Oleh : DR. Burk
Parsons
Ditengah-tengah menuliskan kolomku bulan ini, saya telah menghapus yang sudah kutuliskan dan telah memulainya lagi dari awal karena saya baru saja menerima kabar dari salah satu sahabat karibku bahwa isterinya, hamil dengan penantian yang lama untuk anak kedua, kemungkinan akan mengalami keguguran. Hatiku diliputi dengan kesedihan tak tahu bagaimana masa depan mereka. Selagi saya menulis, sahabatku dan isterinya sedang dalam perjalanan menuju dokter.
Memiliki pengalaman yang serupa pada anak pertama kami beberapa tahun lampau, isteriku dan saya sendiri berempati dengan sahabat-sahabatku ini. Mereka yang telah mengalami kehilangan seorang anak yang belum lagi lahir mengetahui ketakutan dan kegelisahan yang sedang saya bicarakan. Kata-kata tak mampu untuk mengekspresikan kepedihan karena kehilangan semacam ini. Sebagai seorang pria, seorang sahabat, seorang pastor, saya memiliki beberapa patah kata bijak baginya selagi dia berupaya menghibur isterinya dan selagi mereka berdua mencari penghiburan dari Tuhan kita yang berdaulat.
Sebagai orang percaya, kita tidak mempertanyakan kedaulatan Tuhan—sebaliknya. Kita tidak kuatir karena kita telah melupakan prinsip teologia yang paling mendasar, yaitu bahwa Tuhan adalah Tuhan—berdaulat. Kita kuatir mengenal dengan sangat baik bahwa Dia memang berdaulat, namun dalam kerajaan egois kita sering lupa bahwa itu adalah kedaulatan abadi yang baik hati terhadap orang yang diperdamaikan dengan Allah melalui Kristus.
Selagi kita hidup dihadapan Tuhan setiap hari ada berbagai alasan untuk kecemasan yang nyata, kita dapat yakin bahwa kedaulatan-Nya (bukan kita)—kendali-Nya (bukan kendali kita)—kesetiaan-Nya (bukan kesetiaan kita)—adalah satu-satunya pengharapan nyata dalam dunia yang menyedihkan ini. Karena apa yang Dia ciptakan Dia topang, yang Dia mulai adakan Dia sempurnakan, dan yang telah Dia mulai Dia selesaikan. Dan apakah kita sepenuhnya tak dapat memahaminya atau sepenuhnya menyadari akan hal-hal tersebut, hal ini bukan tentang penerimaan, kendali kita, atau juga rasionalisasi akan akan hal-hal tersebut.
Kita hanya akan merdeka ketika kita menjadi yang bergantung pada Tuhan seperti burung-burung di udara yang diberi makan oleh Bapa surgawi kita dan yang nyanyian-nyanyiannya mengarahkan mata kita ke arah langit ketika kita mendengarkan burung-burung itu menyanyikan, “Anak Adam, jangan kuatir akan hari esok, serahkanlah semua kuatirmu kepada Dia, karena jika Dia peduli kepadaku, betapa lebih besar lagi Dia peduli kepadamu?”
Uncontrollable Anxiety- Tabletalk Magazine | diterjemahkan: Martin Simamora
No comments:
Post a Comment