Oleh John MacArthur
-Casual Sex- Christopher Grey Studios / istockphoto.com,psmag.com |
Anda barangkali kerap
mendengar betapa masyarakat kita sedemikian majunya. Apakah dalam bidang
teknologi atau ilmu pengetahuan, terobosan-terobosan dalam pengobatan atau
manufaktur, ada di area-area lainya dimana kemajuan dapat diukur, kita sangat
ingin untuk mengetahui sejauh mana kemajuan
telah kita capai.
Pada saat yang sama, budaya sama sekali buta tidak menyadari
bagaimana budaya mengalami kemunduran. Penyimpangan dan keabnormalan seksual berlangsung secara luas tanpa dapat ditahan,
dan semua jenis imoralitas dipromosikan dan diparadekan seolah-olah kesemuanya
itu patut dibanggakan.
Masyarakat kita nampaknya
semakin dan cenderung sperti berbudaya tanpa malu layaknya era Roma kuno—sebuah dunia yang mengabdikan
diri kepada pemuasan hawa nafsu-hawa nafsu abnormal dan hasrat-hasrat yang
menyimpang. Orang-orang percaya dalam dunia Perjanjian Baru menghadapi
jenis-jenis godaan yang sama setiap harinya—berangkali lebih buruk lagi.
Namun ditengah-tengah masyarakat yang jahat, Paulus
memberikan perintah yang jelas kepada orang-orang percaya untuk tidak turut
serta dalam imoralitas dan hidup dalam kehidupan yang kudus. Dalam 1 Tesalonika 4:3, ia menulis, “Karena inilah
kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan.”
Orang kerap berkata bahwa mereka bingung dan frustrasi
dengan perjuangan mereka untuk menemukan kehendak Tuhan bagi kehidupan mereka.
Dalam bagian nas tersebut, Paulus menyatakan kehendak Tuhan tidak terikat dalam kondisi-kondisi tidak
menentu. Kehendaknya adalah untuk
pengudusan kita, pertumbuhan rohani kita. Dia menginginkan kita terpisah dari
dosa—dan secara khusus, dari imoralitas seksual.
Perintah-perintah
dasar tersebut mengalir pada wajah mentalitas seksual yang terjadi di dalam masyarakat
Tesalonika, dan pastilah perintah-perintah itu bertentangan dengan pola pikir masyarakat disana sebagaimana juga bertentangan dengan budaya moderen kita.
Dewasa ini kita
diberitahukan bahwa orang pada dasarnya baik, dan karena orang pada dasarnya
baik dan seks adalah sebuah bagian dari diri manusia, maka seks adalah sebuah
cara yang dapat diterima untuk mencari kenikmatan. Kita juga diberitahu bahwa
seks adalah bagian fundamental dalam kemanusiaan kita—bahwa seks adalah
kebutuhan biologi yang tidak semestinya disangkali oleh diri kita sendiri.
Dengan definisi menyimpang seperti ini,
seks yang dilakukan secara bebas tidak hanya menjadi rekreasi yang sah—tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita.
Alasan yang sejenis
ini memberikan izin tanpa batas bagi
budaya tanpa malu di era Paulus. Porstitusi, hidup bersama antara pria dan
wanita tanpa ikatan legal, manjadi wanita simpanan, homoseksual, perilaku
banci, tempat porstitusi, pezinah dan wanita yang melakukan
perzinahan—bahkan pedophilia diizinkan dalam era Roma. Itu adalah budaya abnormal dan menyimpang dimana Paulus
memerintahkan orang-orang percaya untuk “tidak turut serta dalam imoralitas
seksual.”
Itu bukanlah perintah yang bersifat fleksibel juga. Tidak
ada ruang tersisa untuk interpretasi.
Itu bukanlah sebuah pertanyaan atas
“Seberapa dekatnya saya dapat terlibat tanpa menjadi berdosa?” Anda tidak dapat
bermain-mani pada permainan-permainan dengan godaan.
Itu
adalah sebuah perintah untuk sama sekali tidak terlibat dalam semua jenis
imoralitas—tidak hanya secara jasmaniah. “Tetapi Aku berkata kepadamu:
Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah
dengan dia di dalam hatinya” (Matius
5:28).. Kita harus mewaspadai untuk menghancurkan godaan, bahkan jika
godaan-godaan tersebut tidak pernah kita tanggapi. Poinnya bukan untuk dapat
sedekat mungkin dimana anda masih dapat menghindarinya—tujuannya agar anda
menjauhinya sehingga anda dapat
sepenuhnya terpisah darinya.
Dan
perintah semacam ini bukan seolah-olah Tuhan membenci seks—Dia yang
merancangnya. Ibrani 13:4,
“Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu
mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi
Allah.” Tidak ada pencemaran atau
imoralitas dalam hubungan dengan semua
hal yang Tuhan memang rancangkan. Tetapi
terlepas dari hal ini, tidak turut serta adalah apa yang Tuhan
perintahkan. Sebagaimana penulis Ibrani memperjelas di ahir ayat tersebut, “ orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi
Allah.”
Ini adalah sebuah
perintah yang sulit, khususnya
dalam sebuah budaya yang menekankan pada pencarian kenikmatan dan ekses tanpa rasa malu. Tetapi itu adalah
sebuah perintah yang datang lengkap dengan semangat untuk menjalankan. Tuhan
tidak akan memerintahkan kita untuk tidak turut serta dalam dosa seksual jika
kita tidak mampu untuk mematuhinya.
Pada kesempatan selanjutnya kita akan melihat perintah-perintah Paulus untuk mematuhi perintah Tuhan
GuardYour Purity, Part 1 by John MacArthur | Martin Simamora
No comments:
Post a Comment