Oleh : Robin Schumacher,Ph.D
Dapatkah anda mempercayai apa yang Alkitab katakan mengenai sejarah Yesus, dan lebih lagi ketika Alkitab memiliki narasi-narasi yang menggambarkan binatang-binatang yang berbicara seperti manusia? Saya pikir anda dapat; saya akan menjelaskan mengapa.
Memahami Alkitab Secara Literal
Saya percaya sepenuhnya bahwa cara yang benar untuk menginterpretasikan Alkitab adalah harus mengikuti apa yang disebut sebagai metoda interpretasi Literal-Historical-Gramatical, yang bertujuan untuk mengungkapkan makna dari nas Alkitab tertentu sebagaimana penulis asli telah maksudkan dan apa yang telah dipahami oleh para pendengar mula-mula. Seperti yang dimaksudkan oleh bagian pertama dari metode itu, ini bermakna sebuah pembacaan literal dari teks tersebut.
Sekali
seorang Kristen mengafirmasi sebuah interpretasi literal dari Kitab suci,
dengan segera para Kristen skeptic menerkam
dan mengajukan pertanyaan semacam ini,” Jika itu benar, maka Yesus pastilah
sebuah pintu dalam arti yang sebenar-benarnya (literal), karena dia berkata
dalam Yohanes 10:9, “Aku adalah pintu.”
Sayangnya bagi si peragu, argument mereka cacat dalam dua hal. Pertama, argumen
semacam ini merupakan kesalahan logis-logical fallacy yang disebut
reduction ad absurdum (atau reduce to absurdity- mengurangi
sampai menjadi absurd-red) , yang berupaya untuk membangun sebuah argumen
berdasarkan pada absurditas klaim-klaim lawan yang disangka benar .
Tetapi yang lebih penting lagi, para skeptik tersebut gagal untuk memahami bahwa Alkitab memberdayakan banyak genre yang berbeda (diantaranya. Puisi, naratif, pengajaran didaktik, dan lain-lain) dan tehnik-tehnik sastra yang sama dipergunakan literatur-iteratur lainnya. Metode-metode ini sama sekali tidak menjauhkan sebuah pembacaan Alkitab yang literal, tetapi sebaliknya menambahkan kedalaman yang sangat berarti terhadap teks—sebagaimana memang teks-teks itu dirancang demikian. Beberapa terapan yang paling umum dijumpai didalam Alkitab termasuk sebagai berikut:
Tetapi yang lebih penting lagi, para skeptik tersebut gagal untuk memahami bahwa Alkitab memberdayakan banyak genre yang berbeda (diantaranya. Puisi, naratif, pengajaran didaktik, dan lain-lain) dan tehnik-tehnik sastra yang sama dipergunakan literatur-iteratur lainnya. Metode-metode ini sama sekali tidak menjauhkan sebuah pembacaan Alkitab yang literal, tetapi sebaliknya menambahkan kedalaman yang sangat berarti terhadap teks—sebagaimana memang teks-teks itu dirancang demikian. Beberapa terapan yang paling umum dijumpai didalam Alkitab termasuk sebagai berikut:
Bahasa Fenomologis, yang digunakan untuk menggambarkan berbagai hal sehari-ahri dalam percakapan umum. Contoh:” Tetapi menjelang matahari terbenam…” (Yosua 10:27)
Bahasa Hiperbola, merupakan sebuah pembesar-besaran yang jelas dan dilakukan secara sengaja. Contoh :” lihatlah, seluruh dunia datang mengikuti Dia” (Yohanes 12:19)
Metafora, perkataan kiasan yang digunakan untuk menunjukan sebuah keserupaan. Contoh :” Sebab nama TUHAN akan kuserukan: Berilah hormat kepada Allah kita, Gunung Batu.
antropomorphisme, yang berupaya untuk merepresentasikan Tuhan dalam sebuah bentuk tertentu, atau dengan sejumlah jenis atribut-atribut mahluk hidup dan perasaan/kasih. Contoh : “Biarlah aku menumpang di dalam kemah-Mu untuk selama-lamanya, biarlah aku berlindung dalam naungan sayap-Mu! (Maz 61:4)
Personifikasi, yang merupakan atribusi sebuah natur atau karakter pribadi untuk menghidupkan obyek-obyek atau ide abstrak. Contoh :” gunung-gunung serta bukit-bukit akan bergembira dan bersorak-sorai di depanmu, dan segala pohon-pohonan di padang akan bertepuk tangan.” (Yesaya 55:12)
Simbolisme, yang merepresentasikan realita tertentu dengan menggambarkannya dalam sebuah gaya kiasan dari realita itu. Contoh :’ Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara kepadaku. Dan setelah aku berpaling, tampaklah kepadaku tujuh kaki dian dari emas’ (Wahyu 1:12)
Tehnik-tehnik sastra ini dalam cara yang bagaimanapun tidak mengelakan sebuah pembacaan Alkitab yang literal dan kebenarannya, secara intelektual yang jujur skeptik memahami hal ini. Akan tetapi, apa yang dilakukannya ketika sejumlah narasi Alkitab terlihat begitu fantastik dan bertentangan dengan pengalaman setiap hari—seperti seekor binatang berbicara dalam bahasa manusia? Bagaimana kemudian orang harus menginterpretasikan Alkitab?
Ular didalam Taman
Naratif ini ditemukan dalam Kejadian 3 tentang seekor ular yang berbicara dan kejatuhan manusia yang merupakan literal dan sebuah model atau tipe asli dimana peristiwa/hal serupa berpola -archetypical. Dari sebuah perspesktif literal, kita melihat bagaimana dosa telah masuk kedalam manusa melalui orang tua pertama. Mengacu kepada sejarah, meskipun beberapa orang berupaya untuk berpendapat bahwa Adam dan Hawa bukanlah orang dalam arti sebenarnya/literal, faktanya baik Yesus dan Paulus merujuk mereka sebagai orang yang memang ada dan bahwa Adam muncul dama silsilah-silsilah dalam makna literal membuatnya sulit untuk menyimpulkan bahwa mereka adalah fiksi jika orang berupaya mengeksegese Kitab suci dengan disiplin apapun.
Pada level archetypical, teks dalam Kejadian 3 memperlihatkan bagaimana godaan berlangsung secara konstan dalam pengalaman manusia, dan bahwa orang-orang Kristen tidak boleh mengabaikan siasat-siasat musuh ( 2 Korintus 2:11). Tetapi apakah musuh secara nyata-nyata memang berbicara melalui seekor ular?
Mereka yang mengafirmasi bahwa Setan memang telah benar-benar bercakap-cakap dengan Hawa melalui seekor ular dalam arti sesungguhnya, itu jika anda percaya ayat pertama dalam Kejadian, maka tidak ada masalah mempercayai apapun juga, termasuk seekor binatang berbicara kepada seorang manusia. Akankah hal semacam ini menjadi terlalu sulit bagi seorang Tuhan yang berbicara kepada setiap mahluk jidup? Sama sekali tidak sulit. Lebih lagi, Paulus terlihat merujukan peristiwa ini sebagai sungguh-sungguh terjadi dalam ruang-waktu sejarah :
2 Korintus 11:3
Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya
Yang lain lagi memandang Kejadian 3 sebagai yang menggunakan simbolisme untuk menceritakan sebuah kisah. Seperti halnya Setan digambarkan sebagai seekor ular dan naga dalam Wahyu 12, ular didalam Kejadian merepresentasikan sesosok mahkluk yang sesungguhnya (iblis), tetapi beberapa orang berpendapat bahwa simbolisme digunakan untuk mengkomunikasikan sifat-sifat Setan karena jika tidak maka jadi sulit untuk memahaminya.
Dapatkah anda secara sungguh-sungguh mempercayai Alkitab, menjadi seorang Kristen,dan menganut metoda yang belakangan untuk interpretasi pada Kejadian 3? Seorang ateis yang menjadi Kristen, C.S. Lewis terlihat berpikiran sama. Lewis, seorang ahli literatur yang mengajar pada fakultas di Oxford, telah menuliskan Kejadian sebagai berikut: “Bab-bab pertama Kejadian, tidak meragukan, memberikan kisah penciptaan dalam bentuk sebuah kisah rakyat”[1].Lebih lanjut, ayat 15 secara jelas menyatakan bahwa keturunan ular akan berselisih dengan keturunan-keturunan perempuan. Hampir semua teolog setuju bahwa hal ini merujuk pada dua keturunan rohani dalam makna actual dan literal—satu yang beriman dan satu lagi tidak beriamn—hal ini berlangsung sepanjang kemanusiaan (benih Tuhan dan benih Setan).
Apakah ular itu literal atau simbolik, satu hal yang tidak dapat disangkali adalah realitas dari efek-efek penggoda—keuniversialan dosa. Dari hal itu, Reinhold Neibuhr berani berpendapat “doktrin dosa asal adalah satu-satunya yang secara empirik dapat memverifikasi doktrin iman Kristen.”[2]
Keledai Bileam
Ular Taman dalam Kejadian 3 bukanlah satu-satunya binatang yang berbicara didalam Kitab suci.
Kitab
Bilangan mencatat rentet kejadian kisah seorang peramal bernama Bileam bin Beor
yang dipanggil oleh raja Moab Balak
untuk mengutuk bangsa Israel dalam upaya untuk menghentikan kemajuan Israel
dalam melakukan penaklukan atas tanah yang Tuhan telah janjikan bagi mereka.
Sebagai senjata yang disewakan, Bileam
memang seorang yang jujur, dan kemarahan Tuhan diperlihatkan dalam bab
22 dimana Tuhan mengakibatkan keledai Bileam berbicara dalam arti sebenarnya
dan menegurnya.
Apakah
ini sesuatu dari sebuah filem berjudul
Shrek ataukah peristiwa itu memang
kejadian yang sungguh-sungguh terjadi?
Sebenarnya, kesejarahan eksistensi Bileam bukanlah sesuatu yang terlalu banyak diperdebatkan oleh para ahli. Pada 1967, Profesor Henk Franken telah menemukan fragmen-fragmen plester kuno di kawasan Yordania yang disebut Tel Deir Alla ( yang secara persis sesuai degan kawasan yang digambarkan Alkitab ketika Bileam menghentakan tanah), yang mengandung sejumlah pernyataan “nabi, Bileam bin Beor” yang secara telah telah melumpuhkan tudingan bahwa Bileam adalah tokoh fiksi.
Tapi seekor keledai yang berbicara?
Terus terang saha, kisah keledai Bileam yang berbicara adalah satu nas dalam Kitab Perjanjian Lama yang saya secara pribadi gumuli lebih daripada yang lain. Tetapi bukan karena keledai yang berbicara; sebaliknya apa yang telah mengusik saya lebih banyak pada reaksi Bileam :
Sebenarnya, kesejarahan eksistensi Bileam bukanlah sesuatu yang terlalu banyak diperdebatkan oleh para ahli. Pada 1967, Profesor Henk Franken telah menemukan fragmen-fragmen plester kuno di kawasan Yordania yang disebut Tel Deir Alla ( yang secara persis sesuai degan kawasan yang digambarkan Alkitab ketika Bileam menghentakan tanah), yang mengandung sejumlah pernyataan “nabi, Bileam bin Beor” yang secara telah telah melumpuhkan tudingan bahwa Bileam adalah tokoh fiksi.
Tapi seekor keledai yang berbicara?
Terus terang saha, kisah keledai Bileam yang berbicara adalah satu nas dalam Kitab Perjanjian Lama yang saya secara pribadi gumuli lebih daripada yang lain. Tetapi bukan karena keledai yang berbicara; sebaliknya apa yang telah mengusik saya lebih banyak pada reaksi Bileam :
(28) Ketika itu TUHAN membuka mulut keledai itu, sehingga ia berkata kepada Bileam: "Apakah yang kulakukan kepadamu, sampai engkau memukul aku tiga kali?" (29) Jawab Bileam kepada keledai itu: "Karena engkau mempermain-mainkan aku; seandainya ada pedang di tanganku, tentulah engkau kubunuh sekarang."(30) Tetapi keledai itu berkata kepada Bileam: "Bukankah aku ini keledaimu yang kautunggangi selama hidupmu sampai sekarang? Pernahkah aku berbuat demikian kepadamu?" Jawabnya: "Tidak." (Bilangan 28)
Saya mau berterus terang: jika salah satu kucing keluarga kami berjalan menghampiri saya dan berkata, “Hei, kotak sampah itu sangat jorok saat ini; kamu harus membereskannya,” Saya akan terbangun di salah satu rumah sakit setempat di unit perawatan jantung. Saya sangat pasti tidak akan dapat meresponnya secara tenang terhadap seekor binatang seperti yang telah dilakukan Bileam.
Kisah
ini telah menyusahkanku untuk jangka
waktu yang lama—bagaimana hal semacam ini sungguh-sungguh terjadi ketika saya
masuk seminari. Saya secara khusus memawa kisah ini kepad profesor Perjanjian
Lama-ku, yang memberikan pencerahan kepadaku pada bagaimanakah narasi yang bersifat sejarah
itu.
Kisah Bileam dan keledai membayang-bayangi hubungan antara Bileam dan Balak. Ketakberdayaan nabi ini terhadap seekor binatang yang berbicara adalah kebodohan sejenis pada Balak.
Tabel berikut ini menolong memperlihatkan timbal balik antara karakter-karakter kunci dan apakah yang sedang didemonstrasikan Tuhan dalam teks ini: Apa yang dilakukan keledai terhadap Bileam, Bileam lakukan pada Balak.
Kisah Bileam dan keledai membayang-bayangi hubungan antara Bileam dan Balak. Ketakberdayaan nabi ini terhadap seekor binatang yang berbicara adalah kebodohan sejenis pada Balak.
Tabel berikut ini menolong memperlihatkan timbal balik antara karakter-karakter kunci dan apakah yang sedang didemonstrasikan Tuhan dalam teks ini: Apa yang dilakukan keledai terhadap Bileam, Bileam lakukan pada Balak.
BILEAM
|
BALAK
|
Keledai melihat
seorang malaikat yang tidak dilihat
oleh Bileam
|
Bileam melihat berkat Tuhan pada
Israel yang tidak dapat dilihat Balak
|
Keledai melihat malaikat
tiga kali; keledai dipukuli tiga kali
|
Bileam memperkatakan berkat Tuhan pada
Israel tiga kali ketika diminta untuk mengutuk Israel tiga kali
|
Setiap kali keledai
berpaling dari malaikat, efek pada Bileam
buruk
|
Dengan setiap berkat pada Israel, efek
pada Balak buruk
|
Bileam telah dicegah untuk membunuh keledai
|
Balak tidak dapat membunuh Bileam
|
Keledai berbicara karena
Tuhan membuka mulutnya
|
Bileam berkata bahwa dia hanya dapat
mengatakan kata-kata yang Tuhan taruh dalam mulutnya
|
Bileam tidak berdaya terhadap fakta keledai yang berbicara
|
Balak tidak berdaya terhadap berkat-berkat
Bileam pada Israel
|
Apakah Isu Sesungguhnya?
Ular berbicara, keledai yang berbicara dalam bahasa manusia, seorang yahudi tukang kayu yang telah disalibkan yang bangkit kembali dari kematian… hal-hal ini, para skeptik menunjukan, adalah hal-hal yang secara rutin kita lihat dan alami, dan karena itulah kita harus menolak hal-hal semacam itu sebagai hal-hal yang palsu dan melihatnya tidak memiliki substansi yang nyata dibandingkan dengan sebuah kisah fable yang ditulis oleh seorang Yunani bernama Aesop.
Ular berbicara, keledai yang berbicara dalam bahasa manusia, seorang yahudi tukang kayu yang telah disalibkan yang bangkit kembali dari kematian… hal-hal ini, para skeptik menunjukan, adalah hal-hal yang secara rutin kita lihat dan alami, dan karena itulah kita harus menolak hal-hal semacam itu sebagai hal-hal yang palsu dan melihatnya tidak memiliki substansi yang nyata dibandingkan dengan sebuah kisah fable yang ditulis oleh seorang Yunani bernama Aesop.
Tetapi
apakah yang menjadi isu sebenarnya disini? Apakah benar seekor ular berbicara
atau sesuatu yang lain?
Pada intinya, masalah sebenarnya adalah : skeptik membawa masuk bias anti supernatural mereka dan presuposisi-presuposisi (dugaan-dugaan) filosopis yang naturalistik kedalam pandangan mereka pada Alkitab. Sejak semula sikap a priori mereka adalah bahwa Tuhan tidak ada. Hal itu menjadi benar dalam pandangan dunia mereka, kemudian mujizat-mujizat menjadi tidak mungkin untuk terjadi, dan karena Alkitab berisikan kisah-kisah yang menakjubkan, Alkitab menjadi tidak mungkin untuk dipercayai.
Pada intinya, masalah sebenarnya adalah : skeptik membawa masuk bias anti supernatural mereka dan presuposisi-presuposisi (dugaan-dugaan) filosopis yang naturalistik kedalam pandangan mereka pada Alkitab. Sejak semula sikap a priori mereka adalah bahwa Tuhan tidak ada. Hal itu menjadi benar dalam pandangan dunia mereka, kemudian mujizat-mujizat menjadi tidak mungkin untuk terjadi, dan karena Alkitab berisikan kisah-kisah yang menakjubkan, Alkitab menjadi tidak mungkin untuk dipercayai.
Tetapi
bagaimana jika Tuhan tidak ada? Kemudian mungkinkah kita mengharapkan sebuah buku yang menggambarkan hal-hal
agak spektakuler dan jarang? Kita
pasti dapat mengharapkannya. Sebagaimana yang diamati oleh C.S Lewis, “Tetapi
jika kita mengakui Tuhan, haruskah kita mengakui Mujizat? Tentu saja, tentu
saja anda tidak memiliki jaminan untuk melawan hal itu. Itulah
tawar-menawarnya.”[3]
Sebenarnya, seekor ular yang berbicara atau keledai bukan hal yang terlampau ajaib dibandingkan dengan keganjilan-keganjilan dalam hidup yang bermunculan diatas planet kita sendiri, alam semesta sebagaimana yang kita ketahui dan sejumlah konstan-konstan kosmologis yang harus berada ditempatnya bagi kita untuk sungguh-sungguh eksis. Atau DNA yang memunculkan kesesuaiannya sendiri. Atau… buatlah pilihanmu atas sebuah paduan hal-hal yang menakjubkan yang luar biasa untuk percaya, tetapi entah bagaimana masih ada.
Pertanyaannya bukan andai seekor ular atau keledai dapat berbicara, tetapi andai Tuhan yang supernatural eksist. Jika yang belakangan ini benar, yang terdahulu adalah sebuah jalan-jalan di taman. Itulah pertanyaan yang semestinya dengan sepenuh hati dikejar oleh skeptik, bukannya menggunakan seekor ular yang berbicara sebagai sebuah pembenaran untuk menyisihkan perbicangan yang sesungguhnya.
=================
[1] C. S. Lewis, "Dogma and the Universe" in God in the Doc (Grand Rapids: Eerdmans, 1970), pg. 42. However, in the interest of full disclosure, I should point out that Lewis also stated in his work, The Problem of Pain, that Satan may have indeed used the snake for his purposes: New York: Simon & Schuster, 1996, pg. 119.
[2] http://goo.gl/vbPMW
[3] C. S. Lewis, Miracles (New York: Harper Collins, 1974), pg. 169.
Talking Snakes, Donkeys, and Believing the Bible | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
Sebenarnya, seekor ular yang berbicara atau keledai bukan hal yang terlampau ajaib dibandingkan dengan keganjilan-keganjilan dalam hidup yang bermunculan diatas planet kita sendiri, alam semesta sebagaimana yang kita ketahui dan sejumlah konstan-konstan kosmologis yang harus berada ditempatnya bagi kita untuk sungguh-sungguh eksis. Atau DNA yang memunculkan kesesuaiannya sendiri. Atau… buatlah pilihanmu atas sebuah paduan hal-hal yang menakjubkan yang luar biasa untuk percaya, tetapi entah bagaimana masih ada.
Pertanyaannya bukan andai seekor ular atau keledai dapat berbicara, tetapi andai Tuhan yang supernatural eksist. Jika yang belakangan ini benar, yang terdahulu adalah sebuah jalan-jalan di taman. Itulah pertanyaan yang semestinya dengan sepenuh hati dikejar oleh skeptik, bukannya menggunakan seekor ular yang berbicara sebagai sebuah pembenaran untuk menyisihkan perbicangan yang sesungguhnya.
=================
[1] C. S. Lewis, "Dogma and the Universe" in God in the Doc (Grand Rapids: Eerdmans, 1970), pg. 42. However, in the interest of full disclosure, I should point out that Lewis also stated in his work, The Problem of Pain, that Satan may have indeed used the snake for his purposes: New York: Simon & Schuster, 1996, pg. 119.
[2] http://goo.gl/vbPMW
[3] C. S. Lewis, Miracles (New York: Harper Collins, 1974), pg. 169.
Talking Snakes, Donkeys, and Believing the Bible | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment