Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Luk. 9:23)
Konteks dari ayat ini semuanya sama di ketiga Injil: bagian sebelumnya adalah tentang pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup dan tentang pemberitahuan pertama tentang penderitaan Yesus. Seakan-akan Yesus ingin sekali lagi menegaskan bahwa Dia yang para murid ikuti bukanlah Yesus sang tabib ajaib atau sang pembuat mujizat yang ditulis di pasal-pasal sebelumnya, namun Mesias yang menderita. Ini adalah konsep baru yang sangat radikal dan tidak masuk akal! Berbeda dengan orang Yahudi yang mempunyai konsep tentang Mesias yang akan datang sebagai sosok seperti Raja Daud, yang akan melepaskan mereka dari penjajahan bangsa kafir.
Namun Yesus adalah Mesias yang menderita, dan bukan hanya menderita tetapi harus mati disalib. Maka ada tiga hal yang dituntut dari para pengikut Mesias, yaitu: menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Dia. Orang yang memikul salib adalah orang yang sedang berjalan untuk dihukum mati – disalibkan – karena sesuatu yang dia percaya dan lakukan. Tujuan dan alasan satu-satunya mengapa kita mau memikul salib kita adalah karena kita mau mengikut Dia, yang sudah terlebih dahulu memikul salib-Nya dan mati bagi kita.
Bagi orang Romawi, salib merupakan hukuman yang paling kejam dan paling memalukan, yang hanya dilakukan kepada penjahat atau pelaku kriminal kelas kakap. Paling kejam karena orang yang disalib mati secara perlahan-lahan dengan sangat tersiksa, paling memalukan karena mereka disalibkan tinggi-tinggi dengan telanjang dipertontonkan kepada orang banyak. Namun bagi orang Yahudi, ada satu hal lagi: orang yang disalib adalah orang yang terkutuk. Jadi mana mungkin Mesias yang dinanti-nantikan mati di kayu salib?
Namun salib Kristus adalah lambang kemuliaan tertinggi karena di salib Kristuslah Allah menunjukkan kasih-Nya yang terbesar dan dosa umat pilihan-Nya ditanggung. Salib yang adalah kehinaan bagi manusia menjadi kemuliaan bagi Allah. Pengikut Kristus dituntut juga untuk memikul salibnya masing-masing. Bagi kita yang mengikut Dia, Kristus memberikan cicipan kemuliaan yang menanti kita. Di perikop selanjutnya ketiga penulis Injil menuliskan suatu hal yang sama yaitu tentang kemuliaan Kristus dalam peristiwa transfigurasi. Setelah penderitaan, akan ada kemuliaan yang menanti. Siapa yang mau menjadi murid Yesus, harus berani memikul salib alias sedang menuju tempat kematian…. Beranikah kita?
Oleh : Erwan, Pemimpin Umum Redaksi buletinpillar.org
Inti dari kekristenan tidak bisa lepas dari simbol
utamanya yaitu salib, salib Tuhan Yesus Kristus. Namun ketika kita mencari kata
“salib” di Alkitab, ternyata hanya muncul sepuluh kali di keempat Injil. Kapan
kata “salib” pertama kali muncul di Perjanjian Baru? Di Injil sinoptik, semua
sama: mulai dari ayat ini, baik yang dicatat di Matius 10:38, Matius 16:24,
maupun Markus 8:34.
Konteks dari ayat ini semuanya sama di ketiga Injil: bagian sebelumnya adalah tentang pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup dan tentang pemberitahuan pertama tentang penderitaan Yesus. Seakan-akan Yesus ingin sekali lagi menegaskan bahwa Dia yang para murid ikuti bukanlah Yesus sang tabib ajaib atau sang pembuat mujizat yang ditulis di pasal-pasal sebelumnya, namun Mesias yang menderita. Ini adalah konsep baru yang sangat radikal dan tidak masuk akal! Berbeda dengan orang Yahudi yang mempunyai konsep tentang Mesias yang akan datang sebagai sosok seperti Raja Daud, yang akan melepaskan mereka dari penjajahan bangsa kafir.
Namun Yesus adalah Mesias yang menderita, dan bukan hanya menderita tetapi harus mati disalib. Maka ada tiga hal yang dituntut dari para pengikut Mesias, yaitu: menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Dia. Orang yang memikul salib adalah orang yang sedang berjalan untuk dihukum mati – disalibkan – karena sesuatu yang dia percaya dan lakukan. Tujuan dan alasan satu-satunya mengapa kita mau memikul salib kita adalah karena kita mau mengikut Dia, yang sudah terlebih dahulu memikul salib-Nya dan mati bagi kita.
Bagi orang Romawi, salib merupakan hukuman yang paling kejam dan paling memalukan, yang hanya dilakukan kepada penjahat atau pelaku kriminal kelas kakap. Paling kejam karena orang yang disalib mati secara perlahan-lahan dengan sangat tersiksa, paling memalukan karena mereka disalibkan tinggi-tinggi dengan telanjang dipertontonkan kepada orang banyak. Namun bagi orang Yahudi, ada satu hal lagi: orang yang disalib adalah orang yang terkutuk. Jadi mana mungkin Mesias yang dinanti-nantikan mati di kayu salib?
Namun salib Kristus adalah lambang kemuliaan tertinggi karena di salib Kristuslah Allah menunjukkan kasih-Nya yang terbesar dan dosa umat pilihan-Nya ditanggung. Salib yang adalah kehinaan bagi manusia menjadi kemuliaan bagi Allah. Pengikut Kristus dituntut juga untuk memikul salibnya masing-masing. Bagi kita yang mengikut Dia, Kristus memberikan cicipan kemuliaan yang menanti kita. Di perikop selanjutnya ketiga penulis Injil menuliskan suatu hal yang sama yaitu tentang kemuliaan Kristus dalam peristiwa transfigurasi. Setelah penderitaan, akan ada kemuliaan yang menanti. Siapa yang mau menjadi murid Yesus, harus berani memikul salib alias sedang menuju tempat kematian…. Beranikah kita?
Oleh : Erwan, Pemimpin Umum Redaksi buletinpillar.org
No comments:
Post a Comment