Oleh : Joseph Philpot
PENGEMBARA
PADANG BELANTARA
Credit : independent.co.uk |
PENGEMBARAAN-PENGEMBARAAN di
padang belantara
“Mereka mengembara di padang belantara dalam sebuah cara tersendirikan.” Padang belantara atau gurun pasir tidak memiliki jalan-jalan jenis apapun juga, atau arahan kemanapun juga. Tidak ada jalan-jalan dimana orang biasa lalu-lalang ada dibuat, untuk memandu para pengembara, dan kecuali dari bintang-bintang mereka tidak tahu utara –selatan, atau tidak juga tahu timur-barat, kemanapun mereka mengembarainya masihlah tetap sebuah gurun yang luas, terpencil, pasir tandus, yang mana hampir-hampir tidak mungkin bagi mereka bisa menemukan tempat perhentian. Mengambil sosok ini secara rohani, tidakkah tokoh ini secara khusus menggambarkan berapa banyak umat Tuhan sedang melakukan pengembaraan di sebuah padang belantara dunia, tidak mengetahui kemana mengarahkan langkah-langkah mereka, dan meragukan apakah mereka akan pernah dapat keluar dari situasi sulit ini, kerap takut bahwa mereka akan mati di padang belantara, dan tanpa pengharapan?
Tetapi dua ciri khas
lainnya ditambahkan
- bahwa mereka mendapatkan padang belantara adalah “sebuah jalan kecil sunyi”
- ”bahwa mereka tidak mendapatkan kota untuk ditinggali.”
1.Dengan TIDAK MENEMUKAN KOTA untuk didiami,
’maknanya bahwa pengembara-pengembara padang gurun tidak menemukan tempat dimana mereka dapat memutuskan berdiam permanen. Sebuah kota adalah sebuah tempat dimana para penghuninya berdiam, pada era purba, dan bahkan sekarang di kebanyakan negeri-negeri asing, dikelilingi dengan tembok-tembok dan gerbang-gerbang, dan disesaki dengan sebuah populasi besar, melakukan pengejaran-pengejaran bisnis atau kesenangan.
Sebagaimana berlawanan dengan padang belantara, kota membawa didalamnya gagasan sebuah tempat berdiam yang tetap dan terus-menerus; dan anda dapat dengan mudah membayangkan betapa ada sebuah perbedaan yang luas diantara para penghuni sebuah gurun dan sebuah kota. Tentu saja, begitu besarnya perbedaan ini, dimana tidak ada yang dapat sukses membujuk orang-orang Arab Badui untuk tinggal di kota-kota; dan pada sisi lain, para penghuni sebuah kota hanya sedikit yang dapat bertahan di sebuah padang belantara.
The LGM-30G Minuteman intercontinental ballistic missile (ICBM) (L) and the LG-118A Peacekeeper missile (AFP Photo / US DoD) Credit: Russia Today |
Jadi, gagasannya adalah, bahwa para pengembara padang belantara tidak dapat menemukan tempat untuk mendapatkan istirahat yang terus menerus, mereka tidak dapat menetap dimanapun, sehingga mengatakan—“Saya sekarang memiliki sebuah rumah membahagiakan; sekarang akan nyaman; sekarang aku telah keluar dari padang belantara, dan disini aku dalam sebuah kota berpenduduk yang damai, dimana aku dapat makan, minum, dan bersenang-senang.” Jauh lebih baik bagi mereka untuk tetap masih mengembara di padang belantara daripada mendapatkan sebuah damai palsu dan kepermanenan memperdaya seperti ini.
Dan lagian, berapa banyak dari kita yang pernah cukup berharap untuk tinggal diam di kota
dunia ini, terlihat menjadi terjerat
dalam perangkap ini. Ada kala sebuah waktu ketika kita dapat merasa mengarah pada mereka- sebagaimana para pengembara
padang belantara, tetapi sekarang
mereka telah tenggelam
kedalam kemudahan dan keamanan duniawi.
Mereka telah menemukan sebuah kota untuk ditinggali. Mereka tampilannya/wujudnya beristirahat/tenang namun tanpa kuasa; sebuah keadaan tanpa realita; doktrin tanpa kehidupan dan semangat; bayangan tanpa substansi. Jauh lebih baik bagi mereka untuk mengembara di padang belantara daripada telah mencapai sebuah rumah di “kota mati.”
O berapa banyak yang dahulu menjalani ujian-ujian padang belantara, dan memanifestasikan dalam diri mereka kehidupan Allah, sekarang telah tenggelam kedalam sebuah keadaan duniawi, dan lebih terlihat berada di rumah orang-orang yang meyakini keduniawian ini daripada dengan keluarga Allah yang hidup.
"penembakan di sebuah sekolah" Credit: abcnews |
Mereka telah menemukan sebuah kota untuk ditinggali. Mereka tampilannya/wujudnya beristirahat/tenang namun tanpa kuasa; sebuah keadaan tanpa realita; doktrin tanpa kehidupan dan semangat; bayangan tanpa substansi. Jauh lebih baik bagi mereka untuk mengembara di padang belantara daripada telah mencapai sebuah rumah di “kota mati.”
O berapa banyak yang dahulu menjalani ujian-ujian padang belantara, dan memanifestasikan dalam diri mereka kehidupan Allah, sekarang telah tenggelam kedalam sebuah keadaan duniawi, dan lebih terlihat berada di rumah orang-orang yang meyakini keduniawian ini daripada dengan keluarga Allah yang hidup.
2. Tetapi sekarang, mari kita menimbang fitur khusus lainnya yang dicapkan pada pengembara sejati padang belantara. Jalanya adalah sebuah JALAN KECIL SUNYI.
“Mereka telah mengembara di padang belantara dalam sebuah jalan sempit yang sunyi.” “Padang belantara sedemikian luasnya, mereka terserak dalam jumlah yang kecil-kecil, dimana mereka kelihatannya, hampir semua bagian, menjadi tanpa sahabat-sahabat atau teman-teman seperjalanan.
Satu mengembara di sini dan yang lainnya di sana, masing-masing melintasi jalannya itu masing-masih seolah dia seorang diri di gurun tersebut. Bagaimana situasi ini menambahkan pada ujian-ujiannya dan kesukaran-kesukarannya. Dalam sebuah gurun yang sebenarnya, hampir semuanya, jika tidak kesemuanya, mengalami kematian dengan sendirian;dan oleh karena itu mereka selalu melakukan perjalanan didalam karavan-karavan atau kelompok-kelompok.
Camel caravan in Sahara dessert Credit:travelandescape.com |
Anda akan mengingat hal ini rombongan atau karavan, sebagaimana kita mengingatnya sekarang, orang-orang Ismael, yang kepadanya Yusuf telah dijual (Kejadian 37:28); dan sehingga ini dikatakan dalam Mazmur 84:7 “Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion,” dimanakah batasnya, “ dari rombongan ke rombongan.” Tetapi dalam padang belantara rohani tidak ada banyak rombongan ini, atau tidak juga ada banyak peziarah (pengembara) menuju surga dalam karavan-karavan itu. Jalan-jalan mereka hampir semua bagian adalah sebuah jalan yang sunyi. Seorang mengatakan dengan baik :
“Teman-teman seperjalanan jika kita temukan,
Oh! Betapa cepatnya mereka pergi;
Karena ini ditetapkan bahwa hampir semuanya harus mengalami
jalan-jalan sempit tergelap sendirian.”
Sekarang saya percaya bahwa agama yang
benar-benar sejati adalah sebuah
agama yang sunyi—sebuah
agama yang berlangsung diantara Allah
dan dia yang memiliki jiwa; dan saya juga percaya bahwa seorang beriman
kepada Tuhan tidak pernah dapat melakukannya tanpa situasi tersendirikan.
Dia harus memiliki musim-musim menghentikan dirinya dari segala aktifitasnya untuk berdoa, membaca, dan merenungkan firman Tuhan. Saya menyayangkan mereka yang tidak dapat menolak/menjauhi dari situasi-situasi untuk hidup didalam rumah-rumah dan keluarga-keluarga dimana mereka sangat sukar dapat mendapatkan satu jam untuk sendirian merenungkan firman Tuhan, untuk berdoa, untuk mengakui dosa-dosa mereka, dan untuk melanjutkannya pada persekutuan dalam anugerah dan surgawi dengan Tuhan—tanpa agama yang dengan cepat menyusutkannya. Hal terbaik dari apa yang kita imani adalah apa yang kita pelajari dalam kesendirian, dalam saat-saat teduh tiap hari, atau saat-saat khidmat pada malam hari.
Dia harus memiliki musim-musim menghentikan dirinya dari segala aktifitasnya untuk berdoa, membaca, dan merenungkan firman Tuhan. Saya menyayangkan mereka yang tidak dapat menolak/menjauhi dari situasi-situasi untuk hidup didalam rumah-rumah dan keluarga-keluarga dimana mereka sangat sukar dapat mendapatkan satu jam untuk sendirian merenungkan firman Tuhan, untuk berdoa, untuk mengakui dosa-dosa mereka, dan untuk melanjutkannya pada persekutuan dalam anugerah dan surgawi dengan Tuhan—tanpa agama yang dengan cepat menyusutkannya. Hal terbaik dari apa yang kita imani adalah apa yang kita pelajari dalam kesendirian, dalam saat-saat teduh tiap hari, atau saat-saat khidmat pada malam hari.
Tetapi sebagaimana Tuhan mengetahui semua situasi-situasi kita, seperti didalam kesusahan Dia dapat memberikan ketenangan, demikian juga didalam sebuah keramaian Dia dapat memberikan kesendirian. Dan dengan demikian tak diragukan Dia kerap berurusan dengan mereka-umat terkasih-Nya yang ada dalam keramaian didalam kamar-kamar atau keluarga-keluarga mereka, bahkan ditengah-tengah tangisan anak-anak atau sebuah kebisingan pembicaraan yang membingungkan.
Mereka terkadang dapat mengalaminya, sebagaimana memang, sedemikian senyap terhadap semua kebisingan di sekelilingnya, dan menjatuhkan kepalanya ke dada mereka, bersekutu dengan Tuhan sedemikian besarnya seolah mereka sedang berada didalam tempat yang sangat sepi sendirian. Disamping hal itu, mereka terkadang dapat menjauh dari keluarga-keluarga pergi ke tempat- tempat sunyi tanah lapang kosong, dirinya diam-diam pergi ke sebuah naungan, atau berdiri di bawah pohon, sebagaimana saya kerap lakukan, dan disana menumpahkan jiwa-jiwa mereka dihadapan Tuhan. Seorang pekerja yang sungguh-sungguh takut akan Tuhan, ketika menunaikan pekerjaan sehari-harinya, dapat melakukan kesepakatan-kesepakatan tersembunyi dengan Tuhan yang dapat membaca hati, ketiak mereka yang bekerja di tempat yang sama, atau bekerja di bidang yang sama, sedang melaksanakan sebuah persekutuan yang sibuk dengan pikiran-pikiran dan hasrat hawa nafsu dan dosa.
Sebagaimana tersendirikan itu sendiri tidak dapat membuat seorang manusia duniawi menjadi rohani—demikian juga dengan teman seperjalanan, ketika dia tak terelakan dilemparkan kedalamnya; tidak dapat membuat seorang manusia rohani menjadi duniawi. Dia mungkin dikelilingi oleh teman, seperti dalam sebuah gerbong kereta, dimana semua jenis percakapan berlangsung, namun duduk di pojokan dan melakukan percakapan-percakapan tersendiri dengan Tuhan. Tuhan mungkin turun dan bersekutu dengan dia sementara di sekelilingnya orang-orang dengan keangkuhan dan dosa.
Saya teringat ketika Tuhan pertama-tama memberikan kepuasan jiwaku dalam hal kebaikan dan kemurahan-Nya, saya duduk dalam sebuah ruangan, dimana saya memang harus hadir, dan ketika mereka yang ada disekitarku membicarakan berbagai hal-hal dunia, hatiku secara diam-diam pergi ke atas kepada Tuhan. Ini bukan soal tempatnya, siapa yang menjadi teman, walaupun kita tidak pernah pergi masuk kedalam tempat atau teman dimana kita tidak dapat meminta Tuhan untuk menemani kita; tetapi kapan saja dan di mana saja, jiwa dapat memiliki momen-momen menyendiri berdoa dan merenungan firman Tuhan, dan Tuhan dapat berkomunikasi dengan hati kita dari takhta kasih karunia.
Tetapi lihatlah ini dari titik
pandang lain. Sebuah cara menyendiri
bagi kebanyak bagian umat Tuhan; dan
secara khusus dalam jalan-jalan sempit kita
yang tergelap, setiap kita
harus berjalan sendirian.
Kita dibawa waktu kedalam situasi-situasi dimana tidak ada yang dapat menolong kita kecuali Tuhan; kedalam pecobaan-pencobaan dimana tidak ada selain Tuhan dapat melepaskan; dalam pencobaan-pencobaan dimana tidak ada selain Tuhan yang dapat menopang; penderitaan-penderitaan dimana tidak ada yang dapat selain Tuhan yang menghibur; dan ketakutan-ketakutan dimana tidak ada selain Tuhan yang dapat memulihkan.
Kita dibawa waktu kedalam situasi-situasi dimana tidak ada yang dapat menolong kita kecuali Tuhan; kedalam pecobaan-pencobaan dimana tidak ada selain Tuhan dapat melepaskan; dalam pencobaan-pencobaan dimana tidak ada selain Tuhan yang dapat menopang; penderitaan-penderitaan dimana tidak ada yang dapat selain Tuhan yang menghibur; dan ketakutan-ketakutan dimana tidak ada selain Tuhan yang dapat memulihkan.
Seperti itulah berjalan dalam sebuah jalan kesendirian, kita mendapatkan diri kita ada
di tempat-tempat dimana Tuhan sendiri yang dapat melakukan setiap kebaikan bagi
kita.
Dan sebagaimana semua pertolongan dan dukungan yang kita dapatkan, kita mendapatkannya dalam cara ini, ini membuat kita mengagumi sebuah agama yang tersendirikan. Bukan kita tidak menghargai dan mengasihi teman-teman yang sungguh-sungguh takut akan Tuhan; tetapi Tuhan kerap suka menempatkan kita dalam situasi-situasi yang tidak biasa ketika semua pertolongan tidak bisa tidak harus datang langsung dari Dia saja. Kita pasti mengalami mati sendirian saja , dan oleh karena itu adalah baik untuk belajar hidup sendirian.
Tetapi waktu menegur saya untuk meneruskan subyek kita. Apakah efek pengembaraan mereka di padang belantara, dan setiap perjalanan dalam sebuah perjalanan yang tersendirikan semacam ini?
Bersambung ke bagian 3
The Wilderness of Wanderer| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
Dan sebagaimana semua pertolongan dan dukungan yang kita dapatkan, kita mendapatkannya dalam cara ini, ini membuat kita mengagumi sebuah agama yang tersendirikan. Bukan kita tidak menghargai dan mengasihi teman-teman yang sungguh-sungguh takut akan Tuhan; tetapi Tuhan kerap suka menempatkan kita dalam situasi-situasi yang tidak biasa ketika semua pertolongan tidak bisa tidak harus datang langsung dari Dia saja. Kita pasti mengalami mati sendirian saja , dan oleh karena itu adalah baik untuk belajar hidup sendirian.
Tetapi waktu menegur saya untuk meneruskan subyek kita. Apakah efek pengembaraan mereka di padang belantara, dan setiap perjalanan dalam sebuah perjalanan yang tersendirikan semacam ini?
Bersambung ke bagian 3
The Wilderness of Wanderer| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment