Oleh: Martin Simamora
Sesudah
Tiga Hari Aku Akan Bangkit
1.Kebangkitan Yang
Diantisipasi Oleh Pasukan Bersenjata
Kematian
dan penguburan Yesus seharusnya hal yang sangat biasa-biasa saja karena dalam
pengadilan bersifat eksaminasi atas setiap klaim-klaim divinitas dan
kuasa-kuasa ajaib nampak tak dijawab dan dilakukan sang Mesias. Mari kita
mengingat kembali:
Markus
15:29-30 Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia, dan sambil menggelengkan
kepala mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau
membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib
itu dan selamatkan diri-Mu!"
Markus
15:31-32Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli Taurat
mengolok-olokkan Dia di antara mereka sendiri dan mereka berkata: "Orang
lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Baiklah
Mesias, Raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya kita lihat dan
percaya." Bahkan kedua orang yang disalibkan bersama-sama dengan Dia
mencela Dia juga.
Bagi
kebanyakan orang, pada hari pengadilan dan penyaliban sang Kristus Nampak jelas
telah menjadi pengetahuan publik terkait apakah saja yang menjadi sentral
ajaran sang Kristus dan siapakah ia dalam persepsi umum, jika demikian,
seharusnya. Kalau kita mengamati apa yang tercatat dalam Markus 15:29-30 jelas
sekali bahwa tak ada yang memahami hingga saat itu, apakah maksud pernyataan
sang Kristus di bait Allah setelah kemurkaannya yang berbunyi: "Rombak
Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."
(Yohanes 2:19) sebagai jawaban atas tuntutan orang-orang Yahudi yang menuntut
bukti yang memberikan dasar kokoh baginya untuk bertindak semacam ini: “Ia
membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua
kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah
dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya” (Yohanes 2:15). Tak ada satupun yang dapat
memahami apakah yang benar-benar akan terjadi kala “dalam 3 hari bait suci itu
benar-benar akan dibangunnya kembali.” Sebab jika benar memahaminya maka tidak
mungkin akan berkata “turunlah dari salib itu dan selamatkanlah diri-Mu.” Kalau
saja mereka benar memahaminya maka seharusnya inilah awal momen pembuktian dan
penantian bagi siapapun bahwa ia benar-benar akan bangkit sebagaimana sang
Kristus telah menyatakan bukti kemesiasannya.
Pun
demikian, jika saja para imam memahami siapakah Yesus maka pasti tak akan
terlontar dari mulut mereka perkataan semacam ini:” turun dari
salib itu, supaya kita lihat dan percaya”. Seperti telah saya
nyatakan dalam serangkaian artikel belakangan ini, kemesiasan Yesus dalam ekspektasi mesianik para imam dan
juga orang-orang Yahudi adalah kemesiasan yang mampu menaklukan
penguasa-penguasa dunia sehingga tegaklah pemerintahan mesianik berdasarkan
pertarungan militeristik atau fisik yang akan disokong oleh rakyat jika saja
mesias mau memimpin mereka. Ini tepat seperti diindikasikan oleh para murid
kepada mesias mereka: “Kata mereka: "Tuhan, ini dua pedang." Jawab-Nya: "Sudah cukup." (Lukas
22:38)”. Tidak ada yang memahami selain pemahaman bahwa mesias seharusnya
adalah semacam tokoh politik divinitas yang dapat menjadi pembebas mereka dari
ketakadilan dunia, menegakan kembali kejayaan bangsa dan negara Yahudi
dihadapan adidaya Romawi. Mesias seharusnya Raja Israel dalam balutan kekuatan
politik dan militer. Bagi mereka, Yesus memiliki kapasitas dan kuasa dan itu
yang dikehendaki.