kis 9:18 Kis 10:47-48 Kis 16:33).
Kis 16:33 adalah contoh yang paling kuat untuk menunjukkan bahwa baptisan
tidak dilakukan dengan penyelaman karena hal itu terjadi di dalam penjara!
Charles Hodge, seorang ahli theologia Reformed dan pendukung baptisan
percik, berkata:
“In Acts 2:41, three thousand persons are said to have been baptized at
Jerusalem apparently in one day at the season of Pentecost in June;
and in Acts 4:4, the same rite is necessarily implied in respect to five
thousand more. ... There is in summer no running stream in the
vicinity of Jerusalem,
except the mere rill of Siloam of a few rods in length; and the city is and was
supplied with water from its cistern and public reservoirs. From neither of
these sources could a supply have been well obtained for the immersion of eight
thousand persons. The same scarcity of water forbade the use of private baths
as a general custom” [= Dalam
Kis 2:41, dikatakan bahwa 3000 orang dibaptiskan di Yerusalem, dan itu jelas
terjadi dalam satu hari pada musim Pentakosta di bulan Juni; dan
dalam Kis 4:4, secara tidak langsung bisa dipastikan bahwa upacara yang sama
dilakukan terhadap 5000 orang lebih. ...Pada musim panas, tidak ada
sungai mengalir di Yerusalem dan sekitarnya, kecuali sungai kecil dari Siloam
yang panjangnya beberapa rod (NB: 1 rod = 5 meter); dan kota itu, baik sekarang
maupun dulu, disuplai dengan air dari bak / tangki air dan waduk / kolam air
milik / untuk umum. Tidak ada dari sumber-sumber ini yang bisa menyuplai air
untuk menyelam 8000 orang. Kelangkaan air yang sama melarang penggunaan bak
mandi pribadi sebagai suatu kebiasaan umum] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534.
Catatan: Kis 4:4 seharusnya
‘menjadi 5000 orang’, bukan ‘bertambah dengan 5000 orang’.
Charles Hodge lalu menambahkan sebagai berikut:
“The baptismal fonts still found among the ruins of the most ancient Greek
churches in Palestine, as at Tekoa and Gophna, and going back apparently to
very early times, are not large enough to admit of baptism of adult persons by
immersion, and were obviously never intended for that use” (= Bak-bak untuk membaptis yang ditemukan di antara reruntuhan dari
gereja-gereja Yunani kuno di Palestina, seperti di Tekoa dan Gophna, dan jelas
berasal dari waktu yang sangat awal, tidak cukup besar untuk baptisan orang
dewasa dengan cara penyelaman, dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk
penggunaan seperti itu) - ‘Systematic
Theology’, vol III, hal 534.
Tanggapan Dji:
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini sangat
mempercayai kata-kata dari Charles Hodge (dari pada untuk percaya kpd kata-kata dari Alkitab),
bahkan ia lupa untuk menganalisa Alkitab dan bahkan lupa untuk menganalisa tulisan
Charles Hodge sendiri, sehingga ia berkata “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam”. Jangan pakai rasa-rasa, dong Pak
?..........(bagaimana mungkin Bapak membangun doktrin/pengajaran dengan
perasaan?)
Mari kita lihat: (per ayat akan di kupas tuntas):
Kata Alkitab: Kis. 2:41
“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari
itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.” Ayat ini adalah lanjutan dari Kis. 2:1 “Ketika tiba
hari Pentakosta, SEMUA ORANG PERCAYA
berkumpul di satu tempat”. SEMUA ORANG PERCAYA berarti termasuk 12 Rasul dan 120 orang yg berkumpul juga (pada hari pemilihan Matias jadi Rasul
menggantikan Yudas). jadi, ketika jumlah 3.000 orang dibaptis dalam satu hari,
itu bukanlah suatu angka yg sulit untuk
dibaptis selam, karena yg membaptis tentu bukanlah Rasul Petrus seorang
diri. Yang membaptis mereka (3.000 orang) minimal ada 12 orang Rasul yg
membaptis atau bisa jadi yg 120 orang itu juga ikut membaptis. Jika 3.000 orang
dibagi 132 orang untuk dibaptis maka masing-masing orang hanya membaptis antara
22 atau 23 orang. Jadi, tidak sampai satu jam sudah selesai acara pembaptisan
selam. Jadi, mengapa “rasanya tidak
mungkin dilakukan baptisan selam” Bapak Budi Asali, M. Div ?........ Kitab Suci
juga TIDAK BERKATA “TIDAK ADA KOLAM
DAN TIDAK ADA SUNGAI”. Kitab Suci berkata mereka semua (3.000 orang) dibaptis
yang artinya diselam. (entah diselam di kolam atau di sungai, atau di bak mandi
itu bukan esensinya, esensinya adalah mereka diselam/dibaptis).
Mari perhatikan dengan
teliti:
Systematic Theology Charles Hodge vol. III hal. 534 yg dikutip Bpk. Pdt. Budi
Asali, M. Div tidak bisa dijadikan
standar kebenaran (karena Charles Hodge berkata “Kis 2:41 terjadi di bulan Juni, di musim panas, tidak
ada sungai yg mengalir di Yerusalem dan sekitarnya kecuali sungai kecil dari
Siloam). Charles Hodge ingin menutup
kemungkinan argument baptis selam, tetapi
akhirnya ia sendiri menambahkan “bak-bak untuk membaptis yg ditemukan di antara reruntuhan dari gereja-gereja
Yunani kuno di Palestina, seperti di Tekoa dan Gophna dan jelas berasal dari
waktu yg sangat awal...”.kemudian
Charles Hodge kembali cepat-cepat menutup kemungkinan baptis selam dengan
melanjutkan berkata “tidak cukup besar untuk baptisan orang dewasa dengan cara penyelaman, dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk
penggunaan seperti itu.” –‘Systematic Theology’-Vol. III hal. 534.
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div terlalu cepat dan terlalu yakin kepada omongan Charles Hodge daripada untuk percaya
kepada tulisan Alkitab sendiri. Saran saya untuk Charles Hodge dan Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div: BAK-BAK UNTUK
MEMBAPTIS YG DITEMUKAN di antara
reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina SUDAH JELAS FUNGSINYA YAITU UNTUK MEMBAPTIS SELAM, tidak mungkin BAK-BAK itu untuk dijadikan
kolam renang anak sekolah minggu atau untuk pelihara bebek gereja!.
Kata Alkitab: Kis. 9:18 ini
adalah pertobatan Rasul Paulus. Paulus melihat cahaya memancar dari langit ketika ia dalam perjalanan ke Damsyik,
tetapi ketika Paulus bertobat ia sedang
di rumah Yudas alamatnya: Jalan Lurus (Kis. 9:11). Jadi, posisi Paulus
bukan sedang dalam perjalanan lagi, tetapi ia
ada di rumah Yudas. Jadi, mengapa “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan
selam”, Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div? Bagaimana mungkin orang
sekaliber Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” (Padahal dalam
ayat ini juga tidak dibilang “tidak
ada kolam dan tidak ada sungai di rumah Yudas alamat Jalan Lurus itu”). Dari
mana Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div bisa tahu bahwa di rumah Yudas tidak ada
kolam/sungai/bak? Sedangkan praduga Bapak tanpa dasar dan bukti.
Kata Alkitab: Kis. 10:47-48 Posisi Kornelius (seorang perwira
pasukan Italia) sedang di rumahnya
sendiri ketika mereka di baptis. Seorang perwira pasukan Italia lebih
memungkinkan memiliki kolam pribadi di rumahnya atau minimal bak-bak mandi,
atau rumahnya dekat sungai. Jadi, posisi Kornelius bukan sedang di jalanan.
Jadi, bagaimana mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa
berkata: “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” atas alasan
apa Bapak berkata demikian? Bukankah ini adalah praduga belaka yg dibangun untuk mendukung doktrin percik?....
Kata Alkitab: Kis. 16:33 sekali lagi DENGAN SEMBARANGAN dan TIDAK
TELITI Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div mengatakan “baptisan tidak dilakukan dengan penyelaman karena hal itu terjadi DI DALAM PENJARA!”
Mari kita lihat dan teliti Firman Tuhan
(jangan ikut sembarangan menuduh seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini).
Pertanyaan kunci: Di manakah POSISI Paulus, POSISI kepala penjara Filipi dan
POSISI keluarganya ketika mereka memberi diri
dibaptis? Jawabannya: Kis. 16: 32 mereka ada DI RUMAH kepala penjara, BUKAN sedang di dalam PENJARA seperti
yg dikatakan oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas.
Konteks Kisah Rasul 16:28-31 posisi
Paulus dan kepala penjara masih di penjara, ayat 32 secara jelas memberitahukan
kita Posisi Paulus dan kepala
penjara sudah di rumah kepala
penjara itu, “Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua
orang yang ada di rumahnya. Ayat 33
mereka memberi diri dibaptis (tafsiran saya: dengan pergi ke sungai/kolam,
pergi dari rumahnya utk baptisan selam), kemudian ayat 34 mereka kembali lagi ke rumah kepala penjara untuk menjamu makan kpd
Paulus. “Lalu ia membawa mereka ke
rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira,
bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah.”
Jadi, bagaimana mungkin orang sekaliber
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “rasanya tidak mungkin dilakukan
baptisan selam?” atas alasan apa Bapak berkata demikian? Bukankah ini
adalah praduga belaka yg tanpa dasar
Alkitab sengaja dibangun untuk mendukung doktrin percik?....
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda menulis :
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini sangat
mempercayai kata-kata dari Charles Hodge (dari pada untuk percaya kpd kata-kata dari Alkitab),
bahkan ia lupa untuk menganalisa Alkitab dan bahkan lupa untuk menganalisa
tulisan Charles Hodge sendiri, sehingga ia berkata “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam”. Jangan pakai rasa-rasa, dong Pak
?..........(bagaimana mungkin Bapak membangun doktrin/pengajaran dengan
perasaan?)
Pak Budi mengutip kata-kata
Charles Hodge hanya sebagai pendukung kata2nya yang disebutkan sebelumnya
di8sertai dengan ayat-ayat pendukungnya. Lalu darimana anda mengatakan bahwa
Pak Budi mempercayai kata-kata Hodge daripada kata-kataa Alkitab? Rasanya tidak
selalu harus salah sepanjang rasa itu didukung oleh argumentasi yang masuk
akal.
2.
Anda menulis :
Kata Alkitab: Kis. 2:41
“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari
itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.” Ayat ini adalah lanjutan dari Kis. 2:1 “Ketika tiba
hari Pentakosta, SEMUA ORANG PERCAYA
berkumpul di satu tempat”. SEMUA ORANG PERCAYA berarti termasuk 12 Rasul dan 120 orang yg berkumpul juga (pada hari pemilihan Matias jadi Rasul
menggantikan Yudas). jadi, ketika jumlah 3.000 orang dibaptis dalam satu hari,
itu bukanlah suatu angka yg sulit untuk
dibaptis selam, karena yg membaptis tentu bukanlah Rasul Petrus seorang
diri. Yang membaptis mereka (3.000 orang) minimal ada 12 orang Rasul yg
membaptis atau bisa jadi yg 120 orang itu juga ikut membaptis. Jika 3.000 orang
dibagi 132 orang untuk dibaptis maka masing-masing orang hanya membaptis antara
22 atau 23 orang. Jadi, tidak sampai satu jam sudah selesai acara pembaptisan
selam. Jadi, mengapa “rasanya tidak
mungkin dilakukan baptisan selam” Bapak Budi Asali, M. Div ?........ Kitab Suci
juga TIDAK BERKATA “TIDAK ADA KOLAM
DAN TIDAK ADA SUNGAI”. Kitab Suci berkata mereka semua (3.000 orang) dibaptis
yang artinya diselam. (entah diselam di kolam atau di sungai, atau di bak mandi
itu bukan esensinya, esensinya adalah mereka diselam/dibaptis).
Hehe...lalu Alkitab bagian
mana yang bilang bahwa 120 orang itu juga ikut membaptis? Bisa tunjukan
ayatnya? Atau mulai melakukan penyakit kalian lagi dengan memasukan pikiran
kalian sendiri ke dalam teks-teks Alkitab? Bahwa Rasul-Rasul membaptis itu
sudah pasti, tetapi bahwa 120 orang ikut membaptis, tahu darimana? Lalu tahu
darimana bahwa mereka diselam? Bahwa Alkitab mengatakan merejka dibaptis, itu
tidak berarti mereka pasti diselam. Kenapa menganggap bahwa baptis pasti selam
padahal itu adalah hal yang harus dibuktikan terlebih dahulu dan merupakan hal
yang diperdebatkan? Jalan pikiran anda ruwet sekali nak, saya rasanya sukar
percaya bahwa anda seorang mahasiswa teologia.
3.
Anda menulis :
Mari perhatikan dengan
teliti:
Systematic Theology Charles Hodge vol. III hal. 534 yg dikutip Bpk. Pdt. Budi
Asali, M. Div tidak bisa dijadikan
standar kebenaran (karena Charles Hodge berkata “Kis 2:41 terjadi di bulan Juni, di musim panas, tidak
ada sungai yg mengalir di Yerusalem dan sekitarnya kecuali sungai kecil dari
Siloam). Charles Hodge ingin menutup
kemungkinan argument baptis selam, tetapi
akhirnya ia sendiri menambahkan “bak-bak untuk membaptis yg ditemukan di antara reruntuhan dari gereja-gereja
Yunani kuno di Palestina, seperti di Tekoa dan Gophna dan jelas berasal dari
waktu yg sangat awal...”.kemudian
Charles Hodge kembali cepat-cepat menutup kemungkinan baptis selam dengan
melanjutkan berkata “tidak cukup besar untuk baptisan orang dewasa dengan cara penyelaman, dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk
penggunaan seperti itu.” –‘Systematic Theology’-Vol. III hal. 534.
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div terlalu cepat dan terlalu yakin kepada omongan Charles Hodge daripada untuk percaya
kepada tulisan Alkitab sendiri. Saran saya untuk Charles Hodge dan Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div: BAK-BAK UNTUK
MEMBAPTIS YG DITEMUKAN di antara
reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina SUDAH JELAS FUNGSINYA YAITU UNTUK MEMBAPTIS SELAM, tidak mungkin BAK-BAK itu untuk dijadikan
kolam renang anak sekolah minggu atau untuk pelihara bebek gereja!
Hehe... Jadi anda juga
percaya kata-kata Charles Hodge bahwa ada bak-bak yang ditemukan? Katanya kata-kata
Hodge tidak menjadi standard kebenaran. Lalu kenapa anda juga mengakuinya hai
orang bodoh? Lalu kalau kata-kata Hodge tidak menjadi standard kebenaran,
mengapa anda sendiri lalu bisa menganggap bahwa bak-bak itu memang digunakan
untuk baptisan selam? Apakah anda mau mengangkat kata-kata anda sekarang
sebagai standard kebenaran? Kalau anda mempercayai kata-kata Hodge bahwa
ditemukan sejumlah bak, lalu kenapa keterangan dia yang lain bahwa bak-bak itu
tidak cukup besar untuk pembaptisan seorang dewasa tidak anda percayai? Anda
hanya mempercayai apa yang mendukung pandangan anda? Sekali lagi, apakah
pandangan anda juga adalah standard kebenaran? Hehehehe.....
4.
Anda menulis :
Kata Alkitab: Kis. 9:18 ini
adalah pertobatan Rasul Paulus. Paulus melihat cahaya memancar dari langit ketika ia dalam perjalanan ke Damsyik,
tetapi ketika Paulus bertobat ia sedang
di rumah Yudas alamatnya: Jalan Lurus (Kis. 9:11). Jadi, posisi Paulus
bukan sedang dalam perjalanan lagi, tetapi ia
ada di rumah Yudas. Jadi, mengapa “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan
selam”, Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div? Bagaimana mungkin orang
sekaliber Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” (Padahal dalam
ayat ini juga tidak dibilang “tidak
ada kolam dan tidak ada sungai di rumah Yudas alamat Jalan Lurus itu”). Dari
mana Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div bisa tahu bahwa di rumah Yudas tidak ada
kolam/sungai/bak? Sedangkan praduga Bapak tanpa dasar dan bukti.
Lalu darimana anda tahu
bahwa di rumah Yudas pasti ada kolam dan sungai? Bukankah Alkitab juga tidak
bilang begitu?
Saya kutipkan dari buku
saya :
Kis 9:18-19 berkata : “Dan seketika itu juga seolah-olah selaput
gugur dari matanya, sehingga ia dapat melihat lagi. Ia bangun lalu dibaptis.
Dan setelah ia makan, pulihlah kekuatannya”
Jika kita melihat kronologi yang terjadi dalam ayat-ayat ini, maka yang
terjadi pada Paulus adalah :
1. Ia buta
2. Ia didoakan dan dapat
melihat
3. Ia bangun
4. Lalu dibaptis
5. Ia makan
6. Pulihlah kekuatannya.
Bagaimana kesan anda
ketika melihat urutan kronologi di atas? Kesan yang nampak di atas adalah bahwa
semua hal itu terjadi dalam waktu yang sangat singkat di suatu tempat (di dalam
rumahnya). Pada mulanya ia buta, lalu ia didoakan dan sembuh, lalu ia bangun,
lalu dibaptis, lalu makan dan pulihlah kekuatannya. Kalau semuanya ini terjadi
dalam waktu yang singkat di dalam sebuah rumah, maka rasanya agak sulit melihat
kemungkinan Paulus dibaptis dengan cara selam. Tidak ada kesan sama sekali
bahwa Paulus perlu dituntun, dibawa atau diajak ke suatu tempat untuk prosesi
baptisan selam. Justru kemungkinannya lebih besar di mana air yang dibawa kepadanya
dan dengan air itu ia dibaptiskan (baptisan percik). Rayburn berkata : “Ini adalah satu-satunya kasus dalam
Perjanjian Baru yang menunjukkan persiapan fisik yang mendahului baptisan, dan
persiapan itu tidak lain adalah bangun. Tidak ada satu petunjuk bahwa Paulus
mengganti baju atau ia keluar dari suatu mata air atau yang sejenisnya.
(Hal 36-37)
5.
Anda menulis :
Kata Alkitab: Kis. 10:47-48 Posisi Kornelius (seorang perwira
pasukan Italia) sedang di rumahnya
sendiri ketika mereka di baptis. Seorang perwira pasukan Italia lebih
memungkinkan memiliki kolam pribadi di rumahnya atau minimal bak-bak mandi,
atau rumahnya dekat sungai. Jadi, posisi Kornelius bukan sedang di jalanan.
Jadi, bagaimana mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata:
“rasanya
tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” atas alasan apa Bapak berkata
demikian? Bukankah ini adalah praduga
belaka yg dibangun untuk mendukung doktrin percik?....
Hehehe...anda juga berkata
: Seorang perwira pasukan Italia lebih
memungkinkan memiliki kolam pribadi di rumahnya atau minimal bak-bak mandi,
atau rumahnya dekat sungai.
Kenapa anda membangun
teologia anda di atas kemungkinan-kemungkinan seperti ini? Hehe...bukankah yang
pasti-pasti saja? Memangnya Alkitab berkata bahwa di rumah Kornelius ada kolam
/ bak atau rumahnya dekat sungai? Mana ayatnya? Bukankah semuanya dugaan anda
saja? Lalu mengapa anda berkata pada Pak Budi “Bukankah ini adalah praduga
belaka yg dibangun untuk mendukung doktrin percik?” padahal pada saat
yang sama anda juga melakukan praduga belaka yang dibangun untuk mendukung
doktrin selam? Hehe...ini namanya senjata makan tuan, makan kepala anda sendiri
hai orang bodoh!
6.
Anda menulis :
Kata Alkitab: Kis. 16:33 sekali lagi DENGAN SEMBARANGAN dan TIDAK
TELITI Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div mengatakan “baptisan tidak dilakukan dengan penyelaman karena hal itu terjadi DI DALAM PENJARA!”
Mari kita lihat dan teliti Firman Tuhan
(jangan ikut sembarangan menuduh seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini).
Pertanyaan kunci: Di manakah POSISI Paulus, POSISI kepala penjara Filipi dan
POSISI keluarganya ketika mereka memberi diri
dibaptis? Jawabannya: Kis. 16: 32 mereka ada DI RUMAH kepala penjara, BUKAN sedang di dalam PENJARA seperti
yg dikatakan oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas.
Konteks Kisah Rasul 16:28-31 posisi
Paulus dan kepala penjara masih di penjara, ayat 32 secara jelas memberitahukan
kita Posisi Paulus dan kepala
penjara sudah di rumah kepala
penjara itu, “Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua
orang yang ada di rumahnya. Ayat 33
mereka memberi diri dibaptis (tafsiran saya: dengan pergi ke sungai/kolam,
pergi dari rumahnya utk baptisan selam), kemudian ayat 34 mereka kembali lagi ke rumah kepala penjara untuk menjamu makan kpd
Paulus. “Lalu ia membawa mereka ke
rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira,
bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah.”
Jadi, bagaimana mungkin orang sekaliber
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “rasanya tidak mungkin dilakukan
baptisan selam?” atas alasan apa Bapak berkata demikian? Bukankah ini
adalah praduga belaka yg tanpa dasar
Alkitab sengaja dibangun untuk mendukung doktrin percik?....
Pada awalnya peristiwa
tersebut diceritakan di dalam penjara. Setelah itu diceritakan tentang Paulus
yang memberitakan Injil kepada keluarga kepala penjara itu di rumahnya.
Persoalannya adalah apakah keberadaan Paulus di rumah kepala penjara ini PASTI
BERARTI bahwa mereka meninggalkan penjara? Belum tentu! Bisa jadi bahwa rumah
kepala penjara itu berada di dalam kompleks penjara jadi semua kejadian ini
tetap ada di dalam kompleks penjara itu.
Anda lalu berkata : “(tafsiran saya: dengan pergi ke
sungai/kolam, pergi dari rumahnya utk baptisan selam)”. Hehe...saya
bertanya pada anda, mana ayat yang mengatakan bahwa mereka pergi meninggalkan
rumah menuju sungai/kolam? Anda mulai mengarang bebas lagi? Katanya berteologia
tidak boleh kira-kira tapi pasti. Kalau tidak ada ayat yang mengatakan
demikian, lalu bagaimana bisa beranggapan demikian? Mengarang bebas? Bolehkan
saya pinjam kata-kata anda untuk dikenakan pada anda sendiri : Bukankah ini
adalah praduga belaka yg tanpa dasar
Alkitab sengaja dibangun untuk mendukung doktrin selam?.... Hehehee
Sekarang mari kita melihat baptisan sida-sida dalam Kis 8:26-40.
Apakah ini adalah baptisan selam? Ada
2 hal yang perlu diperhatikan dari bagian ini:
1.
Kis 8:36 - ‘ada
air’.
Yunani: TI HUDOR [a certain water / some water (= air tertentu
/ sedikit air)]. Jadi ini menunjuk pada sedikit air, sehingga tidak
memungkinkan baptisan selam.
Charles Hodge: “He
was travelling through a desert part of the country towards Gaza, when Philip
joined him, ‘And as they went on their way they came unto a certain water (EPI
TI HUDOR, to some water)’.There is no known stream in that region of sufficient
depth to allow of the immersion of a man” [= Ia sedang bepergian
melalui bagian padang pasir dari negara itu menuju Gaza, ketika Filipus
bergabung dengannya, ‘Dan ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka mereka
sampai pada air tertentu (EPI TI HUDOR, kepada sedikit air)’. Di daerah itu
tidak diketahui adanya sungai dengan kedalaman yang cukup untuk memungkinkan
penyelaman seorang manusia] -‘Systematic Theology’, vol III,
hal 535.
2.
Kis 8:38-39 berkata ‘turun
ke dalam air ... keluar dari air’.
Apakah ini menunjuk pada baptisan selam? Seperti pada baptisan Yesus,
istilah ini bisa diartikan 2 macam, yaitu:
a.
Sida-sida itu
betul-betul terendam total, lalu keluar dari air.
b.
Sida-sida itu
turun ke dalam air yang hanya sampai pada lutut atau mata kakinya, lalu keluar
dari air.
Untuk mengetahui yang mana yang benar dari 2 kemungkinan ini, bacalah
Kis 8:38-39 itu sekali lagi. Perhatikan bahwa di situ dikatakan: “dan keduanyaturun
ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus
membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, ...”.
Kalau istilah ‘turun ke dalam air’ dan ‘keluar dari air’ diartikan sebagai
baptisan selam, itu menunjukkan bahwa Filipus, sebagai orang yang membaptis,
juga ikut diselam! Ini jelas tidak mungkin. Jadi dari 2 kemungkinan di atas,
yang benar adalah kemungkinan kedua. Ini juga cocok dengan point pertama di
atas yang menunjukkan bahwa air di situ cuma sedikit, sehingga tidak
memungkinkan baptisan selam.
Tanggapan Dji:
Kis. 8:36 – “ada air”. Yunani: TI HUDOR
[a certain water / some water (= air tertentu / sedikit air)]. “sedikit
air” adalah relatif. “Sedikit” bagi orang tertentu bisa
berarti “cukup banyak untuk membaptis
selam”. Jika Alkitab mendukung
baptis percik, maka sudah tentu Sida-sida itu mengeluarkan air minumnya yg
dibawanya dalam keretanya atau yg dibawa oleh anak buahnya. (Tidak mungkin
seorang sida-sida yg menempuh perjalanan jauh tidak membawa air minum) Mengapa
mereka masih melanjutkan perjalanan (dan menunggu) sampai di “suatu tempat yang
ada air”? ini sudah sangat jelas bahwa sida-sida itu dibaptis selam.
“Mereka melanjutkan perjalanan mereka (menandakan sida-sida sudah percaya /
diselamatkan), dan (sambil menanti dlm perjalanan) tiba di suatu tempat (sungai/kolam)
yang ada airnya (tidak mungkin airnya hanya sampai pada lutut / hanya semata
kaki, tetapi pasti airnya cukup untuk selam ). Lalu kata sida-sida itu: “Lihat,
di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?”. Seorang sida-sida
tidak mungkin “kampungan” turun ke sungai / kolam yg dalam airnya hanya sampai
selutut / hanya semata kaki, karena anak SD pun tahu bahwa itu bisa saja
berlumpur / air yg kotor.
Jadi, Kis. 8:38-39 berkata “turun ke dalam air.....keluar dari air”
adalah persis seperti baptisan Yesus / baptisan Yohanes di sungai Yordan. Sehingga sida-sida itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air. Orang yg
membaptis yaitu Filipus sudah tentu ikut
terendam (tetapi Filipus yg membaptiskan sida-sida itu). Adalah sangat bodoh jika berasumsi atau beranggapan bahwa orang yang
membaptis jika “ikut terendam” otomatis sama dengan membaptis ulang diri
sendiri. Bukankah Yohanes Pembaptis
sendiri juga “ikut terendam” di dalam air ketika ia membaptis Tuhan Yesus?.
Orang yg membaptis orang lain tidak mungkin ikut diselamkan! (ini adalah bukti asumsi Bpk. Pdt. Budi Asali, M.
Div sendiri). Menurut saya: Filipus jelas TIDAK IKUT DISELAMKAN!,
tetapi Filipus ikut terendam sampai pinggang/dada lalu membaptiskan
(menyelamkan sida-sida itu).
Jadi, bagaimana mungkin orang sekaliber
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “rasanya tidak mungkin dilakukan
baptisan selam?” atas alasan apa Bapak berkata demikian? Bukankah ini
adalah praduga belaka yg tanpa dasar
Alkitab sengaja dibangun untuk mendukung doktrin percik?....
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda menulis :
Kis. 8:36 – “ada air”. Yunani: TI HUDOR
[a certain water / some water (= air tertentu / sedikit air)]. “sedikit
air” adalah relatif. “Sedikit” bagi orang tertentu bisa
berarti “cukup banyak untuk membaptis
selam”.
· Kalau itu memang relatif lalu
bagaimana anda bisa memastikan bahwa itu cukup banyak untuk sebuah praktek
baptisan selam?
· Sedikit itu memang relatif tetapi
ingat bahwa ini di padang pasir. Hanya orang yang membutakan dirinya yang bisa
menduga bahwa sedikit air di padang pasir adalah sejumlah air yang cukup banyak
untuk sebuah praktek baptisan selam.
2.
Anda menulis :
Jika
Alkitab mendukung baptis percik, maka sudah tentu Sida-sida itu mengeluarkan
air minumnya yg dibawanya dalam keretanya atau yg dibawa oleh anak buahnya.
(Tidak mungkin seorang sida-sida yg menempuh perjalanan jauh tidak membawa air
minum) Mengapa mereka masih melanjutkan perjalanan (dan menunggu) sampai di
“suatu tempat yang ada air”? ini sudah sangat jelas bahwa sida-sida itu
dibaptis selam.
· Hehe..anda berkata sudah tentu?
Tahu darimana? Mulai mengarang bebas lagi? Katanya berteologia harus
berdasarkan Alkitab. Bisa tunjukkan ayatnya kalau mereka membawa air minum?
· Kalaupun mereka membawa air minum,
bisa saja mereka tidak mau menggunakan untuk membaptis karena itu kan air untuk
minum di perjalanan. Hehe...
· Bisa saja mereka tidak menggunakan
air minum untuk membaptis karena sudah melihat ada sedikit air di sana kan?
Hehe...
3.
Anda menulis :
“Mereka melanjutkan perjalanan mereka
(menandakan sida-sida sudah percaya / diselamatkan), dan (sambil menanti dlm
perjalanan) tiba di suatu tempat (sungai/kolam) yang ada airnya (tidak mungkin
airnya hanya sampai pada lutut / hanya semata kaki, tetapi pasti airnya cukup
untuk selam ). Lalu kata sida-sida itu: “Lihat, di situ ada air; apakah
halangannya, jika aku dibaptis?”.
Kenapa tidak mungkin airnya
hanya selutut atau semata kaki? Anda mengatakan demikian karena anda sudah
berasusmsi terlebih dahulu bahwa baptisannya harus selam dan karena itu tidak
mungkin ada air selutut atau semata kaki karena itu tidak cukup bagi praktek
baptisan selam. Pikiran anda benar-benar tidak karuan. Hal yang seharusnya
diperdebatkan dan anda jadikan sebagai alasan untuk membenarkan pandangan anda sendiri.
Pikirkan sendiri lebih mungkin mana sedikit air atau banyak air jika berada di
padang gurun?
4.
Anda menulis :
Seorang sida-sida tidak mungkin
“kampungan” turun ke sungai / kolam yg dalam airnya hanya sampai selutut /
hanya semata kaki, karena anak SD pun tahu bahwa itu bisa saja berlumpur / air
yg kotor.
Tahu darimana itu pasti
berlumpur? Anda terlalu mengada-ada dengan memikirkan segala hal yang remeh.
Sekalipun berlumpur, kalau dia mau, apa masalahnya? Anda mengangkat berbagai
pemikiran yang terllau jauh daripada apa yang menjadi inti persoalan. Tafsiran
seperti anda yang layak disebut “kampungan”.
5.
Anda menulis :
Jadi, Kis. 8:38-39 berkata “turun ke dalam air.....keluar dari air”
adalah persis seperti baptisan Yesus / baptisan Yohanes di sungai Yordan. Sehingga sida-sida itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air. Orang yg
membaptis yaitu Filipus sudah tentu ikut
terendam (tetapi Filipus yg membaptiskan sida-sida itu).
Nah, lagi-lagi logika anda
tidak bermain di sini. Jika istilah “turun
ke dalam air” diartikan harus direndam seluruhnya, istilah yang sama
digunakan untuk Filipus. Jadi harus diartikan bahwa Filipus pun terrendam
seperti yang dialami Sida-sida itu. Apakah argumentasi sederhana seperti ini
tidak bisa anda pahami? Anda betul-betul cocok jadi anak SD.
6.
Anda menulis :
Adalah
sangat bodoh jika berasumsi atau
beranggapan bahwa
orang yang membaptis jika “ikut
terendam” otomatis sama dengan
membaptis ulang diri sendiri. Bukankah
Yohanes Pembaptis sendiri juga “ikut terendam” di dalam air ketika ia membaptis
Tuhan Yesus?. Orang yg membaptis orang lain tidak mungkin ikut diselamkan!
(ini adalah bukti asumsi Bpk. Pdt.
Budi Asali, M. Div sendiri). Menurut
saya: Filipus jelas TIDAK IKUT
DISELAMKAN!, tetapi Filipus ikut terendam sampai pinggang/dada lalu
membaptiskan (menyelamkan sida-sida itu).
Kata yang digunakan pada
Sida-sida adalah sama dengan kata yang digukanakan pada Filipus. Jadi kalau
berdasarkan kata-kata itu mau diartikan bahwa Sida-sida diselamkan seluruhnya,
itu harus berlaku bagi Filipus. Tentu ini gila, tapi itu adalah konsekuensi
logis dari penafsiran kalian. Kalau kami beranggapan bahwa Sida-sida pasti
tidak diselamkan. Ia pasti hanya masuk ke dalam air, mungkin selutut atau
semata kaki, tetapi ia sudah disebutkan “turun
ke dalam air”. Karena itu maka istilah “turun
ke dalam air” atau “keluar dari air” tidak
bisa menjadi dasar untuk memastikan itu adalah baptisan selam. Anda paham hai
anak SD?
7.
Anda menulis :
Jadi, bagaimana mungkin orang sekaliber
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “rasanya tidak mungkin dilakukan
baptisan selam?” atas alasan apa Bapak berkata demikian? Bukankah ini
adalah praduga belaka yg tanpa dasar
Alkitab sengaja dibangun untuk mendukung doktrin percik?....
Hehe...silahkan perbaiki logika
anda, belajar bahasa Indonesia lagi. Dan jangan lupa bercermin.
b) Hal-hal lain yang mendukung baptisan percik:
1.
Penekanan arti
baptisan adalah sebagai simbol penyucian / purification. Padahal
dalam Kitab Suci purification selalu disimbolkan dengan
percikan:
a. Kel 24:8 -
Kitab Suci Indonesia
salah terjemahan, karena kata ‘menyiramkannya’ seharusnya adalah
‘memercikkannya’. NIV:‘sprinkled’ (= memercikkan).
b. Kel 29:16,21
- Kitab Suci Indonesia
salah terjemahan, karena kata ‘kausiramkan’ seharusnya adalah ‘percikkanlah’
[NIV: ‘sprinkle’ (= percikkanlah)].
c. Im 7:14 -
Kitab Suci Indonesia
salah terjemahan, karena kata ‘menyiramkan’ seharusnya adalah ‘memercikkan’
[NIV: ‘sprinkles’ (= memercikkan)].
d. Im 14:7,51 -
‘memercik’.
e. Im 16:14 -
‘memercikannya’.
f. Bil 8:7 -
‘percikkanlah’.
g. Bil 19:18 -
‘memercikkannya’.
h. Yes 52:15
(NIV) - ‘He will sprinkle many nations’ (= Ia akan memerciki
banyak bangsa).
i. Ibr 9:13 -
‘percikan’.
j. Ibr 9:19,21 -
‘memerciki’ dan ‘dipercikinya’.
k. Ibr 10:22 -
Kitab Suci Indonesia
salah terjemahan, karena kata ‘telah dibersihkan’ seharusnya adalah ‘telah
diperciki’ [NIV: ‘sprinkled to cleanse’ (= diperciki untuk
membersihkan)].
l. Ibr 12:24 -
‘darah pemercikan’.
Tanggapan Dji:
Semua ayat yg dikutip oleh Bpk. Pdt. Budi
Asali, M. Div di atas ini semuanya berbicara tentang ibadah simbolik di
Perjanjian Lama [Ibrani (PB) yg dikutip juga konteksnya berbicara tentang
ibadah simbolik]. Ibadah simbolik bukan ibadah hakekat. Percik dalam zaman PL JELAS
BERBEDA dengan BAPTISAN orang percaya dalam
Perjanjian Baru (Ibadah hakekat). Ini dua hal yg berbeda, jangan disama
ratakan untuk membangun/mendukung doktrin percik!.
Tanggapan Esra Soru :
Salah satu makna baptisan
adalah simbol penyucian dosa (Kis 2:38; 22:16).
Kis 2:38 - Jawab Petrus
kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi
dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh
Kudus.
Kis
22:16 - Dan sekarang, mengapa engkau masih ragu-ragu? Bangunlah, berilah dirimu
dibaptis dan dosa-dosamu disucikan
sambil berseru kepada nama Tuhan!
Karena
itulah baptisan lalu menggunakan air.
Jikalau
baptisan adalah simbol penyucian dosa, dan di dalam PL itu selalu dikaitkan
dengan tindakan pemercikan seperti yang dijelaskan pak Budi di atas, justru
adalah aneh kalau tahu-tahu di dalam PB, simbolnya berubah menjadi penyelaman
dan pemercikan hilang sama sekali.
Jadi
bukan kami menyamakan apa yang beda, tapi kalian yang berusaha membedakan apa
yang sama. Hehe...
2. Luk 3:16 -
‘Aku membaptis kamu dengan air’ (I baptize you with water).
Kata ‘with water’ / ‘dengan air’
(Yunani: HUDATI) ini tidak cocok diartikan sebagai selam, karena kita tidak
berkata ‘aku menyelam kamu dengan air’ tetapi kita berkata
‘aku menyelam kamu di dalam air’. Tetapi kalau baptisan itu
adalah percik / tuang, maka kata-kata ‘dengan air’ itu cocok.
Mat 3:11 memang menggunakan kata Yunani EN, tetapi kata EN bukan hanya
bisa diartikan sebagai in (= di dalam), tetapi juga
sebagai with (= dengan).
Kesimpulan: baptisan selam
bukan satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu kalau saudara sudah dibaptis
dengan baptisan percik atau tuang, jangan percaya kepada orang-orang bodoh yang
mengharuskan saudara dibaptis ulang dengan baptisan selam. Ingat bahwa pada
waktu saudara dibaptis ulang, saudara menghina baptisan yang pertama!
Tanggapan Dji:
Luk. 3:16 dan Mat. 3:11 Bapak Pdt. Budi
Asali, M. Div sendiri mengakui bahwa EN bisa juga diartikan sebagai in (= di dalam). Saya kutipkan lagi
pernyataan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri di atas “tetapi kita berkata “aku menyelam
kamu di dalam air.” (entah Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini sudah
mengakui kebenaran ini atau “tidak sengaja” mengakuinya). Bagi orang Yahudi yg
menggunakan bahasa Yunani waktu itu tidak sulit untuk memahami “aku menyelam
kamu di dalam air.” Hanya praduga dan asumsi belaka yg dibangun oleh Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div ini.
Kesimpulan
Dji: Baptisan SELAM adalah
satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu, kalau saudara belum dibaptis
(selam) maka saudara harus dibaptis ulang (karena saudara pada dasarnya memang
belum dibaptis/belum di selamkan) tetapi baru di rantis=di percik. Namun
demikian, Baptisan bukan sesuatu yg hakiki dalam keselamatan. Baptisan adalah
tanda pertobatan, tanda murid sejati Yesus, tanda orang menggabungkan diri ke
dalam satu jemaat lokal yg independent.
TIDAK
ADA LARANGAN untuk “membaptis ulang” dalam Alkitab. Justru dalam Alkitab Rasul
Paulus bahkan membaptis ulang mereka yg awalnya “sudah dibaptis” namun belum
mengerti. Silahkan baca: Kis. 19:3-5
“Lalu kata Paulus kepada mereka: “Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu
telah dibaptis?” Jawab mereka: “Dengan baptisan Yohanes.” Kata Paulus:
“Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata
kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yg datang kemudian
dari padanya, yaitu Yesus.” Ketika mereka mendengar hal itu, MEREKA MEMBERI
DIRI MEREKA DIBAPTIS (ULANG) dalam nama Tuhan Yesus.”. Haleluya!
Silahkan
pembaca menilai mana yg sesuai Alkitab dan mana yg ingin membangun doktrin
tanpa dasar!
I
Tes. 5:21 “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda menulis :
Luk. 3:16 dan Mat. 3:11 Bapak Pdt. Budi
Asali, M. Div sendiri mengakui bahwa EN bisa juga diartikan sebagai in (= di dalam). Saya kutipkan lagi
pernyataan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri di atas “tetapi kita berkata “aku menyelam
kamu di dalam air.” (entah Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini sudah
mengakui kebenaran ini atau “tidak sengaja” mengakuinya). Bagi orang Yahudi yg
menggunakan bahasa Yunani waktu itu tidak sulit untuk memahami “aku menyelam
kamu di dalam air.” Hanya praduga dan asumsi belaka yg dibangun oleh Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div ini.
Anda ini memang payah
sekali di dalam berlogika dan sama sekali tidak paham bahasa Pak Budi Asali.
Kelihatannya anda perlu belajar ulang Bahasa Indonesia.Maksud Pak Budi jelas
bahwa kalau baptisan harus selam maka kata-kata yang cocok adalah ‘aku menyelam kamu di dalam air’ tetapi karena kata Yunani
yang digunakan di dalam Luk 3:16 itu (HUDATI) berarti ‘with water’ /
‘dengan air’ maka ini tidak memungkinkamnm diterapkan pada baptisan
selam. Baptisan perciklah yang lebih cocok. Terus terang saya prihatin sekali
dengan cara berpikir anda seperti ini. Sangat2 menyedihkan!
2.
Anda menulis :
Kesimpulan
Dji: Baptisan SELAM adalah
satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu, kalau saudara belum dibaptis
(selam) maka saudara harus dibaptis ulang (karena saudara pada dasarnya memang
belum dibaptis/belum di selamkan) tetapi baru di rantis=di percik. Namun
demikian, Baptisan bukan sesuatu yg hakiki dalam keselamatan. Baptisan adalah
tanda pertobatan, tanda murid sejati Yesus, tanda orang menggabungkan diri ke
dalam satu jemaat lokal yg independent.
Dengan semua tanggapan yang
sudah diberikan ini maka kesimpulan anda jadi gugur semuanya dan karena itu
baptisan selam bukan satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu yang sudah
dibaptis percik juga adalah baptisan yang sah, mengulang apa yang sudah sah
adalah penghinaan kepada baptisan yang pertama dan itu dosa.
3.
Anda menulis :
TIDAK
ADA LARANGAN untuk “membaptis ulang” dalam Alkitab. Justru dalam Alkitab Rasul
Paulus bahkan membaptis ulang mereka yg awalnya “sudah dibaptis” namun belum
mengerti. Silahkan baca: Kis. 19:3-5
“Lalu kata Paulus kepada mereka: “Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu
telah dibaptis?” Jawab mereka: “Dengan baptisan Yohanes.” Kata Paulus:
“Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata
kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yg datang kemudian
dari padanya, yaitu Yesus.” Ketika mereka mendengar hal itu, MEREKA MEMBERI
DIRI MEREKA DIBAPTIS (ULANG) dalam nama Tuhan Yesus.”. Haleluya!
Silahkan
pembaca menilai mana yg sesuai Alkitab dan mana yg ingin membangun doktrin
tanpa dasar!
I
Tes. 5:21 “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”
Baptisan memang diulang
selama baptisannya memang betul-betul salah. Tapi kalau baptisannya sudah betul
dan Alkitabiah, lalu atas dasar apa mau diulang?
7. Nama / sebutan Perjamuan Kudus salah,
seharusnya Perjamuan Tuhan. Istilah Perjamuan Kudus kita dapat dari Katolik.
Perjamuan itu tidak bisa menguduskan, jadi nama itu salah.
Tanggapan Budi Asali:
Saya setuju saja kalau
digunakan istilah ‘Perjamuan Tuhan’, karena istilah itu memang ada dalam
Alkitab (1Kor 10:21 1Kor 11:20). Tetapi istilah ‘Perjamuan Kudus’ juga
tak masalah, karena itu hanya soal istilah. Bahwa itu didapatkan dari Katolik
merupakan omong kosong, yang tak akan bisa ia buktikan. Dan siapa gerangan orang
bodoh yang mempercayai bahwa Perjamuan Kudus itu menguduskan? Itu merupakan
fitnahan terhadap orang-orang yang menggunakan istilah ‘Perjamuan Kudus’.
Tanggapan Dji:
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri setuju dan mengakui penggunaan yg benar
adalah “Perjamuan Tuhan” bukan “Perjamuan Kudus”. tetapi entah alasan apa
akhirnya ia bilang penggunaan istilah Perjamuan Kudus “juga tak masalah, karena itu
hanya soal istilah.” Beda
istilah sudah tentu beda maknanya. Apalagi orang awam yg tidak belajar
theologi (atau orang agama lain) sudah pasti ikut terpengaruh oleh “istilah yg salah” itu. Sebagai orang
Kristen yang cinta Kebenaran dan menjunjung tinggi Alkitab (Sola Scriptura)
maka seharusnyalah orang Kristen yg
Alkitabiah menggunakan istilah-istilah yg Alkitabiah pula. Bagaimana
mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata “juga tak masalah, karena itu hanya soal istilah?” sangat
mengherankan! Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sudah tahu istilah yg benar tetapi tidak mau menggunakannya. Ada
apa ini pak?..........(atau ada udang di balik batu?).......
Tanggapan Esra Soru :
1. Lagi-lagi anda menunjukan kebodohan di
dalam mengartikan kata-kata orang. Pak Budi atidak keberatan digunakannya
istilah Perjamuan Tuhan, tetapi ia juga merasa tidak ada masalah dengan istilah
Perjamuan Kudus. Lalu mengapa anda berkata Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div
sendiri setuju dan mengakui penggunaan
yg benar adalah “Perjamuan Tuhan” bukan “Perjamuan Kudus”. Dari mana
anda mendapatkan kata-kata yang saya garisbawai ini? Di sini anda menunjukan
mentalitas memfitnah seperti guru anda itu.
2. Beda istilah sudah tentu beda
makna? Hehe...kelihatannya anda perlu belajar lagi. Belajar ulang bahasa
Indonesia.
3. Kalian percaya doktrin Tritunggal?
Kalau percaya, bisa tunjukkan istilahnya di dalam Alkitab? Kalau tidak, pikiran
kalian memang tidak beres!
8. Ia tahu
cara penggunaan Urim dan Tumim, dan menjelaskannya.
Tanggapan Budi Asali:
Tak ada penafsir yang
tahu dengan pasti tentang hal itu. Jangankan cara menggunakannya, bahkan
bagaimana bentuk dari Urim dan Tumimpun tidak ada yang tahu. Entah Suhento
Liauw belajar dari mimpi atau bagaimana?
Kel 28:30 - “Dan di dalam tutup dada pernyataan keputusan itu
haruslah kautaruh Urim dan Tumim; haruslah itu di atas jantung
Harun, apabila ia masuk menghadap TUHAN, dan Harun harus tetap membawa
keputusan bagi orang Israel di atas jantungnya, di hadapan TUHAN”.
Adam Clarke (tentang Kel 28:30): “‘Thou shalt put in the breastplate
of judgment the Urim and the Thummim.’ What these were has, I believe,
never yet been discovered. 1. They are nowhere described. 2. There
is no direction given to Moses or any other how to make them. ... 6. That
God was often consulted by Urim and Thummim, is sufficiently evident from
several Scriptures; but how or in what manner he was thus consulted
appears in none”.
Apa yang dikatakan
oleh Bil 27:21 tidaklah menunjukkan cara penggunaan Urim
dan Tumim.
Bil 27:21 - “Ia
harus berdiri di depan imam Eleazar, supaya Eleazar menanyakan
keputusan Urim bagi dia di hadapan TUHAN; atas titahnya mereka akan
keluar dan atas titahnya mereka akan masuk, ia beserta semua orang Israel,
segenap umat itu.’”.
Tanggapan Dji:
Di sini Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div “dengan rendah hati mengakui bahwa ia tidak
tahu bentuk Urim-Tumim dan cara menggunakannya”. Makanya, lain kali undang
Dr. Suhento Liauw ke gereja seminar lagi, supaya jemaat dan semua orang Kristen
menjadi semakin tahu.
Urim – Tumim adalah dua alat yg dipakai
Tuhan untuk menyatakan keputusan Tuhan. Urim – Tumim penggunaannya jelas dalam
1 Samuel 14:41 “Lalu berkatalah Saul:
“Ya, TUHAN, Allah Israel, mengapa Engkau tidak menjawab hamba-Mu pada hari ini?
Jika kesalahan itu ada padaku atau pada
anakku Yonatan, ya TUHAN, Allah Israel tunjukkanlah
kiranya Urim; tetapi jika kesalahan
itu ada pada umat-Mu Israel, tunjukkanlah
Tumim,” Lalu didapati Yonatan dan Saul, tetapi rakyat itu terluput.(artinya
Tuhan tunjukkan Urim).” Ini adalah salah satu contoh cara penggunaan Urim-Tumim dalam Alkitab.
Tanggapan Esra Soru :
Menurut saya ayat ini hanya
menunjukkan bahwa Urim dan Tumim dipakai untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan.
Tetapi bagaimana menggunakannya, sama sekali tidak dijelaskan dalam ayat ini.
Bandingkan dengan kalau kita mau mengundi dengan melemparkan sebuah koin dan
memilih apakah sisi gambar yang muncul atau sisi angka yang muncul, cara yang
digunakan adalah dengan melemparkan koin itu ke atas/udara. Nah 1 Sam 14:41
hanya menjelaskan bahwa Urim dan Tumim dipakai sebagai alat untuk menentukan
keputusan Tuhan, tetapi bagaimana menggunakannya, sama sekali tidak dijelaskan.
9. Ia percaya
bahasa Roh, nubuat, mimpi dari Tuhan, malaikat datang beri petunjuk firman,
karunia lakukan mujijat / kesembuhan; semua ini tak ada lagi. 1Kor 13:8
ditafsirkan menunjuk pada selesainya penulisan Kitab Suci. Ia membahas kata
Yunani TON TELEION dalam ayat itu dan ia mengartikannya sebagai ‘the perfect
thing’.
Tanggapan Budi Asali:
Sepanjang saya tahu,
tak ada satupun Kitab Suci bahasa Inggris yang menterjemahkan ‘the
perfect thing’.
KJV: ‘But when that which is perfect is come, then
that which is in part shall be done away’.
RSV: ‘but when the perfect comes, the imperfect
will pass away’.
NIV: ‘but when perfection comes, the imperfect
disappears’.
NASB: ‘but when the perfect comes, the partial
will be done away’.
ASV: ‘but when that which is perfect is come, that
which is in part shall be done away’.
NKJV: ‘But when that which is perfect has come,
then that which is in part will be done away’.
Dan sekalipun memang
ada penafsir-penafsir yang menafsirkan bahwa ini menunjuk pada selesainya
penulisan Alkitab, tetapi hanya sangat sedikit penafsir yang menafsir seperti
itu. Pada umumnya para penafsir mengatakan bahwa ini menunjuk pada saat kita
masuk surga / pada kedatangan Kristus yang keduakalinya.
1Kor 13:8-10 - “(8)
Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan
akan lenyap. (9) Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan
nubuat kita tidak sempurna. (10) Tetapi jika yang sempurna tiba, maka
yang tidak sempurna itu akan lenyap”.
Kalau kata-kata ‘jika
yang sempurna tiba’ (ay 10) dianggap menunjuk pada saat Alkitab
lengkap, bagaimana mungkin pada saat itu pengetahuan akan lenyap? Bukankah
dengan lengkapnya Alkitab, pengetahuan bukan saja tidak lenyap, tetapi makin
bertambah?
Tetapi kalau diartikan
menunjuk pada kedatangan Kristus yang keduakalinya, maka itu memang
memungkinkan, karena pengetahuan pada saat itu pastilah sangat berbeda dengan
pengetahuan kita di dunia ini. Jadi pengetahuan yang sekarang ini, yang tidak
lengkap / tidak sempurna, akan lenyap, digantikan oleh pengetahuan yang
sempurna / lengkap, yang sama sekali baru.
Adam Clarke (tentang 1Kor 13:10): “‘But when that which is
perfect.’ The state of eternal blessedness; then that which is in
part - that which is imperfect, shall be done away; the imperfect as well as
the probationary state shall cease for ever”.
Tanggapan Dji:
Kami percaya setiap kata bahkan setiap huruf yang diwahyukan (dinubuatkan) Tuhan
dalam Alkitab mempunyai makna yang dalam. Tidak boleh diterjemahkan
sembarangan.
Dalam seminar tersebut Dr. Suhento Liauw
mengutip kata “TO TELEION” dari Alkitab interlinear Hendrickson, bukan “TON
TELEION” seperti yg Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div kutip, ini memperlihatkan
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div telah
salah kutip dengan menambah satu huruf “N” pada kata “TO”, sehingga menjadi
TON TELEION. Padahal yg dimaksud Dr.
Suhento “TON TELEION” dalam seminar adalah justru
jika mengacu kepada orang sempurna itu (dalam bentuk accusative), dan jika dalam bentuk Nominatif maka menjadi HO TELEIOS.
Tetapi dalam teks bahasa asli Yunani
Textus Receptus (TR) menuliskan “TO TELEION” yang berarti ini mengacu kepada “barang” bukan “orang”.
Ini bukti bahan yg dipakai oleh Dr.
Suhento Liauw waktu seminar di Surabaya dan di tempat-tempat lain:
TO
Teleion = Barang Sempurna itu
TON
Teleion = Orang Sempurna itu
Maksud Dr. Suhento Liauw jika yang
dimaksud di sini adalah mengacu kepada Tuhan Yesus (dalam bentuk Accusative)
maka seharusnya bunyinya menjadi TON TELEION = Orang Sempurna itu. Jika tidak
percaya silahkan buktikan sendiri dengan membeli kaset VCD rekaman seminar ini
tersedia di GBIA Graphe.
Dr. Suhento Liauw memang tidak mengutip
kata “TO TELEION” yg diterjemahkan “the perfect thing” dari Kitab Suci bahasa Inggris manapun, karena beliau mengutipnya dari Alkitab Interlinear
Hendrickson, silahkan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div untuk mengeceknya
kembali dalam Interlinear Hendrickson.
Dalam interlinear Hendrickson menerjemahkan TO TELEION= “the perfect thing.”
Terjemahan NIV, KJV, RSV, ASV, NASB, NKJV
semuanya ini memang tidak menambahkan
kata “thing” di situ, sehingga tidak jelas “the perfect” di situ mengacu
kepada orang atau barang! Jadi, harus kembali kepada
bahasa asli Yunaninya. Silahkan cek Textus Receptus (TR) atau Interlinear
Hendrickson.
Mari kita bedah kata “TO TELEION” menurut kamus The New Analytical Greek
Lexicon oleh Wesley J. Perschbacher : TO
TELEION = Adjective (kata
sifat), Gender: Neutral, Singular
(tunggal), Accusative (objek). Jadi, ini cocok diterjemahkan mengacu kepada
Alkitab (objek yg sempurna/barang yg sempurna). Adalah suatu pelecehan dan penghinaan jika menafsir I Kor. 13:10 “To
Teleion” yg Netral, Accusative (objek) dimaksudkan mengacu kepada “Tuhan Yesus”. Karena Tuhan Yesus bukan barang yang sempurna. Tuhan Yesus sudah sempurna sebelum dunia
ada, dan tidak perlu menunggu kedatangan kedua kalinya untuk menyatakan IA
sempurna.
Jika bahasa Yunaninya di sini (I Kor.
13:10) mengacu kepada Tuhan Yesus, maka seharusnya bunyinya: HO TELEIOS, bukan
To Teleion. Tuhan Yesus adalah Subjek
(Nominatif), Maskulin, tidak mungkin neutral dan Accusative. Jadi, Tuhan
Yesus tidak mungkin NEUTRAL (gender: netral),
kecuali ada yg menganggap-Nya “bencong/banci”. “banci/bencong” pun masih ada gendernya kalau bukan
Feminim maka ia Maskulin.
Jadi,
kali ini saya bisa buktikan bahwa apa yang dituliskan oleh Bapak Pdt. Budi
Asali, M. Div di atas ini adalah karena beliau tidak teliti atau salahpaham
sehingga salah kutip!.
Tanggapan Esra Soru :
Apakah benar pak Budi salah
mengutip kata-kata Suhento Liauw, biar dijelaskan Pak budi sendiri.
10. Mulai saat Yesus mati sampai Kitab Suci
selesai ditulis rasul-rasul jadi Standard kebenaran.
Tanggapan Budi Asali:
Kok Petrus bisa salah,
dalam Kis 10 dan Gal 2?
Kis 10:13-15,34-35
- “(13) Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata: ‘Bangunlah, hai
Petrus, sembelihlah dan makanlah!’ (14) Tetapi Petrus menjawab: ‘Tidak, Tuhan,
tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir.’
(15) Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang berkata kepadanya: ‘Apa
yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.’ ... (34)
Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti,
bahwa Allah tidak membedakan orang. (35) Setiap orang dari bangsa manapun yang
takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya”.
Gal 2:11-14 - “(11)
Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya,
sebab ia salah. (12) Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus
datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi
setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut
akan saudara-saudara yang bersunat. (13) Dan orang-orang Yahudi yang lainpun
turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh
kemunafikan mereka. (14) Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka
itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di
hadapan mereka semua: ‘Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir
dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara
yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?’”.
Dan Yohanes bisa salah
dengan menyembah malaikat?
Wah 19:10 - “Maka
tersungkurlah aku di depan kakinya untuk menyembah dia, tetapi ia berkata
kepadaku: ‘Janganlah berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama dengan engkau dan
saudara-saudaramu, yang memiliki kesaksian Yesus. Sembahlah Allah! Karena
kesaksian Yesus adalah roh nubuat.’”.
Wah 22:8-9 - “(8)
Dan aku, Yohanes, akulah yang telah mendengar dan melihat semuanya itu. Dan
setelah aku mendengar dan melihatnya, aku tersungkur di depan kaki malaikat,
yang telah menunjukkan semuanya itu kepadaku, untuk menyembahnya. (9) Tetapi ia
berkata kepadaku: ‘Jangan berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama seperti
engkau dan saudara-saudaramu, para nabi dan semua mereka yang menuruti segala
perkataan kitab ini. Sembahlah Allah!’”.
Tanggapan Dji:
Rasul-rasul jelas menjadi standar
Kebenaran ketika Alkitab belum selesai ditulis (setelah kematian Yesus). Petrus
dan Yohanes bisa “SALAH” membuktikan mereka memang tidak sempurna dalam menjadi standar kebenaran, makanya Tuhan janjikan akan mengirim yg sempurna ( I Kor. 13:10 To Teleion) mengacu kepada Alkitab yg sempurna (tidak boleh ditambah dan tidak boleh
dikurang).
Tanggapan Esra Soru :
Anda sama sekali tidak
menjawab apa yang dipersoalkan. Bagaimana bisa Rasul-Rasul menjadi standard
kebenaran pada suatu saat jika mereka sendiri bisa salah? Dapatkan sekelompok
orang yang bisa salah menjadi standard kebenaran walaupun untuk suatu saat yang
terbatas?
11. Mat 11:13-14 - “(13) Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes (14)
dan - jika kamu mau menerimanya - ialah Elia yang akan datang itu.”. Ini ditafsirkan, jika kamu mau
menerima, ia adalah Elia, jika tidak mau terima ia adalah Yohanes Pembaptis!
Tanggapan Budi Asali:
Ini ajaran sinting,
dan merupakan penafsiran ‘liar’, yang tidak membutuhkan tanggapan.
Tanggapan Dji:
Mat. 11:13-14 adalah PERKATAAN LANGSUNG DARI TUHAN YESUS sendiri. Dr. Suhento Liauw
hanya mengutipnya saja dari Alkitab. Silahkan
para pembaca membuka Alkitab sendiri dan baca sendiri Matius 11: 2-14 (tidak
perlu repot-repot menafsir). Bagaimana mungkin orang seperti Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div bisa berkata: “Ini ajaran sinting, dan merupakan penafsiran
‘liar’? Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div menghina perkataan Tuhan Yesus
sendiri. Dr. Suhento Liauw tidak akan terganggu dengan penghinaan yg lucu ini,
hehehehe.....
Tanggapan Esra Soru :
Wah, anda
ternuyata lebih bodoh dari yang saya duga. Pak Budi Asali tidak sementara
mempersoalkan benarnya kata-kata Yesus itu tetapi mempersoalkan penafsiran
Suhento Liauw terhadap ayat itu. Karena itu yang harus dibentrokan adalah penafsiran
Suhento Liauw dengan kata-kata Pak Budi dan bukan kata-kata Pak Budi dengan
kata-kata Yesus. Anda paham ini nak? Kelihatannya melihat cara dan kemampuan
anda menanggapi suatu persoalan, sangat memprihatinkan kualitas anda sebagai
seorang mahasiswa Teologia. Jika benar demikian tafsiran Suhento Liauw tentang
ayat tsb, menurut saya itu memang tafsiran yang sangat bodoh bahkan untuk
ukuran seorang pemula dalam studi Alkitab.
12.
Karena mau gerejanya
steril, Suhento Liauw selalu khotbah sendiri.
Tanggapan Budi Asali:
Lucu sekali. Kalau dia
yang khotbah pasti steril? Jadi ajarannya Suhento Liauw itu inerrant /
infallible? Dan bagaimana kalau dia mati? Anaknya sendiri steril atau tidak?
Apa mungkin dua orang punya theologia yang persis sama?
Tanggapan Dji:
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div yang saya
kasihi dalam Tuhan Yesus. Bagaimana
mungkin menyuruh orang lain yg tidak mengerti Alkitab (Kebenaran) untuk
berkhotbah di mimbar Tuhan? Cara satu-satunya menjaganya steril adalah
menyuruh orang-orang yg sepaham (satu doktrin) untuk berkhotbah di mimbar
Tuhan, atau memang harus khotbah sendiri. Tidak ada masalah dengan pernyataan
Dr. Suhento Liauw.
Tanggapan Esra Soru :
Lagi-lagi
anda tidak bisa melihat apa yang menjadi inti persoalan. Pak Budi tidak mempersoalkan
orang-orang yang tidak sepaham untuk berkhotbah. Yang dipersoalkan adalah
Suhento Liauw menganggap bahwa kalau dia yang khotbah pasti steril. Anda bisa
paham atau tidak?
13. Kata ‘Katolik’ dalam 12 Pengakuan
Iman Rasuli (Indonesia diterjemahkan ‘AM’), disamakan dengan gereja Katolik!
Tanggapan
Budi Asali:
Kata
yang sama belum tentu artinya sama, dan kalau artinya sama belum tentu menunjuk
pada hal yang sama.
Kata
‘Katolik’ memang artinya ‘am’ atau ‘universal’. Jadi kata-kata dalam 12
Pengakuan Iman Rasuli versi bahasa Inggris, ‘the Holy Catholic Church’ (Gereja
Katolik yang kudus / Gereja yang kudus dan am), tidak salah. Ini menunjuk pada
Gereja yang tak kelihatan, atau gereja universal, yaitu semua orang percaya di
seluruh dunia dan sepanjang jaman.
Encyclopedia
Britannica 2010 dengan entry ‘Catholic’: “(from Greek katholikos,
‘universal’), the characteristic that, according to ecclesiastical writers
since the 2nd century, distinguished the Christian Church at large from local
communities or from heretical and schismatic sects. A notable exposition of the
term as it had developed during the first three centuries of Christianity was
given by St. Cyril of
Jerusalem in his Catecheses (348):the church is called catholic
on the ground of its worldwide extension, its doctrinal completeness, its
adaptation to the needs of men of every kind, and its moral and spiritual
perfection. The theory that what has been universally taught or practiced
is true was first fully developed by St.Augustine in his controversy with the Donatists
(a North African heretical Christian sect) concerning the nature of the church
and its ministry. It received classic expression in a paragraph by St. Vincent of
Lérins in hisCommonitoria (434), from which is derived the
formula: ‘What all men have at all times and everywhere believed must be
regarded as true.’ St. Vincent maintained that the true faith was that which
the church professed throughout the world in agreement with antiquity and the
consensus of distinguished theological opinion in former generations. Thus, the term catholic tended to
acquire the sense of orthodox. Some
confusion in the use of the term has been inevitable, because various groups
that have been condemned by the Roman Catholic Church as heretical or
schismatic never retreated from their own claim to catholicity. Not only the Roman Catholic Church but
also the Eastern Orthodox Church, the Anglican Church, and a variety of
national and other churches claim to be members of the holy catholic church, as
do most of the major Protestant churches”.
Tetapi
istilah ‘Katolik’ juga digunakan oleh Gereja Roma Katolik, mungkin karena
mereka menganggap mereka adalah satu-satunya gereja universal. Itu sebetulnya
merupakan suatu penggunaan yang kontradiksi, karena ‘Roma’ merupakan sebutan
yang bersifat lokal, sedangkan ‘Katolik’ sebutan yang bersifat universal.
Bahwa
mereka menggunakan kata itu secara salah, itu urusan mereka. Tetapi kalau
Suhento Liauw melarang / menyalahkan orang Kristen menggunakan kata itu,
merupakan suatu kebodohan! Mengapa? Karena gereja-gereja yang dikecam oleh
Gereja Roma Katolik sebagai gereja sesat, termasuk gereja Protestan, juga mengclaim istilah itu bagi gereja mereka, karena
mereka menganggap gereja merekalah yang benar.
Tanggapan Dji:
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri
mengakui dan setuju atau menyatakan “tidak salah”. “Jadi kata-kata dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli versi bahasa Inggris,
‘the Holy Catholic Church’ (Gereja Katolik yang kudus / Gereja yang kudus dan
am), tidak salah. Ini menunjuk pada Gereja yang tak kelihatan, atau gereja universal, yaitu semua orang percaya di seluruh dunia dan sepanjang jaman.” (padahal yg benar adalah yang kelihatan, jemaat = orang percaya
Yesus JELAS KELIHATAN). Kalau orang percaya itu adalah hantu maka ia tak kelihatan.
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas
menggunakan kata “tetapi KALAU Suhento
Liauw melarang.......” “Kalau ini, kalau
itu dan kalau-kalau” nanti jadinya Pak! Janganlah membuat asumsi “Kalau
........”
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda menulis :
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri
mengakui dan setuju atau menyatakan “tidak salah”. “Jadi kata-kata dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli versi bahasa Inggris,
‘the Holy Catholic Church’ (Gereja Katolik yang kudus / Gereja yang kudus dan
am), tidak salah. Ini menunjuk pada Gereja yang tak kelihatan, atau gereja universal, yaitu semua orang percaya di seluruh dunia dan sepanjang jaman.” (padahal yg benar adalah yang kelihatan, jemaat = orang percaya
Yesus JELAS KELIHATAN). Kalau orang percaya itu adalah hantu maka ia tak kelihatan.
Hehe…anda
benar-benar bodoh tidak ketulungan. Silakan belajar kembali doktrin Eklesiologi
untuk tahu apa artinya gereja yang tidak kelihatan. Ataukah itu tidak pernah
diajarkan di sekolah teologia anda?
2. Anda menulis :
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas
menggunakan kata “tetapi KALAU Suhento
Liauw melarang.......” “Kalau ini, kalau
itu dan kalau-kalau” nanti jadinya Pak! Janganlah membuat asumsi “Kalau
........”
Kalau disini
tidak berarti Suhento Liauw tidak mengajarkan itu. Anda perlu belajar lagi
bahasa Indonesia dengan baik.
14. Serang predestinasi dan katakan neraka bukan dicipta untuk manusia tetapi
untuk setan. Mat 25:41 - “Dan Ia akan
berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari hadapanKu,
hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang
telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.”.
Tanggapan Budi Asali:
Jawaban tentang
kebodohan ini tidak saya berikan di sini karena ini berhubungan dengan debat
tanggal 24 Agustus 2012 antara Esra + saya vs Steven Liauw + partnernya. Saya
tak mau tunjukkan ‘senjata’ saya sebelum debat tanggal 24 Agustus itu
terlaksana.
Tanggapan Dji: ini juga tidak
perlu saya tanggapi, kecuali saya hanya bisa katakan: lihat saja model bahasa ini (menunjukkan siapa
jati diri Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sesungguhnya).
Tanggapan Esra Soru :
Yesus juga
mengatakan pada para ahli taurat sebagai bodoh. Bahkan lebih keras dari yang
dikatakan Pak Budi Asali :
Matius 23:17 : Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih
penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu?
Allah
sendiri berkata tentang umatNya :
Yer
5:21 : "Dengarkanlah ini, hai bangsa
yang tolol dan yang tidak mempunyai pikiran, yang mempunyai mata,
tetapi tidak melihat, yang mempunyai telinga, tetapi tidak mendengar!
Mau
mengatakan komentar yang sama pada Yesus dan Allah? Mau mengatakan : “lihat
saja model bahasa ini (menunjukkan
siapa jati diri Yesus dan Allah sesungguhnya). Berani?
15. Dalam kebaktian tak boleh ada
pemberkatan pada akhir kebaktian. Pemberkatan ada pada jaman keimaman Harun,
jaman sekarang semua orang Kristen adalah imam, jadi tak boleh ada satu
memberkati yang lain. Pemberkatan nikah itu salah, seharusnya peneguhan nikah.
Tanggapan Budi Asali:
Ajaran ini betul-betul
gila, dan tak sulit untuk membantahnya / menghancurkannya.
a) Dalam jaman Perjanjian Lama, yang memberkati adalah
imam besar, tetapi berkat itu sebetulnya jelas bukan datang dari
imam besar itu sendiri, tetapi dari Tuhan. Jadi, imam besar itu hanyalah alat
Tuhan.
Bil 6:22-27
- “(22) TUHAN berfirman kepada Musa: (23) ‘Berbicaralah kepada Harun
dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu memberkati orang Israel, katakanlah
kepada mereka: (24) TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; (25) TUHAN
menyinari engkau dengan wajahNya dan memberi engkau kasih karunia; (26) TUHAN
menghadapkan wajahNya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. (27)
Demikianlah harus mereka meletakkan namaKu atas orang Israel, maka Aku akan
memberkati mereka.’”.
Lalu mengapa dalam
Perjanjian Baru, pendeta tak boleh jadi alat Tuhan untuk memberikan berkat dalam
kebaktian?
Tanggapan Dji:
Tidak
ada orang (termasuk Dr. Suhento Liauw) yg mengatakan berkat itu dari manusia,
jelas berkat itu dari Tuhan baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam
Perjanjian Baru.
Bedanya dalam zaman Perjanjian Lama
memang semuanya masih bersifat simbol,
sehingga ada acara memberkati anak, dll. Sedangkan dalam Perjanjian Baru semua
orang percaya adalah sama di mata Tuhan, bahkan setiap orang adalah imam yg rajani. I Pet. 2:9 “Tetapi kamulah (setiap orang percaya) bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu
memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu
keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:” Jadi, setiap orang percaya sekarang sudah bisa
berdoa langsung kepada Tuhan Yesus atau minta berkat sendiri dari Tuhan,
tidak seperti dalam zaman Perjanjian Lama yg memerlukan seorang imam. Justru atas dasar apa seorang seperti
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div merasa
layak minta berkat bagi orang lain?...... camkan ini Pak!.......
Tanggapan Esra Soru :
Paulus
berulangkali memberikan berkat kepada jemaat-jemaat.
Rom 15:33
- Allah, sumber damai sejahtera, menyertai kamu sekalian! Amin.
Rom 16:20
- Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di
bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!
1 Kor 1:3
- Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus
Kristus menyertai kamu.
1 Kor 16:23
- Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kamu.
2 Kor 1:2
- Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus
Kristus menyertai kamu.
2 Kor
13:13 - Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh
Kudus menyertai kamu sekalian.
Galatia 1:3 - kasih karunia menyertai
kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus,
Efesus
1:2 - Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita dan dari
Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu.
Filipi
1:2 - Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari
Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu.
Dan masih banyak lagi.
Jadi semua pemberian berkat ini salah?
Ingat, ini di zaman PB. Anda bertanya : “atas dasar apa seorang seperti Bapak Pdt. Budi
Asali, M. Div merasa layak minta berkat
bagi orang lain?” Jawabannya adalah atas dasar ayat2 yang banyak itu yang
menunjukkan bahwa Paulus pun mengucapkan berkat bagi jemaat2. Justru sekarang
saya balik bertanya, jika rasul Paulus sendiri mengucapkan berkat kepada orang2
percaya, atas dasar apa Suhento Liauw dan murid2nya melarang hal itu dan
menganggap hal itu sebagai kesalahan?
b) Kalau karena dalam jaman Perjanjian Baru semua orang Kristen
adalah imam, dan karena itu tak boleh orang Kristen yang satu memberkati orang
Kristen yang lain, maka ingat bahwa dalam jaman Perjanjian Lama imam punya
tugas mengajar Firman Tuhan.
Mal 2:1-7 - “(1)
Maka sekarang, kepada kamulah tertuju perintah ini, hai para imam!
(2) Jika kamu tidak mendengarkan, dan jika kamu tidak memberi perhatian untuk
menghormati namaKu, firman TUHAN semesta alam, maka Aku akan mengirimkan kutuk
ke antaramu dan akan membuat berkat-berkatmu menjadi kutuk, dan Aku telah
membuatnya menjadi kutuk, sebab kamu ini tidak memperhatikan. (3) Sesungguhnya,
Aku akan mematahkan lenganmu dan akan melemparkan kotoran ke mukamu, yakni
kotoran korban dari hari-hari rayamu, dan orang akan menyeret kamu ke kotoran
itu. (4) Maka kamu akan sadar, bahwa Kukirimkan perintah ini kepadamu, supaya
perjanjianKu dengan Lewi tetap dipegang, firman TUHAN semesta alam. (5)
PerjanjianKu dengan dia pada satu pihak ialah kehidupan dan sejahtera dan itu
Kuberikan kepadanya - pada pihak lain ketakutan - dan ia takut kepadaKu dan
gentar terhadap namaKu. (6) Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya
dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya. Dalam damai sejahtera dan
kejujuran ia mengikuti Aku dan banyak orang dibuatnya berbalik dari pada
kesalahan. (7) Sebab bibir seorang imam memelihara pengetahuan dan
orang mencari pengajaran dari mulutnya, sebab dialah utusan TUHAN semesta
alam”.
Kalau karena dalam
jaman Perjanjian Baru semua orang Kristen adalah imam, dan karena itu tak boleh
orang Kristen yang satu memberkati orang Kristen yang lain, maka konsekwensinya
adalah: orang Kristen yang satu juga tak boleh mengajar Firman Tuhan kepada
orang Kristen yang lain! Semua orang Kristen harus menjadi pengajar Firman
Tuhan, dan lalu siapa pendengarnya?
Tanggapan Dji:
MEMBERKATI
ORANG LAIN
dan MENGAJAR FIRMAN TUHAN adalah dua pekerjaan yg berbeda. Jangan
disamakan!. Dalam PL memang tugas imam untuk memberkati dan mengajar Firman
Tuhan, tetapi dalam PB tidak boleh ada orang Kristen yg berhak memberkati orang
lain, yang ada adalah mengajarkan
Firman Tuhan, seperti yang kita lakukan saat ini [atau adanya jabatan yg alkitabiah dalam gereja yaitu: 1. Gembala/Penatua/Penilik
jemaat, 2. Guru Injil (mengajar ke dalam), 3. Penginjil (mengajar/menginjil
keluar, 4. Diaken (pembantu gembala)]
Konsekwensi yang Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div taruh di atas adalah suatu asumsi
yg berlebihan dan “mengada-ngada”,
apakah faktanya semua orang Kristen
menjadi pengajar Firman hari ini? Atau apakah memang sudah tidak ada yg
jadi pendengar Firman hari ini?.
Bukankah ini adalah asumsi (konsekwensi) yang sangat berlebihan?.......Mari, lebih berhikmat lagi Pak!.....
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda menulis :
MEMBERKATI
ORANG LAIN
dan MENGAJAR FIRMAN TUHAN adalah dua pekerjaan yg berbeda. Jangan
disamakan!. Dalam PL memang tugas imam untuk memberkati dan mengajar Firman
Tuhan, tetapi dalam PB tidak boleh ada orang Kristen yg berhak memberkati orang
lain, yang ada adalah mengajarkan
Firman Tuhan, seperti yang kita lakukan saat ini [atau adanya jabatan yg alkitabiah dalam gereja yaitu: 1. Gembala/Penatua/Penilik
jemaat, 2. Guru Injil (mengajar ke dalam), 3. Penginjil (mengajar/menginjil
keluar, 4. Diaken (pembantu gembala)]
Apa dasarnya bahwa di dalam
PB tidak boleh ada orang kristen yang berhak memberkati? Jika dasarnya hanya
karena di dalam PL imam melakukan itu, maka hal yang sama harus diberlakukan
pada urusan mengajar Firman Tuhan. Kalau dikatakan bahwa dalam PB semua orang
Kristen adalah imam, dan karenanya tidak boleh ada orang yang memberkati orang
lain, lalu bagaimana dengan yang dilakukan Paulus sebagaimana yang sudah saya
tunjukkan lewat ayat-ayat di atas?
2.
Anda menulis :
Konsekwensi yang Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div taruh di atas adalah suatu asumsi
yg berlebihan dan “mengada-ngada”,
apakah faktanya semua orang Kristen
menjadi pengajar Firman hari ini? Atau apakah memang sudah tidak ada yg
jadi pendengar Firman hari ini?.
Bukankah ini adalah asumsi (konsekwensi) yang sangat berlebihan?.......Mari, lebih berhikmat lagi Pak!.....
Itu bukan asumsi Pak Budi
Asali hai orang bodoh? Itu konsekuensi logis dari apa yang ia katakan
seandainya argumentasinya benar.
c) Bandingkan juga dengan ayat-ayat ini:
§ Ro 12:14 - “Berkatilah siapa
yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!”.
§ 1Kor 4:12 - “kami melakukan
pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki,kami memberkati; kalau
kami dianiaya, kami sabar;”.
§ Ibr 7:7 - “Memang tidak dapat
disangkal, bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi”.
Tanggapan Dji:
Ibrani 7:7 disimpan dulu, bahasnya di
bawah nanti.
Kita lihat 2 ayat ini dulu:
Roma 12:14 – “Berkatila ....” (KJV = BLESS)
I Kor. 4:12 “...kami memberkati.....”
(KJV = we BLESS).
“BLESS” dalam kamus bahasa Inggris
–Indonesia artinya: 1. Memberkahi, merestui. 2. Mendoakan. –blessed ks. 1.
Menyenangkan.
Jadi, ayat-ayat ini jangan dijadikan alasan untuk berkat-memberkati,
tetapi lebih cocok diartikan:
Roma 12:14 “Berdoalah (kpd) siapa yg menganiaya kamu, berdoalah
dan jangan mengutuk!” ini cocok dengan perintah Tuhan Yesus: Mat. 5:44 “Tetapi
Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan BERDOALAH bagi mereka yang menganiaya kamu.” (saya akui bahwa saya
mendoakan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini supaya benar-benar dipakai Tuhan
untuk memberitakan Injil-Nya).
Kini kita lihat Ibrani 7:7 “Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang
lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi.”
Coba pembaca sekarang juga, buka Alkitab masing-masing:
konteks di ibrani 7:7 ini berbicara siapa yg
lebih tinggi itu? siapa yg boleh memberkati itu? jawabannya: Dia adalah Melkisedek.
Siapakah Melkisedek itu?:
Kej.14:18 Melkisedek adalah Raja Salem
Ibrani 7:2 Melkisedek adalah Raja Salem,
Raja Damai Sejahtera = Yesus Kristus
adalah Raja Damai Sejahtera.
Ibrani 7: 3 “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak
berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan
Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya”.
Ibrani 6:20 “Di mana Yesus telah masuk
sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut
peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.”
Siapakah Melkisedek sehingga Yesus Kristus menurut
peraturan-Nya? Melkisedek adalah
Yesus Kristus sebelum datang dalam bentuk daging dan darah (sebelum menjadi
manusia Yesus) = yang disebut Theophany / Christophany.
Jadi, bagaimana mungkin seorang Kristen
(seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini) bisa menggunakan ayat Ibrani 7:7 ini sebagai ayat argumentasinya untuk
memberkati orang lain?......
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda menulis :
Roma 12:14 – “Berkatila ....” (KJV =
BLESS)
I Kor. 4:12 “...kami memberkati.....”
(KJV = we BLESS).
“BLESS” dalam kamus bahasa Inggris
–Indonesia artinya: 1. Memberkahi, merestui. 2. Mendoakan. –blessed ks. 1.
Menyenangkan.
Jadi, ayat-ayat ini jangan dijadikan alasan untuk
berkat-memberkati, tetapi lebih cocok diartikan:
Roma 12:14 “Berdoalah (kpd) siapa yg menganiaya kamu, berdoalah
dan jangan mengutuk!” ini cocok dengan perintah Tuhan Yesus: Mat. 5:44 “Tetapi
Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan BERDOALAH bagi mereka yang menganiaya kamu.” (saya akui bahwa saya
mendoakan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini supaya benar-benar dipakai Tuhan
untuk memberitakan Injil-Nya).
Anda mulai ngawur lagi.
Anda mengutip kamus bahasa Indonesia yang jelas tetap memberikan arti kata
“memberkahi”. Lalu mengapa membuang arti itu dari teks itu dan lalu
menggantinya dengan berdoa? Ayat itu jelas diterjemahkan “berkati”, sesuai
dengan kata bahasa Yunani “EULOGEO”, lalu mengapa anda mengubahnya menjadi
“beroalah”? Saya melihat ada kecenderungan di anatar kalian untuk membelokkan
ayat seenaknya sendiri demi kepentingan kalian. Inikah yang namanya Kristen
Fundamentalis?
2.
Anda menulis :
Kini kita lihat Ibrani 7:7 “Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang
lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi.”
Coba pembaca sekarang juga, buka Alkitab masing-masing:
konteks di ibrani 7:7 ini berbicara siapa yg
lebih tinggi itu? siapa yg boleh memberkati itu? jawabannya: Dia adalah Melkisedek.
Siapakah Melkisedek itu?:
Kej.14:18 Melkisedek adalah Raja Salem
Ibrani 7:2 Melkisedek adalah Raja Salem,
Raja Damai Sejahtera = Yesus Kristus
adalah Raja Damai Sejahtera.
Ibrani 7: 3 “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak
berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan
Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya”.
Ibrani 6:20 “Di mana Yesus telah masuk
sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut
peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.”
Siapakah Melkisedek sehingga Yesus Kristus menurut peraturan-Nya? Melkisedek adalah Yesus Kristus sebelum
datang dalam bentuk daging dan darah (sebelum menjadi manusia Yesus) = yang
disebut Theophany / Christophany.
Jadi, bagaimana mungkin seorang Kristen
(seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini) bisa menggunakan ayat Ibrani 7:7 ini sebagai ayat argumentasinya untuk
memberkati orang lain?......
Melkisedek adalah Yesus
Kristus sebelum inkarnasi? Mari kita lihat ayat yang anda kutip.
Ibr 7:3 : “Ia
tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan
hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia
tetap menjadi imam sampai selama-lamanya.
Perhatikan
bahwa di dalam ayat ini dikatakan bahwa Ia dijadikan sama dengan Anak Allah.
Kalau dia dijadikan sama dengan Anak Allah, apakah itu berarti dia adalah
pribadi yang sama dengan Anak Allah (Yesus)?
Juga
anda berkata : Melkisedek adalah Yesus
Kristus sebelum datang dalam bentuk daging dan darah (sebelum menjadi manusia
Yesus). Kalau begitu perlu ditanyakan, dengan tubuh macam apakah Melkisedek
menemui Abraham?
Perhatikan
juga ayat tersebut dalam terjemahan lain :
BIS : Mengenai Melkisedek ini tidak ada
keterangan di mana pun bahwa ia mempunyai bapak atau ibu atau nenek
moyang; tidak ada juga keterangan tentang kelahirannya, ataupun
kematiannya. Ia sama seperti Anak Allah; ia adalah imam yang abadi.
TEV : There is no record of Melchizedek's
father or mother or of any of his ancestors; no record of his birth or of
his death. He is like the Son of God; he remains a priest forever. (Tidak ada laporan tentang ayah atau ibu Melkisedek
atau nenek moyangnya; tidak ada laporan tentang kelahirannya atau
kematiannya…”)
CEV : We are not told that
he had a father or mother or ancestors or beginning or end. He is like the Son
of God and will be a priest forever. (Tidak
dinyatakan bahwa ia mempunyai ayah atau ibu atau silsilah atau awal atau
akhir…”)
GW : No one knows anything about
Melchizedek's father, mother, or ancestors. No one knows when he
was born or when he died. Like the Son of God, Melchizedek continues to be a
priest forever. (Tidak ada seorangpun
yang tahu hal-hal tentang ayah, ibu dan silsilah Melkisedek. Tidak ada orang
yang tahu kapan ia lahir dan kapan ia mati….”)
Dari
sini jelas bahwa Melkisedek bukannya tidak mempunyai ayah, ibu, silsilah, dll. Jelas dia punyai semuanya itu tapi tidak ada informasi
sama sekali tentang dia. Siapa ayahnya, ibunya, nenek moyangnya, kapan dia
lahir dan mati, kapan dia menjadi imam, kapan ia berhenti menjadi imam, tidak
ada yang tahu. Dia muncul sebagai tokoh misterius begitu saja.
Kalau begitu dia memang benar-benar adalah tokoh yang
hadir dalam sejarah. Lalu bagaimana ia dianggap sebagai Yesus sendiri sebelum
inkarnasi ?
Kalau begitu siapakah Melkisedek ? Dalam Alkitab kita mengenal apa yang disebut
sebagai tipologi yaitu gambaran tentang sesuatu yang akan datang di mana
gambarannya disebut TYPE dan penggenapannya disebut ANTI TYPE. Tipe
ini di dalam Alkitab bermacam-macam :
·
Ada tipologi orang (misalnya Adam
adalah gambaran Kristus).
·
Ada tipologi upacara (misalnya
ritual korban dalam PL adalah gambaran Kristus yang akan datang).
·
Ada tipologi peristiwa (misalnya
peristiwa Musa meninggikan ular tembaga adalah gambaran dari Kristus yang akan
ditinggikan).
Tipe
ini sampai pada taraf tertentu mempunyai kemiripan dengan anti tipenya tetapi
ada perbedaannya. Misalnya, sesuai contoh di atas :
· Adam mempunyai kemiripan dengan
Yesus (Adam terakhir) yakni sama-sam adalah awal dari sebuah generasi (Adam
manusia lama, Yesus manusia baru) tetapi ada perbedaan yakni Adam berdosa dan
Kristus tidak.
· Domba korban mempunyai kemiripan
dengan Kristus yakni darahnya dicurahkan, tidak bercacat cela tetapi darah
domba mempunyai keterbatasan dalam penebusan.
· Ular tembaga mempunyai kemiripan
dengan Kristus di mana ular tembaga dapat menyembuhkan dan Kristus dapat
menyelamatkan tapi ular tembaga hanya memberikan kesembuhan secara fisik
sedangkan Kristus memberikan keselamatan kekal.
Dengan
demikian, menurut saya Melkisedek ini adalah tipe/gambaran dari Kristus. Sesuai
dengan konteksnya maka penulis surat Ibrani sementara berbicara tentang
keimaman Kristus dan karenanya dia melihat keimaman Melkisedek yang tak
berakhir itu dilihat sebagai gambaran keimaman Kristus yang bersifat kekal.
Ibr 6:20 - di mana Yesus telah masuk sebagai
Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam
Besar sampai selama-lamanya.
Ibr 7:17 - Sebab tentang Dia diberi kesaksian:
"Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan
Melkisedek."
Penulis surat Ibrani menggunakan gambaran Melkisedek ini
untuk membuktikan keimaman Kristus sebagai sesuatu yang sah walau Ia tidak
berasal dari suku Lewi melainkan dari suku Yehuda karena kalau Melkisedek yang
tidak jelas silsilahnya saja bisa menjadi imam, mengapa Yesus tidak bisa
menjadi imam hanya karena Ia tidak berasal dari suku Lewi ? Jadi
kesimpulannya adalah Melkisedek adalah manusia biasa seperti kita hanya tidak
ada informasi tentang dirinya. Dia dilihat sebagai gambaran dari Kristus bukan
adalah pribadi Kristus sendiri.
16. Nama Allah yang benar bukan YAHWEH tetapi
YEHOVAH. Alasan: karena dalam manuscript tertua yang gunakan huruf hidup (MT)
namanya disebutkan YEHOVAH.
Tanggapan Budi Asali:Ini lucu karena MT bukan manuscript! Dalam manuscript tak ada huruf hidup!Memang YAHWEHpun belum tentu benar, tetapi YEHOVAH pasti salah, karena huruf hidupnya dipinjam dari ADONAY (dan mungkin juga dari ELOHIM).Saya akan memberi kutipan dari buiku saya sendiri tentang Yahweh-isme, yang berbunyi sebagai berikut:Bagaimana dengan pengucapan ‘Jehovah’ / ‘Yehovah’?Di atas sudah saya jelaskan bahwa setiap kali bertemu dengan nama YHWH, mereka membacanya ADONAY (= Tuhan). Lalu pada suatu saat, ada orang-orang yang memasukkan bunyi huruf-huruf hidup dari kata ADONAY, yaitu A - O - A ke sela-sela dari YHWH itu, sehingga didapatkan YAHOWAH, dan seorang dosen saya mengatakan bahwa dalam aksen Jerman (entah dari mana kok tahu-tahu ada aksen Jerman), ini lalu berubah menjadi YEHOWAH atau YEHOVAH. Pulpit Commentary dalam tafsirannya tentang Im 24:11 mengatakan bahwa perubahan YAHOWAH menjadi YEHOWAH itu disebabkan karena: “the laws of the Hebrew language required the first a to be changed into e, and hence the name Jehovah” (= hukum-hukum dari bahasa Ibrani mengharuskan huruf a yang pertama untuk diubah menjadi huruf e, dan karena itu menjadi Jehovah) - hal 383.Catatan: perlu diketahui bahwa dalam bahasa Ibrani, huruf V dan W adalah sama.The New Bible Dictionary (dengan topik ‘God, names of’): “YHWH was considered too sacred to pronounce; so ADONAY (my Lord) was substituted in reading, and the vowels of this word were combined with the consonants YHWH to give ‘Jehovah’, a form first attested at the beginning of the 12th century AD” [= YHWH dianggap terlalu keramat untuk diucapkan; maka ADONAY (Tuhanku) dijadikan pengganti dalam pembacaan, dan huruf-huruf hidup dari kata ini dikombinasikan dengan huruf-huruf mati YHWH untuk memberikan ‘Jehovah’, suatu bentuk yang pertama-tama ditegaskan pada permulaan abad ke 12 M.] - hal 478.Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘God, Names of’): “The divine name Yahweh is usually translated Lord in English versions of the Bible, because it became a practice in late Old Testament Judaism not to pronounce the sacred name YHWH, but to say instead ‘my Lord’ (Adonai) - a practice still used today in the synagogue. When the vowels of Adonai were attached to the consonants YHWH in the medieval period, the word Jehovah resulted” [= Nama ilahi ‘Yahweh’ biasanya diterjemahkan ‘Lord’ (= Tuhan) dalam versi-versi Alkitab bahasa Inggris, karena menjadi suatu praktek dalam Yudaisme Perjanjian Lama belakangan, untuk tidak mengucapkan nama keramat / kudus YHWH, tetapi mengatakan ‘Tuhanku’ (ADONAY) sebagai gantinya - suatu praktek yang masih digunakan jaman ini dalam sinagog. Pada waktu huruf-huruf hidup dari ADONAY diberikan pada huruf-huruf mati YHWH pada jaman abad pertengahan, kata Yehovah dihasilkan].a D o N a Y¯ ¯ ¯Y H W H ®YaHoWaH ®YeHoWaH / YeHoVaHEncyclopedia Britannica memberikan penjelasan yang agak berbeda. Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa bunyi huruf-huruf hidup yang dimasukkan di sela-sela YHWH itu diambil bukan hanya dari kata ADONAY (= Tuhan), tetapi juga dari kata ELOHIM (= Allah). Dari kata yang pertama didapatkan A - O - A dan dari kata yang kedua didapatkan E - O - I. Penggabungannya dimasukkan ke sela-sela YHWH. Untuk bunyi huruf hidup pertama, yang diambil adalah E, untuk yang kedua diambil O, dan untuk yang ketiga diambil A. Jadi, muncul YEHOWAH / YEHOVAH.Encyclopedia Britannica 2007: “The Masoretes, who from about the 6th to the 10th century worked to reproduce the original text of the Hebrew Bible, replaced the vowels of the name YHWH with the vowel signs of the Hebrew words Adonai or Elohim. Thus, the artificial name Jehovah (YeHoWaH) came into being” [= Para ahli Taurat Yahudi, yang dari kira-kira abad ke 6 sampai abad ke 10 bekerja untuk mereproduksi text orisinil dari Alkitab Ibrani, menggantikan huruf-huruf hidup dari nama YHWH dengan tanda-tanda huruf-huruf hidup dari kata-kata Ibrani Adonai atau Elohim. Maka, nama buatan YEHOVAH (YeHoWaH) tercipta].a D o N a Y¯ ¯ ¯Y H W H ®YeHoWaH / YeHoVaH e L o H i MLouis Berkhof rupanya juga sependapat, karena ia berkata: “And therefore in reading the Scriptures they substituted for it either ’Adonai or ’Elohim; and the Masoretes, while leaving the consonants intact, attached to them the vowels of one of these names, usually those of ’Adonai” [= Dan karena itu dalam membaca Kitab Suci mereka (orang-orang Yahudi) menggantikannya atau dengan ADONAY atau ELOHIM; dan ahli-ahli Taurat Yahudi, sementara mereka membiarkan huruf-huruf mati itu utuh, melekatkan kepada huruf-huruf mati itu huruf-huruf hidup dari salah satu dari nama-nama ini, biasanya huruf-huruf hidup dari ADONAY] - ‘Systematic Theology’, hal 49.Dari penjelasan ini bisa dinyatakan bahwa penyebutan YEHOVAH (atau dalam bahasa Inggris ‘Jehovah’), sebenarnya pasti salah, karena bunyi huruf hidupnya diambil dari kata ADONAY, atau dari ADONAY dan ELOHIM.
Tanggapan Dji :
Saya tidak mau terlalu mengomentari ini,
karena Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri menyatakan “belum tahu mana yg benar”, sambil menyatakan penyebutan YEHOVAH “pasti salah”. Padahal sudah dikasih
tahu oleh Dr. Suhento Liauw tentang penyebutan yg benar.
Izinkan saya tambahkan sedikit
penjelasan: Mat. 5:18 “Karena Aku (Tuhan Yesus) berkata kepadamu: Sesungguhnya
selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu
iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat, sebelum
semuanya terjadi.” Ini artinya Tuhan pasti sanggup memelihara NAMA-NYA yg KUDUS
dan keramat itu. Mana mungkin NAMA TUHAN bisa hilang beberapa huruf hidup dan tidak diketahui oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div dan Louis
Berkhof ?......
Saya lebih percaya kepada Alkitab
(kata-kata Tuhan Yesus) dari pada percaya kepada Louis Berkhof atau yg lainnya.
Tanggapan Esra Soru :
1. Anda menulis :
Saya tidak mau terlalu
mengomentari ini, karena Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri menyatakan “belum tahu mana yg benar”, sambil
menyatakan penyebutan YEHOVAH “pasti
salah”. Padahal sudah dikasih tahu oleh Dr. Suhento Liauw tentang
penyebutan yg benar.
Persoalannya
apakah yang dikasitahu Suhento Liauw
pasti benar? Lalu bagaimana dengan kata-kata pak Budi yang menanggapi kata-kata
Suhento Liauw : Ini lucu karena MT bukan manuscript! Dalam manuscript tak ada huruf hidup!? Pak Budi memangh tuidak memastikan bahwa penyebutan Yahweh yang benar
tetapi jelas penyebutan YEHOVAH adalah salah. Lalu kenapa tidak tanggapi? Hehe…
2. Anda menulis :
Izinkan saya tambahkan sedikit
penjelasan: Mat. 5:18 “Karena Aku (Tuhan Yesus) berkata kepadamu: Sesungguhnya
selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu
iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat, sebelum
semuanya terjadi.” Ini artinya Tuhan pasti sanggup memelihara NAMA-NYA yg KUDUS
dan keramat itu. Mana mungkin NAMA TUHAN bisa hilang beberapa huruf hidup dan tidak diketahui oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div dan Louis
Berkhof ?......
Saya lebih percaya kepada Alkitab
(kata-kata Tuhan Yesus) dari pada percaya kepada Louis Berkhof atau yg lainnya.
Lagi-lagi
anda ngawur. Yang dipersoalkan sekarang bukan Hukum Tauratnya yang ditiadakan
tetapi soal penyebutan. Bukan nama YHWH itu yang dihilangkan tapi penyebutan
nama itu yang tidak diketahui. Sepertinya anda perlu belajar cara berlogika
yang baik untuk bisa melihat apa sebenarnya yang dipersoalkan oleh lawan
sehingga tidak lantas memberikan tanggapan tidak pada sasarannya.
17. Ia percaya semua bayi yang mati masuk
surga. Dasar Alkitab yang ia berikan adalah 1Raja 14:13 - “Seluruh Israel akan meratapi dia dan menguburkan dia, sebab hanya dialah
dari pada keluarga Yerobeam yang akan mendapat kubur, sebab di antara keluarga
Yerobeam hanya padanyalah terdapat sesuatu yang baik di mata TUHAN, Allah
Israel.”. Ia berkata anak
Yerobeam ini belum akil balik / dewasa dan karena itu Tuhan menemukan adanya
sesuatu yang baik dalam dirinya (ia belum punya dosa dari dirinya sendiri).
Tanggapan Budi Asali:
Sangat lucu, jadi dosa
asal tak membuat Allah murka kepada seseorang. Kalau begitu mengapa bayi bisa
mati? Juga anak Yerobeam itu bukan bayi / anak kecil. Kata Ibrani yang
digunakan adalah NAAR, yang bisa berarti ‘boy’ (= anak
laki-laki) ataupun ‘youth’ (= pemuda). Karena itu anak itu
sudah pasti punya dosa dari dirinya sendiri. Kalau dikatakan Allah mendapati
sesuatu yang baik dalam dirinya maka itu pasti menunjukkan anak itu sudah
beriman, karena tanpa iman tidak mungkin seseorang bisa memperkenan Tuhan.
Ibr 11:6a - “Tetapi
tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.”.
Mungkin karena ia
beriman maka ia tidak setuju dengan penyembahan berhala yang dilakukan oleh
ayahnya (Yerobeam), dan itulah hal yang baik yang ada pada anak itu. Adanya hal
yang baik ini pasti juga merupakan hasil pekerjaan Tuhan dan kasih karuniaNya
dalam diri anak itu, sehingga sekalipun ia dilahirkan dalam keluarga yang
brengsek, ia sendiri bisa beriman dan mempunyai kesalehan, sehingga bisa
memperkenan Tuhan.
Tanggapan Dji:
Semua dosa manusia (dosa seisi dunia)
telah ditanggung Tuhan Yesus ( I Yoh. 2:2 “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”),
tentu termasuk dosa bayi Yerobeam.
Manusia yang belum akil balik (setelah
dewasa) berdosa atas keputusannya sendiri (jadi harus bertobat dan percaya
kepada Yesus Kristus yg telah menanggung semua dosanya).
Jadi, saya melihat Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div hanya bisa berkata (tentang bayi
Yerobeam masuk Sorga): “Mungkin.....karena ia beriman maka ia tidak setuju dengan penyembahan
berhala yang dilakukan oleh ayahnya (Yerobeam)”. Sekali lagi Theologi Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div menggunakan asumsi dan asumsi Mungkin (May be.....May be.....) dan ini pun jika bayi di situ
“dipaksa” diterjemahkan sudah dewasa (boy = anak laki-laki).
Tanggapan Esra Soru :
1. Anda menulis :
Semua dosa manusia (dosa seisi dunia)
telah ditanggung Tuhan Yesus ( I Yoh. 2:2 “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”),
tentu termasuk dosa bayi Yerobeam.
Kalau
begitu semua manusia harus selamat, karena semuanya sudah ditanggung dan tidak
ada 1 pun yang masuk neraka. Begitukah? Calvinisme mengartikan kata “dunia” di
dalam ayat ini tidak menunjuk pada semua manusia dalam pengertian yg sebenarnya
tetapi seluruh umat pilihan yang ada di seluruh dunia.
2. Anda menulis :
Manusia yang belum akil balik (setelah
dewasa) berdosa atas keputusannya sendiri (jadi harus bertobat dan percaya
kepada Yesus Kristus yg telah menanggung semua dosanya).
Lalu
bagaimana dengan anak bayi Yerobeam? Jika benar dia masih bayi tentiu dia tidak
bisa bertobat dan percaya kepada Yesus.
3. Anda menulis :
Jadi, saya melihat Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div hanya bisa berkata (tentang bayi
Yerobeam masuk Sorga): “Mungkin.....karena ia beriman maka ia tidak setuju dengan
penyembahan berhala yang dilakukan oleh ayahnya (Yerobeam)”. Sekali lagi
Theologi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div menggunakan asumsi dan asumsi Mungkin (May be.....May be.....) dan
ini pun jika bayi di situ “dipaksa” diterjemahkan sudah dewasa (boy = anak
laki-laki).
Anda
ngawur sekali. Kata “mungkin” menunjukkan bahwa apa yang dikatakan tidak
diketahui secara persis tetapi itu tidak berarti pasti salah. Dipaksa
bagaimana? Anda buta dan tidak melihat bahwa penjelasan sudah diberikan kalau
penafsiran demikian didasarkan pada kata bahasa Ibrani yang memang memiliki
multi makna?
18. Dalam pengajaran, Suhento Liauw ini
sering memfitnah orang:
a) Ia menunjukkan foto di koran, ada 4 orang, themanya kira-kira
penyatuan / penyamaan Kristen dengan Katolik. Lalu berkata: yang ini James
Ryadi (memang benar), yang ini Stephen Tong (ngawur, itu pasti bukan Stephen
Tong). Lalu di koran itu ditulis nama Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili
Indonesia.
Tanggapan Budi Asali:
Ini saya protes dalam
acara tanya jawab dan saya jelaskan: yang satu memang James Ryadi, yang satu
lagi Yakub Susabda, tetapi tak ada Stephen Tong, itu FITNAH! Dia agak malu, lalu
bilang kalau fotonya kabur jadi mirip Stephen Tong. Padahal fotonya nggak mirip
sama sekali dengan Stephen Tong! Dan kalau memang tidak tahu, lebih baik jangan
omong tentang kejelekan orang lain, atau itu harus dianggap sebagai FITNAH!
Tanggapan Dji:
Saya
sekali lagi MENYATAKAN RAGU dan INI TIDAK BISA DIPERCAYA atas koment
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini, karena lihat saja pernyataannya di atas:
“Themanya kira-kira........(maaf,
saya ulangi: “Themanya kira-kira....”
)
Mengenai foto di koran itu memang buram
(tidak jelas siapa) dan itu memang koran tentang STT Reformed Injili Indonesia,
dan kata Dr. Suhento Liauw (ketika saya konfirmasi langsung dengan beliau)
beliau berkata: justru yang sebut “Stephen Tong” itu adalah audiens seminar, bukan Dr. Suhento Liauw yg
menyebutnya.
Setahu saya: Dr. Suhento Liauw bukanlah
tipe orang yg demikian (suka fitnah), apalagi seminar-seminar tersebut biasanya
ada direkam, jauhlah kiranya beliau berbuat demikian.
(untuk Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div
ketahui, bahwa: Kami semua mengasihi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div, Bapak James
Ryadi, Bapak Stephen Tong yg luarbiasa tetap semangat, and we pray for them, we pray for all Indonesian people)
Silahkan
pembaca yg menilai sendiri saja! Siapa
yg suka fitnah dan tanpa dasar Alkitab! Dan siapa yg mengasihi sesuai perintah
Tuhan!.
Tanggapan Esra Soru :
1. Anda menulis :
Saya
sekali lagi MENYATAKAN RAGU dan INI TIDAK BISA DIPERCAYA atas koment
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini, karena lihat saja pernyataannya di atas:
“Themanya kira-kira........(maaf,
saya ulangi: “Themanya kira-kira....”
)
Anda
sekali lagi menunjukkan kengawuran di sini. Inti persoalan yang diangkat ini
tentang masalah foto yang dianggap sebagai foto Stepehen Tong bukan masalah
thema. Mau tema apapun tapi kalau benar itu dikatakan sebagai Stephen Tong, itu
fitnah namanya.
2. Anda menulis :
Mengenai foto di koran itu memang buram
(tidak jelas siapa) dan itu memang koran tentang STT Reformed Injili Indonesia,
dan kata Dr. Suhento Liauw (ketika saya konfirmasi langsung dengan beliau)
beliau berkata: justru yang sebut “Stephen Tong” itu adalah audiens seminar, bukan Dr. Suhento Liauw yg
menyebutnya.
Jikalau
benar bahwa audienslah yang menyebut Stephen Tong, lalu mengapa dia katakan
sebagaimana dikatakan Pak Budi bahwa “fotonya kabur jadi mirip Stephen Tong”. Kalau benar dia tidak katakan itu maka sangat masuk akal dia akan
menjawab bahwa itu bukan saya yang katakan tapi audiens. Apakah justru tidak
nampak kebohongan Suhento Liauw di sini lagi?
Juga
seorang dari grup kalian sendiri yang namanya Dance Suat memberikan komentar di
dinding FB tentang masalah ini dan mengakui ini sebagai kekeliruan. Ini kata-katanya
:
Dia hadir
di sana pada
saat seminar itu, lalu bagaimana dia bisa mengakui bahwa itu adalah kekeliruan
sedangkan Sehento Liauw mengatakan bahwa bukan dia yang mengatakan hal itu?
Semakin terlihat kebohongan Suhento Liauw dalam hal ini.
b) Calvin / Calvinist ada jejak darah, dalam persoalan kematian
Servetus. Lucu, yang menghukum mati Servetus bukan Calvin, tetapi pengadilan!
Orang gila ini senang memfitnah!
Tanggapan Budi Asali:
Ini fitnahan yang
lazim dalam kalangan Arminian! Entah mereka tidak tahu sejarahnya atau
pura-pura tidak tahu, itu bukan urusan saya. Tetapi siapapun mau bicara tentang
kejelakan orang, ia harus tahu bahwa apa yang ia bicarakan itu pasti benar.
Kalau tidak, itu merupakan FITNAH!
Perlu diketahui
beberapa hal dalam persoalan penghukuman mati terhadap Servetus dengan dibakar
pada jaman Calvin:
1. Servetus dihukum mati bukan karena dia anti Calvinisme,
tetapi karena ia bukan saja tak percaya pada doktrin Allah Tritunggal, tetapi
lebih dari itu, ia menghujatnya mati-matian dengan mengatakan hal itu
sebagai ‘monster berkepala tiga’ dsb sehingga menimbulkan
kemarahan dari semua orang Kristen dan bahkan Katolik di seluruh dunia.
2. Calvin memang yang melaporkan dia kepada pemerintah / polisi
pada waktu ia secara berani mati muncul di Geneva. Tetapi yang menangkap,
mengadili, menjatuhkan hukuman mati dengan dibakar, dan melaksanakan hukuman
mati itu adalah pemerintah / pengadilan.
3. Calvin justru memintakan keringanan supaya hukuman itu
diubah dari dibakar menjadi pemenggalan, tetapi permintaan Calvin ditolak oleh
pengadilan.
Semua cerita ini ada
dalam buku sejarah dari Philip Schaff (orang ini ahli sejarah, dan ia bukan
Calvinist), dan itu bisa saya buktikan.
Philip Schaff: “if
we consider Calvin’s course in the light of the sixteenth century, we must come
to the conclusion that he acted his part from a strict sense of duty and in
harmony with the public law and dominant sentiment of his age, which justified
the death penalty for heresy and blasphemy, and abhorred toleration as
involving indifference to truth Even Servetus admitted the principle under
which he suffered; for he said, that incorrigible obstinacy and malice deserved
death before God and men” - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 690.
Philip Schaff: “Calvin
never changed his views or regretted his conduct towards Servetus. Nine years
after his execution he justified it in self-defence against the reproaches of
Baudouin (1562), saying: ‘Servetus suffered the penalty due to his heresies,
but was it by my will? Certainly his arrogance destroyed him not less than his
impiety. And what crime was it of mine if our Council, at my exhortation,
indeed, but in conformity with the opinion of several Churches, took vengeance
on his execrable blasphemies? Let Baudouin abuse me as long as he will,
provided that, by the judgment of Melanchthon, posterity owes me a debt of
gratitude for having purged the Church of so pernicious a monster.’” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 690-691.
Philip Schaff: “Let
us remember also that it was not simply a case of fundamental heresy, but of
horrid blasphemy, with which he had to deal. If he was mistaken, if he
misunderstood the real opinions of Servetus, that was an error of judgment, and
an error which all the Catholics and Protestants of that age shared” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 691.
Philip Schaff: “It
is not surprising that this book gave great offence to Catholics and
Protestants alike, and appeared to them blasphemous. Servetus calls the
Trinitarians tritheists and atheists. He frivolously asked such questions as
whether God had a spiritual wife or was without sex. He calls the three gods of
the Trinitarians a deception of the devil, yea (in his later writings), a
three-headed monster” - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 718-719.
Philip Schaff: “Servetus
charges the Reformed Christians of Geneva that they had a gospel without a God,
without true faith, without good works; and that instead of the true God they
worshipped a three-headed Cerberus” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 731.
Catatan: Cerberus = anjing
berkepala tiga yang menjaga Hades dalam mitologi Romawi dan Yunani (Webster’s
New World Dictionary, College Edition).
Philip Schaff: “He
calls all Trinitarians ‘tritheists’ and ‘atheists.’ They have
not one absolute God, but a three-parted, collective, composite God - that is,
an unthinkable, impossible God, which is no God at all. They worship three
idols of the demons, - a three-headed monster, like the Cerberus of the Greek
mythology. One of their gods is unbegotten, the second is begotten, the third
proceeding. One died, the other two did not die. Why is not the Spirit
begotten, and the Son proceeding? By distinguishing the Trinity in the abstract
from the three persons separately considered, they have even four gods. The
Talmud and the Koran, he thinks, are right in opposing such nonsense and
blasphemy” - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 741-742.
Philip Schaff: “Shortly
after the publication of the ‘Restitution,’ the fact was made known to the
Roman Catholic authorities at Lyons through Guillaume Trie, a native of Lyons
and a convert from Romanism, residing at that time in Geneva. He corresponded
with a cousin at Lyons, by the name of Arneys, a zealous Romanist, who tried to
reconvert him to his religion, and reproached the Church of Geneva with the
want of discipline. On the 26th of February, 1553, he wrote to Arneys that in
Geneva vice and blasphemy were punished, while in France a dangerous heretic
was tolerated, who deserved to be burned by Roman Catholics as well as
Protestants, who blasphemed the holy Trinity, called Jesus Christ an idol, and
the baptism of infants a diabolic invention. He gave his name as Michael
Servetus, who called himself at present Villeneuve, a practising physician at
Vienne. In confirmation he sent the first leaf of the ‘Restitution,’ and named
the printer Balthasar Arnoullet at Vienne. This letter, and two others of Trie
which followed, look very much as if they had been dictated or inspired by
Calvin. Servetus held him responsible. But Calvin denied the imputation as a
calumny. At the same time he speaks rather lightly of it, and thinks that it
would not have been dishonorable to denounce so dangerous a heretic to the
proper authorities. He also frankly acknowledges that he caused his arrest at
Geneva. He could see no material difference in principle between doing the same
thing, indirectly, at Vienne and, directly, at Geneva. He simply denies that he
was the originator of the papal trial and of the letter of Trie; but he does
not deny that he furnished material for evidence, which was quite well known
and publicly made use of in the trial where Servetus’s letters to Calvin are
mentioned as pieces justificatives. There can be no doubt that Trie, who
describes himself as a comparatively unlettered man, got his information about
Servetus and his book from Calvin, or his colleagues, either directly from
conversation, or from pulpit denunciations. We must acquit Calvin of direct
agency, but we cannot free him of indirect agency in this denunciation.
Calvin’s indirect agency, in the first, and his direct agency in the second
arrest of Servetus admit of no proper justification, and are due to an excess
of zeal for orthodoxy” - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 757-759.
Philip Schaff: “The
final responsibility of the condemnation, therefore, rests with the Council of Geneva, which would probably have acted otherwise, if it
had not been strongly influenced by the judgment of the Swiss Churches and the
government of Bern. Calvin
conducted the theological part of the examination of the trial, but had no
direct influence upon the result. His theory was that the Church may
convict and denounce the heretic theologically, but thathis condemnation and
punishment is the exclusive function of the State, and that it is one of
its most sacred duties to punish attacks made on the Divine majesty. ‘From
the time Servetus was convicted of his heresy,’ says Calvin, ‘I have not
uttered a word about his punishment, as all honest men will bear witness; and I
challenge even the malignant to deny it if they can.’One thing only he did: he
expressed the wish for a mitigation of his punishment. And this humane
sentiment is almost the only good thing that can be recorded to his honor in
this painful trial” - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 767-768.
Philip Schaff: “...
the wish of Calvin to substitute the sword for the fire was overruled” (=
... keinginan Calvin untuk menggantikan api dengan pedang ditolak) - ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 781-782.
Philip Schaff: “The
severest charge against him is blasphemy. Bullinger remarked to a Pole that if
Satan himself should come out of hell, he could use no more blasphemous
language against the Trinity than this Spaniard;
and Peter Martyr, who was present, assented and said that such a living son of
the devil ought not to be tolerated anywhere. We cannot even now read some of
his sentences against the doctrine of the Trinity without a shudder. Servetus
lacked reverence and a decent regard for the most sacred feelings and
convictions of those who differed from him” - ‘History of the Christian Church’,
vol VIII, hal 781-788.
Tanggapan Dji:
Point b) di atas menurut saya itu sudah bercampur-aduk antara pernyataan Dr.
Suhento Liauw dengan “kekesalan”
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri.
Hemat saya pernyataan Dr. Suhento Liauw harusnya begini: (silahkan Pembaca teliti
dan cermat) Dr. Suhento Liauw: b) Calvin / Calvinist ada jejak darah, dalam
persoalan kematian servetus (titik).
Tetapi karena tidak sabar dan tidak teliti maka “bukti kekesalan” Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div ini menggabungkannya menjadi pernyataan Dr. Suhento
Liauw juga. (Mohon kerelaan hatinya untuk koreksi dan mengakuinya saja Pak? Ini
terlihat jelas kok?) (saya tidak mau “menuduh” Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div
melakukan Fitnah kpd Dr. Suhento Liauw, sekalipun buktinya ini sudah kuat) saya menganggap Bapak ini khilaf saja. Bahkan
karena terlalu tidak sabar dan tidak teliti (saya dapat memakluminya) Belum-belum sudah bilang “Lucu, yang
menghukum mati Servetus bukan Calvin, tetapi pengadilan! orang gila ini senang
memfitnah!” padahal bagian ini (“Lucu, yang menghukum mati Servetus
.....dan seterusnya... !”) harusnya ini masuk ke dalam bagian Tanggapan Budi Asali. Begitu toh Pak?.......
monggo ditanggapi..... tapi kalau tidak ditanggapi ya sudahlah...maklumkan
sajalah...... (We love you brother.....)
Oke, kita kembali ke laptop....(versi
Tukul “empat mata”)
Tanggapan untuk point:
1. Servetus dihukum mati dalam zaman Calvin (tidak
ada yg bisa membantahnya), Servetus memang pengajar bidat (sesat) yg tidak
percaya kepada doktrin Allah Tri Tunggal. Tetapi seberapa sesat pun seorang Servetus maka ia tidak layak mendapatkan
hukuman mati. Orang Kristen Alkitabiah
memandang perbedaan penafsiran dan perbedaan kepercayaan / keyakinan agama
sebagai sesuatu yang lazim dan umum. Orang Kristen Alkitabiah tidak boleh
memberikan “stempel” tanda setuju
Servetus atau “servetus-servetus lain” untuk dihukum mati karena perbedaan
doktrin/perbedaan keyakinan.
2. Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri pun
“mengakui” bahwa Calvin yg melaporkan Servetus kepada polisi di Genewa.
Walaupun memang pengadilan yg jatuhkan hukuman mati, tetapi andil Calvin dalam
melaporkan Servetus itu sudah menjadi
bukti keterlibatan John Calvin dalam kematian Servetus. Mudah dimengerti
toh!.... Apalagi waktu itu seorang John Calvin (tahun 1541-1564) sangat
berpengaruh di Genewa.
3. “John Calvin justru meminta keringanan untuk
Servetus” (Faktanya: Permohonannya tidak
dikabulkan dan Servetus mati dibakar). Ini kedengaran sangat
memprihatinkan. Apakah John Calvin benar-benar meminta keringanan untuk Servetus? (kini
tinggal tanda tanya saja?)
Tanggapan Esra Soru :
1.
Anda menulis :
Point b) di atas menurut saya itu sudah bercampur-aduk antara pernyataan Dr.
Suhento Liauw dengan “kekesalan”
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri.
Hemat saya pernyataan Dr. Suhento Liauw harusnya begini: (silahkan Pembaca teliti
dan cermat)
Dr.
Suhento Liauw: b) Calvin / Calvinist ada jejak darah, dalam persoalan kematian
servetus (titik).
Tetapi karena tidak sabar dan tidak teliti maka “bukti kekesalan” Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div ini menggabungkannya menjadi pernyataan Dr. Suhento
Liauw juga. (Mohon kerelaan hatinya untuk koreksi dan mengakuinya saja Pak? Ini
terlihat jelas kok?) (saya tidak mau “menuduh” Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div
melakukan Fitnah kpd Dr. Suhento Liauw, sekalipun buktinya ini sudah kuat) saya menganggap Bapak ini khilaf saja. Bahkan
karena terlalu tidak sabar dan tidak teliti (saya dapat memakluminya) Belum-belum sudah bilang “Lucu, yang
menghukum mati Servetus bukan Calvin, tetapi pengadilan! orang gila ini senang
memfitnah!” padahal bagian ini (“Lucu, yang menghukum mati Servetus
.....dan seterusnya... !”) harusnya ini masuk ke dalam bagian Tanggapan Budi Asali. Begitu toh
Pak?....... monggo ditanggapi..... tapi kalau tidak ditanggapi ya
sudahlah...maklumkan sajalah...... (We love you brother.....)
Ini saja kok dipersoalkan. Bagi orang yang baca, sudah
pasti tahu bahwa kata-kata selanjutnya “Lucu…adalah tanggapan Pak Budi Asali.
Dan Pak Budi Asali sendiri tidak menulis itu dengan tujuan bahwa itu adalah
kata-kata Suhento Liauw. Itu Cuma masalah penempatan.
2.
Anda menulis :
Servetus
dihukum mati dalam zaman Calvin (tidak ada yg bisa membantahnya), Servetus
memang pengajar bidat (sesat) yg tidak percaya kepada doktrin Allah Tri
Tunggal. Tetapi seberapa sesat pun seorang
Servetus maka ia tidak layak mendapatkan hukuman mati. Orang Kristen Alkitabiah memandang perbedaan penafsiran dan perbedaan
kepercayaan / keyakinan agama sebagai sesuatu yang lazim dan umum. Orang
Kristen Alkitabiah tidak boleh memberikan
“stempel” tanda setuju Servetus atau “servetus-servetus lain” untuk
dihukum mati karena perbedaan doktrin/perbedaan keyakinan.
Anda lagi-lagi ngawur. Servetus dihukum mati dalam
zaman Calvin tidak bisa disamakan dengan Servetus dihukum mati oleh Calvin.
Sudah dikatakan oleh Pak Budi bahwa yang menghukum mati adalah pengadilan.
Kalau mau salahkan, salahkanlah pengadilan bukan Calvin. Calvin kan Cuma melaporkan
kasusnya ke pengadilan.
3.
Anda menulis :
Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri pun “mengakui” bahwa Calvin yg melaporkan
Servetus kepada polisi di Genewa. Walaupun memang pengadilan yg jatuhkan
hukuman mati, tetapi andil Calvin dalam melaporkan Servetus itu sudah menjadi bukti keterlibatan John
Calvin dalam kematian Servetus. Mudah dimengerti toh!.... Apalagi waktu itu
seorang John Calvin (tahun 1541-1564) sangat berpengaruh di Genewa.
Apakah kalau anda melaporkan seorang dengan suatu
tuduhan tertentu ke pengadilan, dan setelah pengadilan mempelajari kasusnya dan
ternyata benar demikian lalu memutuskan hukuman mati kepada tertuduh itu,
andajuag ikut bersalah? Logika macam apa itu? Anda benar-benar ngawur sekali
dalam hal ini.
4.
Anda menulis :
“John
Calvin justru meminta keringanan untuk Servetus” (Faktanya: Permohonannya tidak dikabulkan dan Servetus mati
dibakar). Ini kedengaran sangat memprihatinkan. Apakah John Calvin benar-benar meminta keringanan untuk Servetus? (kini
tinggal tanda tanya saja?)
Apakah fakta bahwa Servetus tetap dibakar sebagai
bukti bahwa Calvbin tidak pernah meminta keringanan hukuman baginya? Lagi-lagi
logika anda benar-benar payah sekali. Pak Budi sudah berikan kutipan dari Philp
Schaff seorang sejarawan. Lebih masuk akal percaya kata-kata seorang sejarawan
atau kata-kata anda?
19. Kesan yang didapat adalah: ia anggap dan
nyatakan gerejanya sebagai ‘the only true church’, dan anjurkan orang pindah ke
gerejanya! Katolik, Kharismatik, Calvinist, tokoh-tokoh reformasi (Martin
Luther, Calvin, dsb), semua digempur.
Tanggapan Budi Asali:
Saya menganggap semua
orang yang menganggap gerejanya sebagai ‘the only true church’, sebagai
orang-orang sesat. Saksi Yehuwa mempunyai pandangan seperti itu, dan Gereja
Masehi Advent Hari Ketujuh juga mempunyai kepercayaan seperti itu, dan itu saya
anggap sebagai salah satu bukti kesesatan mereka.
Saya sering mengecam
banyak pendeta dan gereja sebagai sesat, tetapi saya tidak pernah punya
anggapan / pemikiran / kepercayaan bahwa gereja saya adalah ‘the only true
church’!
Tanggapan Dji:
Point 19) Sekali lagi ini terlihat lebih
jelas “siapa yg ngawur”? Kesan
mestinya ditaruh pada bagian Tanggapan Budi Asali. Tapi yah kita
maklumkanlah..........
Adalah hal yg baik dan sah-sah saja jika
ada orang menganggap gerejanya yg paling benar daripada gereja orang lain. Justru adalah aneh jika ada gembala atau
“pendeta” yg tidak yakin bahwa gerejanya paling benar! Perbedaan keyakinan
agama saja merupakan sesuatu yg lazim dan umum dalam dunia keKristenan, apalagi
perbedaan “keyakinan gerejanya paling benar!” ini mah hal yg biasa.....
Tanggapan Esra Soru :
1. Anda yang ngawur. Pak Budi Asali melihat adanya kesan demikian dari
ajaran Suhento Liauw dank arena itu lalu berikan tanggapannya. Apanya yang
aneh?
2. Lagi-lagi anda menunjukkan ketidakmampuan melihat persoalan yang
diangkat. Pak Budi tidak mempersoalkan keyakinan seseorang bahwa gerejanya
paling benar. Yang dipersoalkan bahwa gerejanya adalah “SATU-SATUNYA” gereja
yang benar. Anda paham hai anak TK?
Demikianlah tanggapan dari saya. Terima kasih. Salam
damai sejahtera buat kita semua dalam Tuhan Yesus Kristus. Segala kemuliaan dan
hormat hanya bagi Tuhan kita Yesus Kristus. Amin!
MARANATHA!
MARANATHA! MARANATHA!
More info: www.graphe-ministry.org
Dari: Dji ji
liong, S.E / Mahasiswa Graphe International Theological Seminary)
Tangapan Esra Soru :
Membaca
tanggapan anda, saya sama sekali prihatin. Terlihat sekali bahwa anda begitu
sukar menangkap yang menjadi inti argumentasi yang diberikan oleh lawan. Saran
saya sebaiknya anda lebih banyak belajar lagi dalam hal ini dan juga di dalam
membangun argumentasi. Tanggapan anda menjadi cermin seperti apakah kualitas
lembaga pendidikan dan guru-guru anda.
***************
No comments:
Post a Comment