Cara pandang Kristen
harus mengarahkan semua pertimbangan
seksualitas kepada institusi pernikahan. Pernikahan bukan sekedar arena aktifitas seksual,
dinyatakan dalam kitab suci sebagai rancangan ilahi untuk memperlihatkan kemuliaan Tuhan diatas bumi ketika seorang
suami dan seorang isteri bersama-sama menuju hubungan satu daging dalam perjanjian pernikahan. Dipahami secara benar
dan dilakukan secara benar, pernikahan adalah sebuah gambar kesetiaan perjanjian Tuhan sendiri. Pernikahan harus
memperlihatkan kemuliaan Tuhan, mengungkapkan pemberian-pemberian yang baik dari Tuhan bagi ciptaan-ciptaannya, dan melindungi
manusia dari kehancuran yang tak terhindarkan yang terjadi ketika hasrat-hasrat seksual dicerai-beraikan dari
tempat yang seharusnya.
Marjinalisasi pernikahan, dan antipati terbuka yang
menyertainya dimana hal ini ada banyak
didalam budaya
pendekatan elit terkait
pertanyaan atas pernikahan, yang
menghasilkan sebuah konteks dimana orang-orang Kristen yang berkomitmen terhadap sebuah etika pernikahan terlihat
menjadi tanpa pengharapan sebab ini terlalu jauh dari budaya yang lebih besar. Sementara pernikahan lebih dilihat
sebagai sebuah kontrak privat yang dibuat dan tidak dibuat sebagai sebuah keinginan pada masyarakat yang
lebih besar, orang-orang Kristen harus
melihat pernikahan sebagai sebuah perjanjian yang tidak boleh dilanggar,
dilakukan dihadapan Tuhan dan manusia, menegakan baik kenyataan-kenyataan yang abadi dan sementara.
Orang-orang Kristen tidak memiliki hak menjadi malu ketika
membicarakan seks dan seksualitas. Sebuah keengganan yang tidak sehat atau rasa malu dalam berurusan dengan isu-isu
ini merupakan sebuah bentuk perendahan penciptaan Tuhan.
Apapun yang Tuhan ciptakan adalah baik. dan setiap hal baik
yang Tuhan ciptakan memiliki sebuah tujuan yang pada puncaknya memperlihatkan kemuliaan Tuhan. Ketika orang-orang
Kristen konservatif merespon seks dengan sikap tak menentu atau rasa malu, kita menyatakan kebaikan Tuhan
sebagai hal yang berbahaya dan menyembunyikan kemuliaan Tuhan yang dimaksudkan
untuk diperlihatkan dalam penggunaan karunia-karunia penciptaan secara benar.
Oleh karena itu, tanggungjawab utama kita adalah mengarahkan
semua orang menuju penggunaan pemberiaan-pemberian baik dari Tuhan secara benar dan
legitimasi seks dalam pernikahan sebagai satu-satunya aspek vital pada
maksud Tuhan dalam pernikahan sejak semula.
Banyak orang--khususnya orang-orang muda-- memegang
pengharapan palsu pada gambaran seks
dalam hubungan pernikahan. Karena dorongan seks pada pria terutama diarahkan menuju
kesenangan genital, para pria kerap mengasumsikan bahwa para wanita pun demikian juga. Sementara kesenangan jasmani
memang sebuah bagian esensial pada pengalaman seks wanita, namun tidaklah difokuskan pada semata pemuasan
genital sebagaimana yang terjadi pada banyak pria.
Sebuah sudut pandang
alkitab paham bahwa Tuhan telah mendemonstrasikan kemuliaannya baik
didalam persamaan dan perbedaan yang menandai
laki-laki dan perempuan, pria dan wanita. Dibuat dalam keserupaan dalam gambar Tuhan, pria dan wanita dibuat
memang untuk satu sama lain.
Fisik Tubuh pria dan wanita
masing-masing memiliki bagian untuk saling memenuhi. Dorongan
seks memanggil baik para pria dan wanita dan menuju ke sebuah hubungan
dalam ikatan perjanjian yang diwujudkan dalam sebuah persatuan daging.
Bersambung
The Seduction of Pornography and the Integrity of ChristianMarriage, Part Two, Albert Mohler | Martin Simamora
No comments:
Post a Comment