Bacalah terlebih dahulu dua bagian sebelumnya, bagian satu baca di sini dan bagian dua baca di sini
Oleh : Rev. Dr. Keith Krell
Beberapa tahun lampau, Tiger Woods memenangkan Master’s Tournament, Fuzzy Zoeller mengomentarinya dengan sejumlah kata kasar, tanggapan-tanggapan yang berbau rasis—tanggapan yang dimaksudkannya untuk melucu, tetapi yang ada hanyalah kata-kata yang berjiwa kasar. Fuzzy telah menerima akibat besar yang pantas dari kritik-kritik didalam komentar-komentarnya, tetapi respon Tiger Wood adalah,”Baiklah, kita semua membuat kesalahan-kesalahan dan kini waktunya untuk tetap maju.” Tiger dapat saja balas menghina—media pasti senang—tetapi dia telah menolak untuk membalas. Sebaliknya dia berkata, “ Let’s move on.”
Oleh : Rev. Dr. Keith Krell
Beberapa tahun lampau, Tiger Woods memenangkan Master’s Tournament, Fuzzy Zoeller mengomentarinya dengan sejumlah kata kasar, tanggapan-tanggapan yang berbau rasis—tanggapan yang dimaksudkannya untuk melucu, tetapi yang ada hanyalah kata-kata yang berjiwa kasar. Fuzzy telah menerima akibat besar yang pantas dari kritik-kritik didalam komentar-komentarnya, tetapi respon Tiger Wood adalah,”Baiklah, kita semua membuat kesalahan-kesalahan dan kini waktunya untuk tetap maju.” Tiger dapat saja balas menghina—media pasti senang—tetapi dia telah menolak untuk membalas. Sebaliknya dia berkata, “ Let’s move on.”
Apakah anda
juga melakukan apa yang dilakukan Wood?
Apakah ini menjadi sikapmu kala anda menanggung hinaan-hinaan paling hebat?
Dapatkah anda berkata,”Kita semua membuat kesalahan-kesalahan dan kini waktunya untuk tetap maju?” Yesus tidak
mengajarkan kejahatan dibalas dengan kejahatan. Dia tidak dalam bisnis untuk mendapatkan keseimbangan.
Beberapa dari kita akan menyamakan kedudukan, bahkan jika itu berarti membunuh
kita—dan itu bisa terjadi! Secara alami kita ingin membalaskan dendam.
Pembalasan dendam akan membuat batin
kita menderita. Balas dendam akan menenggelamkan
jiwa kita. Betapa berbedanya dengan Juru selamat kita. Segera setelah seseorang
mulai membicarakan diri kita, segera saja kita merasa lebih baik dan lebih
pintar, punggung kita pun membumbung
bagaikan seekor kucing. Kita memperlihatkan taring-taring kita. Kita siap untuk
berperang. Jika ada kesempatan kita akan menggantungkan mereka tersembunyi di
tembok. Kita masih kanak-kanak secara rohani, dibandingkan dengan Tuhan kita
Yesus Kristus. Kita percaya bahwa kita harus membela diri kita sendiri dan melakukan pembalasan dendam. Ketika mengalami hal semacam ini, Tuhan kita Yesus Kristus tidak mempedulikan reputasiNya.
Apakah anda mau menyerahkan pembalasan kedalam
tangan Tuhan? Ini tidak hendak
mengatakan bahwa anda menjadi pasif dalam
hal hubungan-hubunganmu. Yesus kerap kali berkonfrontasi dengan mereka yang ada di
sekitarNya, tetapi Dia tidak melakukan pembalasan dendam. Yesus tidak mengancam
para penuduh-penuduhnya dengan hal yang
membahayakan. Dia tidak berkata, “Saya
akan membalas. Saya akan mengadu ke Bapa untuk mengejarmu.”
Dalam Ilustrasi Yesus yang kedua dalam Matius 5:40 dia berkata: “Kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena
mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu” [Bandingkan dengan 1 Kor 6:7 dimana Paulus mendorong orang-orang Korintus untuk lebih baik ditipu dan dirugikan ketimbang memperkarakannya secara hukum.]Dari
sinilah kita mendapatkan ungkapan yang berbunyi “Aku kehilangan bajuku”(I lost
my shirt). Kata Yunani yang diterjemahkan “baju” (chiton) diterjemahkan menjadi
“tunic (jubah)” didalam banyak versi Alkitab bahasa Inggris [Misalkan alkitab bahasa Inggris versi NET, ESV, NIV,
NKJV.]. Istilah “chiton” merujuk pada jubah bagian dalam berlengan
panjang , mirip dengan baju malam/tidur [Pakaian sederhana
yang dikenakan orang era abad pertama adalah sebuah cawat, yang ditutupi dengan satu atau
lebih jubah panjang (tunic)yang menutupi
badan ,pada bagian luar jubah, ada sebuah sabuk yang berfungsi sebagai ikat pinggang, sebuah
penutup kepala, dan alas kaki.]
Yesus sedang
menginstruksikan murid-muridNya bahwa jika seseorang berupaya menuntut jubahmu (tunic—dikenakan pada bagian
dalam), mereka harus membiarkannya
mendapatkan juga mantelnya (himitation).
Mantel ini merupakan pakaian yang
menutupi jubah (bandingkan dengan Matius 27:35), yang
merupakan sebuah bagian pakaian yang dapat dilepaskan dimana orang
miskin menggunakannya sebagai alas tidur [Kel 22:26–27; Ul 24:12; Yehez 18:7; Amos 2:8.].
Pada masa Yesus adalah mungkin untuk menuntut pakaian orang lain yang bahkan orang tersebut tidak mampu untuk membeli pakaian. Akan
tetapi tidak ada yang dapat mengambil mantel orang lain. Sehingga sekalipun
kamu kehilangan pakaianmu (tunic) di pengadilan, dan lawanmu meminta matelmu
dan memenangkannya, dia harus mengembalikan mantel itu setiap malam kepadamu untuk alas tidur. Itulah hukumnya.
Seperti
apakah situasinya disini? Secara nyata
Yesus kala itu sedang memberikan nasehat
kepada orang miskin yang ada diantara para pengikut-pengikutnya—mereka yang
telah kehilangan pakaian satu-satunya
yang melekat di tubuhnya oleh sebab penganiayaan akibat iman mereka. Pengajaran
Yesus sederhana saja disini :”Kala mereka menuntutmu (yang pasti tuntutan yang
dikenakan adalah yang salah) untuk
mengambil pakaianmu, berikanlah juga mantelmu, walaupun mereka tidak dapat
memilikinya secara legal.” Yesus sedang menyatakan sebuah tuntutan yang
mencengangkan kepada murid-muridNya. Mereka harus membalikkan
dinamikanya. Bukannya membela diri mereka atau mengupayakan pembalasan, mereka
harus memberikan kepada orang yang
secara tidak adil berupaya
merampas kebutuhan-kebutuhan mereka yang paling mendasar [Wilkins, Matthew, 250.]
Ini adalah hal yang sangat radikal, dan hal ini menunjuk kepada mereka
yang menganiaya Yesus [Hughes, The Sermon on the Mount.]. Ketika anda mengasihi tanpa batas-batas,
anda seperti Tuhan.
Selanjutnya: Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.
Love Without Limits (Matthew 5:38–48) | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
Selanjutnya: Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.
Love Without Limits (Matthew 5:38–48) | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment