Oleh : Bob Deffinbaugh, Th.M
Pengantar
Pada tahun 167 SM, pasukan Antiochus menghentikan semua bentuk persembahan korban-korban Yahudi. Rakyat Yerusalem, dibawah kepemimpinan Mattathias, memberontak dan kemudian melarikan diri ke gurun. Tempat persembunyian mereka kemudian segera diketahui, dan pasukan-pasukan pemburu menuntut agar mereka bertobat dan menyerahkan diri.
Orang-orang
Yahudi menolak untuk menyerah, tetapi mereka juga menolak untuk melakukan
perlawanan karena saat itu adalah hari Sabat. Mereka tidak memblokade jalan-jalan masuk
kedalam gua-gua mereka atau melakukan
perlawanan dalam bentuk apapun. Kira-kira 1000 pria, wanita, dan anak-anak
meninggal tanpa perlawanan, karena mereka menganggap hari Sabat adalah kudus [“Man for Sabbath
or Sabbath for Man?” William L. Coleman, Eternity, September, 1977, hal.
58.]
Kematian 1000 orang merupakan hasil dari keyakinan sepenuh hati bahwa Sabat tidak boleh dilanggar. Walaupun peristiwa telah terjadi hampir dua abad lampau sebelum penyembuhan orang buta yang dicatat dalam Yohanes bab 9, peristiwa itu memberikan sebuah rasa tentang intensitas keyakinan akan orang-orang Yahudi yang bersungguh-sungguh pada apa yang diyakininya bahwa Sabat tidak dapat dilanggar. Sebagaimana faktanya rentang waktu antara hari-hari Mathias dan Kristus tidak melemahkan keyakinan ini, tetapi memperkuatnya.
Kematian 1000 orang merupakan hasil dari keyakinan sepenuh hati bahwa Sabat tidak boleh dilanggar. Walaupun peristiwa telah terjadi hampir dua abad lampau sebelum penyembuhan orang buta yang dicatat dalam Yohanes bab 9, peristiwa itu memberikan sebuah rasa tentang intensitas keyakinan akan orang-orang Yahudi yang bersungguh-sungguh pada apa yang diyakininya bahwa Sabat tidak dapat dilanggar. Sebagaimana faktanya rentang waktu antara hari-hari Mathias dan Kristus tidak melemahkan keyakinan ini, tetapi memperkuatnya.
Kelompok yang secara khusus berupaya untuk melindungi Sabat adalah orang-orang Farisi. Menyadari begitu banyak kekuatan-kekuatan pagan yang bekerja merusakan kemurnian iman Yahudi, orang-orang Farisi mengembankan pada diri mereka sendiri tugas untuk menjaga kemurnian Judaisme dari pengaruh asing dan pagan. Sebagai akibatnya, orang-orang Farisi adalah masyarakat yang seperatis ( kata Farisi berarti terpisah). Pada mulanya bermotifasi saleh dan baik, sekte ini semakin lama menjadi semakin kaku dan legalistik. Isu sentral Farisi adalah mempertahankan Sabat.
Talmud Yerusalem berisi 64 halaman, dan Talmud Babilonia berisi 156 halaman, dua kali lebih banyak, dengan peraturan-peraturan pada pelaksanaan Sabat [Ibid. hal. 59.]
Kaum Farisi telah berhasil mengubah peristirahatan Sabat menjadi sebuah beban, ketimbang sebuah berkat.
“Para ahli taurat membuat sebuah daftar yang berisikan empat puluh perbuatan atau tindakan terlarang untuk dilakukan pada hari Sabat , dengan satu yang disimpan (tidak diberlakukan), yang satu ini jika dilanggar dalam pengetahuannya, membuat si pelanggar layak dikenakan hukuman rajam, dan jika dilakukan tidak dalam cara yang sepenuh hati harus mempersembahkan korban penghapus dosa berat. Tiga puluh sembilan perbuatan atau tindakan yang dilarang tersebut dalam bahasa teknis para legalis disebut “larangan induk/ bapak,” dan sub-sub bagian dari perbuatan yang dilarang, turunannya disebut “ turunan-turunan”[ E. M. Blaiklock,, The Acts of the Apostles (Grand Rapids: Eerdmans, 1959), hal. 38.].
Sebagai
contoh, membajak adalah sebuah “bapak” (maksudnya perbuatan utama) yang
dilarang pada Sabat. Menggali adalah sebuah “turunan.” Menyeret sebuah kursi
diatas tanah dapat mengakibatkan semacam
alur, dan oleh karena itu perbuatan atau pekerjaan ini dilarang, tetapi
menarik sebuah kursi diatas sebuah permukaan yang keras diperbolehkan. Contoh
lain perbuatan atau pekerjaan yang
merupakan jenis perbuatan utama (bapak)
yang dilarang adalah membawa sebuah muatan, dan larangan ini disertai
dengan sekelompok “keturunan-keturunan.” Menggunakan sebuah
pakaian yang tidak diperlukan dilarang. Seorang penjahit pakaian harus meninggalkan jarum dan perajutnya di
rumah, dan seorang juru tulis harus meninggalkan alat tulisnya. Satu soal yang
menyebabkan sebuah diskusi penting besar adalah apa yang dapat dilakukan
seseorang jika rumahnya mengalami musibah kebakaran pada hari Sabat. Tidak ada yang dapat dibawa
kecuali pakaian, jika pakaian utama ditutupi satu lapis pakaian lainnya pada saat
yang bersamaan, garmen yang dapat dikenakan pada bagian luar, maka itu harus
dilepaskan, dan kemudian orang tersebut
dapat kembali lagi kedalam rumah untuk
menggunakan (mengambil) pakaian lainnya [Ibid]. Orang sekitar pasti akan datang untuk
mengamati pertunjukan ini ketiak rumah
orang Yahudi yang tulus itu musnah terbakar!
Walaupun
kita hanya memiliki sedikit saja informasi tentang hal ini
pada permukaannya, anda dapat dengan mudah melihat, mengapa Yesus memandang
peraturan kaum Farisi sebagai beban yang berat pada orang-orang Yahudi (bandingkan dengan Matius 11:28-30; 23:1-4). Mereka yang
terlatih dalam Hukum juga piawai dalam
merancang cara-cara untuk melepaskan diri dari peraturan-peraturan yang
amat ketat, yang mereka buat sendiri [“Fitur terburuk
dari peraruran yang mereka buat adalah
manakala pembuatan aturan-aturan yang begitu banyak terbukti tidak
mungkin terlaksana, maka dalih-dalih kasuistik dirancang oleh para pakar legal
yang sama, sebagai sarana-sarana untuk mengloloskan diri yang dengan sarana
semacam ini mereka dan orang lain dapat menghindari peraturan-peraturan mereka
sendiri. Sebuah fiksi yang bermanfaat, disebut “Koneksi.” Sebuah perjalanan
Sabat adalah 2000 hasta keluar kota; tetapi anggaplah seseorang ingin pergi
lebih jauh dari itu pada hari Sabat. Pada hari Jumat dia dapat melakukan
perjalanan ke perbatasan dan menyiapkan cadangan makanan sebanyak dua menu. Pada
titik ini maka secara tehnik telah
menjadi kediamannya, dan pada hari Sabat dia dapat melakukan perjalanan ke
rumahnya ini, dan selanjutnya dilakukan demikian. Atau mengutip contoh yang lain, adalah melanggar hukum pada
siang di hari Sabat untuk membawa apapun
dari satu rumah ke rumah lainnya. Tetapi misal saja beberapa rumah terlihat ada
dalam satu halaman atau satu kawasan. Maka warga yang
ada dalam satu kawasan tersebut
hanya perlu menyiapkan sedikit makanan disini pada hari Jumat, dan
seluruh area itu dianggap sebagai satu rumah pada hari Sabat, semua tetangga di
kawasan ini dapat saling mengunjungi/berpergian dengan apapun yang mereka
inginkan. Metode efektif lainya yang dirancang oleh para ahli hukum untuk menghindari regulasi-regulasi pelaksanaan Sabat adalah apa yang dikenal sebagai “maksud.” Sebagai contoh, adalah melanggar hukum untuk memakan sebuah telur
yang secara sembrono telah disajikan
pada hari Sabat. Tetapi jika seseorang telah menyatakan sebelumnya bahwa ayam petelur itu
telah dimaksudkan untuk menu makanan, telur itu menjadi sah, sebagai sesuatu yang keluar dari ayam betina
yang telah ditentukan untuk dimasak.” E. M. Blaiklock, Acts, p. 39.]. Terburuk
dari semuanya, tradisi-tradisi Farisi telah disangkutpautkan dengan Hukum Perjanjian Lama sehingga melanggar
tradisi-tradisi ini dipandang sebagai melanggar Hukum Tuhan.
Latar belakang semacam inilah yang melingkupi penyembuhan orang buta sebagaimana dicatat dalam Injil Yohanes bab Sembilan. Sebagai akibat dari mujizat ini, ada sebuah benturan langsung lainnya antara kaum Farisi dengan Yesus Kristus. Dari kisah ini, kita belajar tentang sebuah kebutaan yang lebih berbahaya dan menghancurkan daripada semata kehilangan penglihatan jasmaniah. Disini kita mendapatkan orang buta itu diberikan penglihatan dan orang yang dapat melihat dibutakan.
Latar belakang semacam inilah yang melingkupi penyembuhan orang buta sebagaimana dicatat dalam Injil Yohanes bab Sembilan. Sebagai akibat dari mujizat ini, ada sebuah benturan langsung lainnya antara kaum Farisi dengan Yesus Kristus. Dari kisah ini, kita belajar tentang sebuah kebutaan yang lebih berbahaya dan menghancurkan daripada semata kehilangan penglihatan jasmaniah. Disini kita mendapatkan orang buta itu diberikan penglihatan dan orang yang dapat melihat dibutakan.
Orang Buta Menerima Penglihatannya
(Yohanes 9:1-12)
Pada Yohanes bab 8, Yesus Kristus mengalami sebuah konfrontasi besar dengan orang-orang Farisi. Yesus secara terbuka telah mengklaim adalah Tuhan (bandingkan dengan ayat 58) dan sebagai akibatnya, orang-orang Farisi berupaya melempari Yesus dengan batu.
Menyembunyikan diri-Nya dari kejaran , Yesus meninggalkan bait suci. Adalah mungkin bahwa perjumpaan Yesus Kristus dengan orang buta ini telah terjadi ketika Dia sedang meninggalkan bait suci [“Hubungan antara penutup bab sebelumnya dan pembuka bab ini terlihat amat erat, yaitu dengan tepat menyimpulkan bahwa semua telah terjadi dalam satu hari, dan itu adalah sebuah hari Sabat (ayat 14).Tetapi pelanggaran yang mana pada penutup-penutup bab sebelumnya, dan ketenangan yang menjadi pembuka bab ini, menunjukan sesuatu yang agak meragukan. Pada semua peristiwa, transaksi-transaksi pada kedua bab tidak dapat jauh terpisah dalam hal waktu.” David Brown, The Four Gospels (Carlisle, Pennsylvania: The Banner of Truth Trust, Reprint, 1976), hal. 407.]. Selagi Yesus bergerak meninggalkan tempat, Dia memperhatikan seseorang yang buta. Tidak ada petunjuk bahwa orang buta ini berteriak kepada Yesus, atau tidak ada seorangpun yang menarik perhatian Yesus pada orang buta ini. Faktanya, hal sebaliknyalah yang nampaknya terjadi dalam kasus ini. Sejak permulaan hingga akhir, pemulihan orang ini adalah sebuah penyembuhan dengan inisiatif yang datang dari Tuhan Yesus.
(Yohanes 9:1-12)
Pada Yohanes bab 8, Yesus Kristus mengalami sebuah konfrontasi besar dengan orang-orang Farisi. Yesus secara terbuka telah mengklaim adalah Tuhan (bandingkan dengan ayat 58) dan sebagai akibatnya, orang-orang Farisi berupaya melempari Yesus dengan batu.
Menyembunyikan diri-Nya dari kejaran , Yesus meninggalkan bait suci. Adalah mungkin bahwa perjumpaan Yesus Kristus dengan orang buta ini telah terjadi ketika Dia sedang meninggalkan bait suci [“Hubungan antara penutup bab sebelumnya dan pembuka bab ini terlihat amat erat, yaitu dengan tepat menyimpulkan bahwa semua telah terjadi dalam satu hari, dan itu adalah sebuah hari Sabat (ayat 14).Tetapi pelanggaran yang mana pada penutup-penutup bab sebelumnya, dan ketenangan yang menjadi pembuka bab ini, menunjukan sesuatu yang agak meragukan. Pada semua peristiwa, transaksi-transaksi pada kedua bab tidak dapat jauh terpisah dalam hal waktu.” David Brown, The Four Gospels (Carlisle, Pennsylvania: The Banner of Truth Trust, Reprint, 1976), hal. 407.]. Selagi Yesus bergerak meninggalkan tempat, Dia memperhatikan seseorang yang buta. Tidak ada petunjuk bahwa orang buta ini berteriak kepada Yesus, atau tidak ada seorangpun yang menarik perhatian Yesus pada orang buta ini. Faktanya, hal sebaliknyalah yang nampaknya terjadi dalam kasus ini. Sejak permulaan hingga akhir, pemulihan orang ini adalah sebuah penyembuhan dengan inisiatif yang datang dari Tuhan Yesus.
Ketika para
murid mempelajari bahwa orang ini telah buta sejak lahir, mereka masuk kedalam
sebuah diskusi filospis, bertanya kepada Yesus, “siapakah yang berbuat dosa,
orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"(ayat2).
Para murid tidak salah dalam membuat hubungan antara dosa dan penderitaan
manusia, sebab semua penderitaan adalah
akibat kejatuhan manusia (bandingkan dengan Kejadian 3:16 dan seterusnya).
Lebih lanjut, sakit penyakit terkadang merupakan akibat langsung dari dosa
dalam kehidupan seseorang ( Imamat 26:16; Ulangan 28:22; 1 Korintus 11:30;
Yakobus 5:15). Dosa-dosa orang tua juga dapat berdampak pada anak-anak mereka (
Keluaran 20:5). Tetapi keragu-raguan para murid
telah merefleksikan pemikiran sezaman mereka, ketika mereka secara
terburu-buru berkesimpulan bahwa dosa seseorang telah menyebabkan kebutaan ini.
Sebagaimana R. Ammi menuliskan: ”Tidak
ada kematian tanpa dosa, dan tidak ada
penderitaan tanpa ketidakadilan”[
R. Ammi, Shab. 55a (Soncino edn., hal. 255), sebagaimana dikutip oleh Leon Morris, The Gospel According to John
(Grand Rapids: Eerdmans, 1971), hal. 478.]
Bagi orang
Yahudi, penderitaan yang hebat tidak dapat dianggap sebagai bagian dari dosa
yang besar. Respon Yesus mengejutkan para muridnya untuk kembali kepada
kenyataan ketika Yesus menjawab,” Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi
karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia” (Yohanes 9:3).
Melalui pernyataan Yesus ini, Tuhan kita tidak sedang memaksudkan bahwa orang ini dan orang tuanya tanpa dosa, karena “Semua orang telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Tuhan” (Roma 3:23). Yesus dengan jelas menyatakan bahwa adalah maksud Tuhan bahwa orang ini mengalami kebutaan, bahkan sejak kelahirannya. Ketimbang menekankan pada pertimbangan-pertimbangan manusia untuk menjelaskan penderitaan orang ini, Yesus mengalihkan perhatian para murid kepada maksud ilahi, agar “pekerjaan-pekerjaan Tuhan dapat diperlihatkan didalam dia” (ayat3). Kita akan mengatakan lebih lanjut mengenai penderitaan didalam kehendak Tuhan nanti, tetapi respon Yesus terhadap pertanyaan para murid lebih diarahkan terhadap sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka ketimbang pada instruksi yang bersifat doktrin. Murid-murid seperti halnya kebanyakan kita, cenderung berfilosofi tentang penderitaan manusia daripada melakukan tindakan aktif atau nyata terhadap penderitaan yang dialami manusia. Yesus tidak punya waktu untuk melakukan penyelidikan secara spesifik pada apakah penyebab penderitaan orang ini. Waktu sudah larut; waktu-Nya terbatas. Mereka harus mengerjakan pekerjaan Tuhan selagi ada kesempatan (bandingkan dengan ayat 4).
Melalui pernyataan Yesus ini, Tuhan kita tidak sedang memaksudkan bahwa orang ini dan orang tuanya tanpa dosa, karena “Semua orang telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Tuhan” (Roma 3:23). Yesus dengan jelas menyatakan bahwa adalah maksud Tuhan bahwa orang ini mengalami kebutaan, bahkan sejak kelahirannya. Ketimbang menekankan pada pertimbangan-pertimbangan manusia untuk menjelaskan penderitaan orang ini, Yesus mengalihkan perhatian para murid kepada maksud ilahi, agar “pekerjaan-pekerjaan Tuhan dapat diperlihatkan didalam dia” (ayat3). Kita akan mengatakan lebih lanjut mengenai penderitaan didalam kehendak Tuhan nanti, tetapi respon Yesus terhadap pertanyaan para murid lebih diarahkan terhadap sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka ketimbang pada instruksi yang bersifat doktrin. Murid-murid seperti halnya kebanyakan kita, cenderung berfilosofi tentang penderitaan manusia daripada melakukan tindakan aktif atau nyata terhadap penderitaan yang dialami manusia. Yesus tidak punya waktu untuk melakukan penyelidikan secara spesifik pada apakah penyebab penderitaan orang ini. Waktu sudah larut; waktu-Nya terbatas. Mereka harus mengerjakan pekerjaan Tuhan selagi ada kesempatan (bandingkan dengan ayat 4).
Persis sebelum kisah penyembuhan orang ini, Yesus membuat pernyataan ini : “Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia" (Yohanes 9:5). Perkataan Yesus ini untuk menegakkan sebuah hubungan yang jelas antara penyembuhan orang buta ini dan klaim-Nya bahwa Dia adalah “terang dunia” (Yoh 18:12; bandingkan dengan Yohanes 1:4; 12:46). Apa yang Yesus klaim sebelumnya, sekarang Dia pertunjukan melalui mujizat ini.
Selanjutnya : Orang Buta Yang TelahSembuh Diberi Kesempatan UntukMemberikan Penjelasan
The Light of the World (John 9:1-41) | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment