Bacalah terlebih dahulu bagian 1 di sini dan bagian 2 di sini
Oleh : J. Hampton Keathley, III, Th.M
Pemeriksa atau Hakim di Bema
Tidak lain dan tidak bukan Tuhan Yesus yang menjadi Hakim bahkan saat ini sedang memeriksa kehidupan-kehidupan kita dan akan memberikan terang kebenaran akan natur perjalanan dan apa yang kita kerjakan ketika kita berdiri dihadapan-Nya di Bema ( Wahyu 1-2; 1 Korintrus 4:5 dan seterusnya; 2 Korintus 5:10; 1 Yohanes 2:28). Dalam Roma 14:10 rasul Paulus menyebut hal ini sebagai saat pemeriksaan Bema Tuhan sementara dalam 2 Korintus 5:10, dia menyebutnya Bema Kristus. Poinnya: Yesus yang adalah Tuhan adalah pemeriksa kita dan pemberi upah.
Tujuan dan Basis Bema
Tujuan dan basis merupakan isu yang paling kritikal dari semua isu yang ada dan membawa kita untuk berhadap-hadapan dengan aspek-aspek praktis dari Bema. Sejumlah pertanyaan-pertanyaan krusial adalah : Mengapakah kita dibawa kehadapan Bema? Apakah hanya untuk menerima upah-upah atau kehilangan upah-upah? Akan adakah bentuk penghukuman yang akan diganjarkan? Akan adakah kesusahan besar? Apakah yang menjadi basis Bema diselenggarakan? Apakah dosa, perbuatan-perbuatan baik, atau apa sih sebenarnya?
Tujuan dan basis merupakan isu yang paling kritikal dari semua isu yang ada dan membawa kita untuk berhadap-hadapan dengan aspek-aspek praktis dari Bema. Sejumlah pertanyaan-pertanyaan krusial adalah : Mengapakah kita dibawa kehadapan Bema? Apakah hanya untuk menerima upah-upah atau kehilangan upah-upah? Akan adakah bentuk penghukuman yang akan diganjarkan? Akan adakah kesusahan besar? Apakah yang menjadi basis Bema diselenggarakan? Apakah dosa, perbuatan-perbuatan baik, atau apa sih sebenarnya?
Permasalahan
Didalam gereja, ada sebuah kebingungan dan ketidaksepakatan yang serius terkait sifat atau natur Bema yang sebenarnya. Penggunaan istilah “kursi pengadilan” dalam hampir semua translasi, mengabaikan latar belakang budaya dan historis Bema, dan teologi yang berkabut terkait karya Kristus yang sudah selesai, kesemuanya ini berkontribusi terhadap sejumlah kesalahan umum atas konsepsi-konsepsi , yang dalam cara tertentu, memandang Tuhan sebagai pemberi retribusi keadilan kepada orang-orang percaya atas dosa-dosa yang diperbuatnya, atau setidaknya untuk dosa-dosa yang telah kita akui.
Tiga Pandangan Bema
Untuk mendapatkan sebuah ringkasan dari tiga pandangan utama, saya akan mengutip Samuel L. Hoyt dari Bibliotheca Sacra.
Beberapa guru Alkitab memandang kursi pengadilan/penghakiman sebagai sebuah tempat kedukaan yang intensif, sebuah tempat teror, dan sebuah tempat dimana Kristus memperlihatkan semua dosa orang-orang percaya (atau setidak-tidaknya dosa-dosa yang telah diakui) sebelum kebangkitan menyeluruh dan pengangkatan gereja. Beberapa guru Alkitab bahkan lebih jauh lagi menyatakan bahwa orang-orang Kristen harus mengalami sejumlah hal semacam kesusahan karena dosa-dosa mereka pada saat yang sama kala pemeriksaan ini.
Untuk mendapatkan sebuah ringkasan dari tiga pandangan utama, saya akan mengutip Samuel L. Hoyt dari Bibliotheca Sacra.
Beberapa guru Alkitab memandang kursi pengadilan/penghakiman sebagai sebuah tempat kedukaan yang intensif, sebuah tempat teror, dan sebuah tempat dimana Kristus memperlihatkan semua dosa orang-orang percaya (atau setidak-tidaknya dosa-dosa yang telah diakui) sebelum kebangkitan menyeluruh dan pengangkatan gereja. Beberapa guru Alkitab bahkan lebih jauh lagi menyatakan bahwa orang-orang Kristen harus mengalami sejumlah hal semacam kesusahan karena dosa-dosa mereka pada saat yang sama kala pemeriksaan ini.
Pada ujung spektrum
lainnya dari kelompok lain. Mereka menyakini keseriusan pemeriksaan ini namun menekankan aspek penghukuman dari kursi pengadilan. Mereka menekankan pentingnya dan perlunya
hidup yang setia pada hari ini tetapi menolak pemikiran yang bagaimanapun
terkait penghukuman forensik di
Bema. Penekanannya berpijak pada
fakta bahwa setiap orang Kristen harus memberikan sebuah pertanggungjawaban
akan hidupnya dihadapan Kristus yang maha tahu dan kudus. Semua hal yang
dikerjakan melalui kekuatan daging akan dianggap sia-sia dan tidak layak untuk
upah, sementara semua hal yang dilakukan dalam kuasa Roh Kudus pastilah akan diberikan upah. Mereka yang
menganut pandangan ini percaya bahwa orang Kristen akan berdiri dalam keadaan
dimuliakan dihadapan Kristus tanpa natur lamanya yang berdosa. Dia akan, dengan demikian, menjadi
tanpa salah karena dia telah dinyatakan benar. Tidak akan diperlukan adanya
penghukuman forensik, karena Kristus selamanya telah menanggung murka Tuhan
terhadap dosa-dosa orang percaya [Hoyt, electronic media.].
Ini adalah pandangan yang terakhir, saya percaya pandangan inilah yang sesuai dengan kitab suci. Alasan-alasannya akan disajikan dan dikembangkan selagi kita mempelajari natur, tujuan dan basis bagi Bema. Tetapi untuk sekarang ini. Setidaknya kita menggambar beberapa konklusi yang salah, kita harus selalu mengingat penuh bahwa firman Tuhan jelas-jelas mengajarkan ada konsekuensi-konsekuensi spesifik dan sangat serius, baik temporer dan kekal, untuk dosa dan ketidakpatuhan. Walaupun kita tidak akan menjadi dihakimi dalam pengertian dihukum karena dosa di Bema karena Tuhan telah menanggung penghukuman itu untuk kita, kita tidak pernah boleh sama sekali menganggap dosa secara ringan karena ada banyak konsekuensi.
Konsekuensi-Konsekuensi Dosa dan Ketidakpatuhan Saat Ini
Sementara hal-hal berikut ini tidaklah lengkap atau menyeluruh, namun mendemonstrasikan bahwa dosa dalam hidup seorang percaya bukanlah persoalan kecil, remeh.
(1)Kehilangan Persekutuan dengan Tuhan. Tindakan dosa yang dilakukan dalam hidup seseorang menyebabkan sebuah kehilangan akan persekutuan yang intim dengan Tuhan dengan konsekuensi kehilangan damai-Nya dan damai ( Maz 32:3-4)
(2)Pendisiplinan Ilahi dari Tuhan di sini dalam waktu kini. Kita tidak boleh berpikir pendisiplinan sebagai penghukuman. Disiplin dari Tuhan adalah perbuatan kemurahan hati Bapa untuk melatih dan membangun anak-anak-Nya. Terkadang pendisiplinan ini datang dalam bentuk berbagai jenis ujian, cobaan, kegagalan, dan keadaan sulit atau bahaya yang Tuhan gunakan untuk mengoreksi kita, untuk melatih kita, dan, jika kita berlaku menurut apa yang kita maui dengan cara yang keras kepala, untuk meningkatkan penderitaan. Tujuannya, akan tetapi, selalu untuk membawa kita kembali kepada Dia ( Ibrani 12:5-11). Jika orang percaya masih juga tidak bertobat, hal ini akan membawa dosa yang mendatangkan kematian sebagaimana pada Ananias dan Safira ( Kisah Para Rasul 5), dan sejumlah orang percaya di Korintus yang yang gagal mengakui dosa mereka dan merasa benar dihadapan Tuhan ( 1 Korintus 11:26 dan seterusnya; bandingkan dengan 1 Yohanes 5:16-17).
Ini adalah pandangan yang terakhir, saya percaya pandangan inilah yang sesuai dengan kitab suci. Alasan-alasannya akan disajikan dan dikembangkan selagi kita mempelajari natur, tujuan dan basis bagi Bema. Tetapi untuk sekarang ini. Setidaknya kita menggambar beberapa konklusi yang salah, kita harus selalu mengingat penuh bahwa firman Tuhan jelas-jelas mengajarkan ada konsekuensi-konsekuensi spesifik dan sangat serius, baik temporer dan kekal, untuk dosa dan ketidakpatuhan. Walaupun kita tidak akan menjadi dihakimi dalam pengertian dihukum karena dosa di Bema karena Tuhan telah menanggung penghukuman itu untuk kita, kita tidak pernah boleh sama sekali menganggap dosa secara ringan karena ada banyak konsekuensi.
Konsekuensi-Konsekuensi Dosa dan Ketidakpatuhan Saat Ini
Sementara hal-hal berikut ini tidaklah lengkap atau menyeluruh, namun mendemonstrasikan bahwa dosa dalam hidup seorang percaya bukanlah persoalan kecil, remeh.
(1)Kehilangan Persekutuan dengan Tuhan. Tindakan dosa yang dilakukan dalam hidup seseorang menyebabkan sebuah kehilangan akan persekutuan yang intim dengan Tuhan dengan konsekuensi kehilangan damai-Nya dan damai ( Maz 32:3-4)
(2)Pendisiplinan Ilahi dari Tuhan di sini dalam waktu kini. Kita tidak boleh berpikir pendisiplinan sebagai penghukuman. Disiplin dari Tuhan adalah perbuatan kemurahan hati Bapa untuk melatih dan membangun anak-anak-Nya. Terkadang pendisiplinan ini datang dalam bentuk berbagai jenis ujian, cobaan, kegagalan, dan keadaan sulit atau bahaya yang Tuhan gunakan untuk mengoreksi kita, untuk melatih kita, dan, jika kita berlaku menurut apa yang kita maui dengan cara yang keras kepala, untuk meningkatkan penderitaan. Tujuannya, akan tetapi, selalu untuk membawa kita kembali kepada Dia ( Ibrani 12:5-11). Jika orang percaya masih juga tidak bertobat, hal ini akan membawa dosa yang mendatangkan kematian sebagaimana pada Ananias dan Safira ( Kisah Para Rasul 5), dan sejumlah orang percaya di Korintus yang yang gagal mengakui dosa mereka dan merasa benar dihadapan Tuhan ( 1 Korintus 11:26 dan seterusnya; bandingkan dengan 1 Yohanes 5:16-17).
(3) Hilangnya Kuasa dan Produksi. Ketika kita gagal menangani cara-cara kita yang berdosa melalui pengakuan
yang tulus, kita mendukakan pribadi Roh dan
memadamkan kuasa-Nya dalam hidup kita. Ini bermakna bahwa ketimbang
beroperasi dengan iman dalam ketetapan
Tuhan, kita berakhir dalam operasi
dengan kekuatan daging. Kita berpaling kepada tas yang berisikan cara-cara diri kita sendiri yang dengan ini kita berupaya menangani hidup
( Galatia 3:1-5; 5:5-15; Yer 2:12-13). Inilah hasil dalam upaya-upaya daging
dan konsekuensi-konsekuensi mengerikan dan tak menghasilkan buah (Gal 5:19-21,26).
Tanpa hidup yang patuh, hidup yang iman
dan kepatuhan kepada Juru selamat, kita tidak dapat berbuat apa-apa ( Yohanes
15:1-7).
(4)Hilangannya Kesempatan-Kesempatan. Ketika kita memegang kendali hidup kita dan bukannya Tuhan, kita menjadi tidak sensitif terhadap orang dan kesempatan-kesempatan pelayanan—kita kekurangan visi. Orang-orang percaya duniawi tidak memiliki visi selain daripada agenda-agenda pribadi dan tujuan-tujuan yang egois (bandingkan dengan Yoh 4:34 dan seterusnya)
(5)Hilangnya Keinginan dan Motivasi untuk Melayani. Orang-orang percaya duniawi dikuasai dan dikendalikan oleh keinginan-keinginan mereka sendiri yang berpusat pada dirinya sendiri ( Gal 5:16 dan seterusnya). Berangkali ini adalah sebuah tempat yang baik untuk mendiskusikan keegoisan dan upah-upah karena beberapa orang tertarik untuk memandang upah sebagai egois dan karena itu duniawi.
(4)Hilangannya Kesempatan-Kesempatan. Ketika kita memegang kendali hidup kita dan bukannya Tuhan, kita menjadi tidak sensitif terhadap orang dan kesempatan-kesempatan pelayanan—kita kekurangan visi. Orang-orang percaya duniawi tidak memiliki visi selain daripada agenda-agenda pribadi dan tujuan-tujuan yang egois (bandingkan dengan Yoh 4:34 dan seterusnya)
(5)Hilangnya Keinginan dan Motivasi untuk Melayani. Orang-orang percaya duniawi dikuasai dan dikendalikan oleh keinginan-keinginan mereka sendiri yang berpusat pada dirinya sendiri ( Gal 5:16 dan seterusnya). Berangkali ini adalah sebuah tempat yang baik untuk mendiskusikan keegoisan dan upah-upah karena beberapa orang tertarik untuk memandang upah sebagai egois dan karena itu duniawi.
Zane Hodges memiliki
beberapa pemikiran bagus pada konsep ini :
Kitab suci tidak mengajarkan kita menjadi tidak berminat pada kebahagiaan dan kebaikan diri kita sendiri. Keinginan yang sungguh-sungguh untuk terlepas dari penghukuman adalah sebuah kepentingan diri sendiri yang sah dan penting. Naluri untuk melanggengkan kehidupan juga demikian. Keduanya bukanlah pengalaman kenikmatan dan kesenangan yang ilegal.
Kitab suci tidak mengajarkan kita menjadi tidak berminat pada kebahagiaan dan kebaikan diri kita sendiri. Keinginan yang sungguh-sungguh untuk terlepas dari penghukuman adalah sebuah kepentingan diri sendiri yang sah dan penting. Naluri untuk melanggengkan kehidupan juga demikian. Keduanya bukanlah pengalaman kenikmatan dan kesenangan yang ilegal.
Ketika Tuhan
menempatkan Adam dan Hawa di Taman, Dia melengkapi mereka dengan “setiap pohon…yang
menyenangkan dalam pandangan dan baik untuk di makan” (Kejadian 2:9).
Mereka sendiri dapat menikmati secara
bebas apa yang telah disediakan, mereka tidak boleh memakan dari satu pohon
yang terlarang. Sama halnya dengan Paulus, dia mengatakan kepada orang
kaya bahwa “ Tuhan…dalam kekayaan-Nya memberikan kepada
kita segala sesuatu untuk dinikmati. “
( 1 Timotius 6:17).
Keegoisan
tidak boleh didefiniskan semata sebagai pengejaran akan kepentingan diri
sendiri. Sebaliknya, keegoisan harus didefinisikan sebagai pengejaran
kepentingan diri sendiri dalam cara kita
sendiri, bukan dalam cara Tuhan. Karena “kasih” adalah
kebajikan terutama dalam kekristenan,
keegoisan yang sesungguhnya kerap
melibatkan sebuah pengejaran kepentingan
diri sendiri melanggar hukum kasih [Zane Hodges, Journal of the Grace Evangelical
Society, Autumn, 1991, p. 7.]
Kepentingan diri sendiri dalam cara Tuhan adalah sah. Keberpusatan pada diri sendiri atau kegoisan berpusat pada diri diatas kepentingan orang-orang lain dan kehendak Tuhan dalam kehidupan seseorang. Ketika Adam dan Hawa memilih untuk memakan dari pohon pengetahuan akan yang baik dan jahat, mereka telah bertindak dalam ketakbergantungan yang berpusat pada diri sendiri yang mana adalah pemujaan berhala dan dosa. Pada waktu mereka menikmati satu sama lain dan buah pohon dan memberkati taman, mereka telah bertindak dalam kepentingan diri mereka sendiri tetapi mereka melakukannya dalam kebergantungan dan kepatuhan kepada Tuhan.
Kepentingan diri sendiri dalam cara Tuhan adalah sah. Keberpusatan pada diri sendiri atau kegoisan berpusat pada diri diatas kepentingan orang-orang lain dan kehendak Tuhan dalam kehidupan seseorang. Ketika Adam dan Hawa memilih untuk memakan dari pohon pengetahuan akan yang baik dan jahat, mereka telah bertindak dalam ketakbergantungan yang berpusat pada diri sendiri yang mana adalah pemujaan berhala dan dosa. Pada waktu mereka menikmati satu sama lain dan buah pohon dan memberkati taman, mereka telah bertindak dalam kepentingan diri mereka sendiri tetapi mereka melakukannya dalam kebergantungan dan kepatuhan kepada Tuhan.
(6)Hubungan-Hubungan
yang Rusak dan Tidak Harmonis. Keduniawian
menyebabkan hubungan-hubungan yang rusak dan luka bagi mereka di sekitar
kita—keluarga kita, sahabat-sahabat,
para sejawat, dan rekan sekerja dalam Kristus ( Gal 5:15; Ibr 12:15b).
(7)Hilangnya Kesehatan Jasmani dan Kebugaran. Tentu saja semua penyakit, kelemahan, atau penderitaan bukan sebuah produk dosa, tetapi bisa terjadi dan kerap memang terjadi ( 1 Kor 11:29-30; 1 Yoh 5:16-17; Ams 17:22; 14:30).
(7)Hilangnya Kesehatan Jasmani dan Kebugaran. Tentu saja semua penyakit, kelemahan, atau penderitaan bukan sebuah produk dosa, tetapi bisa terjadi dan kerap memang terjadi ( 1 Kor 11:29-30; 1 Yoh 5:16-17; Ams 17:22; 14:30).
(8)Hilangnya Upah di
Bema. 1 Kor 3:13-15:”
sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan
menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan
masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun
seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan
menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari
dalam api.
Selanjutnya : Tujuan Bema
The Doctrine of Rewards: The Judgment Seat (Bema) of Christ |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
The Doctrine of Rewards: The Judgment Seat (Bema) of Christ |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment