Oleh: Martin Simamora
Tuhan Dalam Dunia Manusia
(Refleksi)
Judul ini bukan hendak mengatakan bahwa Tuhan itu adalah kreasi pikiran manusia, apalagi
ciptaan jiwa manusia yang membutuhkan “Sang Diri” yang melebihi dirinya
sehingga dapat menjadi pelabuhan bagi keletihan dan kepenatan jiwa yang
menderanya di dalam perjalanan atau pengembaraannya di bumi ini. Tetapi benar, judul ini hendak menyatakan bahwa manusia
memiliki imajinasi-imajinasi dan konseptualisasi-konseptualisasi mengenai
siapakah dan bagaimanakah Tuhan seharusnya. Problem dari semua hal terkait
Tuhan dalam dunia manusia adalah: tak
pernah ada satupun manusia yang berjumpa dengannya sebagaimana menjumpai
manusia sehingga dapat bercakap-cakap dan memastikan berbagai hal spekulatif-tak ada yang dapat memastikan bahwa itu adalah kebenaran ultimatnya. Manusia memerlukan manusia yang memang pernah setidak-tidaknya tahu atau mengenal baik SANG DIA itu tanpa sedikit saja kesalahan. Tak mengherankan Tuhan tetap menjadi subyek menarik untuk
diperbincangkan dan diperdebatkan, sekalipun seorang itu berhaluan ateis. Oposisionalnya Tuhan terhadap
dunia manusia, itu kerap memelikan kreatifitas dan kekayaan jiwa manusia untuk
merekonstruksi Tuhan sebagaimana ia ada.
Perjanjian Baru memiliki penyajian oposisional
yang menarik terkait “Sang Diri Itu” dalam kreasi pikiran manusia atau
konseptualisasi manusia terhadap Tuhan. Perhatikan ini dan juga rangkaian-rangkain
yang merajut refleksi kali ini:
Yohanes
8:21-23 Maka Yesus berkata pula kepada
orang banyak: "Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku tetapi kamu akan
mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang." Maka
kata orang-orang Yahudi itu: "Apakah Ia mau bunuh diri dan karena itu
dikatakan-Nya: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang?" Lalu Ia berkata kepada mereka:
"Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan
dari dunia ini.
Oposisional yang
sedang dibicarakan di sini, bukanlah sebuah tipe yang memiliki prospek untuk
berharmoni dalam serangkaian akomodasi-akomodasi kedua belah pihak: bahwa Tuhan belajar memahami dunia manusia
dan manusia belajar memahami dunia Tuhan sehingga terciptalah sebuah zona
harmoni bagi keduanya. Ini
mustahil karena oposisional di sini bukan konseptual tetapi lahir dari sebuah keterpisahan
dunia yang mustahil untuk berjumpa dan untuk saling memahami pada
kedua belah pihak secara individual: “kamu
berasal dari bawah; Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia
ini.” Di dunia ada begitu banyak ragam konsep mengenai Tuhan, namun di
sorga hanya ada satu konsep mengenai Tuhan:
Yohanes
8:28-29 Maka kata Yesus: "Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia,
barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku
sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa
kepada-Ku. Dan Ia, yang telah
mengutus Aku, Ia menyertai
Aku. Ia tidak membiarkan Aku
sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan
kepada-Nya."
Hanya ada satu konsep
mengenai Tuhan yang eksis melampaui rangkaian kata-kata namun dalam kehadirannya
yang begitu dekat sampai-sampai dapat diraba, yaitu Yesus yang mengenai dirinya
berkata:
▌Ia
mengutus Aku
▌Ia
menyertai Aku
▌Ia
tidak membiarkan Aku sendiri
Dengan
sebuah pendefinisi yang sangat mulia-tak
bisa lagi sekedar sempurna: “Aku senantiasa berbuat apa
yang berkenan kepada-Nya.” Kalau dunia manusia berkata “manusiawi
untuk berbuat salah,” pada Yesus ini tak ada di dalam kehidupannya yang semacam
itu, sebab berkata “Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.”
Siapakah manusia yang tak pernah salah memahami manusia lainnya dalam perkataan
dan dalam perbuatan? Atau, siapakah manusia yang pernah senantiasa
tak melanggar kehendak Allah- jika
anda percaya akan Tuhan?
Yesus tak sama sekali
ada menyebutkan selain dirinya sebagai yang diutus, disertai dan tidak
dibiarkan Aku sendiri dalam sebuah keotentikan yang begitu “ragawi
[maksudnya relasi yang kongkrit ada walau tak terlihat,
antara dirinya dan Sang Pengutus]” dan begitu “tak bercela sama sekali” pada memahami Allah sebagaimana Ia sendiri
adalah Allah yang tahu sama sekali apakah yang dimaui Allah sementara ia di
bumi; sungguh sulit untuk membayangkan pewujudan “senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya,” sebab ini bukan
sekedar kehidupan sehari-hari tetapi sebuah kapasitas dan kapabilitas untuk
berbuat sebagaimana Allah bertindak sementara ia di bumi dalam rupa manusia
(Yoh1:1,14). Jadi ketika di dunia ini ada
begitu banyak pemahaman atau keyakinan atau konsepsi-konsepsi mengenai Allah,
Yesus datang dengan menghadirkan
ketunggalan konsepsi Allah yang melampaui huruf-huruf, tetapi dirinya
sebagaimana ia pernah menuturkannya:
Yohanes
5:39-40 Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya
kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku
untuk memperoleh hidup itu.
Sementara manusia-manusia
tak juga mampu mencapai sebuah kedefinisian akan siapakah Allah dan
bagaimanakah Dia berkuasa dan memerintah, Yesus sudah menutupnya dalam sebuah
kedefinitifan yang tak terbayangkan sebab bukan sebuah kedefinitifan yang argumentatif
tapi dirinya. Bahwa dirinya adalah definisi tunggal atas
kitab-kitab suci. Tetapi, sekali lagi, ini adalah oposisional yang tak
terjembatani oleh kuasa kreatifitas manusia muncul sebab sekalipun setekun dan
seteliti apapun manusia mengarahkan dirinya untuk mencari Tuhan: “namun kamu tidak mau datang kepada-Ku
untuk memperoleh hidup itu, walaupun kitab-kitab suci itu memberikan kesaksian
tentang Aku.”
Siapakah yang dapat
menerima konsepsi Allah menjadi manusia dan kepenuhan ke-Allah-an itu
bersemayam di dalam dirinya, sebagaimana disaksikan oleh Rasul Paulus: “Karena
seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia”- Kolose 1:19.
Yesus sendiri sudah
menyatakan bahwa manusia pasti
senantiasa oposisional terhadap dirinya baik pada dirinya sendiri dan
sabdanya, sebab “Aku dari atas, kamu dari bawah” bukanlah sebuah diskriminasi
berdasarkan kasta tetapi pada siapakah manusia di hadapan Allah yang berkuasa
penuh atas segala ciptaannya, bahwa manusia-manusia itu adalah ciptaan-ciptaan
yang diletakan Allah di dalam dunia ciptaan Allah. “Aku dari atas,” tetapi
siapakah yang mau percaya dengan kegilaan
semacam ini –sebuah konsep yang sama sekali tak tertanggulangi oleh kecerdasan
dan kreatifitas manusia- untuk menerima Yesus dari atas? Perhatikan oposisional
yang diungkapkan manusia pada siapakah Tuhan dalam pengertiannya melawan
revelasi Tuhan pada diri Yesus Kristus itu sendiri:
Yohanes
6:42 Kata mereka: "Bukankah Ia ini Yesus, anak
Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku
telah turun dari sorga?"
Oposisional yang
mustahil tertanggulangi oleh manusia
jika Allah hanya menetapkan Yesus sebagai satu-satunya yang telah turun dari
sorga, apalagi dalam kemanusiaan?
Ini adalah zona keberpisahan kekal atau abadi,
lebih dari sekedar permanen sebab Yesus dalam hal ini tegas menentukan bahwa
keberjumpaan manusia dengan Allah hanya terjadi pada dan di dalam dirinya:
Yohanes
6:51,57 Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan
dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah
daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." Akulah roti hidup yang
telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup
selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan
Kuberikan untuk hidup dunia."
Kesukaran
tertingginya adalah, tak ada satu dasar tertulis mengenai interpretasi semacam
ini terjadi pada dunia manusia yang
memandang atau berekspektasi Allah sebagai berada di kemuliaan terpuncaknya,
sementara Yesus sendiri tidak hadir di dalam puncak kemuliaan Allah itu sendiri.
Sebaliknya memang ia dihadirkan dalam cara yang sedemikian:
Ibrani
2:9 Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari
pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan
maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut
bagi semua manusia.
Keraguan adalah
sahabat karib manusia kala berhadapan dengan tindakan Allah semacam ini, dan
ini membuahkan begitu ragam dan kaya konsepsi-konsepsi hingga berbagai
pencarian manusia akan Sang Penguasa Alam Semesta beserta segala isinya ini,
dalam pikiran dan jiwa manusia yang begitu kreatif untuk melakukan
perjalanannya sendiri, berupaya menjumpai-Nya. Sementara Yesus menyatakan pencarian semacam ini
adalah sebuah kesia-siaan abadi:
Yohanes
8:21 Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak: "Aku akan pergi dan kamu
akan mencari Aku tetapi kamu akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang."
Bahkan oposisional
konsepsi manusia terhadap siapakah Tuhan pada diri Yesus,karena mustahil untuk
terjembatani pada kemanusiaan itu sendiri, hanya melahirkan kebodohan manusia
dihadapan apa yang dikehendaki Allah:
Yohanes
8:22-24 Maka kata orang-orang Yahudi itu: "Apakah Ia mau bunuh diri dan
karena itu dikatakan-Nya: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang?" Lalu Ia
berkata kepada mereka: "Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari
dunia ini, Aku bukan dari dunia ini. Karena itu tadi Aku berkata kepadamu,
bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa
Akulah Dia, kamu akan mati dalam
dosamu."
Puncak kegelapan kematian manusia
pada oposisionalnya terhadap siapakah Tuhan pada diri Yesus, yaitu: tak ada ruang akomodasi
bagi ketakberdayaan manusia itu yang menyebabkan Allah memberikan opsi-opsi
lainnya akan keselamatan itu atau menurunkan derajat keketatan
ketetapan-Nya. Ia menutupnya bagaikan menutup pintu gerbang besi purba
yang raksasa, dengan berkata:
Yohanes
8:25-26 Maka kata mereka kepada-Nya: "Siapakah Engkau?" Jawab Yesus
kepada mereka: "Apakah gunanya
lagi Aku berbicara dengan kamu? Banyak yang harus Kukatakan dan
Kuhakimi tentang kamu; akan tetapi Dia, yang mengutus Aku, adalah benar, dan
apa yang Kudengar dari pada-Nya, itu yang Kukatakan kepada dunia."
Oposisional itu bisa berentang
dari ketakmengertian hingga penggugatan atas dirinya dan apakah yang
dikatakannya, namun diri-Nya dan sabda-Nya tak pernah berada pada posisi untuk
dihakimi, sebab Ia dari atas bukan dari bawah. Nabi Yohanes Sang Pembaptis
sangat jitu menyampaikan sabda Allah ini melalui mulutnya terkait perihal ini:
Yohanes
3:31 Siapa yang datang dari atas
adalah di atas semuanya; siapa yang berasal dari bumi, termasuk pada
bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi. Siapa yang datang dari sorga adalah di
atas semuanya.
Yang datang dari atas
adalah di atas semuanya. Ini bukan saja mengenai tak ada
kebenaran-kebenaran alternatif, tetapi bahwa Yesus memang berkuasa atas segala apapun yang tidak
berasal dari sorga atau tidak datang bersamanya atau tidak berasal dari
sabdanya sendiri. Sehingga “Apakah
gunanya lagi AKU BERBICARA dengan kamu” bukan soal arogansi tetapi
semata menunjukan ketakberjumpaan kebenaran
yang datang dari atas dengan kebenaran-kebenaran yang ada dan beredar di
dunia. Tak ada sebuah ruang dialogis
untuk sebuah kebenaran yang telah dimodifikasi atau kebenaran dari sorga untuk
mengalami modifikasi-modifikasi sehingga jinak terhadap dunia manusia dan
dengan segala konsepsi-konsepsinya. Yesus datang bukan untuk membawa proposal yang masih dapat
diamandemenkan berdasarkan masukan-masukan dari ahli-ahli agama dunia ini,
sebab tidak demikian adanya, tetapi:
Yohanes
6:38 Sebab Aku telah turun
dari sorga bukan untuk melakukan
kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus
Aku
Kalau misinya
melakukan kehendak Bapa-Nya yang mengutusnya ke dunia, maka memang tak ada dasar untuk mengagenda apapun juga terhadap
semua manusia dan semua kebenaran yang ada di dunia ini. Semua probabilitas
yang ditakar dunia sebagai mulia untuk menjadi jalan lain atau jalanku
atau pola
keselamatan lain, pun tak pernah ada di hadapan Allah walau ada dan
dihidupi manusia-manusia. Ini adalah
konsekuensi yang tak hanya terlogis tapi begitu alami, bukankah demikian adanya jika
dinyatakan “siapa yang datang dari
atas adalah di atas semuanya,”
sebagaimana disabdakan Allah melalui mulut nabi Yohanes Sang Pembaptis.
Segala Kemuliaan
Hanya Bagi Tuhan
No comments:
Post a Comment