.pictureninja.com: reruntuhan kuil parthenon di bukit Acropolis- Yunani |
2 Korintus 10:4-5
karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng.(5) Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus.
karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng.(5) Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus.
Agar berhasil dalam peperangan rohani diperlukan senjata-senjata yang berasal dari gudang senjata surga. Hanya dengan senjata-senjata yang berasal dari Tuhan dan penuh kuasa ini saja, dapat menghancurkan benteng-benteng musuh. Terminologi ini akan membawa pembaca Perjanjian Baru kepada pemikiran adanya sebuah kubu pertahanan yang sangat berbahaya. Korintus, seperti halnya kota-kota utama di Yunani, memiliki sebuah akropolis (tempat pemujaan dewa-juga sebagai benteng). Terletak di sebuah gunung yang lokasinya tak jauh dari kota, akropolis merupakan sebuah tempat yang diperkuat dimana penduduk dapat mengungsi ke tempat ini saat diserang. Ochuroma (benteng-benteng) dalam bahasa Yunani meruapakan kata yang juga digunakan pada sumber-sumber di luar Alkitab untuk menggambarkan penjara. Semua orang didalam benteng yang diserang akan terpenjara disana oleh pasukan-pasukan yang menyerbu. Kata ini juga merujuk pada sebuah kuburan.
Senjata-senjata duniawi tidak akan berhasil menyerbu benteng-benteng mematikan dimana orang-orang berdosa telah mengikatkan diri mereka sendiri. Senjata-senjata yang tak berdayaguna tidak dapat menimbulkan kehancuran benteng-benteng tersebut, dimana Paulus secara spesifik menyimpulkan sebagai spekulasi-spekulasi (logismos), sebuah kata umum merujuk kepada segala dan semua pikiran, opini, alasan, filosopi, teori, psikologi,perspektif, sudut pandang dan agama-agama yang berasal dari manusia dan setan. Benteng-benteng dalam sudut pandang ayat ini bukanlah setan-setan, tetapi ideologi-ideologi. Orang-orang Kristen yang berkonfrontasi dengan setan secara verbal menyia-nyiakan tenaganya dan mendemonstrasikan ketakpeduliannya terhadap peperangan rohani yang sesungguhnya. Kita tidak dipanggil untuk mengubah setan-setan, tetapi orang-orang berdosa. Peperangan ini cenderung dengan ideologi-ideologi palsu manusia dan setan-setan menyebarluaskannya sehingga dunia mempercayainya. Jiwa-jiwa yang terjerumus ada didalam benteng-benteng ide, yang telah menjadi penjara-penjara dan pada ahirnya menjadi kuburan-kuburan bagi mereka--terkecuali mereka dibebaskan oleh iman dalam kebenaran.
Paulus selanjutnya mendefiniskan kubu-kubu pikiran orang berdosa sebagai "segala hal yang menakjubkan"-- yaitu, berbagai sistem pemikiran yang tidak sesuai dengan Alkitab yang diangkat sebagai kebenaran--yang menentang pengenalan akan Tuhan. Inilah kuncinya. Peperangan rohani bukan melawan setan-setan. Ini adalah sebuah peperangan pada pikiran-pikiran manusia yang terperangkap dalam kebohongan-kebohongan yang diangkat sebagai kebenaran yang berlawanan dengan kitab suci. Dalam 1 Korintus 3:20, Paulus menyebutnya sebagai hikmat dunia yang sia-sia--semua ideologi yang anti Alkitab, agama-agama palsu, dan Injil tiruan yang dilahirkan oleh Setan.
Paulus mengenali benteng-benteng ini dengan baik, ia menjalani seluruh hidupnya sebelum bertobat dalam salah satu benteng. Paulus dahulu adalah penganut dan pengajar Judaisme yang bersemangat, yang telah beralih dari akar-akar Perjanjian Lama dan menjadi seorang penganut sistem ritualistik perbuatan-perbuatan yang baik.
Seperti Paulus, sebelum mengalami keselamatan, semua orang Kristen memiliki sebuah benteng yang berupaya menyembunyikan pengenalan kebenaran Tuhan. Benteng-benteng ini dapat dalam berbagai macam rupa yang luas dalam filsafat, psikologi, agama-agama dunia, kultus-kultus,berbagai bentuk pengingkaran dalam kekristenan, atau evoluioner naturalisme--sebuah budaya barat yang mendominasi saat ini.
Tujuan peperangan rohani adalah untuk mengubah bagaimana orang berpikir--mengambil setiap pikiran yang mereka miliki dan membuatnya tidak lagi dalam penguasaan ideologi tercela, tetapi menawannya kepada kepatuhan terhadap Kristus. Untuk melakukannya, senjata yang tepat diperlukan. Untuk menyerbu dan meruntuhkan benteng-benteng agama palsu, opini-opini, keyakinan-keyakinan dan filosopi-filospi, hanya satu senjata yang ampuh : kebenaran. Sangat jelas bahwa Paulus tidak menyebutkan hal itu. Hanya satu hal yang menyingkapkan dan mengoreksi kebohongan-kebohongan--kebenaran. Jadi, satu-satunya senjata menyerang dalam pertahanan seorang prajurit Kristen adalah "pedang Roh, yaitu firman Tuhan" (Efesus 6:17). Peperangan rohani adalah sebuah konflik ideologi, perang didalam pikiran dengan menyerang benteng-benteng keangkuhan pikiran-pikiran bahwa orang-orang berdosa bangkit melawan kebenaran. Aichmalotizo (menawan) yang arti literalnya adalah "menawan dengan sebuah tombak."
Dengan menggunakan kebenaran Tuhan, orang-orang Kristen menghancur-ratakan benteng-benteng musuh, membebaskan tawan dari penjara, dan membawa mereka kedalam penundukan (kepatuhan) kepada Tuhan Yesus Kristus. Mereka menyelamatkan orang-orang berdosa dari penguasaan kegelapan, "merampas mereka dari api" (Yudas 23).
Setelah menjadi tawanan Yesus Kristus dalam perjalanan ke Damaskus, Paulus segera bertanya,"Apa yang harus saya lakukan, Tuhan?" (Kisah Para Rasul 22:10). Pemberontakan oleh keberdosaannya, hati yang angkuh telah berahir; tembok-tembok bentengnya telah hancur berkeping-keping, dan Tuhan Yesus Kristus menaklukan hatinya. Seperti inilah yang dialami oleh semua mereka yang ditebus; istilah kepatuhan Kristus adalah sebuah sinonim untuk keselamatan ( Kisah Para Rasul 6:7; Roma 1:5; Roma 15:18; 16:26; Ibrani 5:9)
John MacArthur, Avoiding Empty Philosophies; Tearing Down Strongholds | Martin Simamora
No comments:
Post a Comment