Oleh : Prof.Dr. Gary R. Habermas
Tetapi bahkan ketika aku tidak dapat memahami semuanya, atau ketika Tuhan ... begitu diamnya, aku juga tahu bahwa aku masih harus mempercayainya. Mengapa? Karena aku telah mengetahui lebih jauh tentang Tuhan dan Ayub tidak. Dia bahkan tidak memiliki Kitab suci, ini satu hal penting. Saya juga menderita, walaupun, dijamin, tidak pada skala yang telah dialami oleh Ayub. Walau demikian, aku telah bergulat dengan sejumlah kebingungan-kebingungan: Akankah Debbie diambil dari kami? Mengapa dia harus menderita seperti ini? Tuhan tidaklah membisu Dia telah mengungkapkan kepadaku mengenai penyakit kankernya tinggal menghitung waktu saja.
Ilustrasi: seorang anak SYRIA berjalan diantara kota yang kini jadi puing Credit: miror.co.uk |
Kerap kali selama masa sakit Debbie, selagi dia
terbaring di tempat tidur kami di
lantai atas, saya merenungkan kasus Ayub, orang percaya dalam Perjanjian Lama
yang telah bergulat dengan sebuah
penderitaan berdosis keras. Ini adalah sebuah perenungan berulang-ulang dalam kehidupanku. Sama sekali bukan berarti bahwa saya
telah berpikir menderita sehebat
yang telah diderita Ayub. Hanya saja bahwa saya telah kerap menulis dan
menguliahkan orang terkenal ini yang namanya hampir sinonim dengan rasa sakit, terus terang saja, saya ingin tahu
jika pelajaran-pelajaran yang telah saya pelajari dalam cara yang bagaimanapun dapat diterapkan pada
situasiku.
Dengan kata lain, walaupun saya tidak mengalami penderitaan sekeras Ayub,
apakah yang telah saya pelajari secara praktis telah cukup untuk membantu saya,
ribuan tahun kemudian? Atau untuk mengatakannya dengan cara lain, saya telah
mengatakan dalam banyak kesempatan bahwa pelajaran-pelajaran Ayub
benar-benar terjadi dalam situasi-situasi berbahaya pada kehidupan
nyata. Sekarang saya memiliki sebuah
peluang untuk benar-benar membuktikan
kebenarannya! Dapatkah aku “melakukannya
ketimbang cuma berkata-kata” selama saat
terberat dalam seluruh hidupku?
Saya telah memulai dengan mengingat sejumlah masalah-masalah Ayub. Berangkali
ini akan membuatku lebih apresiatif pada
penyembuhan yang dia temukan. Tidak ada pertanyaan bahwa Ayub telah mengalami
penderitaan yang demikian dahsyatnya, baik secara jasmani dan secara emosional.
Diatas semua hal ini, dia tidak dapat
memahami mengapa Tuhan tidak melakukan apapun juga untuk menolong dia. Mengapa
Tuhan diam saja? Tidak dapatkah Tuhan dengan mudahnya menjangkau dan
menyembuhkan dia setiap saat Dia maui? Dia adalah Tuhan dan Pencipta alam
semesta, bukankah demikian? Tetapi sekarang situasinya telah berlangsung
terlampau jauh. Tidak terlihat seperti penderitaan yang akan pernah berakhir.
Namun, kita juga diberitahu bahwa pencobaan-pencobaan Ayub telah mengajarkan
dia kebenaran-kebenaran fantastik yang sepenuhnya
telah mentransformasi hidupnya.
Memeriksa Kitab Ayub sekali lagi, aku meninjau situasi yang dialaminya.
Walaupun dia adalah orang benar, Ayub telah diuji oleh Setan dengan sejumlah
malapetaka, satu masalah besar tidak cukup! Ternak-ternak peliharaan
juga telah dibunuh atau dicuri oleh para
penjahat. Hal ini juga Menimpa kehidupan keluarganya! Kemudian para
pembantu-pembantunya juga di bunuh. Kemudian kejahatan menyentuh keluarganya sendiri. Semua anak-anaknya
telah dibunuh dalam sebuah badai gurun
(Ayub 1:13-19).
Selanjutnya fase kedua penderitaan menghujamnya, dan penderitaan bergerak lebih
mendekat ke rumah. Setan telah menyiksa Ayub dengan
kesakitan-kesakitan pribadi dalam bentuk luka borok luar biasa menyakitkan dari
kepala hingga ke kakinya. Baik dari rasa gatal atau dari cairan yang keluar dari
luka-luka borok, dia harus mengorek atau
menggaruk dirinya sendiri dengan
sebuah pecahan beling. “Kutukilah Tuhanmu
dan matilah!" isterinya
sendiri menasehati dia ( Ayub 2:7-9). Meskipun dengan semua situasi ini, Ayub telah menolak untuk berdosa
dengan menuding Tuhan bersalah atas tragedi
bertubi-tubi ini ( Ayub 1:20-22; 2:10).
Ayub tidak sedang duduk didalam sebuah
ruang kelas yang mewah dan memfilosopikan dilemanya dalam sejumlah cara yang teoritis, sama sekali
tidak dalam ruang kelas demikan. Tidak
juga dengan diriku. Ayub telah dipaksa untuk menjalani hidup dalam perjuangan dan sakitnya. Demikian juga dengan saya. Tetapi
saya tidak menderita sehebat yang diderita Ayub. Karena dia secara pribadi “telah
membayar harganya” dengan apa yang dia
telah lakukan, pengalamannya semestinya cukup nyata dan kuat bagiku. Seperti
telah saya katakan, saya tertarik terhadap
nasehat dan persaudaraan
orang-orang lain yang telah kehilangan baik pasangannya atau anak-anaknya. Jadi, dapatkah akhir kisah Ayub diterapkan pada situasiku dengan Debbie? Aku ingin mengetahui seberapa
baiknya hal ini akan benar-benar dapat
bekerja.
Setelah beberapa saat lamanya, Ayub
mulai menyampaikan ketakberdayaannya
kepada Tuhan. Beberapa kali dia menuntut haknya
untuk didengarkan oleh Tuhan semesta
alam. Dia bahkan memohon sebuah
debat atas subyek ini ( Ayub 13:3; 13:21-22; 27:2). Pertanyaan utama
Ayub adalah sebuah pertanyaan yang
sangat normal : “Mengapa aku menderita penderitaan yang aku sedang alami ini? Apakah yang mungkin dapat membenarkan horor ini?”
Tuhan
telah menanggapi Ayub dalam bab-bab 38-41. Dia telah berbicara kepada Ayub dan memintanya
untuk menjawab seluruh pertanyaan—seperti semacam ujian akhir. Lebih dari
sekali, Tuhan menanyakan Ayub jika dia
dapat memecahkan masalah sakit dan penderitaan. Menjadi dipahami, Ayub tidak
memiliki sebuah jawaban.
Jelas terlihat bahwa Tuhan tidak
pernah menjawab pertanyaan utama Ayub, sebuah pertanyaan serupa yang pasti kita semua tanyakan dari waktu ke waktu. Tuhan tidak pernah memberitahu Ayub
mengapa semuanya itu telah menimpa dirinya. Saya
berpikir ini memberitahukan kita sesuatu yang sangat krusial dan bahwa ini
bahkan salah satu kunci bagi keseluruhan isu ini. Jika Tuhan telah
menyajikan sebuah pembenaran untuk
penderitaan secara filosopis, dapatkah bahkan Ayub untuk memahaminya? Kita
tidak sedang membicarakan sekolah
pasca sarjana disini, tetapi sebuah audiensi dengan Tuhan Maha kuasa!
Tetapi berangkali jawaban seorang
awam masih tidak dapat dimengerti oleh
Ayub, atau berangkali lebih buruk, tidak akan
menjawab apa yang Ayub paling inginkan dan butuhkan.
Lagian, bukankah buku-buk teks
mengatakan bahwa kita tidak semestinya merasionalisasikan mereka yang baru saja kehilangan seorang yang
dikasihi? Walaupun saya terkadang menikmati diskusi-diskusi bersifat filosopis
dengan sahabat-sahabatku selama sakit
yang diderita Deb, saya biasanya tidak ingin ambil bagian dalam semacam
olok-olok. Saya tidak memiliki waktu atau kesabaran untuk itu. Lagian, ini bukanlah sebuah keadaan yang
bersifat teoritis! Saya tidak tertarik dengan teori-teori utama atas subyek
ini. Saya telah terluka! Jika saja saya mengetahui, bukankah Tuhan tahu?
Berangkali Tuhan telah mengetahui semacam jawaban, pada level yang seperti
apapun, inilah persisnya apa yang Ayub tidak butuhkan!
Apapun
alasannya mengapa Tuhan tidak pernah menjawab Ayub terhadap pertanyaan utamanya, satu hal begitu jernih jelasnya. Pada akhirnya, Ayub
sepenuhnya telah dipuaskan. Tetapi
mengapa dia menanggalkan protesnya
terhadap Tuhan? Apakah yang telah dia pelajari?
Ilustrasi : Pihak keamanan Nigeria berjuang keras menumpas kelompok radikal intoleran "BOKO HARAM" yang secara khusus membidik orang-orang Kristen Credit : telegraph.co.uk |
Ayub telah memahami bahwa Tuhan dapat
melakukan apapun, termasuk memberikan sebuah
penjelasan untuk penderitaan dalam dunia ini. Pertama,
Ayub menyadari bahwa Tuhan adalah maha kuasa- dia mengakui bahwa Tuhan adalah
mahakuasa (Ayub
42:1-2). Memang benar, hanya Tuhan yang dapat melakukan semua hal yang Dia telah mintakan
untuk dilakukan oleh Ayub, termasuk memecahkan teka-teki rasa sakit. Selanjutnya, Ayub
telah menyadari bahwa problem sebenarnya ada pada dirinya—dia pada dasarnya
tidak memahami area-area yang dia
tanyakan (Ayub
42:3). Kesadaran ini pasti telah melukai harga dirinya! Tetapi dia cukup jujur untuk mengakui bahwa dia telah
kalah dalam debat ini. Setelah “pertikaiannya” dengan Tuhan, Ayub mendeklarasikan bahwa yang dapat dia lakukan hanyalah bertobat.
Dia
sekarang memandang hina posisi yang
sebelumnya dia pegang (Ayub 42:6).
Ini juga bukan sekedar kesimpulan jiwa pada
sisi Ayub. Kesimpulan ini
menuntut banyak hal dalam dirinya. Dia telah menjadi rendah hati. Dia
sebelumnya harus melepaskan keberatannya terdahulu. Bahkan lebih lagi, dia
harus melangkah lebih lanjut pada keputusan dan pertobatannya. Semua ini,
dia lakukan sepenuh hati. Apakah yang
dalam dunia ini dapat dia pelajari sehingga membuatnya melakukan hal-hal
ini? Apakah yang telah mengubah pikirannya sedemikian drastisnya?
Kita sekarang dapat menyarikan apa yang telah Ayub pelajari dalam perjumpaannya
dengan Tuhan—yang telah menjadi fondasi bagi kemerdekaan dan damainya.
Berdasarkan pada apa yang telah dia
ketahui mengenai Tuhan, Ayub sekarang
menyadari bahwa dia
dapat mempercayai Tuhan bahkan dalam hal-hal yang dia masih belum ketahui.
Dengan kata lain, Ayub telah menyimpulkan bahwa dia telah mengenal cukup baik
tentang Tuhan untuk menyadari bahwa ada sebuah
alasan (-alasan) baik untuk penderitaannya, bahkan jika dia tidak
memahaminya apakah itu. Dia dapat mempercayai Dia yang
sungguh-sungguh tahu mengapa semua itu telah terjadi.
Oleh karena itu, Ayub telah dipuaskan
tanpa pernah mengetahui mengapa Tuhan
tidak menjawab pertanyaan mengenai penderitaannya. Dan kita harus ingat bahwa dia telah membuat keputusan bahkan
selagi dia masih alami penderitaan berat,
sebelum Tuhan memberkati dia ( Ayub 42:10-17). Sehingga sama sekali bukan berkat-berkat yang akan datang
membuat Ayub bertobat; perubahannya terjadi
lebih dahulu.
Saya sudah lama menyadari sebelum Debbie
menderita sakit bahwa ada sebuah prinsip
yang luar biasa disini bagiku untuk dipelajari juga. Saat-saat ketika
aku tahu alasan mengapa rasa sakit dan
hal jahat telah terjadi, itu adalah
saat yang sangat jauh lebih baik. Saya telah menyadari bahwa Kitab suci telah
menyediakan banyak alasan-alasan ini,
yang mana saya sangat bersyukur.
Tetapi bahkan ketika aku tidak dapat memahami semuanya, atau ketika Tuhan terlihat bagiku menjadi begitu diamnya, aku juga tahu bahwa aku masih harus mempercayainya. Mengapa? Karena aku telah mengetahui lebih jauh tentang Tuhan dan Ayub tidak. Dia bahkan tidak memiliki Kitab suci, ini satu hal penting. Sehingga aku memiliki lebih banyak dasar-dasar daripada dia untuk membuat kesimpulan bahwa Tuhan telah mengetahui segala hal dan dapat melakukan apapun juga sesuai dengan natur Tuhan. Saya pastinya telah mengetahui cukup baik mengenai Tuhan untuk mempercayai Dia dalam hal-hal yang tidak aku mengerti, seperti sakit yang diidap Deb.
Aku juga menyadari bahwa ada banyak hal lainnya dalam kategori terakhir, juga—hal-hal yang saya tidak tahu! Mereka berkata bahwa ini adalah sebuah akibat yang tak terelakan dari meraih Ph.D—engkau terpapar dengan begitu banyak hal untuk dipelajari dimana engkau tidak bisa menguasai semuanya. Sehingga saya tidak mempunyai masalah mempercayai bahwa saya memang terbatas. Faktanya, aku tidak pernah sangat mengerti mengapa manusia-manusia yang saya telah kenal lebih baik, sering bertindak seolah-olah mereka memiliki pengetahuan yang tidak terbatas. Tetapi pastinya ada banyak dalam alam semesta ini yang kita tidak tahu.
Sehingga dapatkah saya sungguh-sungguh belajar dari pengalaman-pengalaman Ayub dan menerapkanya pada keadaan kami? Itulah apa yang ingin saya ketahui. Saya telah menyadari bahwa kisahnya telah dimasukan dalam Alkitab sehingga aku dapat membaca, belajar, dan mengimplementasikan kebenaran-kebenaran ini. Dan saya telah mengetahui bahwa semua yang ada didalamnya memberikan pemahaman yang baik juga. Tetapi apakah yang dapat dilakukan kisah Ayub terhadap rasa sakitku?
Saya juga menderita, walaupun, dijamin, tidak pada skala yang telah dialami oleh Ayub. Walau demikian, aku telah bergulat dengan sejumlah kebingungan-kebingungan: Akankah Debbie diambil dari kami? Mengapa dia harus menderita seperti ini? Mengapa rasa sakit itu adalah sahabat yang selalu menyertaiku selama masa sakitnya? Bagaimanakah saya harus menangani apa yang terlihat sebagai kebisuan Tuhan? Mengapa Tuhan tidak melakukan sesuatu pada keadaan ini? Bukankah kami ini adalah anak-anak-Nya? Tidakkah kami telah berupaya untuk hidup bagi Tuhan?
Saya pikir kami berangkali mengetahui lebih banyak daripada apa yang telah diketahui Ayub mengapa kami menderita. Kitab suci membantu kita dalam hal ini. Kita memiliki lebih banyak pewahyuan daripada Ayub, yang mencakup pengalaman-pengalaman figur -figur lainnya , seperti pembuangan Yusuf oleh keluarganya sendiri, penganiayaan Daud oleh keluarganya sendiri dan juga para sahabat,dan prasangka terhadap Daniel. Kita juga mengetahui mengenai Anak Allah sendiri dalam Taman Getsemani, penderitaan jasmani yang dialami Paulus dan doa yang tidak jawab, dan penganiayaan (dan bahkan kematian) orang-orang percaya perdana. Adalah menenangkan untuk melihat bahwa kita tidak sendirian dalam perjuangan-perjuangan kita.
Bagaimana dengan kasus utama kita? Apakah yang kita ketahui? Kita telah mengetahui
bahwa dosa telah berdampak pada dunia dan
rasa sakit dan penderitaan kerap dihasilkan. Kita telah
mengetahui bahwa Tuhan tidaklah
membisu terhadap kita. Dia secara jelas telah berkata kepada Debbie
selama masa terburuknya dalam pemindaian
CAT, yang selamanya telah mengubah hidupnya. Aku tahu bahwa aku tidak dapat
menuding Tuhan dengan tidak menjawab
doa-doa kami, dan tidak dapat meminta jawaban yang jauh lebih jelas. Selanjutnya, Dia
telah mengungkapkan kepadaku
mengenai penyakit kankernya tinggal
menghitung waktu saja sehingga kita hanya memiliki satu minggu
liburan. Tidak, aku mengingatkan diriku sendiri, aku tidak dapat berkata bahwa
Tuhan telah membisu.
Tetapi kembali, dalam banyak hal lainya kami tidak tahu mengapa kami mengalami
penderitaan ini. Hanya dalam hal-hal
ini nasehat Ayub yang paling baik dapat
diterapkan. Aku tahu bahwa itulah
basis kokoh bagi Kekristenan.
Aku tidak dapat membantah ini, dan bahkan didalam saat-saat yang sukar ini,
ini telah memberikanku kelegaan besar.
Oleh karena itu, apa yang telah aku ketahui mengenai Tuhan adalah memadai untuk mempercayai Dia dengan pertanyaan-pertanyaan itu dimana aku tidak
mengetahui jawaban-jawabannya. Aku dapat mempercayai Dia
entah aku memiliki atau tidak
memiliki sebuah penjelasan untuk sebuah
keadaan khusus.
Bersambung ke : Bagian 2
Job and Me[1-1-1997], Liberty University, Faculty Publications and Presentations. Paper 36.|diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
Gary R. Habermas is Distinguished Professor and Chair of the Department of Philosophy and Theology at Liberty University.
No comments:
Post a Comment