Oleh : Prof.Dr. Gary R. Habermas
[Bagian1] Lebih jauh, Injil-Injil mengindikasikan bahwa Yesus tidak pernah mengakomodasi para pendengarnya… . Sebaliknya, kerap kali dia secara telak bertentangan: Dia menggali pandangan-pandangan salah yang dianut oleh mereka yang mendengarkan dia… Singkatnya, Yesus telah mengesahkan Perjanjian Lama. Bahkan, Yesus telah memberikan sebuah dasar untuk inspirasi Perjanjian Baru. Yesus telah membuat dua macam janji kepada murid-muridnya bahwa Dia telah memilih mereka sebagai saksi-saksi pribadinya dan bahwa kemudian mereka akan diinspirasikan oleh Roh Kudus yang menuntun mereka kedalam seluruh kebenaran
Akomodasi Atau
Keterbatasan?
Adakalanya ditanyakan apakah Yesus mungkin telah mengetengahkan sebuah konsep inspirasi yang dia, secara pribadi, tidak menerimanya. Berangkali Yesus semata telah mengakomodasikan dirinya sendiri dengan berbagai pandangan yang ada pada zamannya. Pada pandangan semacam ini, Yesus tidak menerima doktrin inspirasi, tetapi berbicara seolah-olah dia melakukannya agar tidak mengecewakan atau melemahkan keyakinan-keyakinan relegius para pendengarnya.
Terkadang juga ditudingkan bahwa pengetahuan Yesus terbatas. Berangkali dia semata berpikir bahwa Kitab suci telah diinspirasikan, tetapi sebenarnya salah. Akan tetapi ada sejumlah alasan utama untuk menolak anjuran-anjuran semacam ini.
Adakalanya ditanyakan apakah Yesus mungkin telah mengetengahkan sebuah konsep inspirasi yang dia, secara pribadi, tidak menerimanya. Berangkali Yesus semata telah mengakomodasikan dirinya sendiri dengan berbagai pandangan yang ada pada zamannya. Pada pandangan semacam ini, Yesus tidak menerima doktrin inspirasi, tetapi berbicara seolah-olah dia melakukannya agar tidak mengecewakan atau melemahkan keyakinan-keyakinan relegius para pendengarnya.
Terkadang juga ditudingkan bahwa pengetahuan Yesus terbatas. Berangkali dia semata berpikir bahwa Kitab suci telah diinspirasikan, tetapi sebenarnya salah. Akan tetapi ada sejumlah alasan utama untuk menolak anjuran-anjuran semacam ini.
Akan sangat membantu untuk mengingat asumsi kita pada permulaan artikel ini bahwa kebangkitan
Yesus telah mengindikasikan bahwa Allah telah mengesahkan pengajaran-pengajaran Yesus. Tetapi untuk Allah melakukannya
baik pada asumsi yang menyatakan bahwa
Yesus telah mengadopsi keyakinan para
pendengarnya yang salah atau bahwa Yesus
telah membuat dirinya salah akan menjadi
hal yang sangat problematik. Pada kedua kasus, Allah akan mengesahkan pengajaran Yesus yang salah! Lantas mengapa Allah tidak membangkitkan orang-orang lain dari kematian, meskipun karena kesalahan-kesalahan mereka sendiri?
Oleh karena itu, Allah membangkitkan Yesus dengan untuk mengesahkan pengajaran-pengajarannya merupakan
rintangan yang luar biasa baik bagi
teori-teori akomodasi dan keterbatasan untuk mengatasinya.
Lebih jauh,
Injil-Injil mengindikasikan bahwa Yesus
tidak pernah mengakomodasi para pendengarnya dengan pengajaran-pengajarannya
yang manapun. Sebaliknya, kerap kali dia
secara telak bertentangan: Dia menggali pandangan-pandangan salah yang dianut oleh mereka yang mendengarkan dia. Ini jelas terlihat, sebagai contoh, dalam Khotbah di Bukit, yang terdapat dalam, Yesus berulang kali menantang keyakinan-keyakinan yang ada di eranya dan mengoreksi pemahaman mereka atas Perjanjian Lama. Juga Yesus kerap berkata menentang nabi-nabi palsu ( seperti Matius 5:21-48, Markus 13:21-23; Matius 7:15; 24:11). Contoh-contoh lain untuk koreksi ditemukan dalam catatan-catatan pengajaran Yesus[12].
secara telak bertentangan: Dia menggali pandangan-pandangan salah yang dianut oleh mereka yang mendengarkan dia. Ini jelas terlihat, sebagai contoh, dalam Khotbah di Bukit, yang terdapat dalam, Yesus berulang kali menantang keyakinan-keyakinan yang ada di eranya dan mengoreksi pemahaman mereka atas Perjanjian Lama. Juga Yesus kerap berkata menentang nabi-nabi palsu ( seperti Matius 5:21-48, Markus 13:21-23; Matius 7:15; 24:11). Contoh-contoh lain untuk koreksi ditemukan dalam catatan-catatan pengajaran Yesus[12].
Sehingga Yesus tidak mengakomodasi berita yang disampaikan kepada para
pendengarnya, tetapi telah membongkar
keyakinan-keyakinan yang salah. Juga
harus disebutkan bahwa hal ini dilakukan
dalam cara yang berulang-ulang dimana Yesus
menekankan natur Kitab Suci dan mempergunakan otoritas kitab suci
menjadi jauh lebih pas dengan keyakinan totalnya pada isi-isinya.
Menimbang pandangan bahwa pengetahuan Yesus terbatas dan bahwa Dia pada dasarnya telah keliru ketika mengajar bahwa kitab suci telah diinspirasikan, pendekatan semacam ini juga dibebani dengan kesulitan-kesulitan yang berat. Sebagaimana telah kita kemukakan, sebuah sanggahan kuat: bahwa kebangkitan kemudian menjadi terlihat mengindikasikan bahwa Allah telah mengafirmasikan pengajaran-pengajaran Yesus yang salah dan menyesatkan. Hal ini saja menopang pandangan bahwa kesaksian Yesus tidak memiliki kesalahan sebagai akibat keterbatasan yang seperti apapun. Sebaliknya, kebangkitannya mengindikasikan bahwa pengajaran-pengajaran Yesus berwibawa dan benar sepenuhnya, karena cara terbaik untuk memahami peristiwa ini merupakan stempel pengesahan Allah.
Sanggahan lain untuk tesis keterbatasan adalah: peristiwa setelah kebangkitan Yesus, tepat sebelum kenaikan ke surga, Yesus ternyata telah mengatasi keseluruhan keterbatasan yang seperti apapun pada manusia. Pun, dalam Lukas 24:25-27, 44-48, Yesus masih mengajar pandangan yang sama seperti sebelum kematiannya. Lebih jauh, bahkan sebelum kematiannya, kita telah diberitahukan bahwa Yesus telah memperlihatkan pengetahuan supernaturalnya pada banyak kesempatan[13] , yang juga menentang keras keterbatasan semacam itu. Sehingga menjadi terlihat bahwa tesis keterbatasan juga problematik yang luar biasa.
Menimbang pandangan bahwa pengetahuan Yesus terbatas dan bahwa Dia pada dasarnya telah keliru ketika mengajar bahwa kitab suci telah diinspirasikan, pendekatan semacam ini juga dibebani dengan kesulitan-kesulitan yang berat. Sebagaimana telah kita kemukakan, sebuah sanggahan kuat: bahwa kebangkitan kemudian menjadi terlihat mengindikasikan bahwa Allah telah mengafirmasikan pengajaran-pengajaran Yesus yang salah dan menyesatkan. Hal ini saja menopang pandangan bahwa kesaksian Yesus tidak memiliki kesalahan sebagai akibat keterbatasan yang seperti apapun. Sebaliknya, kebangkitannya mengindikasikan bahwa pengajaran-pengajaran Yesus berwibawa dan benar sepenuhnya, karena cara terbaik untuk memahami peristiwa ini merupakan stempel pengesahan Allah.
Sanggahan lain untuk tesis keterbatasan adalah: peristiwa setelah kebangkitan Yesus, tepat sebelum kenaikan ke surga, Yesus ternyata telah mengatasi keseluruhan keterbatasan yang seperti apapun pada manusia. Pun, dalam Lukas 24:25-27, 44-48, Yesus masih mengajar pandangan yang sama seperti sebelum kematiannya. Lebih jauh, bahkan sebelum kematiannya, kita telah diberitahukan bahwa Yesus telah memperlihatkan pengetahuan supernaturalnya pada banyak kesempatan[13] , yang juga menentang keras keterbatasan semacam itu. Sehingga menjadi terlihat bahwa tesis keterbatasan juga problematik yang luar biasa.
Oleh karena itu, menggunakan baik teori akomodasi dan keterbatasan untuk
menjelaskan pengajaran Yesus tentang inspirasi, kita diperhadapkan dengan
sejumlah halangan-halangan serius. Pengesahan Alah atas pengajaran-pengajaran
Yesus seperti telah dipertunjukan dengan kebangkitannya akan secara kuat melawan kedua hipotesis tersebut.
Bahkan, teks-teks Injil menyediakan banyak alasan lainnya yang menolak kedua sangkaan tersebut. Banyak cara, Yesus dalam menggunakan Perjanjian Lama secara kuat mengindikasikan pengesahan Allah yang
kokoh, ketimbang melemahkan atau mengabaikannya.
Keilmuan Kritikal Dan Inspirasi
Cukup aneh, mengemukakan potensi keberatan lainnya yang
sebenarnya menunjukan kepada kita apa
yang berangkali bahkan merupakan sebuah argumentasi yang lebih kuat untuk
inspirasi Alkitab ketimbang cara yang sejauh ini telah kita jalani. Beberapa orang mungkin bertanya
bagaimana kita mengetahui bahwa semua referensi
injil yang kita gunakan disini adalah kata-kata yang persis dikatakan Yesus. Dapatkah
apa yang tertulis itu, apapun yang dipikirkan para penulis Injil, Yesus tidak
pernah menyampaikan pandangan seperti
itu, dan karenanya Dia tidak pernah mengajarkannya?
Berangkali laporan-laporan tentang apa yang Yesus percayai pada subyek ini sebenarnya tidaklah akurat. Tanyakan hal lainnya lagi, bagaimana kita mengetahui bahwa seluruh argumen kita pada dasarnya bukan sebuah bentuk kesalahan logika yaitu penalaran sirkular (apakah dan bagaimana Penalaran Sirkular itu, bacalah artikel sederhana ini) yang mengasumsikan bahwa Yesus benar-benar mengajarkan inspirasi Kitab Suci, seperti yang disampaikan Injil-Injil, tanpa mengetahui bahwa Yesus memang benar melakukannya?
Di awal, kita telah mengasumsikan bahwa ada argumen-argumen bagus untuk keandalan Kitab suci. Jika memang benar ini adalah hal yang perlu dikaji, dan secara khusus bila sejumlah teks-teks utama terkait padangan Yesus mengenai inspirasi kitab suci terbukti kebenarannya pada dasar-dasar semacam ini, maka orang akan menanggapi keberatan ini dengan berargumentasi bahwa ini memberikan sebuah dasar yang kuat untuk klaim bahwa Yesus setidaknya memang benar-benar mengatakan apa yang dilaporkan teks injil. Kemudian jika Allah telah membangkitkan Yesus dari kematian, kita juga harus mengingat bahwa pengajaran-pengajaran Yesus pada subyek ini masih akan dikonfirmasi. Tetapi terlepas dari respon awal semacam ini, apakah ada dasar-dasar lain untuk menjawab keberatan ini?
Menariknya, bahkan para ilmuwan kritikal/menentang hal ini, pada umumnya mengakui bahwa Yesus meyakini bahwa Kitab suci adalah Firman Tuhan. Mengapa mereka harus menyetujuinya ketika ilmuwan-ilmuwan yang sama ini tidak berpikir bahwa teks-teks tersebut, pertama-tama telah diinspirasikan? Faktanya, mereka bahkan kerap menolak keandalan Kitab suci. Karena respon-respon mereka secara definitif tidak mengasumsikan baik inspirasi atau keandalan umum pada teks-teks injil, untuk mempelajari alasan-alasan mereka mungkin nyata-nyata memberikan dasar-dasar tambahan bagi penerimaan keyakinan Yesus pada inspirasi.
Berangkali laporan-laporan tentang apa yang Yesus percayai pada subyek ini sebenarnya tidaklah akurat. Tanyakan hal lainnya lagi, bagaimana kita mengetahui bahwa seluruh argumen kita pada dasarnya bukan sebuah bentuk kesalahan logika yaitu penalaran sirkular (apakah dan bagaimana Penalaran Sirkular itu, bacalah artikel sederhana ini) yang mengasumsikan bahwa Yesus benar-benar mengajarkan inspirasi Kitab Suci, seperti yang disampaikan Injil-Injil, tanpa mengetahui bahwa Yesus memang benar melakukannya?
Di awal, kita telah mengasumsikan bahwa ada argumen-argumen bagus untuk keandalan Kitab suci. Jika memang benar ini adalah hal yang perlu dikaji, dan secara khusus bila sejumlah teks-teks utama terkait padangan Yesus mengenai inspirasi kitab suci terbukti kebenarannya pada dasar-dasar semacam ini, maka orang akan menanggapi keberatan ini dengan berargumentasi bahwa ini memberikan sebuah dasar yang kuat untuk klaim bahwa Yesus setidaknya memang benar-benar mengatakan apa yang dilaporkan teks injil. Kemudian jika Allah telah membangkitkan Yesus dari kematian, kita juga harus mengingat bahwa pengajaran-pengajaran Yesus pada subyek ini masih akan dikonfirmasi. Tetapi terlepas dari respon awal semacam ini, apakah ada dasar-dasar lain untuk menjawab keberatan ini?
Menariknya, bahkan para ilmuwan kritikal/menentang hal ini, pada umumnya mengakui bahwa Yesus meyakini bahwa Kitab suci adalah Firman Tuhan. Mengapa mereka harus menyetujuinya ketika ilmuwan-ilmuwan yang sama ini tidak berpikir bahwa teks-teks tersebut, pertama-tama telah diinspirasikan? Faktanya, mereka bahkan kerap menolak keandalan Kitab suci. Karena respon-respon mereka secara definitif tidak mengasumsikan baik inspirasi atau keandalan umum pada teks-teks injil, untuk mempelajari alasan-alasan mereka mungkin nyata-nyata memberikan dasar-dasar tambahan bagi penerimaan keyakinan Yesus pada inspirasi.
Rudolf Bultman Teolog yang menyangkali Kebangkitan dan Mujizat Yesus (1884-1976) Credit : UMKC |
Sebagai contoh, Rudolf Bultmann menyatakan bahwa padangan Yesus terkait Perjanjian Lama, bahwa
“Otoritas kitab suci diterima segera
baginya sehubungan dengan ahli-ahli taurat…” Bultmann menunjukan bahwa Yesus
meyakini bahwa Allah telah berkata dan menyatakan kehendaknya melalui tulisan-tulisan Perjanjian Lama, yang
merupakan sumber-sumber orang percaya untuk iman dan praktek. Itu adalah teks
Yesus, baik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menghadapi
kesalahan-kesalahan mereka yang menentangnya. Disamping, bahwa Yesus telah
menerima otoritas Kitab suci “hal ini dibuktikan dengan diteruskan kemudian oleh Gerejanya.”
Menariknya, Bultmann membuat daftar teks-teks seperti beberapa yang telah disebutkan diatas untuk mendukung
posisinya[14].
Terlebih belakangan ini, Bart Ehrman memberikan sejumlah spesifikasi terkait
pandangan Yesus mengenai Kitab suci. Tidak mengherankan, Yesus menyampaikan ke sesamanya orang Yahudi banyak
gagasan religius dan doktrin-doktrin
teologis, termasuk keyakinan bahwa hukum Perjanjian Lama adalah pewahyuan
khusus dari kehendak Tuhan. Sesungguhnya
mayoritas pengajaran Yesus ditarik dari
teks-teks kudus ini. Teks-teks (Perjanjian Lama) merupakan basis yang mendasari
pandangan-pandangan religius yang dikemukakan Yesus [15]
Kemudian Ehrman mengutarakan bagaimana para
ilmuwan kritis memastikan bahwa ini memang benar-benar pengajaran Yesus.
Walaupun “tujuan Ehrman bukan hendak
menyatakan bahwa masing-masing dan setiap kisah-kisah tersebut pastilah akurat
secara sejarah sebagaimana diberitakan ”sehubungan dengan otoritas Kitab suci,
dia masih berpikir bahwa kita dapat mengambil pengajaran-pengajaran Yesus pada
subyek ini, bagaimana hal ini mungkin?
Ehrman berpendapat bahwa posisi Yesus dapat ditentukan dari “banyak lapisan pada tradisi-tradisi
kita, yang bertebaran disepanjang
tradisi-tradisi yang independen.” Ehrman menemukan kunci-kunci pengajaran Yesus
pada Hukum Taurat dalam hal yang
dipikirkan oleh para ilmuwan kritikal
merupakan empat sumber utama Injil: Markus, Q, M, dan Yohanes. Sehingga pengetahuan kita bahwa Yesus memang mengusung padangan ini pada
Kitab suci sepenuhnya berakar dalam
tradisi kita. Oleh sebab itu dapat dipercaya sebagai historis[16]. Kesaksian
yang terdiri dari banyak bagian ini merupakan bukti yang kuat bahwa
Yesus secara kokoh mengusung sebuah
pandangan yang tinggi terkait Kitab
suci.
credit : apologetics315 |
Kita sebenarnya dapat menguatkan
poin-poin yang diajukan Ehrman disini. Menurut para ahli
yang mengkritisi/menentang hal
ini, berangkali dua bukti paling kuat dari tradisi-tradisi independen Injil
adalah Markus dan apa yang disebut sebagai material Q (perkataan-perkataan Yesus yang
ditemukan dalam Matius dan Lukas, tetapi tidak didalam Markus). Pada setiap tradisi
yang ada dalam Markus dan Q, ada serangkaian kutipan-kutipan yang kaya
mengindikasikan bahwa Yesus mengusung inspirasi Perjanjian Lama. Berangkali
komentar-komentar paling krusial ditemukan dalam Markus[17],
sementara apa yang disebut teks-teks Q mencakup sejumlah contoh-contoh dimana
Yesus secara jernih telah memperlihatkan kepada kita kepercayaan-Nya pada banyak nas-nas Perjanjian Lama[18].
Sehingga para ahli kritikal seperti
Bultmann dan Ehrman sering berpendapat
semacam ini: Yesus jelas
seorang Yahudi, sehingga tidaklah mengejutkan
bahwa dia bersepakat dengan pandangan-pandangan umum orang Yahudi terkait natur dan otoritas
Perjanjian Lama sebagai Firman Tuhan. Pandangan yang sama ini diteruskan
oleh gereja perdana yang kemudian mengkonfirmasikan perihal ini. Tetapi argumen terkuat adalah: bahkan
kritik-kritik yang keras tidak
mengetahui secara pasti
pernyataan-pernyataan injil
manakah persisnya yang benar-benar
dibuat oleh Yesus dan
pernyataan-pernyataan manakah dalam
injil yang tidak dibuat oleh Yesus, masih tetap berdiri secara kokoh oleh kehadiran banyak komentar yang mengajarkan otoritas Kitab suci di seluruh
sumber tradisi-tradisi yang independen dan banyak bagian.
Mengapa hal ini secara potensial
merupakan argumentasi terkuat mengindikasikan bahwa Yesus telah mengajarkan inspirasi Kitab Suci?
Konklusinya berpijak pada sebuah data
yang minimal jumlahnya, membuktikan
kebenarannya dalam cara yang baik dan karena perihal ini telah disetujui sebagai benar olah para ahli yang kritikal tersebut[19].
Lebih lanjut, tidak membutuhkan sebuah argumen yang berkepanjangan untuk keandalan Alkitab, atau untuk teks-teks
ini utamanya. Sehingga sebagai sebuah instrumen
apologetik, menggunakan apa yang dibolehkan para pengeritik baik membangun apa yang
berangkali merupakan argumen-argumen terbaik,
maupun hal yang membutuhkan argumentasi lebih sedikit.
Sehingga para ahli yang kritikal ini telah menghasilkan sejumlah tambahan, pertimbangan-pertimbangan yang sangat kuat untuk memegang bahwa Yesus memang telah mengajarkan otoritas dan inspirasi Kitab suci. Apa yang membuat semua ini lebih memikat adalah: para ilmuwan ini sangat jarang menganut pada doktrin inspirasi, dan bahkan jarang menolak keandalan umum kitab suci. Namun demikian mereka masih berpikir bahwa adalah sebuah fondasi yang kuat untuk menyatakan bahwa Yesus telah mempercayai doktrin-doktrin ini.
Walaupun doktrin inspirasi Kitab suci biasanya telah ditolak oleh para teolog kritikal Karena tidak menyukai pandangan Yesus, kita kini memiliki sejumlah dasar yang kokoh yang menegaskan hal itu. Menggunakan baik alur tradisional dan kritikal/menentang untuk menentukan bahwa Yesus secara sungguh-sungguh telah mengajarkan inspirasi, kita dapat mengutarakan kembali asumsi kita pada awal artikel ini yaitu jika Tuhan telah membangkitkan Yesus dari kematian, alasan yang paling tepat adalah untuk mengkonfirmasikan semua kebenaran pada pengajaran Yesus[20]. Jika kita benar dalam hal ini, maka inspirasi Kitab suci menjadi sebuah doktrin yang telah diverifikasi, telah diafirmasikan oleh Tuhan sendiri ketika Dia telah membangkitkan Yesus dari kematian.
PENTINGNYA DOKTRIN INSPIRASI
Apa yang tersisa adalah sejumlah komentar praktis terkait topik kita didalam artikel ini. Apakah yang mengikuti dari pengakuan bahwa Yesus telah mengajarkan inspirasi Kitab suci, secara khusus bila pandangan-pandangan Yesus telah dikonfirmasikan oleh bukti-bukti seperti kebangkitannya, mujizat-mujizat dan penggenapan nubuat? Apakah perbedaan yang semestinya terjadi bagi kita hari ini, secara khusus dalam situasi-situasi pelayanan, atau ketika mendiskusikan Kekristenan dengan orang-orang yang tidak percaya, dan seterusnya?
Kita telah menyatakan argumentasi bahwa Yesus telah menerima keandalan, otoritas, dan inspirasi Perjanjian Lama. Dia telah mengafirmasikan keakuratan Perjanjian Lama pada setiap kata dan teks dan bahkan huruf-hurufnya. Dia juga telah mengajarkan bahwa Kitab suci dapat menjaga kita dari kesalahan doktrinal.
Singkatnya, Yesus telah mengesahkan Perjanjian Lama. Bahkan, Yesus telah memberikan sebuah dasar untuk inspirasi Perjanjian Baru. Yesus telah membuat dua macam janji kepada murid-muridnya bahwa Dia telah memilih mereka sebagai saksi-saksi pribadinya dan bahwa kemudian mereka akan diinspirasikan oleh Roh Kudus yang menuntun mereka kedalam seluruh kebenaran. Para pengikut Yesus telah mengklaim janji inspirasi tersebut bagi diri mereka sendiri,dan juga telah mengakui bahwa janji yang sama telah dilanjutkan pada para penulis lainnya.
Tetapi perihal inspirasi Kitab suci, baik itu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tidak berhenti setelah pemeriksaan pengajajaran Yesus pada subyek ini. Fondasi utama yang menegakan pengajaran-pengajaran Yesus adalah kebangkitannya dari kematian. Peristiwa ini menyajikan konfirmasi Allah atas pengajaran-pengajaran Yesus, karena Allah tidak akan membangitkan dari kematian seorang guru sesat atau palsu.
Sehingga para ahli yang kritikal ini telah menghasilkan sejumlah tambahan, pertimbangan-pertimbangan yang sangat kuat untuk memegang bahwa Yesus memang telah mengajarkan otoritas dan inspirasi Kitab suci. Apa yang membuat semua ini lebih memikat adalah: para ilmuwan ini sangat jarang menganut pada doktrin inspirasi, dan bahkan jarang menolak keandalan umum kitab suci. Namun demikian mereka masih berpikir bahwa adalah sebuah fondasi yang kuat untuk menyatakan bahwa Yesus telah mempercayai doktrin-doktrin ini.
Walaupun doktrin inspirasi Kitab suci biasanya telah ditolak oleh para teolog kritikal Karena tidak menyukai pandangan Yesus, kita kini memiliki sejumlah dasar yang kokoh yang menegaskan hal itu. Menggunakan baik alur tradisional dan kritikal/menentang untuk menentukan bahwa Yesus secara sungguh-sungguh telah mengajarkan inspirasi, kita dapat mengutarakan kembali asumsi kita pada awal artikel ini yaitu jika Tuhan telah membangkitkan Yesus dari kematian, alasan yang paling tepat adalah untuk mengkonfirmasikan semua kebenaran pada pengajaran Yesus[20]. Jika kita benar dalam hal ini, maka inspirasi Kitab suci menjadi sebuah doktrin yang telah diverifikasi, telah diafirmasikan oleh Tuhan sendiri ketika Dia telah membangkitkan Yesus dari kematian.
PENTINGNYA DOKTRIN INSPIRASI
Apa yang tersisa adalah sejumlah komentar praktis terkait topik kita didalam artikel ini. Apakah yang mengikuti dari pengakuan bahwa Yesus telah mengajarkan inspirasi Kitab suci, secara khusus bila pandangan-pandangan Yesus telah dikonfirmasikan oleh bukti-bukti seperti kebangkitannya, mujizat-mujizat dan penggenapan nubuat? Apakah perbedaan yang semestinya terjadi bagi kita hari ini, secara khusus dalam situasi-situasi pelayanan, atau ketika mendiskusikan Kekristenan dengan orang-orang yang tidak percaya, dan seterusnya?
Kita telah menyatakan argumentasi bahwa Yesus telah menerima keandalan, otoritas, dan inspirasi Perjanjian Lama. Dia telah mengafirmasikan keakuratan Perjanjian Lama pada setiap kata dan teks dan bahkan huruf-hurufnya. Dia juga telah mengajarkan bahwa Kitab suci dapat menjaga kita dari kesalahan doktrinal.
Singkatnya, Yesus telah mengesahkan Perjanjian Lama. Bahkan, Yesus telah memberikan sebuah dasar untuk inspirasi Perjanjian Baru. Yesus telah membuat dua macam janji kepada murid-muridnya bahwa Dia telah memilih mereka sebagai saksi-saksi pribadinya dan bahwa kemudian mereka akan diinspirasikan oleh Roh Kudus yang menuntun mereka kedalam seluruh kebenaran. Para pengikut Yesus telah mengklaim janji inspirasi tersebut bagi diri mereka sendiri,dan juga telah mengakui bahwa janji yang sama telah dilanjutkan pada para penulis lainnya.
Tetapi perihal inspirasi Kitab suci, baik itu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tidak berhenti setelah pemeriksaan pengajajaran Yesus pada subyek ini. Fondasi utama yang menegakan pengajaran-pengajaran Yesus adalah kebangkitannya dari kematian. Peristiwa ini menyajikan konfirmasi Allah atas pengajaran-pengajaran Yesus, karena Allah tidak akan membangitkan dari kematian seorang guru sesat atau palsu.
Walaupun kita tidak dapat mengulasnya lebih jauh pada artikel ini bagian argumentasinya, kita telah menunjukan bahwa ada sejumlah argumen-argumen yang kuat secara eksponensial yang dapat dibuat untuk asumsi ini. Kita juga telah mengomentari alur serupa dari argumentasi yang kita temukan dalam Kitab suci.
Bagaimana kebenaran-kebenaran semacam ini dapat diaplikasikan pada hari ini? Pertama, kesimpulan ini semestinya memperkuat iman dan kepastian orang-orang Kristen. Sekalipun tantangan-tantangan kontemporer terhadap doktrin inspirasi Kitab suci, fondasinya dapat ditegakan secara kokoh. Jadi bagaimanakah semestinya kita menangani tantangan-tantangan ini? Sebagaimana telah ditunjukan di waktu yang lampau oleh Benjamin B. Warfield, bukti bagi inspirasi adalah tak tersanggahkan, dan mengklaim terdapat ketaksesuaian didalam Kitab suci seharusnya hanya dipandang sebagai kesulitan-kesulitan yang harus dijelaskan dan dijawab[21]. Dengan kata lain, karena fondasi kita tetap saja berdiri secara kokoh, didasarkan pada pengajaran-pengajaran dan kebangkitan Yesus Kristus, kita dapat berharap bahwa ada jawaban-jawaban untuk kesulitan-kesulitan yang diajukan tersebut, bahkan jika kita tidak dapat segera menyadari jawaban-jawaban tersebut[22]. Keraguan-keraguan religius lainnya dapat juga dijelaskan[23].
Kedua, bahkan sebagaimana kesaksian Yesus terkait Kitab suci yang dikombinasikan dengan kebangkitannya dapat memberikan sebuah fondasi yang kokoh bagi kepercayaan kita dalam doktrin inspirasi, sehingga inspirasi Kitab suci pada gilirannya memberikan basis kerja yang diperlukan bagi teologi Kristen. Manfaat-manfaat memiliki fondasi penunjang semacam ini adalah luar biasa. Diberikan sebuah fondasi yang kokoh, orang-orang percaya bebas untuk membangun sebuah sudut pandang Kristen, menjadi cermat untuk mendasarkan gagasan-gagasan mereka pada hal sama yang telah dipancangkan oleh Yesus sendiri[24].
Ketiga, Yesus seringkali menggunakan Kitab suci sebagai bukti teks yang baik, Dia menggunakannya untuk memperkuat pandangannya, demikian juga sebagai sanggahan untuk pandangan-pandangan yang tidak tepat oleh orang-orang lain. Yesus bergantung pada Kitab suci untuk apa yang merupakan –sangat-sangat merupakan Firman dari Allah . Meskipun memang benar bahwa orang-orang Kristen tidak memiliki otoritas Ilahi yang sama seperti halnya Anak Allah, dan meskipun kita kerap melangkahi otoritas kita disini(sayangnya, bahkan kerap dilakukan sedemikian buruknya), manfaat ini juga sampai kepada kita. Berdasarkan pada teladan Yesus, kita dapat juga membangun posisi kita pada kebenaran Kitab suci, dan menggunakannya sebagai Panduan kita untuk mengevaluasi posisi-posisi lainya. Aspek kuncinya disini, sebagaimana telah ditekankan, bahwa pendekatan ini membolehkan kita untuk memperlihatkan kebenaran teisme Kristen kepada orang-orang tak percaya, bahkan kala mereka menggunakan metoda-metoda yang ktritikal (maksudnya menentang).
Keempat, Kitab suci juga menyediakan bagi orang-orang percaya sebuah Panduan yang telah diinspirasikan untuk mengejar pertumbuhan dan kekudusan. Kita dapat berpijak pada fondasi kita dan harus mengambil langkah-langkah biblikal yang telah dikemukakan untuk bertumbuh semakin dekat kepada Tuhan. Hal ini termasuk praktek-praktek disiplin Kristen yang didasarkan pada Kitab Suci[25] . Seperti telah diingatkan oleh C.S Lewis, “orang harus melatih kebiasaan Iman…tidak akan keyakinan ini atau hal lainnya secara otomatis tetap tinggal hidup didalam benak. Harus diberi makanan”[26].
Singkatnya, doktrin inspirasi Kitab suci bersauh atau berjangkar pada pengajaran Yesus Kristus, dan didasarkan pada kebangkitannya. Kitab suci, pada gilirannya, berperan sebagai dasar-dasar bagi kepastian atau jaminan, menyediakan hal-hal teologia primer bagi kita, serta juga sebuah dasar untuk berbicara kepada orang lain yang tidak seiman dengan keyakinan-keyakinan kita, serta juga sebuah panduan bagi kehidupan orang Kristen.
---Selesai---
Jesus and the Inspiration of Scripture (2002). Faculty Publications and Presentations. Paper 94. Liberty Baptist Theological Seminary and Graduate School| diterjemahkan dan diedit oleh :Martin Simamora
Catatan-Catatan Kaki
12 For other examples, see Mark 7:6~
16; Matt. 12:9~14; 15:1-14; 22:23-33:23:1·39; Luke 624~26.
13 Examples can be found in Mark 8:31;
9:31; 10:33-34; 13:1~2; Luke 5:4· 8; John 1 :47-51; 2:24-25; 4J6~19; 6:64; 11
:11; 18:4.
14 RudolfBultmann, Theology of the New
Testament, trans. by Kendrick Grobe! (New York: Charles Scribners' Sons, 1951),
vo1.1, 15-18.
15 Bart D. Elmnan, Jesus: Apocalyptic
Prophet of the New Millennium (New York: Oxford University Press, 1999),
164~167.
16 Ibid.; 165 (emphasis added).
17 Of the many passages above from
Mark, perhaps the major ones are 2:23·28; 7:5·13; 11:15·17; 12:10; 12:24·27;
12:36·37.
18 Compare Matt. 3:7-10/Lk, 3:7-9;
Matt. 4:1~11ILk 4:1-13; Matt. 10:15!Lk. 10;12; Matt. 12:38.421Lk. 11:29·31;
Matt. 23:32-361Lk. 11:49·51; Matt. 23:37-39ILk. 13:34·35; Matt. 11:10·15/Lk.
7:27·28 and Lk. 16,16; Matt. 24:37·391Lk. 17;26~30.
19 For the strength and usefulness of what I call "minimal facts" arguments,see
Habermas, "Evidential Apologetics," 99-1 00, 186~ 190.
20 We might also mention that Jesus'
resurrection is not the only evidence that has been used to show that what
Jesus taught about inspiration was true. It has been argued that Jesus
fulfilled Old Testament prophecies, or that He performed miracles, with either
or both providing an alternative means of showing that He was God's accredited
Messenger. An example of an argument from prophecy is Walter C. Kaiser,
Jr" The Messiah in the Old Testament (Grand Rapids: Zondervan, 1995), An
example of an argument from Jesus' miracles to the inspiration of Scripture is
John H. Gerstner, A Bible Inerrancy Primer (Grand Rapids: Baker, 1965),
21 See Benjamin B. Warfield, The
inspiration and Authority of the Bible (Philadelphia: Presbyterian and Refonned
Publishing Company, 1948), 174.
22 One suggestion would be for
Christians to acquire some textbooks that do an excellent job of exploring such
challenges. A couple of examples are Norman L. Geisler and Thomas Howe, When
Critics Ask: A Popular Handbook on Bible Difficulties (Wheaton: Victor, 1992)
and Gleason L. Archer, Jr., Encyclopedia of Bible Dffitculties (Grand Rapids:
Zonoorvan, 1982).
23 On this last topic, see Os Guinness,
Doubt, Third Ed, (Batavia: Lion Publishing, 1987); Gary R. Habennas, Dealing
with Doubt (Chicago: Moody, 1990); Gary R. Habermas, The Thomas Factor: Using
Your Doubts to Draw Closer to God (Nashville: Sroadman and Holman, 1999).
24 See Gary R. Habermas, The Resurrection:
Heart of New TestamentDoctrine, Vol. I (Joplin: College Press, 2000) for some
thoughts on maklng the resurrection the center of Christian theology, a spot it
clearly occupies in the New Testament.
25 See Dallas Willard, The Spirit of the
Disciplines: Understanding How Gad Changes Lives (San Francisco: Harper and
Row, 1988); Richard J. Foster, Celebration a/Discipline: ThePath to Spiritual
Growth, Rev. Ed. (San Francisco:Harper and Row, 1988); Gary R, Habennas, The
Resurrection: Heart of theChristian Life, Vol. II (Joplin: College Press,
2000),
26 C.s. Lewis, Mere Christianity, Rev.
Ed, (New York: Macmillan, 1952), 124.
No comments:
Post a Comment