Oleh: Martin Simamora
Kehendak
Allah Versus Pikiran Para Manusia
Apa yang paling
menyolok terkait Yesus kala berinteraksi dengan keragaman pikiran atau
pandangan atau nilai atau perspektif atau keyakinan manusia adalah, dia mengetahui segalanya secara sempurna
dalam makna yang sangat definitif hingga
bertengger secara kokoh pada poin tak
memerlukan verifikasi untuk pemastian akan apakah maksud sesungguhnya yang
dimaksudkan para manusia itu; Ia tak
memerlukan pandangan ke dua atau ketiga atau analisa pakar apapun juga untuk menjadi pertimbangan-pertimbangan kritikal bagi dirinya. Ia
menempatkan dirinya bukan sekedar tahu akan segala-galanya tanpa sebuah
kemelesesatan dalam derajat terkecil sekalipun, tetapi sekaligus ia adalah
ultimat atas semuanya, sehingga didalam berinteraksi dengan keberagaman atau
kepluralan pandangan akan kebenaran mengenai dirinya dan keselamatan itu tak
bersifat dialogis sehingga kebenaran dirinya sendiri beradaptasi dan
bertoleransi dengan kebenaran dan nilai divinitas yang diusung manusia-manusia
lainnya [memang pandangan publik terhadap
Yesus itu sendiri dapat dikatakan sebagai sebuah kepluralan, namun
kebenaran-Nya adalah ketunggalan absolut sekaligus ilahi: “Setelah Yesus
tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata
orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang
mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada
pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para
nabi." Lalu
Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa
katamu, siapakah Aku ini?"
Maka
jawab Simon Petrus: "Engkau adalah
Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata
Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin
Yunus sebab bukan manusia yang
menyatakan itu kepadamu, melainkan
Bapa-Ku yang di sorga- Mat
16:13-17"].
Kemutlakan dirinya
dan kebenaran dirinya di hadapan manusia juga disertai kemutlakan dirinya atas
semua manusia yang menjamah segala pengetahuan pada semua diri manusia hingga
di kedalaman yang begitu tersembunyi pada diri seorang manusia:
Yohanes
2:24-25 Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena
Ia
mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorangpun
memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada
di dalam hati manusia.
Ia mengenal mereka semua, bukan dalam makna
sebuah mengenal karena begitu akrab dan begitu terbuka satu sama lainnya; juga
bukan sebuah mengenal sebagaimana manusia-manusia dapat saling mengenal,
lazimnya yang sekalipun berkata mengenal, tak akan pernah benar-benar mengenal
secara sempurna. “Tidak perlu seorangpun
memberikan kesaksian kepada-Nya tentang manusia” adalah gambaran tajam sekenal apakah Yesus terhadap semua
manusia. Pengetahuan Yesus atas semua manusia menjangkau hingga pada hal-hal yang begitu tersembunyi dan terbungkus
rapi didalam kepribadian seorang manusia: “sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia” [jadi kala Yesus
mengarahkan pandangannya pada semua manusia maka memang tak ada hal yang
tersembunyi dan yang dapat dirahasiakan dihadapannya, sementara dapat dilakukan
dihadapan manusia-manusia lainnya: “Dan
tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala
sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus
memberikan pertanggungan jawab-Ibrani 4:13”].
Sehingga memang Yesus
sungguh mengetahui atau mengenal manusia begitu sempurnanya sehingga tak
memerlukan seorang penasihat atau seorang interpreter atas berbagai perilaku
manusia yang sedang dihadapinya kala ia sedang mendakwahkan kebenaran dirinya
dan sabdanya mengenai keselamatan dari
Allah pada dirinya [Yohanes
2:18-21]. Tak ada sedikit saja diperlukannya untuk menakar terlebih dahulu dalam sebuah proses panjang terkait
kemurnian keberimanan para manusia itu, apakah selaras dengan kehendak Bapa-Nya
ataukah keberimanan itu terlahir dari hal-hal yang selaras dengan konsepsi-konsepsi
atau apa-apa yang dipikirkan manusia, sebab memang Yesus menempatkan
dirinya sebagai ultimat tanpa komparasi
yang bagaimanapun juga kala ia ada dan bergaul dan berinteraksi dengan
dunia manusia yang begitu pluralistik di dalam pemikiran-pemikirannya. Dia begitu
akrab dengan kehidupan di dunia manusia namun tak sedikitpun terjadi
semacam adaptasi yang bagaimanapun [“Sebab
Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut
merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia
telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa”- Ibrani 4:15] antara
dirinya dan manusia-manusia di dunia ini.
Cobalah perhatikan
hal ini:
Yohanes
2:23 Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak orang
percaya dalam nama-Nya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakan-Nya.
Yesus berhadapan
dengan banyak orang yang dinyatakan
sebagai percaya dalam namanya.
Percaya karena telah melihat tanda-tanda yang
diadakan-Nya. Ini mengejutkan karena sekalipun dinyatakan bahwa Yesus sedang
berhadapan dengan orang-orang percaya karena melihat, namun Yesus sama sekali tak mempercayai mereka:
Yohanes
2:24 Tetapi Yesus
sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal
mereka semua
Mengapa?
Apakah yang terjadi sesungguhnya dan
keberimanan seperti apakah yang sedang terjadi pada orang banyak tersebut
sehingga sekalipun beriman tak sama sekali menghasilkan sebuah relasi,
karena dikatakan “tetapi Yesus sendiri
tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka,” sungguh berbeda dengan apa
yang seharusnya terjadi kala seseorang itu beriman kepadanya sebagaimana memang
dikehendakinya: ”Barangsiapa makan daging-Ku
dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia-Yoh
6:56” atau “Aku telah menyatakan nama-Mu
kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu
milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu-
Yoh 17:6.
Apakah yang salah
dengan orang-orang banyak tersebut sehingga Yesus sama sekali tak merajutkan
sebuah relasi yang begitu berkesatuan, malah sebaliknya “tidak mempercayakan
dirinya!”
Mereka percaya namun tidak ada sebuah kehidupan
relasi antara Yesus dengan mereka oleh Yesus. Sebuah bahaya yang tak
tertanggulangi kala begitu banyak orang berkehendak mempercayai Yesus
sebagaimana maunya sendiri namun Yesus menolaknya sama sekali. Ini jenis kepercayaan atau keberimanan yang tak
dikehendaki oleh Yesus, sekalipun mereka begitu percaya berdasarkan apa-apa yang
telah dilakukan oleh Yesus. Ia tak sama sekali percaya kepada
keberimanan mereka dan ini merupakan korespondensi atau sebuah keterhubungan
yang begitu sukar untuk dipahami manusia secara kasat mata dan
perspektif-perspektif humanis lainnya. Yesus melihat atau memandang keberimanan
pada dirinya oleh manusia lain berdasarkan pada apa yang tak dapat dilihat manusia-manusia lainnya, dan Ia tahu lebih dahulu segala bentuk
penentangan yang begitu tersembunyi sementara
secara jiwa mereka sangat percaya.
Mengapa demikian?
Sebab problem terbesar manusia-manusia kala itu dan juga sekarang ini atau era
ini adalah rejeksi atau penolakan keras untuk percaya pada Yesus pada apa yang
akan diperbuat-Nya ini:
Yohanes
2:19,21 Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari
Aku akan mendirikannya kembali."… Tetapi yang dimaksudkan-Nya
dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.
Pada perihal ini,
mereka tak percaya:” Lalu
kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan
Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?"-
Yoh 2:20
Ya…tak percaya
pada Yesus yang berkata dapat mendirikan
kembali Bait Allah [diri Yesus sendiri]
dalam 3 hari, sementara percaya pada Yesus berdasarkan pada apa-apa yang telah
diperbuat Yesus [mujizat-mujizat kesembuhan, pengusiran roh jahat dan
tanda-tanda ajaib yang memberikan kesukaan bagi orang-orang Yahudi].
Ini situasi yang
begitu keras dan tak terjembatani. Ini jenis kesukaran beriman pada diri Yesus yang
sama dengan peristiwa ini:
Yohanes
6:60-61,64 Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang
berkata:"Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?"
Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya
bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: "Adakah
perkataan itu menggoncangkan imanmu?...(64) Tetapi
di antaramu ada yang tidak percaya." Sebab Yesus tahu dari semula, siapa
yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia.
Bukan sekedar Ia tak
memerlukan penjelasan manusia lainnya mengenai manusia-manusia, tetapi pada
hakikatnya ia didalam interaksi-interaksi interaktifnya tidak sama sekali
memberikan ruang dialogis pada kebenaran-kebenaran yang dibawanya didalam
dirinya. Ia mengetahui bahwa secara alamiah manusia akan mengalami gempa-gempa
di dalam dirinya sebab tak kuasa untuk menghasilkan kedivinitasan yang
diperlukan untuk menerima perkataan atau sabda Yesus itu sendiri. Hal ini
bahkan dinyatakan atau disingkapkan oleh Yesus sendiri: “Adakah perkataan itu
menggoncangkan imanmu? Perkataan apakah yang menggoncangkan iman para
murid itu? Perkataan yang senilai dengan: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan
mendirikannya kembali.”
Baik Yohanes 2:23 dan
Yohanes 6:60-61 Yesus sedang membicarakan kebenaran ultimat pada dirinya:
Yohanes
2:13-21 Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke
Yerusalem. Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba
dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari
tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan
lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja
mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia
berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku
menjadi tempat berjualan." Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada
tertulis: "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku." Orang-orang Yahudi menantang Yesus,
katanya: "Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada
kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?" Jawab Yesus
kepada mereka: "Rombak Bait Allah
ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." Lalu kata
orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait
Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" Tetapi
yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.
Sekarang mari kita
melihat apa sesungguhnya yang terjadi sehingga “murid-murid Yesus yang berkata:
"Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" Atau
dengan kata lain: “perkataan Yesus yang menggoncangkan iman mereka.”
Yohanes
6:28-35,38,41- Lalu kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami
perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?" Jawab
Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu
hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." Maka kata
mereka kepada-Nya: "Tanda apakah
yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu?
Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan? Nenek moyang kami telah
makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti
dari sorga." Maka kata Yesus kepada mereka:
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti
dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga. Karena
roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi
hidup kepada dunia." Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan,
berikanlah kami roti itu senantiasa." Kata Yesus kepada mereka:
"Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi,
dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. … (38)
Sebab
Aku
telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi
untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. … (41) Maka bersungut-sungutlah orang
Yahudi tentang Dia, karena Ia telah mengatakan: "Akulah roti yang telah
turun dari sorga."(42) Kata
mereka: "Bukankah Ia ini Yesus, anak
Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal? Bagaimana
Ia dapat berkata: Aku telah
turun dari sorga?"
Otoritas yang
dipertanyakan oleh orang-orang Yahudi pada pokoknya mengenai
apa yang Yesus akan dan dapat lakukan dalam kuasa dan pemerintahan yang tak
mungkin dilangsungkan oleh seorang anak Yusuf, yang ibu bapanya sangat
dikenal oleh mereka. Otoritas Yesus dengan demikian harus diteguhkan dengan sebuah pembuktian [ sebagaimana yang
dituntut oleh mereka]:
Kasus pertama:
pengobrak-abrikan perdagangan di dalam Bait Suci, orang-orang Yahudi
mempertanyakan otoritasnya yang menuntut sebuah pengotentikan: Tanda
apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak
demikian?"
Kasus kedua:
pernyataan Yesus bahwa dirinya adalah roti yang telah turun dari sorga sehingga
barangsiapa datang kepadanya: tidak akan lapar lagi dan tidak akan haus lagi. Tidak sebagaimana pada roti yang diberikan Allah pada zaman Musa, ini mendatangkan
tanda tanya begitu besar pada otoritasnya yang menuntut pengotentikan: “Tanda
apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu?
Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan?”
Malangnya bagi para
manusia, kala Yesus membuktikan otoritasnya melalui apa yang hendak
dilakukannya, tak ada satupun divinitas pada manusia yang sanggup atau berkuasa
untuk menerima sehingga mempercayainya!
Dalam benak para manusia, apa yang dikatakan Yesus itu lebih dari sekedar tafsir literal atas apa
yang tertulis didalam kitab-kitab suci, sebab pada hakikatnya
Yesus sedang menyatakan bahwa Ia adalah kegenapan dari apa yang telah
diperlihatkan Bapa-Nya kepada nenek moyang mereka pada era Musa.
Pertanyaan raksasa yang mereka emban
begitu berat menindih [pada kasus ke-2], adalah: “Bagaimana Ia dapat berkata:
Aku telah turun dari sorga.” Jangankan
untuk menerima bahwa Ia adalah roti yang turun dari sorga dan
barangsiapa yang memakannya tidak akan lapar lagi, pada poin “sebab Aku
telah turun dari sorga,” telah merupakan
keberatan yang bukan saja sukar namun menghancurkan kepercayaan dan
penghormatan mereka kepada Yesus. Begitu identik dengan pembuktian yang
diajukan Yesus untuk menjawab para penantangnya: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali”
adalah pembuktian yang begitu sukar dipahami sehingga berlabuh pada
ketakpercayaan- pada mulanya percaya dan akhirnya kandas- terhadap keberkuasaan
Yesus untuk:”Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat
membangunnya dalam tiga hari?”
Kebenaran perkataan-perkataan
divinitas Yesus, memang memiliki nuansa
yang akan begitu memaritkan sedemikian jurangnya sehingga tak tersentuh
sekalipun begitu dekat untuk didengar dan dipandang, dan
dibaca sehingga tak aneh jika kepercayaan mereka pada Yesus baru
akan terjadi sejauh kasih karunia-Nya berkenan membawa mereka masuk kedalam kesatuan
kehendak-Nya saja:
Yohanes
2:21 Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.
Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara
orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan merekapun percayalah
akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus.
Bandingkanlah
dengan:
Lukas24:25-27
Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya
hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para
nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam
kemuliaan-Nya?" Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis
tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala
kitab nabi-nabi.
Ayat
44-46 Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan
kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi
semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi
dan kitab Mazmur." Lalu Ia membuka
pikiran mereka, sehingga mereka mengerti
Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis demikian: Mesias harus
menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga,
Sehingga di Yerusalem [kasus pertama],
kepercayaan atau keberimanan mereka, bukan percaya
dengan perkataannya yang demikian: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya
kembali,”sebaliknya mereka percaya karena melihat tanda-tanda yang dibuat
oleh Yesus, yang dapat mereka saksikan saat itu juga: “banyak orang percaya dalam nama-Nya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang
diadakan-Nya- Yoh 2:23,” yaitu berbagai mujizat seperti kesembuhan. Namun, mereka
tidak percaya kepada Yesus
adalah Mesias yang datang untuk mengalami kematian sebagai kurban dari Allah yang memiliki
kuasa kebangkitan mengatasi
kematian [Rombaklah bait Allah
ini, dan dalam 3 hari aku akan mendirikannya kembali]; hal yang tak pernah
terjadi sebelumnya dan mustahil, sebagaimana juga mustahil ada orang yang dapat
membangun hanya dalam waktu 3 hari pada apa yang hanya dapat dibangun dalam waktu 46 tahun.
Tak ada satu ruang
dialogis bagi “3 hari” [ketetapan Allah] dengan “46 tahun”[nilai dan kebenaran manusia-manusia] untuk
menghasilkan kebenaran kekal yang dapat diasup kepluralan manusia, sebab bukan sebuah perbandingan yang dapat diperbandingkan didalam rasio-rasio
manusia dan kebenaran-kebenaran manusia. Tak terelakan karena mereka
memahami kebenaran pada bangunan fisik atau berdasarkan indera-indera kebenaran
pada kemanusian - kemanusiaan mereka yang begitu menekankan pada kapasitas dan
kapabilitas manusia untuk membangun perjumpaan dengan Allah, sementara Yesus, Yesus sedang membicarakan tubuhnya sendiri adalah bait Allah atau tempat
perjumpaan manusia dengan Allah. Dalam hal ini tak ada satu alternatif lain
manapun sebagaimana Yesus telah tunjukan: “Ia tak mempercayakan dirinya pada
mereka” atau dengan kata lain tak sama sekali keberimanan pada mereka membuat
mereka untuk mengalami: “mereka di dalam Yesus dan Yesus di dalam mereka.” Pun demikian dengan pernyataan
Yesus bahwa dirinya adalah “roti dari sorga” atau “Ia telah turun dari sorga”
merupakan pikiran yang tak dapat disandingkan dengan pikiran-pikiran manusia
kala membicarakan kebenaran akan kehidupan kekal, sehingga buahnya pasti, yaitu
ketakpercayaan:
Yohanes
6:60,65-66 Sesudah mendengar semuanya itu banyak
dari murid-murid Yesus yang berkata: "Perkataan ini keras,
siapakah
yang sanggup mendengarkannya?"… (65) Lalu
Ia berkata: "Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak
ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya
kepadanya." Mulai dari waktu itu banyak
murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Para pengikut Yesus yang
percaya berdasarkan pada
perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilihat [belaka
mujizat atau tanda-tanda ajaib seperti penyembuhan, pemberian makan pada banyak
orang namun bukan mengenai karya keselamatan yang akan dilakukannya] pada
akhirnya mengundurkan diri kala
berhadapan dengan perbuatan yang belum mereka lihat [bahkan tak kuasa untuk
memberi kesempatan bagi ruang dan waktu
untuk terjadinya peristiwa itu] dan begitu sukar untuk diterima sebagai
kebenaran yang divinitas: “Ia telah turun dari sorga”, sehingga mereka pada dasarnya bukan murid yang lahir dari kehendak Allah atau yang keberimanannya tidak mengakibatkan
kebersatuan kehendaknya dengan kehendak Allah di dalam Kristus, namun merupakan
murid-murid yang lahir dari upaya keras mereka untuk memamahi setiap hal yang
dikehendaki Allah pada apa yang disabdakan Yesus, yang berujung pada ketidakselarasan
dengan kebenaran atau nilai mereka kala memandang atau memperlakukan Yesus dan
sabdanya: “perkataan ini keras, siapakah yang sanggup
mendengarkannya?
Begini, orang-orang beriman yang dikehendaki Bapa
adalah yang percaya bahwa pada Yesus saja ada kehidupan kekal yang datang dari
Allah, dan inilah yang ditegaskan Yesus:
Yohanes
6:27-29 Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa,
melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal,
yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh
Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." Lalu kata mereka
kepada-Nya: "Apakah yang harus
kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?" Jawab Yesus
kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu
hendaklah
kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah."
Orang-orang beriman
kepada Kristus bisa saja tampil dengan ekspresi-ekspresi moralitas
yang luar biasa, karekater-karekater unggulan dan teladan-teladan memberikan
makanan kepada yang membutuhkan, sebagaimana Yesus sendiri. Namun,
sebagaimana yang terjadi di era Yesus, belum
tentu orang-orang yang memang tampil begitu penuh hasrat sebagai murid Kristus
juga melakukan apa yang dikehendaki oleh Yesus sebagaimana dikatakannya sebagai
pekerjaan yang harus dilakukan sebagai kehendak Bapa: “percaya kepada Dia yang telah diutus Allah” sebagai yang dikatakan bekerja untuk makanan yang
bertahan hingga kepada hidup yang kekal.
Percayakan
anda bahwa hanya pada Yesus saja ada kehidupan
kekal yang hanya dapat dialami kala
beriman kepadanya?
Terlihat
begitu mudah? Tidak sama sekali! Coba perhatikan ini:
Yohanes
6:30 Maka kata mereka kepada-Nya: "Tanda
apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu?
Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan?
Coba
periksa diri anda dan diri kita masing-masing
dengan sebuah alat uji, yaitu: sabda Yesus sendiri: Bekerjalah,
bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan
sampai kepada hidup yang kekal, yaitu hendaklah kamu percaya
kepada Dia yang telah diutus Allah." Percayakan anda? Atau malah
anda memiliki pandangan bahwa di luar sabda Yesus ini ada kebenaran keselamatan
lainnya? Percayakah anda? Atau malah anda menerima pengajaran dari pendeta yang
mengajarkan tak perlu menginjili atau memberitakan kebenaran ini kepada mereka
yang belum mengenal Yesus, sebab di luar Yesus sekalipun, ada keselamatan juga –
di dunia yang begitu pluralistik? Jika memang demikian, maka itu
hanya membuktikan bahwa beriman kepada Yesus dalam keutuhan
sabdanya dan dalam keutuhan penerimaan bahwa Ia adalah Allah Sang Firman
yang menjadi manusia bukan perkara perspektif-perspektif atau keberagaman
nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan di dalam masyarakat. Yesus adalah
teladan bagi setiap orang Kristen yang setia bagaimana bulat didalam kebenaran
diri Yesus dalam dunia yang plural, yaitu: “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata:
Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah
berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa
menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan
barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah
kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada
orang yang mengambil kepunyaanmu. Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang
perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. Dan jikalau kamu
mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang
berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu
berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu?
Orang-orang berdosapun berbuat demikian- Lukas 6:27-33. Oposisional
adalah kealamian dalam memberitakan kebenaran divinitas Yesus dan dalam hal ini
apakah yang harus dilakukan dan dipertunjukan? Kasih Allah itu sendiri! Jadi
sebagaimana Yesus, kita menyadari dan menghargai eksistensi masyarakat yang pluralistik dan dalam hal itu
pun kebenaran Kristus adalah ultimat atas segala-galanya, dengan kata lain tak
ada ruang yang korektif dan adaptif pada
Yesus dan sabdanya, namun jelas ada ruang kasih Allah [maksudnya tak dihadapi dengan pedang terhunus untuk dibunuh] terhadap segala bentuk
oposisi terhadap Yesus.
Apakah
anda sungguh percaya pada kebenaran Yesus semacam ini,
atau malah menakar Yesus sebagai sosok
yang begitu picik, arogan dan paling
benar sendirian? Apakah anda, dengan kecerdasan otakmu yang luar biasa itu
malah berkata: "apa jadinya jika hanya
beriman kepada Yesus sebagai satu-satunya kebenaran ultimat?”Apakah lantas
yang lain itu tak berharga? Kalau demikian, maka Yesus adalah sosok paling anti
terhadap kepluralan dalam kehidupan di
dunia ini? Tentu saja terhadap hal semacam ini, sudah jelas jawabnya: Yesus tidak anti
terhadap kepluralan, sebab ia sendiri hidup dan berinteraksi dengan masyarakat
yang begitu beragam memandang dirinya, bahkan ia tetap berdialog [dalam keultimatannya yang mengatasi segala bentuk kebenaran atau nilai yang pluralis] dan bahkan tidak melarikan
diri ketika ia memiliki kesempatan untuk melakukannya di taman Getsemane itu, sekalipun dalam situasi opresif atas dirinya:
Matius
26:51-54 Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya,
menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus
telinganya. Maka kata Yesus kepadanya: "Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa
menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru
kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera
mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika
begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang
mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?"
Yesus bukan saja
berhadapan dengan masyarakat yang begitu pluralistik namun kebencian yang
begitu berdarah, namun ia sama sekali memerintahkan para muridnya untuk
menyarungkan pedangnya [ini bukan sekedar
tak menghunuskan pedang tetapi prinsip kebenaran Kristus: “siapa yang
menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang,’ bukan dihadapi dengan bilah-bilah
pedang namun dengan tindakan-tindakan penuh kasih dan penundukan terhadap
Allah: “kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia
segera mengirim lebih dari 12 pasukan malaikta membantu Aku? Jika begitu,
bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab suci, yang mengatakan,
bahwa harus terjadi demikian?”]
Siapakah
Yesus bagimu, pada akhirnya menjadi pertanyaan
krusialnya, sedalam apa penerimaanmu akan sangat menentukan bagaimana anda
mengapresiasi Yesus. Semakin anda menentukan Yesus sebagai begitu piciknya
terhadap kepluralan maka memang Yesus bagi anda adalah belaka maskot agamamu
bernama Kristen dalam kreasi dan dinamika kebenaran, nilai dan kepercayaan yang
beragam di dalam dunia ini, sebab segala kehendak Allah yang dinyatakan Yesus,
telah anda lucuti atas nama pluralisme. Ingat,
pada saat Yesus tak menghargai kepluralan kebenaran akan keselamatan dengan
cara tidak bersedia menyelaraskannya dengan nilai-nilai kebenaran
manusia-manusia, ia sendiri
menyajikan kasih Allah yang begitu besar pada manusia tanpa pedang dan tanpa
memerintahkan malaikat-malaikatnya untuk membumihanguskan kepluralan pandangan
yang melawan dirinya. Inilah penghargaan dan cara hidup Yesus dalam kepluralan
masyarakat di mana ia hidup dan tinggal. Ini pun menjadi teladan bagi saya dan
anda. [harus dicamkan mengapa ia melarang pedang dan tak memerintahkan pasukan
malaikat, sebab ia sendiri terhadap kepluralan kebenaran akan keselamatan itu
bersabda: “Dan jikalau seorang mendengar
perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku
datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya. Barangsiapa
menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang
akan menjadi hakimnya pada akhir zaman”- Yoh
12:47-58. Oposisional pada kebenaran
Yesus dalam masyarakat yang begitu plural tak akan pernah mengakibatkan
pembumihangusan oleh Allah pada saat itu juga, namun pastilah pada akhir zaman,
firman yang telah disabdakan Yesus dan digemakan kembali oleh para pemberita
kabar baik akan menjadi hakim atas diri mereka.
Jadi, sebetulnya begitu
sukar untuk percaya kepada Yesus sebagaimana Ia pada mulanya adalah Firman dan bersama-sama
dengan Allah. Firman itu adalah Allah dan telah menjadi manusia (Yohanes
1:1,14), dengan segala sabdanya yang begitu ultimat dihadapan segala kebenaran:
Yohanes
8:24 Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu;
sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa
Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu."
Yohanes
16:8-9 Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap
tidak
percaya kepada-Ku;
Memang benar di dalam
dunia plural ini, kepercayaan semacam ini tak akan nyaman di telinga dan di
otak ini, namun harus dikatakan, jika anda masih mengatakan dirimu Kristen,
kala anda tak percaya pada apa yang belum terbukti atau menantikan
pembuktiannya ini, maka memang Yesus sendiri berkata kepadamu:
Yohanes
6:61 Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut
tentang hal itu, berkata kepada mereka: "Adakah perkataan itu menggoncangkan
imanmu?
Kalau sabda Yesus semacam
ini membuat keberimananmu menjadi limbung
dihadapan masyarakat pluralis ini, maka memang anda harus jujur sejujurnya
untuk mundur ketimbang munafik dan
menipu begitu banyak orang dengan suara-suara kenabiannya (sendiri) yang sumbang melawan
Yesus. Anda, jika demikian adanya anda, patutlah meneladani sikap murid-murid
Yesus yang ini:
Yohanes
6:66 Mulai dari waktu itu
banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak
lagi mengikut Dia.
Ketimbang menjadi
manusia-manusia munafik dan malah menakar Yesus dan menakar ulang
perkataan-perkataannya seolah anda jauh lebih berotoritas atas diri Yesus dan
sabdanya dan seolah anda lebih hebat daripada Yesus dan lebih tahu
kebenaran-kebenaran pada perkataan-perkataan Yesus sendiri, adalah lebih baik
berhenti menjadi pengikut Kristus dan menjadi penghujatnya saja tanpa lagi
perlu melabelkan diri sebagai Kristen yang namun menjungkirbalikan kekuatan
perkataan-perkataan Yesus yang memang dapat melukai nilai-nilai humanismemu.
Segala
Kemuliaan Hanya Bagi Tuhan
No comments:
Post a Comment