Oleh : Dr. Kenneth Boa
“it can’t be wrong when it feels so right…” Itu tidak dapat salah ketika itu terasa begitu benar…”- Debby Boone, judul lagu dalam You Light My Life ( 1977)
Semua Yang Surga Perbolehkan:
Homoseksualitas dan Makna Kasih (Cinta)
Credit: richarddawkins.net |
Sebuah kebencian yang
hebat, pada
faktanya, terlihat muncul ke permukaan mana kala subyek-subyek ini
didisikusikan. Beberapa orang, termasuk sejumlah orang yang menyatakan diri
mengikut Kristus, secara terang-terangan
membenci para pelaku homoseksual.
Mereka tidak hanya obyek
tindakan-tindakan kekerasan yang didorong
oleh kebencian, tetapi kerap dicaci maki
oleh orang yang jijik
dengan mereka.
Pada gilirannya, sejumlah pelaku homoseksual sama gamblangnya membenci siapapun juga, khususnya, orang-orang Kristen konservatif, yang mempertanyakan atau mengkritisi gaya hidup mereka.
Pada gilirannya, sejumlah pelaku homoseksual sama gamblangnya membenci siapapun juga, khususnya, orang-orang Kristen konservatif, yang mempertanyakan atau mengkritisi gaya hidup mereka.
Gereja-gereja Kristen dan individu-individu Kristen yang dalam tahun-tahun
belakangan ini telah menjadi target-target pelecehan oleh para militan homeseksual yang berupaya untuk menyerang dan
mengintimidasi orang yang mereka
pikir—secara benar atau secara salah—sebagai membenci mereka.
Memang benar, para pelaku homoseksual yang mendukung sebuah alternatif gaya hidup yang lebih berani terkadang bermusuhan terhadap para homoseksual yang mengupayakan sesuatu yang lebih “mainstream” sesuai dengan budaya umum.
Memang benar, para pelaku homoseksual yang mendukung sebuah alternatif gaya hidup yang lebih berani terkadang bermusuhan terhadap para homoseksual yang mengupayakan sesuatu yang lebih “mainstream” sesuai dengan budaya umum.
Salah satu slogan-slogan favorit gerakan hak-hak homoseksual dan mereka yang
bersimpati dengan mereka adalah “ Benci bukan sebuah nilai keluarga.” Itu bukanlah sebuah
nilai Kristen, juga. Dalam bab ini, kita tidak
berhasrat untuk menambahkan bahan bakar
pada api kebencian setiap orang pada mereka yang berorienstasi homoseksual.
Tujuan pemikiran mengenai hal ini dan
isu etika lainnya bukan untuk memberikan
“kita” amunisi melawan “mereka,” tetapi pertama-tama untuk memahami tanggung
jawab-tanggung jawab moral dan
kemudian memampukan kita untuk berdiri bagi keyakinan-keyakinan kita dan secara
tulus “mengatakan kebenaran didalam kasih” (Efesus 4:15) kepada siapapun yang
akan mendengarkan.
Kasih
(Cinta), Hukum, dan Seks
Kita baru saja membicarakan mengenai perlunya
kasih dalam etika debat atas homoseksualitas. Kita hidup dalam sebuah
masyarakat yang diobsesi dengan kasih. Lagu-lagu kita memuliakan kasih dan iklan-iklan
kita membuat kasih sebagai yang didambakan. Tetapi debat homoseksual,
berangkali lebih daripada isu lain manapun,
mengekspos sebuah fakta yang
merepotkan tentang masyarakat kita: kita bahkan tidak setuju/sepakat mengenai apakah kasih itu.
- Sentral atau pusat klaim gerakan hak-hak homoseksual adalah bahwa para gay dan lesbian seharusnya dibolehkan untuk mengasihi (menyintai) dalam cara mereka, dan itu adalah sebuah kegagalan untuk menerima mereka dan gaya hidup mereka sebagai sebuah bagian masyarakat permanen dan terbuka, ini adalah sebuah kegagalan untuk mengasihi/menyintai.
- Sentral atau pusat klaim semua mereka yang menolak homoseksualitas adalah bahwa itu adalah cara yang tak dapat diterima untuk mengekspresikan kasih atau cinta. Sehingga, hanya meminta setiap orang untuk “mengasihi” satu sama lain, tanpa memiliki semacam pemahaman bersama akan apakah maknanya, tidak akan memecahkan debat homoseksual.
Kita telah
menyebutkan dalam bab 12 bahwa salah satu karunia-karunia hebat yang Telah
Allah berikan kepada kita dalam Kitab
suci adalah sebuah penjelasan
jernih makna kasih. Sebagaimana baik Yesus dan Paulus telah tunjukan, Hukum
Perjanjian Lama menspesifikasikan sikap-sikap dan perilaku-perilaku
apa yang inkonsisten dengan kasih
sehingga kita tidak membodohi diri kita sendiri untuk berpikir bahwa kita
sedang memperlihatkan kasih ketika sebenarnya tidak.
- Matius 7:12
Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu,
perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah
isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
- Matius 22:37-40
Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
Dan hukum yang kedua, yang sama
dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada
kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para
nabi."
- Roma 13:8-10
Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi
hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat. Karena firman: jangan berzinah, jangan
membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah
tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri! Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum
Taurat.
Ini juga
telah mengajukan instruksi positif pada
bagaimana kita harus mengasihi satu sama lain dalam pernikahan-pernikahan kita,
keluarga-keluarga, persahabatan-persahabatan, dan komunitas-komunitas.
Moralitas Biblikal adalah sebuah moralitas kasih, dan tidak ada yang kurang atau lebih—tetapi ini tidak berarti bahwa kita menyandarkan pada perasaan-perasaan kita untuk menentukan apakah makna kasih bagi kita. Sebaliknya, bila kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, yang adalah kasih ( 1 Yohanes 4:7-8), dan yang harus dikasihi dalam cara yang Tuhan katakana pada kita. Kita menjaga aturan-aturan Allah karena, sebagai anak-anak-Nya, kita tahu bahwa dia membuat aturan-aturan untuk kebaikan kita. Yesus telah berkata bahwa mereka yang mengasihi dia melakukan perintah-perintah-Nya ( Yohanes 14:15, 21; 15:10).
Moralitas Biblikal adalah sebuah moralitas kasih, dan tidak ada yang kurang atau lebih—tetapi ini tidak berarti bahwa kita menyandarkan pada perasaan-perasaan kita untuk menentukan apakah makna kasih bagi kita. Sebaliknya, bila kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, yang adalah kasih ( 1 Yohanes 4:7-8), dan yang harus dikasihi dalam cara yang Tuhan katakana pada kita. Kita menjaga aturan-aturan Allah karena, sebagai anak-anak-Nya, kita tahu bahwa dia membuat aturan-aturan untuk kebaikan kita. Yesus telah berkata bahwa mereka yang mengasihi dia melakukan perintah-perintah-Nya ( Yohanes 14:15, 21; 15:10).
- Yohanes 14:15,21
Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti
segala perintah-Ku.
…
Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya."
…
Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya."
- Yohanes 15:10
Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal
di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam
kasih-Nya.
Jika kita gagal melihat prinsip kasih bekerja dalam perintah-perintah tertulis dalam Alkitab, maka kita harus menyelaraskan gagasan kita akan kasih.
Jika kita gagal melihat prinsip kasih bekerja dalam perintah-perintah tertulis dalam Alkitab, maka kita harus menyelaraskan gagasan kita akan kasih.
Dalam Perjanjian Baru, contoh tertinggi kasih dalam tindakan diberikan oleh Yesus
Kristus, Anak Allah yang dikasihi. Yesus memperlihatkan pada kita
bagaimana mengasihi mereka yang mana
masyarakat kita terlihat tidak dapat mengasihi, apakah hal itu berdasarkan pada
tindakan-tindakan mereka ( seperti para
pemungut pajak dan mereka yang tidak
bermoral dalam seksualitas) atau melalui
apa yang bukan merupakan tanggungjawabnya
( seperti para penderita kusta dan Orang-orang yang terlahir non Yahudi).
- Mereka yang dalam penderitaan hebat bukan karena dosa mereka sendiri untuk memperlihatkan belas kasihan dan kebaikan.
Markus 1:40-41
Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku." Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah engkau tahir."
- Mereka yang berbuat dosa dan yang mengenali dosa-dosa mereka, kita harus menawarkan sebuah kesempatan untuk pertobatan dan untuk memperlihatkan pada mereka belas kasih dan pengampunan yang lembut.
Matius 9:11-13
Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. adi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." ( Juga lihat Lukas 15:1-32).
- Mereka yang berdosa dan yang dengan bangganya menyangkali dosa-dosa mereka, kita harus meninggalkan mereka dalam kebutaan mereka.
Matius 10:14-15
Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu."
Yohanes 9:40-41
Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepada-Nya: "Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?" Jawab Yesus kepada mereka: "Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu."
Relevansi prinsip-prinsip ini terhadap kontroversi homoseksualitas harusnya menjadi jelas. Jika kitab suci mengajarkan bahwa tindakan-tindakan homoseksual salah, maka kita tidak dapat menutupi fakta atau menahan deklarasi kehendak moral Allah dalam soal ini, lebih daripada kita seharusnya dalam hal-hal lain. Tetapi sasaran-sasaran yang hendak dicapai sebagai orang-orang Kasih tidak boleh semata mengecam para homoseksual, tetapi mengulurkan tangan kita kepada mereka dan menawarkan mereka kasih, pengampunan, dan penyembuhan rohani dan moral yang Yesus juga telah lakukan pada kita.
Mereka yang bertindak sebagai juru-juru bicara gereja Kristen, apakah sebagai guru-guru atau penulis-penulis atau penginjil-penginjil, harus memperjelas ini ketika mereka berbicara mengenai homoseksualitas, bahwa dosa seksual pada intinya adalah sebuah masalah universal pada ras manusia. Tidak hanya semata homoseksualitas, atau bahkan paling dominan, bentuk dosa seksual dalam masyarakat kita. Karena setiap orang yang secara teratur terlibat dalam tindakan-tindakan homoseksual, ada sedikitnya lima ( dan berangkali lebih) yang secara regular terlibat dalam perzinahan atau dosa-dosa “heteroseksual” lainnya.
Sangat sukar bagi orang dewasa
manapun di Amerika saat ini, kelihatannya, dapat secara jujur mengklaim
memiliki hidup yang sepenuhnya menjauhi
hubungan seksual di luar lembaga
pernikahan. (Kadang-kadang terlihat hampir tidak ada siapapun yang bahkan
mengetahui apa makna “tidak melakukan
hubungan seksual diluar
pernikahan!). Lebih serius lagi, sebagian besar mayoritas
orang-orang yang melakukan kejahatan
seks—perkosaan, hubungan seks sedarah, dan hal semacam ini—adalah laki-laki.
Mengabaikan fakta-fakta ini ketika berurusan dengan homoseksualitas , menyembunyikan kebenaran
dalam diskusi dan menghalangi kritisme-kritisme yang berdasar atas gaya
hidup dan gerakan homoseksualitas untuk
terdengar.
Pada sisi lain, ada mereka yang percaya yang secara keseluruhan terlampau banyak
perhatian telah diberikan dalam etika-etika Kristen terhadap masalah-masalah
seksual.
Mereka
menunjukan bahwa Yesus tidak
mengatakan apapun tentang homoseksualitas, sangat sedikit mengenai seks
sama sekali, dan Yesus telah
banyak berbicara tentang ketamakan, kemunafikan, dan dosa-dosa lain yang senantiasa ada pada orang-orang paling religius di masa
itu. Bishop
Episkopal John Shelby Spong, misalnya, telah menuliskan:
Compared to the sin of idolatry, for
example, or to the ritual details of temple worship, the time spent on
homosexuality by the biblical authors is minuscule. There is not one reference
to homosexuality in any of the four Gospels. The argument from silence is not a
powerful one, but it does suggest that those who consider this “the most
heinous sin” must be terribly disturbed that our Lord appears either to have
ignored it completely or to have said so little on the subject that no part of
what he said was remembered or recorded.
[=dibandingkan dengan dosa
pemberhalaan, atau pada detail-detail
ritual kuil pemujaan, waktu
diluangkan pada homoseksualitas oleh penulis-penulis biblikal amat kecil. Tidak
ada satu rujukan pada homoseksualitas
dalam salah satu dari empat Injil. Argumen dari kesunyian bukanlah sebuah argument yang manjur, tetapi itu memang menganjurkan bahwa
mereka yang menganggap ini “ dosa yang paling jahat” pastilah menjadi sangat
terganggu luar biasa bahwa Tuhan kita muncul biak untuk mengabaikannya sepenuhnya
atau mengatakan sedemikian kecil pada
subyek dimana tidak ada bagian dari apa
yang telah dikatakan diingat atau telah dicatat. - John Shelby Spong, Living in Sin? A Bishop Rethinks
Human Sexuality (New York: HarperCollins — Harper San Francisco, 1990),
135-36.]
Meskipun pernyataan-pernyataan faktual yang diutarakan
Spong tentang kurangnya penekanan pada
homoseksualitas dalam Alkitab dan kesunyian Yesus dalam Injil-Injil pada
dasarnya memang benar, dia harus berhati-hati mendasarkan
konklusi-konklusi moral pada penekanan relatif pada porsi-porsi tertentu dalam Kitab suci.
Sebagai contoh, hanya satu dari sepuluh Perintah mengenai seks ( dua
jika anda memperhitungkan cukup menyeluruh
untuk mencakupnya, perintah ke
sepuluh yang melarang menginginkan milik orang lain), tetapi juga
hanya ada satu perintah
tentang menghormati hidup.
Bahkan jika
kita memutuskan bahwa
perintah jangan membunuh adalah lebih penting
daripada perintah yang melarang perzinahan (
atau, katakanlah, bersaksi palsu), semua ini membawa otoritas ilahi yang
sama. Allah hanya harus berkata “tidak” sekali untuk sesuatu yang memang salah!
Meskipun memang benar bahwa Yesus tidak pernah menyebutkan homoseksualitas dalam Injil-Injil, kesunyian ini tidak “menganjurkan” apapun kecuali, berangkali, bahwa subyek ini bukanlah isu kontroversial antara Yesus dan para pemimpin Yahudi—yang akan menyiratkan, pada gilirannya, bahwa dia telah setuju dengan penilaian mereka bahwa tindakan homoseksual adalah berdosa.
"Hubungan seks dengan anak dibawah umur" |
Karena alasan
yang sama ini, Injil-Injil tidak mencatat Yesus mengomentari keberdosaan
mempersembahkankan anak sebagai korban,
hubungan seks dengan binatang,
hubungan seks dengan anak –dibawah umur,dan
berbagai variasi perilaku seksual
lainnya.
Orang akan mempertanyakan
Spong ini memiliki validitas apapun untuk berpikiran bahwa karena
Yesus tidak berkata apapun tentang hubungan seks dengan binatang,
hubungan jenis ini tidak sama sekali sebuah dosa yang mengerikan!
Bahwa Yesus telah memandang dosa
seksual sebagai sebuah masalah serius telah dinyatakan jelas oleh fakta bahwa dua dari 6 subyek dalam koreksi Yesus
atas etika Farisi dalam Khotbah Bukit ( Matius 5:21-49) bertalian dengan
hubungan pernikahan ( Matius 5:27-32; bandingkan dengan Matius 19:3-12).
- Matius 5:27-32
Kamu telah mendengar firman: Jangan
berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di
dalam hatinya. Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan
buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa,
dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu
yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik
bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk
neraka. Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi
surat cerai kepadanya. Tetapi Aku
berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah,
ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang
diceraikan, ia berbuat zinah.
Dalam banyak kasus, protes Spong , bahwa homoseksualitas mungkin tidak seberbahaya seperti yang dipikirkan “orang-orang Kristen pemercaya Alkitab” bukanlah pernyataan yang tulus, karena dia berpikir homoseksual bukan dosa sama sekali.
Paulus mengulas lebih kerap dibandingkan dengan Yesus ( menilainya pada Injil-Injil) dengan isu-isu terkait dengan seksualitas:
Dalam banyak kasus, protes Spong , bahwa homoseksualitas mungkin tidak seberbahaya seperti yang dipikirkan “orang-orang Kristen pemercaya Alkitab” bukanlah pernyataan yang tulus, karena dia berpikir homoseksual bukan dosa sama sekali.
Paulus mengulas lebih kerap dibandingkan dengan Yesus ( menilainya pada Injil-Injil) dengan isu-isu terkait dengan seksualitas:
- Roma 1:24-27
Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan
kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka. Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah
dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang
harus dipuji selama-lamanya, amin. Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada
hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka
menggantikan persetubuhan
yang wajar dengan yang tak
wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan
persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang
terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki,
dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk
kesesatan mereka.
- Roma 2:22
Engkau yang berkata: "Jangan
berzinah," mengapa engkau sendiri berzinah? Engkau yang jijik akan
segala berhala, mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala?
- Roma 13:9,13-14
Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri,
jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman
ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!... Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada
siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan
hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan
Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu
untuk memuaskan keinginannya.
- Galatia 5:19
Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu,
- Efesus 4:19
Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri
kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.
- Efesus 5:3-5
Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut
sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. Demikian juga perkataan yang kotor, yang
kosong atau yang sembrono--karena hal-hal ini tidak pantas--tetapi sebaliknya
ucapkanlah syukur. Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang
cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di
dalam Kerajaan Kristus dan Allah.
- Kolose 3:5
Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi,
yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang
sama dengan penyembahan berhala,
- 1 Tesalonika 4:3-5
Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi
percabulan, upaya kamu masing-masing
mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri dan hidup di dalam
pengudusan dan penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang
dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah,
- 1 Korintus 5:1-13; 6:9-7:40.
Sementara rujukan-rujukan ini cukup banyak untuk memperlihatkan bahwa Paulus berpendapat masalah ini sama pentingnya, semuanya ini tidak mendominasi pengajaran etikanya hingga pada sebuah derajat bahwa dia dapat dituding menjadi obsesif dengan masalah-masalah seksual. Sejauh dia menyampaikannya dimana Paulus memberikan lebih banyak perhatian ketimbang apa yang telah dilakukan Yesus, alasannya berangkali bahwa orang-orang Non Yahudi yang telah menjadi percaya secara khusus lemah didalam area ini.
Ini mungkin menjadi hal yang diyakini dimana para penganjur gaya hidup homoseksualitas akan begitu saja menolak pengajaran Alkitab pada soal bahwa ini tidak diajarkan. Meskipun memang benar, pada faktanya banyak orang-orang homoseksual dan orang-orang lain yang mempertahankan klaim gaya hidup mereka bahwa Alkitab tidak memberikan pengecaman homoseksualitas sebenderang orang-orang Kristen pada umumnya mengklaim.
Memang benar, ada sebuah komunitas signifikan hari ini yang mengku orang-orang Kristen—beberapa bahkan menganggap diri mereka sebagai Injili— yang secara terbuka mengaku sebagai orang-orang bergaya hidup homoseksualitas. Kita, kemudian, tidak dapat semata mengasumsikan pemahaman kita atas Alkitab pada pertanyaan ini, tetapi harus bersiap untuk memperlihatkan apa yang sesungguhnya Alkitab katakana mengenai homoseksualitas dan untuk menjawab argumen-argumen yang digunakan untuk melawan interpretasi tradisional pengajaran Alkitab.
Bersambung ke Bagian 2: Apa yang Alkitab Katakan
All That Heaven Allows: Homosexuality and the Meaning of Love |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment