Oleh : Prof.Dr. Gary R. Habermas
Secara teratur, Yesus juga telah mendemonstrasikan kepercayaan-Nya pada Perjanjian Lama dengan memberdayakannya sebagai sumber-Nya untuk memecahkan perselisihan teologia. Dalam Markus 12:35-37, Yesus mendasarkan sebuah poin teologia pada penggunaan kedua kata “Tuan,” untuk mengutarakan bahwa sang Mesias lebih dari sekedar anak Daud… Kasus bagi inspirasi Perjanjian Baru harus dibuat secara berbeda dari Perjanjian Lama, karena Perjanjian Baru tidak ditulis sampai setelah kematian Yesus
Sentral bagi sebuah cara pandang dunia Kristen adalah keyakinan bahwa Kitab Suci baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berisikan firman Tuhan bagi kita. Dasar seperti apakah yang dapat dihasilkan untuk menopang prinsip ini? Dalam artikel ini, kita akan menelurkan sebuah argumen utama yang menunjang doktrin ini. Kemudian kita akan mengemukakan cara pembelaan lain yang mungkin dilakukan. Menariknya, yang belakangan ini dapat berbalik menjadi argumen yang paling kuat.
Sebelum kita memulainya, kita harus
menyatakan sejumlah kebenaran-kebenaran mendasar yang krusial yang tidak dapat
diargumentasikan disini dan karenanya
harus diasumsikan untuk
tujuan-tujuan artikel ini. Tetapi kebenaran-kebenaran mendasar yang
dimaksud terbangun dengan baik, sebagaimana telah diperlihatkan dibagian-bagian
lain dalam sejumlah publikasi [1].
Harus dinyatakan bahwa Yesus telah
dibangkitkan dari kematian[2]. Sebagai
akibatnya, sebuah kasus yang kuat dapat dibuat mendukung prinsip bahwa Allah karenanya telah memverifikasi berita yang disampaikan Yesus[3].
Oleh karena itu jika Yesus telah mengajarkan inspirasi Kitab suci, maka ini
akan menjadi sebuah argumen yang sangat kuat bagi orang-orang percaya untuk melakukan yang
sama[4].
Lebih lanjut, teks-teks Injil, secara
khusus, setidaknya secara umum merupakan dokumen-dokumen
yang dapat dipercaya ketika terkait dengan
pengajaran-pengajaran Yesus[5]. Kita sekarang akan bergerak dari sini,
menggambarkan sepasang jalan menuju perkara inspirasi Kitab suci.
Pengajaran Yesus Tentang Inspirasi Kitab Suci
Pengajaran Yesus pada Perjanjian Lama
Jika Alah telah memverifikasi pengajaran Yesus dengan membangkitkan Dia dari kematian, maka berangkali isu utamanya terkait apakah Yesus telah mengajarkan inspirasi Kitab suci. Dan secara pasti Injil-Injil telah sepakat pada ragam lini yang bervariasi bahwa Yesus telah sepenuhnya percaya pada teks-teks tersebut, seperti yang telah kita sebutkan, kita telah diberitahukan bahwa Yesus telah membuat banyak pernyataan-pernyataan terkait kelayakan untuk dipercaya dan bahkan inspirasi Kitab suci. Sebuah pemeriksaan induktif pada pengajaran-pengajaran Yesus menyajikan sebuah indikasi yang jelas tentang hal ini.
Pengajaran Yesus pada Perjanjian Lama
Jika Alah telah memverifikasi pengajaran Yesus dengan membangkitkan Dia dari kematian, maka berangkali isu utamanya terkait apakah Yesus telah mengajarkan inspirasi Kitab suci. Dan secara pasti Injil-Injil telah sepakat pada ragam lini yang bervariasi bahwa Yesus telah sepenuhnya percaya pada teks-teks tersebut, seperti yang telah kita sebutkan, kita telah diberitahukan bahwa Yesus telah membuat banyak pernyataan-pernyataan terkait kelayakan untuk dipercaya dan bahkan inspirasi Kitab suci. Sebuah pemeriksaan induktif pada pengajaran-pengajaran Yesus menyajikan sebuah indikasi yang jelas tentang hal ini.
Salah satu
pernyataan Yesus yang paling kuat adalah
afirmasi-Nya bahwa Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini,
satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan (Matius 5:17-18). Yesus juga
mengajarkan bahwa satu titik dari hukum itu tidak akan lenyap (
Lukas 16:17).
Selanjutnya, setelah mengutip sebauh teks khusus dalam Mazmur 82:6 ( terkait Mazmur 82:6 dianjurkan untuk mempelajari ini), Yesus telah
mengatakan bahwa Kitab suci tidak dapat dibatalkan (Yoh 10:35). Komentar-komentar
ini secara
tajam mengingatkan sejauh mana Yesus berpikir bahwa Kitab suci itu memperkatakan
kebenaran.
Secara teratur, Yesus juga telah mendemonstrasikan kepercayaan-Nya pada Perjanjian Lama dengan memberdayakannya sebagai sumber-Nya untuk memecahkan perselisihan teologia. Pada lebih dari satu kali kesempatan, argumennya mengacu secara kuat pada signifikansi sebuah kata tunggal dalam sebuah teks. Dalam Markus 12:35-37, Yesus mendasarkan sebuah poin teologia pada penggunaan kedua kata “Tuan,” mengutarakan bahwa sang Mesias lebih dari sekedar anak Daud. Dalam teks Inggris pada Matius 22:31-32, Yesus membangun argumennya menentang orang – orang Saduki pada kata “am” untuk dapat mengajarkan doktrin kebangkitan tubuh, yang telah mereka tolak. Keyakinan diri sedemikian pada kata-kata yang ada dalam Kitab suci adalah sebuah indikasi krusial dari “cara pandang Yesus yang tinggi terhadap kebenaran mereka”[6].
Pada banyak kesempatan lain, Yesus telah mengutip Kitab suci sebagai sebuah “bukti teks” selagi berdebat dengan musuh-musuhnya. Selama pencobaan gurun, Yesus telah mengutip teks-teks Perjanjian Lama untuk menentang Setan ( Matius 4:4, 7.10). Pada tempat lain, Yesus telah menanggapi para pencela dengan mananyai mereka, “Tidakah kamu membaca…?”[7] “Ada tertulis…” atau komentar serupa, juga berperan untuk menyanggah sebuah cara pandang menentang[8]. Dalam Matius 22:29, Yesus menyatakan bahwa sebuah pengabaian Kitab suci telah mengakibatkan orang – orang Saduki melakukan sebuah kesalahan teologis. Terlihat jelas dari penggunaan-penggunaan Kitab suci bahwa Yesus telah memperlakukan isinya menjadi otoritas definitif dalam memecahkan isu-isu teologia.
Secara teratur, Yesus juga telah mendemonstrasikan kepercayaan-Nya pada Perjanjian Lama dengan memberdayakannya sebagai sumber-Nya untuk memecahkan perselisihan teologia. Pada lebih dari satu kali kesempatan, argumennya mengacu secara kuat pada signifikansi sebuah kata tunggal dalam sebuah teks. Dalam Markus 12:35-37, Yesus mendasarkan sebuah poin teologia pada penggunaan kedua kata “Tuan,” mengutarakan bahwa sang Mesias lebih dari sekedar anak Daud. Dalam teks Inggris pada Matius 22:31-32, Yesus membangun argumennya menentang orang – orang Saduki pada kata “am” untuk dapat mengajarkan doktrin kebangkitan tubuh, yang telah mereka tolak. Keyakinan diri sedemikian pada kata-kata yang ada dalam Kitab suci adalah sebuah indikasi krusial dari “cara pandang Yesus yang tinggi terhadap kebenaran mereka”[6].
Pada banyak kesempatan lain, Yesus telah mengutip Kitab suci sebagai sebuah “bukti teks” selagi berdebat dengan musuh-musuhnya. Selama pencobaan gurun, Yesus telah mengutip teks-teks Perjanjian Lama untuk menentang Setan ( Matius 4:4, 7.10). Pada tempat lain, Yesus telah menanggapi para pencela dengan mananyai mereka, “Tidakah kamu membaca…?”[7] “Ada tertulis…” atau komentar serupa, juga berperan untuk menyanggah sebuah cara pandang menentang[8]. Dalam Matius 22:29, Yesus menyatakan bahwa sebuah pengabaian Kitab suci telah mengakibatkan orang – orang Saduki melakukan sebuah kesalahan teologis. Terlihat jelas dari penggunaan-penggunaan Kitab suci bahwa Yesus telah memperlakukan isinya menjadi otoritas definitif dalam memecahkan isu-isu teologia.
Belum lagi debat lainnya dengan para pemimpin Yahudi, setelah mengutip bagian-bagian kitab Hukum dan nabi-nabi, Yesus terlihat merujuk pada keseluruhan Perjanjian Lama sebagai “perintah Tuhan” dan “firman Tuhan” (Markus 7:8-13). Deskripsi-deskripsi semacam ini mengindikasikan bahwa Yesus berpikir bahwa Allah adalah pemegang Otoritas dibalik Kitab suci. Merupakan sebuah teks yang diinspirasikan, telah dituliskan bagi pembangunan rohani kita. Tulisan-tulisan ini harus digenapi ( Matius 26:54; Lukas 4:21; Yohanes 7:38). Yesus telah menggunakan Perjanjian Lama sebagai sebuah bukti teks yang berperan sebagai cetak biru Tuhan untuk perilaku dan teologia yang benar. Ini membantah posisi-posisi yang menentang. Yesus tidak meragukan otoritas ini.
Yesus telah merujuk pada seluruh Perjanjian Lama baik Hukum dan nabi-nabi ( Matius 5:17), serta juga menambahkan Mazmur-Mazmur ( Lukas 24:44). Dengan menyebutkannya, Yesus telah mengindikasikan bahwa setiap bagiannya adalah Firman Tuhan. Musa, penulis kitab Hukum ( Lukas 16:31; 24:44), telah menyampaikan kata-kata Tuhan dalam Keluaran 3:6 (Markus 12:26). Daud telah menulis oleh inspirasi Roh Kudus dalam Mazmur 110:1 ( Markus 12:36). Kitab Nabi-Nabi juga memperkatakan firman-firman Tuhan karena nubuat-nubuat mereka mengenai Kristus harus digenapi ( Lukas 24:27,44).
Sehingga kita telah melihat bahwa Yesus telah mendasarkan argumen -argumennya pada firman-firman spesifik dari Perjanjian Lama. Dia telah mengindikasikan kepercayaannya bahkan pada huruf-huruf itu sendiri, dalam hal ini bahkan tidak satu bagianpun dapat gagal. Keduanya secara keseluruhan,serta juga bagian-bagian individual, telah menerima pengesahan-pengesahan positif juga. Yesus telah merujuk pada Perjanjian Lama tidak semata sebagai sebuah dokumen manusia yang dihormati. Sebaliknya Yesus menyebutnya benar-benar perintah dan firman Allah.
Memang benar, manusia-manusia seperti Musa dan Daud telah menuliskan teks tersebut, tetapi Tuhan sendiri yang berbicara melalui mereka. Dalam mengutip kitab-kitab suci, Yesus percaya bahwa Dia sedang melaporkan pesan Allah yang sesungguhnya. Firman Tuhan adalah ekspresi kebenaran Tuhan. Telah dipandang dari berbagai sudut, ini memang benar –benar cara pandang tinggi atas inspirasi. Kita menyimpulkan bahwa Yesus secara definitif telah menerima inspirasi Perjanjian Lama. Sangat sulit untuk menyatakan selain ini [9].
Pengajaran Yesus Pada Perjanjian Baru
Kasus bagi inspirasi Perjanjian Baru harus dibuat secara berbeda dari Perjanjian Lama, karena Perjanjian Baru tidak ditulis sampai setelah kematian Yesus. Jadi, memang diketathui bahwa Yesus telah “memberikan pengesahan” Perjanjian Lama yang sudah ada dalam bentuk tertulis, Dia telah menyediakan pengesahan bagi Perjanjian yang belum ada dalam bentuk tertulis. Kita akan mengulas hal ini dengan mengutarakan empat poin utama.
Disini kembali, kita sedang membuat asumsi-asumsi yang sama seperti yang telah kita kemukakan diatas.
Kebangkitan Yesus telah menyediakan indikasi besar bahwa Allah telah memberikan
pengesahan atas pengajaran-pengajarannya. Dengan membangkitkan Dia dari kematian, Tuhan memberikan
cap pengesahan pada Yesus. Pesan-pesan serupa juga ditemukan dalam
berbagai teks Perjanjian Baru ( Kisah Para
Rasul 2:22-24; 17:31; Roma 1:3-4). Lebih lanjut, teks pengajaran-pengajaran Yesus secara umum dapat dipercaya.
Pertama,
Yesus telah mengajarkan murid-muridnya
bahwa mereka adalah saksi-saksi dan juru bicara
yang telah ditetapkan (Lukas 24:48; Kisah Para Rasul 1:8; Yohanes 15:27).
Sebagai murid-muridnya,mereka telah mempelajari pengajaran-pengajarannya
sehingga mereka, pada gilirannya, dapat mengimpartasikan prinsip-prinsip ini
kepada orang-orang lain. Ini bahkan
benar hingga pada mereka yang telah
percaya dan mematuhi kata-kata para murid-murid tersebut yang secara aktual menerima Yesus Kristus sendiri
( Matius
10:14-15, 40; Yohanes 13:20).
Kedua,
Yesus juga telah menjanjikan murid-muridnya inspirasi dan panduan Roh Kudus. Dia-Roh Kudus akan mengajarkan
mereka hal-hal lainnya ( Yohanes
16:12-13), menyebabkan mereka
untuk mengingat kata-kata Yesus ( Yohanes 14:26),dan menyingkapkan bagi mereka
hal-hal akan datang ( Yohanes 16:13b). Berangkali perihal kunci
adalah, dalam semua hal ini, Roh Kudus akan menuntun para murid-murid kepada kebenaran ( Yohanes 16:13a).
Demikianlah para murid telah diajarkan oleh Yesus. Kemudian Dia telah menunjuk
mereka sebagai juru bicara-juru bicaranya. Yesus menambahkan, telah menjanjikan
bahwa Roh Kudus akan menolong
murid-muridnya dalam pengajaran mereka. Ini adalah dua bagian janji yang telah membentuk jalan
bagi inspirasi Perjanjian Baru.
Ketiga,
selagi para penulis Perjanjian Baru ini menuliskan kata-kata
mereka, mereka telah mengakui bahwa mereka telah diinspirasi. Mereka telah
mengklaim dua bagian janji Yesus. Pengajaran
rasul-rasul telah didasarkan pada fondasi yang telah disediakan Yesus ( Efesus 2:20; 2
Petrus 3:2; Ibrani 2:3-4). Mereka
meyakini kata-kata mereka telah diinspirasi ( 1 Petrus 1:12b). Ini secara
khusus nyata dalam surat-surat Paulus [10]. Mereka
telah diyakinkan bahwa Roh Kudus telah memberdayakan baik pengajaran mereka dan tulisan-tulisan
mereka.
Keempat,
para penulis Perjanjian Baru mengakui bahwa
janji Yesus akan inspirasi juga menjangkau para
penulis lain juga. Sebagai
contoh, I
Timotius 5:18 mencatat dua kutipan, merujukan keduanya sebagai kitab
suci. Bagian pertama jelas diambil dari Ulangan 25:4. Walaupun yang kedua serupa
dengan teks tertentu dalam Perjanjian Lama, tidak dikutip darimanapun juga.
Sebenarnya, perkataan ini adalah sama dengan yang ada dalam Lukas 10:7
(bandingkan
dengan Matius
10:10), yang telah dikatakan oleh Yesus. Membandingkan kutipan
dari kitab Hukum dengan yang ditemukan dalam pengajaran-pengajaran
Yesus, dan menyebut keduanya Kitab suci, tentu saja signifikan, dan lebih dari
satu alasan. Ini memperlihatkan beberapa
keyakinan bahwa kanon teks-teks yang diinspirasi saat ini, terdiri hanya tulisan-tulisan Perjanjian Lama, ini
bukan akhir dari masalah. Pada akhirnya, jika
setiap tulisan dianggap sebagai yang
diinspirasikan maka kata-kata Yesus harus dicakup! Lebih lanjut, perkataan
Yesus bahkan diletakan setara dengan Hukum itu sendiri. Lebih lagi,
teks-teks Perjanjian Baru oleh
penulis-penulis lain diakui.
Contoh lain ditemukan dalam 2 Petrus 3:15-16, dimana surat-surat Paulus ditempatkan bersamaan dengan
firman lainnya, oleh karena itu diberikan status yang sama. Sebagai
tambahan, Yudas
17-18 terlihat mengutip 2 Petrus 3:3
( atau sebuah teks umum) sebagai
kata-kata dari seorang rasul.
Memang benar kita tidak dapat bergerak dari
beberapa contoh untuk keseluruhan
teori. Tetapi dengan mengakui perkataan-perkataan Yesus
dan kata-kata serta tulisan-tulisan para rasul sebagai yang setara dengan
firman-firman Perjanjian Lama, kita juga melihat sekilas
sebuah konseptualisasi yang bertumbuh bahwa Perjanjian Lama bukan akhir dari
pewahyuan Allah. Inspirasi terus berlanjut menjangkau penulis-penulis lain!
Kanon belum ditutup. Tulisan-tulisan lain harus dimasukan juga.
Kami menyimpulkan bahwa dorongan utama untuk mempercayai inspirasi teks-teks
Perjanjian Baru terletak pada
pengajaran-pengajaran Yesus yang telah disahkan. Dia telah menjanjikan pada
murid-muridnya bahwa mereka adalah saksi-saksi khusus dan bahwa mereka akan
diinspirasi dan dipandu kepada semua
kebenaran oleh pimpinan Roh Kudus. Kita juga memiliki banyak contoh
dimana para penulis Perjanjian Baru
telah mengklaim janji ini secara
personal untuk tulisan-tulisan mereka sendiri, serta juga pada sejumlah contoh
dimana mereka telah meneruskan janji ini kepada penulis berkualifikasi lainnya.
Terakhir, walaupun kita tidak mengejar
isu ini disini, kita juga
memiliki teks-teks Perjanjian
Baru yang kebanyakan mengakui inspirasi berbagai tokoh dan nas
firman pada Perjanjian Lama[11].
Bersambung
ke Bagian2
Jesus
and the Inspiration of Scripture (2002). Faculty Publications and Presentations. Paper 94. Liberty Baptist Theological Seminary and Graduate School| diterjemahkan dan diedit oleh :Martin
Simamora
Gary R. Habermas is Distinguished Professor and Chair of the Department of Philosophy and Theology at Liberty University.
Catatan-Catatan Kaki
[1] I would like to emphasize that the foundation
truths that are being assmued for QUi' purposes in this article are heavily
evidenced, as some of the sources directly below will indicate. By no means are
they simply "givens" without any basis. But establishing such
arguments here is simply beyond OUT present purposes.
[2] Many accessible defenses of Jesus'
resurrection can be found, such as William Lane Craig, The Son Rises (Chicago:
Moody Press, 1981) and Gary R. Habermas, The Historical Jesus (Joplin: College
Press, 1996).
[3] For the entire argument from Jesus' resurrection
to the truthfulness of Jesus' teachings,
see Gary R. Habermas, The Resurrection of Jesus (Grand Rapids: Baker, 1980;
Lanham: University Press of America, 1984), especially Chapters 1-5. A brief
summary of several points can be found in Gary R. Habennas, "Evidential
Apologetics" in Five Views on Apologetics, ed. by Steven B. Cowan (Grand
Rapids: Zondervan, 2000),100-120,
[4] A detailed extension of the argument
from Jesus' resurrection to the inspiration of Scripture can be found in Habennas,
The Resurrection of Jesus, Appendix 2.
[5] For details, see Craig Blomberg, The
Historical R£1iability of the Gospels (Downers Grove: lnterVarsity, 1987); Paul
Barnett, Is the New Testament Reliable? A Look at the Historical Evidence (Downers
Grove: InterVarsity, 1986); Paul Barnett, Jesus and the Logic of History (Grand
Rapids: Eerdmans, 1997); John Wenham, Christ and the Bible (Grand Rapids:
Baker, 1984).
[6] Another example is John 10:35, where
Jesus argues chiefly from the word "gods" in Ps. 82:6.
[7] See the examples in Mk. 2:25;
12:10,:26; Malt. 19:4; 21:16.
[8] Some instances are found in:Mk.
9:12-13; 11:17; 14:21,27.
[9] For a detailed and insightful discussion of Jesus' position on the nature of Scripture, see Robert Lightner, The Saviour and the Scriptures (philadelphia: Presbyterian and Reformed, 1966).
[9] For a detailed and insightful discussion of Jesus' position on the nature of Scripture, see Robert Lightner, The Saviour and the Scriptures (philadelphia: Presbyterian and Reformed, 1966).
[10] See especially 1 Cor. 2:13; 14:37;
GaL 1:8-12 Eph. 3:2-5; 1 Thes. 2:13.
[11] Just some of the examples include
the following: Acts 1:16;2:29-35; 3:18-20 ;4:25-26; 26:22-23; 28:23-28; Rom.
3:1-2,21; 9: 17; 15:4; 16:25-27; Gal. 3:8-18; 2 Tim. 2:15; 3:16; Heb. 1:1-2;
4:12; 10:15-17; 1 Pet. 1:10-12; 2 Peter 1 :21. For the potential importance of
texts like these, see Rudolf Bultmann's comments below regarding the early
church agreeing with Jesus concerning the authority of SCripture.
No comments:
Post a Comment