Oleh : Prof.Dr. Gary R. Habermas
[Bagian 1]…”Tidak ada indikasi bahwa baik Yakobus atau Paulus, khususnya, merindu untuk melihat Yesus. Ketakpercayaan mereka adalah sebuah dasar yang lemah untuk memproduksi halusinasi-halusinasi! Yakobus si skeptik dan Paulus si penganiaya merupakan halangan-halangan yang luar biasa kerasnya bagi tesis-tesis halusinasi! Sekali lagi, mengatakan selain ini adalah semata merupakan sebuah terkaan yang terpisah dari data yang historis.”
Kekacauan Konversi, Kent telah mengajukan pendapat bahwa Paulus telah mengalami sebuah kekacauan konversi ( ini adalah sebuah kondisi kesehatan jiwa, lebih mendalam lihat di sini —ditambahkan oleh editor Anchor), sebuah kondisi kejiwaan yang ditandai oleh gejala-gejala yang bersifat fisik seperti kebutaan atau kelumpuhan dengan tidak berfungsinya neurologis (terkait dengan syaraf) sepesifik atau kondisi-kondisi kesehatan serius. Hal semacam ini disebabkan oleh pergolakan jiwa didalam dirinya, konflik, keraguan, dan perasaan bersalah. Goulder sepakat mengenai Paulus, tetapi menambahkan bahwa Petrus dan yang lainnya juga mengalami problem yang sama.
Tetapi kembali, kita harus merangkaikan hipotesis-hipotesis kita dengan fakta-fakta, dan berbagai problem yang menentang interpretasi ini juga.
(1)Pada
awalnya, hanya Paulus yang diketahui
telah memanifestasikan berbagai
gejala ini, sehingga pelibatan yang
dilakukan Goulder pada orang-orang
lain secara faktual tidak berdasar.
(2)
Masalah sangat besar pada dasarnya adalah, dari apa yang kita tahu mengenai Paulus dan Yakobus khususnya,
tidak ada dasar-dasar yang
meringankan untuk menyangkakan
kekacauan semacam itu. Kita tidak memiliki indikasi bahwa ada konflik
didalam diri sedikitpun, keraguan, atau rasa bersalah terkait penolakan mereka
sebelumnya terhadap pengajaran-pengajaran Yesus. Para kritikus setuju bahwa
Yakobus bukanlah seorang percaya selama masa pelayanan Yesus di dunia (Yohanes 7:5;
bandingkan dengan Markus 3:21).
Skeptisme Paulus bahkan jauh lebih dikenal, karena dia telah menganiaya
orang-orang Kristen perdana ( 1 Korintus 15:9; Galatia 1:13,23). Tetapi kita
tidak tahu apapun mengenai bagian rasa
bersalah Paulus, karena dia menganggap
perbuatan-perbuatannya sebagai
perbuatan yang telah dilakukan dengan
sepenuh hati dan tanpa salah ( Filipi 3:4-6).
Singkatnya, tidak ada indikasi keinginan konversi apapun pada orang-orang ini. Menyangkakan sebaliknya
adalah tidak berdasar. Singkat kata, orang-orang ini adalah kandidat-kandidat yang luar biasa
miskinnya untuk mengalami kekacauan atau kekalutan
yang dimaksud.
(3)
Lebih lanjut, profil
kejiwaan menentang secara
kuat sebuah aplikasi terhadap siapapun dari tiga rasul ini. Kekacauan
konversi paling sering terjadi pada wanita-wanita ( mencapai lima kali, sering
kali lebih), usia remaja dan dewasa muda, orang-orang yang kurang
berpendidikan, mereka dengan tingkat IQ yang rendah, status social ekonomi yang rendah, atau personil perang[xxxi]. Tidak satu ciripun
berlaku pada Petrus, Paulus, atau
Yakobus.
(4-5)
Lebih lanjut, meyakini bahwa para korban kekacauan atau kekalutan konversi adalah kandidat-kandidat kuat untuk mengalami baik
halusinasi yang visual dan bersifat
audio /indera pendengaran membuatnya sedikit meluas. Terdapat cirri-ciri yang tidak umum[xxxii].
Tidak hanya rasul-rasul ini kandidat-kandidat yang sangat lemah untuk mengalamai kekacauan ini pertama kali, tetapi bahkan terlepas dari penyakit ini, mereka selain itu tidak memiliki
kecenderungan untuk mengalami
halusinasi-halusinasi. Dan disini kita bahkan memiliki dua kritik-kritik
terpisah, sehubungan dengan
situasi-situasi melingkupinya yang sangat berbeda.
Tidak ada indikasi bahwa baik Yakobus atau Paulus, khususnya,
merindukan untuk melihat Yesus. Ketakpercayaan mereka adalah sebuah dasar yang
lemah untuk memproduksi halusinasi-halusinasi! Yakobus si skeptik dan Paulus si
penganiaya merupakan halangan-halangan yang
luar biasa kerasnya bagi tesis-tesis
halusinasi! Sekali lagi, mengatakan selain ini adalah semata merupakan
sebuah terkaan yang terpisah dari data
yang historis.
(6)
Tidak ada dari hipotesis-hipotesis ini menjelaskan apakah tidak sebaliknya menjadi dipandang sebagai “delusions of grandeur” ( khayalan kemegahan, sederhananya ini gejala kejiwaan dengan
tampilan: orang merasa hebat (misal merasa dirinya nabi, tuhan, jenderal dan
lain-lain, penjelasan
yang agak serius bisa
dibaca di sini,
ditambahkan oleh editor Anchor)—dalam kasus ini keyakinan para rasul-rasul tersebut bahwa Tuhan telah
mengimpratasikan kepada mereka sebuah pesan
untuk seluruh dunia sehingga yang lainnya harus menerima. Tetapi
memang tidak terlihat bahwa ada delusi-delusi lain yang terlibat disini,
bahkan yang terjadi secara persis di waktu yang sama, sehingga kasusnya semakin dilemahkan.
Alhasil, menudingkan bahwa rasul-rasul ini adalah korban-korban kekacauan
konversi --(jika berminat ingin mengetahui
lebih dalam apa itu kekacauan
konversi atau Conversion Disorder, silahkan baca di sini
, ditambahkan oleh editor Anchor)—pada dasarnya tidak sesuai dengan
fakta-fakta. Sangatlah
jelas adanya sebuah ketergantungan yang
berlebihan pada sebuah hipotesis yang terlepas dari data, sebuah teori
yang tidak berjangkar pada
realitas. Karena semua faktor-faktor
yang diperlukan untuk disatukan secara bersamaan adalah sangat luar biasa tidak
mungkin. Dan sama seperti tudingan pada halusinasi-halusinasi masal, teori ini
juga gagal untuk memangsa karena masih memiliki sejumlah kesulitan-kesulitan
lainnya.
Problem-Problem
Lainnya. Masih tetap ada banyak isu-isu lainnya terkait dengan
hipotesis halusinasi.
(1)Bahkan
halusinasi-halusinasi yang terjadi pada perorangan dipertanyakan karena semua orang percaya mengalami keputusasaan pada kematian Yesus
yang tidak terduga sebelumnya. Pengharapan-pengharapan dan
mimpi-mimpi mereka sekonyong-konyong
telah kandas. Kesedihan ekstrim, buka keriangan yang luar biasa, pasti menjadi respon normal.
(2)
Variasi waktu dan tempat yang luas
ketika Yesus menampakan dirinya, disertai dengan kerangka-kerangka berpikir para saksi yang berbeda-beda, merupakan sebuah halangan
yang sangat besar. Para pria dan
perempuan, yang keras kepala dan yang lembut hati, semuanya percaya bahwa
mereka telah melihat Yesus, baik didalam
ruangan dan di tempat terbuka, yang dengan sendirinya memberikan sebuah
halangan yang tak dapat diatasi untuk
terjadinya halusinasi-halusinasi. Kejanggalan-kejanggalan bahwa setiap orang akan memiliki kerangka
berpikir yang persis tepat untuk
mengalami sebuah halusinasi, bahkan secara individual, berkurang secara eksponensial [xxxiii].
(3)
Pada umumnya, halusinasi-halusinasi
tidak mentransformasi kehidupan-kehidupan. Studi-studi mengutarakan
bahkan mereka yang berhalusinasi
kerap ( atau berangkali biasanya) menolak untuk mengakui pengalaman-pengalaman
tersebut ketika yang lainnya meyampaikan
hal yang dilihat tidak sama[xxxiv]. Kritik-kritik
mengakui bahwa murid-murid Yesus telah diubahkan bahkan hingga ke titik
yang sangat ingin mati demi iman mereka.
Tidak ada
teks mula-mula yang melaporkan bahwa salah satu dari mereka pernah menarik dirinya. Untuk meyakini
bahwa kualitas keyakinan semacam ini dating dari persepsi-persepsi sensorik
yang keliru tanpa satupun menolaknya, hal ini kemudian menjadi sebuah problematik
yang sangat luar biasa.
(4)Tentu
saja, jika penampakan-penampakan tersebut merupakan halusinasi-halusinasi, maka
tubuh Yesus harus telah diletakan secara aman dan terjamin didalam
kuburnya tepat di luar kota Yerusalem!Jasad
Yesus tanpa diragukan akan menjadi
sebuah penyanggah besar bagi berbagai upaya murid-murid Yesus untuk
memberitakan Yesus sudah bangkit! Tetapi
halusinasi-halusinasi bahkan tidak menjelaskan ini, sehinggal tesis naturalistik
lainnya diperlukan.
Masih
isu-isu lainnya juga merintangi
hipotesis halusinasi. Meskipun yang
selanjutnya ini berangkali tidaklah
berat, namun masih diperhitungkan:
(5)
Mengapa halusinasi-halusinasi berhenti
setelah 40 hari? Mengapa tidak berlanjut dan
menjangkiti orang-orang percaya
lainnya, seperti dialami yang lainya?
(6)Kebangkitan
adalah sentaral pengajaran murid-murid, dan kita biasanya memberikan perhatian
ekstra pada apa yang paling dekat dengan
hati kita. Inilah yang mendorong Paulus untuk memastikan bahwa dia sedang
memberitakan kebenaran (Galatia 1:18-19; 2:1-10). Dia mendapatkan bahwa mereka juga memang berkata tentang penampakan-penampakan Yesus
kepada mereka ( 1 Kor 15:11).
(7)Bagaimana
tentang kecenderungan alami manusia untuk menyentuh?Tidakah satu orang juga akan menemukan, bahkan dalam satu kejadian tunggal, bahwa sahabat terbaik
mereka. Terlihat berdiri berangkali hanya beberapa kaki saja jauhnya, tidak
sungguh-sungguh ada disana?
(8)Kebangkitan
seorang individu berkontradiksi dengan
teologia Yahudi secara umum, yang menganut pada sebuah peristiwa korporat di akhir zaman.
Sehingga kebangkitan Yesus tidak sesuai
dengan pengharapan-pengharapan normal Yahudi .
(9)Yang
terakhir, halusinasi-halusinasi yang meluas semacam ini diperlukan oleh
teori naturalistik ini agaknya merupakan fenomena yang langka,
terutama terjadi dalam situasi-situasi tertentu yang bertentang terhadap
murid-murid Yesus sebagai penerima-penerimanya[xxxv].
Kesimpulan
Setelah satu abad kekosongan, terlihat bahwa kita belakangan ini telah
mengamati sebuah tren terbatas menuju reformulasi pendekatan-pendekatan naturalistik.
Halusinasi dan hipotesis-hipotesis
subyektif terkait lainnya kembali sangat
popular, sebab hipotesis-hipotesis itu sedekat
abad lalu. Tetapi kita telah untuk
proklamasi Perjanjian Baru. Psikolog Klinis, Gary Collins mengikhtisarkan sejumlah isu disini:
Dr. Gary Collins (Regent University), a licensed clinical psychologist with a Ph.D. in clinical psychology. He is the author of numerous articles and over 50 books |
menunjukan bahwa strategi-strategi ini telah gagal untuk menjelaskan
data yang telah diketahui dan telah dipastikan secara kritis pada sejumlah lini. Dengan hampir 20 alasan, kita telah menyimpulkan bahwa semua itu telah
gagal dalam upayanya untuk menyajikan sebuah alternatif
Halusinasi-halusinasi adalah kejadian-kejadian yang bersifat perorangan.
Oleh karena sifat hakikinya halusinasi-halusinasi hanya pada satu orang yang dapat dipandang sebagai
sebuah halusinasi yang terjadi pada satu kali waktu. Halusinasi-halusinasi
secara pasti bukanlah sesuatu yang dapat dilihat oleh sebuah kelompok…Karena
sebuah halusinasi hanya eksis dalam
subyektifitas ini, rasa yang pribadi, maka adalah jelas bahwa orang-orang
lain tidak dapat menyaksikannya[xxxvi] .
Faktanya, problem-problem dengan tesis
ini demikian seriusnya bahwa kritik-kritik ini “ pasti harus melawan banyak
data psikiatrik dan psikologis saat ini tentang natur halusinasi-halusinasi”[xxxvii].
Terlihat bahwa ini akan menempatkan pendekatan-pendekatan ini pada
kejanggalan-kejanggalan dengan ilmu
pengetahuan masa kini pada subyek ini.
Kita menyimpulkan bahwa menerapkan halusinasi dan tesis-tesis subyektif
terhadap penampakan-penampakan kebangkitan Yesus adalah sangat menyalahi lintas beberapa disiplin ilmu dan
pada banyak poin.
Selesai
Explaining Away Jesus’ Resurrection : The Recent Revival of Hallucination Theories |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
Catatan-Catatan Kaki:
[xxxi]Harold Kaplan, Benjamin Sadock, and Jack Grebb, Synopsis of Psychiatry, Seventh ed.(Baltimore: Williams and Wilkins, 1994), 621.
Explaining Away Jesus’ Resurrection : The Recent Revival of Hallucination Theories |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
Catatan-Catatan Kaki:
[xxxi]Harold Kaplan, Benjamin Sadock, and Jack Grebb, Synopsis of Psychiatry, Seventh ed.(Baltimore: Williams and Wilkins, 1994), 621.
[xxxii]. Cf. Ibid., 621-622. I am
also indebted to clinical psychologist Gary Sibcy, Ph.D., for these last two
responses.
[xxxiii]. S. J. Segal, "Imagery
and Reality: Can they be Distinguished?" in Keup, 103-113. Even if people
hallucinated in groups, Zusne and Jones also note that not everyone would have
these experiences (135).
[xxxiv]. Segal, 103; unpublished
study of hallucinations by Shea Lambert, "Hallucinations and the Post
Death Appearances of Jesus," 20 September, 2000, 2-5, 8-9.
[xxxv]. For many details, see Wiebe, 199-200, 207-211. To repeat our earlier point, many of the objections throughout this section also apply to what I have termed the illumination theory.
[xxxvi]. Gary Collins, personal
communication, 21 February, 1977.
[xxxvii]. Ibid.
This article was originally published in the Christian Research Journal, Vol. 23, No. 4, 2001.
This article was originally published in the Christian Research Journal, Vol. 23, No. 4, 2001.
Gary R. Habermas is Distinguished
Professor and Chair of the Department of Philosophy and Theology at Liberty
University. He has authored several books related to this articles' topic
including The Historical Jesus and Did Jesus Rise from the Dead? The
Resurrection Debate (with Antony Flew).
© 2001 by Dr. Gary R.
Habermas. All rights reserved. ©
No comments:
Post a Comment