Oleh: Martin Simamora
"Siapakah orang yang menghujat
Allah ini?”
Perjumpaan-perjumpaan dengan Yesus tidak akan pernah menjadi hal yang
biasa dan apalagi wajar-wajar saja, bahkan dapat sangat membingungkan dan
mengguncangkan bagi dunia atau zaman kapanpun juga. Entah bagaimana caranya,
manusia-manusia bisa menuturkan begitu saja keberdosaannya kepada Yesus,
seperti sedang berjumpa dengan Yang Mahakudus dan Yang Berkuasa untuk
menghakimi dan memberikan pegampunan, pendamaian dan pengudusan? Bagaimanapun
perjumpaan-perjumpaan Yesus dengan sejumlah manusia telah menyingkapkan sisi diri
Yesus yang tak mungkin dilihat begitu saja, kecuali Ia menyatakannya, sambil
tentu saja, menyisakan bagi banyak orang, penjelasan yang tak dapat ditemukan,
sebab Ia didapati sebagai manusia ketika
ia menyatakan kemahakudusannya yang
tanpa kemegahan dan tanpa suara menggelagar. Seperti relasi-relasi semacam ini:
Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus
dan berkata: "Tuhan, pergilah
dari padaku, karena aku ini seorang berdosa."-,
Lukas 5:8
Kalau kita mengabaikan konteks Simon Petrus yang terpotret sedang:
-tersungkur di depan Yesus
-berkata:…, pergilah dari padaku
-aku ini orang berdosa
Apakah pentingnya dan dimanakah titik nalarnya untuk menghakimi diri
sendiri “aku ini orang berdosa” dan berkata “pergilah dari padaku?” Apakah Yesus se-mahakudus itu diantara para
manusia? Apakah yang dialami Petrus sehingga
mulutnya harus berkata “aku ini orang berdosa?” Ia seorang nelayan dan
seorang pekerja keras, paling tidak ia manusia pekerja keras bukan pencuri dan
apalagi penipu. Coba lihat bagaimana Petrus bekerja sungguh-sungguh dalam
hidupnya: “Guru, telah sepanjang malam
kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa- Lukas 5:5.”