Oleh :Dr. Kenneth Boa
Semua Yang Surga
Perbolehkan: Homoseksualitas dan Makna Kasih (Cinta)
IMAMAT
DAN KEKEJIAN-KEKEJIAN
Sejauh ini, nas-nas Alkitab paling sukar terkait dengan homoseksualitas, memberikan penjelasan larangan-larangan kategorial/telak pada perbuatan-perbuatan homoseksual dalam Imamat 18:22 dan 20:13.
Imamat 18:22 Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.
Imamat 20:13 Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.
Sebagaimana dikemukakan J. Gordon Melton, ayat-ayat ini telah terbukti paling sukar untuk direinterpretasikan”[J. Gordon Melton, The Churches Speak On : Homosexuality; Official Statements from Religious Bodies and Ecumenical Organizations ( Detroit: Gale Research, 1991),xxii.]. Kedua teks ini melarang orang laki-laki untuk terlibat dalam aktivitas seksual dengan laki-laki , dan label untuk aktivitas seperti ini adalah sebuah “kekejian.” Hampir semua penulis yang membela homoseksualitas mengakui bahwa teks-teks ini mengecam tindakan-tindakan seks sejenis, tetapi berupaya untuk memperlihatkan bahwa teks-teks ini merefleksikan situasi kuno secara budaya dan karenanya tidak lagi berlaku pada masa kini.
Kesukaran
mendasar yang dihadapi dengan penjelasan
teks-teks Imamat semacam ini adalah: bahwa deskripsi perbuatan
homoseksual sebagai sebuah “kekejian” adalah dalam konteks merujuk pada evaluasi atau penilaian Allah atas
perbuatan-perbuatan homoseksual. Yaitu, Imamat menyatakan bahwa Allah sendiri
menyatakan praktek-praktek semacam ini
dapat dikatakan kekejian, dan menjadi dasar
perbuatan-perbuatan homoseksual secara kuat dilarang.
Dua strategi yang sama sekali berlawanan telah
digunakan untuk mendiskreditkan larangan-larangan ini sebagai absolut-absolut moral. Pada satu sisi, ini
telah dinyatakan bahwa Imamat sedang
menggambarkan homoseksualitas sebagai tindakan pelanggaran bagi orang-orang Israel, dan
tidak harus bagi Allah. Pada sisi lainnya,
telah dinyatakan bahwa Imamat
menggambarkan homoseksualitas sebagai sebuah kekejian bagi Allah hanya karena
sejumlah asosiasi-asosiasi religious atau ritual dimana
perbuatan-perbuatan seks sejenis ada
dalam masyarakat Israel kuno. Konteks ayat-ayat tersebut menyingkirkan kedua
interpretasi tersebut. Segera setelah melarang para laki-laki
untuk tidur dengan laki-laki lain dan mengatakan, “itu adalah sebuah
kekejian” (Imamat 18:22), Allah memperingatkan orang-orang Israel
bahwa mereka :
jangan melakukan sesuatupun dari
segala kekejian itu…karena segala kekejian itu telah dilakukan oleh penghuni
negeri yang sebelum kamu, sehingga negeri itu sudah menjadi najis…Karena setiap
orang yang melakukan sesuatupun dari segala kekejian itu, orang itu harus
dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya.
Dengan demikian kamu harus tetap berpegang pada kewajibanmu terhadap
Aku, dan jangan kamu melakukan sesuatu dari kebiasaan yang keji itu, yang
dilakukan sebelum kamu, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan semuanya
itu; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 18:26-30).
Beberapa poin harus diperhatikan disini:
Paling pertama, ini adalah Allah sedang berbicara. Sehingga nas ini adalah sebuah ekspresi penghukuman Allah atas homoseksual dan perbuatan-perbuatan lainnya, bukan penghukuman orang-orang Israel atas perbuatan-perbuatan homoseksual.
Kedua, apa yang Allah sebut perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kejijikan dikatakan menjadi kebiasaan di Kanaan. Implikasi jelas adalah bahwa orang-orang Kanaan, setidaknya, tidak melihat perilaku-perilaku homoseksual sebagai yang dapat dinilai kekejian. Jadi tes moralitas seksual bukan bagaimana itu memberikan impresi bagi kita, tetapi sebaliknya bagaimana homoseksual memberikan impresi bagi Allah.
Ketiga, dua kali dalam ayat ini penggambaran tindakan homoseksual sebagai “ kekejian-kekejian” dikaitkan dengan tanah/negeri dan orang-orangnya menjadi “najis.” Kenajisan adalah sebuah konsep religius, bukan konsep yang bersifat sosioligis. Poinnya kembali adalah : bahwa perbuatan perbuatan ini adalah sebuah pelanggaran bagi Allah, tak peduli apakah tindakan tersebut merupakan pelanggaran atau bukan bagi manusia.
Keempat, rujukan bagi kenajisan telah diambil untuk membuktikan teori homoseksualitas menjadi dikecam hanya dalam konteks sejumlah ritual atau seremonial. Tetapi ini tidak akan bekerja. Karena satu hal, tidak ada dikatakan untuk mengindikasikan bahwa sebuah asosiasi ritual pagan bahkan menjadi bagian rasionalisasi untuk pelarangan. Disamping itu, perbuatan-perbuatan seks antara para laki-laki dan para perempuan telah juga (memang benar, jauh lebih umum) menjadi bagian dari ritual-ritual pagan. Ini tidak masuk akal bagi bahasa yang menspesifikasikan tindakan-tindakan seks sejenis digunakan jika problem yang benar-benar sedang dibidik tidak dibatasi pada perbuatan-perbuatan semacam itu. Lebih jauh lagi, para penganut pagan telah mempraktekan homoseksualitas baik dalam acara-acara ritual dan diluar ritual-ritual. Karena pembedaan semacam ini akan menjadi biasa/tidak aneh dalam budaya tersebut, tidak ada dasar mengapa Imamat mungkin tidak membolehkan homoseksual untuk perbuatan-perbuatan homoseksual yang non ritual, jika perbuatan homoseksualitas dianggap dibolehkan secara moral. Dalam kasus manapun, perbuatan-perbuatan homoseksual itu telah dikecam disini untuk alasan-alasan yang tidak berkaitan dengan ritual-ritual pagan adalah jelas dalam konteks yang lebih besar dalam bab ini. Ini bukan sekedar homoseksualitas, tetapi semua perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam bab ini, yang dinilai kekejian ( seperti ayat 26-30 katakan); semua perbuatan ini mencakup sebagai berikut (Imamat 18):
- Incest (ayat 6-18). Secara khusus, Imamat 18 melarang hubungan seks dengan orang tua atau anak-anak, saudara kandung, dan hubungan kekerabatan dekat lainnya. ( Perhatikan bahwa “menyingkapkan ketelanjangan/aurat” kerabatnya tidak bermakna hanya melihat mereka telanjang, tetapi adalah eufemisme/pelembutan untuk intimasi seksual.) Larangan-larangan disini adalah secara umum dan kategorial/telak sebagaimana memang dapat diperlakukan demikian. Semua perbuatan seksual yang dilarang, terlepas bagaimana dua orang yang terlibat memiliki rasa suka satu sama lain, atau seberapa tua atau muda mereka. Dengan meluaskannya, larangan-larangan ini telah diluaskan untuk melarang pernikahan-pernikahan antara kerabat dekat dalam cara-cara yang disebutkan. Secara nyata, larangan-larangan ini tidak berkaitan dengan ritual tabu.
- Meniduri seorang perempuan saat masa haid/menstruasi (ayat 19). Ini tidak mungkin bahwa ayat ini merujuk pada seks antara seorang suami dan isteri selama masa menstruasinya, seperti Spong dan orang-orang lain asumsikan[Spong, Living in Sing,145-146]. Sejumlah bab terdahulu, perbuatan semacam ini dianggap sebagai membuat si laki-laki secara ritual najis selama 7 hari ( Imamat 15:24). Namun, disini (membandingkan dengan Imamat 18 ayat 29), dan secara eksplisit dalam teks terkait ( Imamat 20:18), perbuatan semacam ini dapat dihukum dengan kematian. Jadi, perbuatan ini, disini, harus dipandang berbeda dari tindakan dalam Imamat 15 dan harus dipandang sebagai sebuah jenis pelanggaran yang lebih serius. Karena itulah hampir tidak mungkin bahwa perbuatan terlarang disini adalah perbuatan yang terjadi antara person-person yang tidak menikah, dan berangkali perbuatan yang mana si laki-laki telah meniduri perempuan itu ( karena si perempuan tidak terlihat tidak memungkinkan untuk melakukannya pada masa itu). Kita oleh karena itu , disini, tidak berurusan dengan sebuah soal ritual terkait kemurnian/kekudusan, tetapi moralitas.
- Perzinahan (ayat 20). Perhatikan bahwa perbuatan ini juga dikatakan menajiskan. Tidak ada penyangkalan bahwa ini merujuk pada sebuah kesepakatan tindakan seksual. Lebih lagi, deskripsi umum semua perbuatan-perbuatan ini sebagai menjijikan bagi Allah ( ayat 26-30) memperlihatkan bahwa Allah memutuskan secara cermat perzinahan heteroseksual adalah menjijikan, juga, dan bukan semata perbuatan-perbuatan homoseksual. Para pezinah dalam gereja ( dan ada banyak pezinah dalam gereja) yang secara terbuka mengecam homoseksualitas sebagai sebuah kekejian tetapi menolak bertobat atas dosa-dosa perzinahan mereka adalah para hipokrit atau orang-orang munafik. Walaupun, orang-orang munafik ini masih benar dalam pandangannya atas homoseksualitas,. Masalah dengan orang munafik ini secara umum bukan bahwa dia salah tentang hal-hal lain, tetapi dia bersalah mengenai dirinya sendiri (bandingkan dengan Matius 23).
Child Sacrifice: photo by Marco Vernaschi Credit: orijinculture |
-
Mempersembahkan anak sebagai korban (ayat21). Saya
berpikir adalah aman untuk mengasumsikan kita semua tahu ini adalah sebuah
pelanggaran bagi Allah;
jika kita memiliki keraguan sedikit saja, perbuatan semacam ini dikatakan
disini “ Menghina/mencemarkan nama Allahmu.” Ini adalah satu dosa yang dikecam
dalam Imamat 18 yang secara gambling bukan
bersifat seksual, walaupun nyatanya mempersembahkan anak sebagai korban kepada
Molokh merupakan bagian dari ritual-ritual pagan yang meliputi amoralitas
seksual juga ( bandingkan dengan Imamat
20:4-5).
Ini juga satu larangan yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan yang secara jelas telah berlangsung dalam sebuah konteks pagan—tetapi sangat mungkin tidak seorangpun siap untuk berkata bahwa mempersembahkan anak sebagai korban telah dikecam hanya ketika anak-anak dikorbankan untuk tuhan yang salah! Pastilah perlakuan kejam yang menakutkan pada anak-anak itu sendiri menjadi dikecam. Mungkinkah diperbolehkan untuk membunuh anak-anak pada saat ini, selama itu bukan merupakan ritual pagan?( Ayo pikirkanlah hal itu, ini sedang terjadi saat ini—itu disebut aborsi.)
- Perbuatan-perbuatan Homoseksual (ayat22), Ini adalah perbuatan-perbuata yang sedang dipelajari.
- Berhubungan seks dengan binatang (ayat23). Perbuatan ini digambarkan sebagai sebuah “perbuatan menyimpang,” sebuah istilah yang berkonotasi bahwa perbuatan ini pada dasarnya tidak wajar.
Jelas dari penyelidikan semua perbuatan-perbuatan
terlarang dalam Imamat 18, bahwa semuanya dikecam sebagai amoral secara kategorial atau secara telak.
Istilah “kekejian” dalam konteks ini secara jelas bermakna sesuatu yang secara khusus melanggar didalam
pandangan Allah. Inilah kebenaran pada kata “kekejian” secara umum. Jika kita membuat daftar perbuatan-perbuatan
melanggar yang ada di kitab
Ulangan, sebagai contoh, label-label “kekejian,” menjadi jelas bahwa
adalah tidak mungkin untuk mengecualikan sebuah kekuatan moral pada istilah
tersebut, entah dengan membatasinya menjadi sebuah deskripsi bagaimana
orang-orang Israel menilai praktek-praktek ini atau memahaminya untuk
menunjuk hanya pada sebuah ritual najis [Pendekatan yang belakangan diupayakan
oleh John Boswell, Christianity, Social Tolerance, and Homosexuality: Gay
People in Western Europe from the Beginning of the Christian Era to the
Fourteenth Century ( Chicago:University of Chicago Press, 1980), 100.].
Pelanggaran-pelanggaran ini kadang secara spesifik disebut “sebuah
kekejian terhadap Tuhan,” pada kesempatan lain hanya disebut “ sebuah kekejian”
:
- Menyembah patung-patung berhala (pemberhalaan) ( Ulangan 7:25-26; 13:13-14; 17:4; 27:15; 32:16-17)
- Mempersembahkan korban anak ( Ulangan 12:31)
- Memberikan hewan persembahan yang cacat /bercela ( Ulangan 17:1)
- Praktek-praktek Okultisme—ramalan, sihir, nekromansi (berbicara dengan roh orang mati) Ulangan 18:9-12
- Laki-laki berpakaian perempuan dan sebaliknya ( Ulangan 22:5)
- Mempersembahkan upah pelacuran ( Ulangan 23:17-18)
- Bercerai dan menikahi kembali perempuan yang kembali ke suami pertama ( Ulangan 24:4)
- Menggunakan timbangan-timbangan dan ukuran-ukuran berbeda, yaitu menipu ( Ulangan 25:13-16)
Bersambung ke Bagian 5
All That Heaven Allows: Homosexuality and the Meaning of Love |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment