Gereja Kristen Injili Nusantara (GKIN)
“R E V I V A L”
Kebaktian Minggu : Jam 09.00 di Hotel Sylvia Lt.4; Pemahaman Alkitab : Rabu, Jam 17.00 di Hotel Dewata
Gereja Kristen Injili Nusantara (GKIN)
“R E V I V A L”
Kebaktian Minggu : Jam 09.00 di Hotel Sylvia Lt.4; Pemahaman Alkitab : Rabu, Jam 17.00 di Hotel Dewata
Khotbah Minggu, 23
September 2012
M A N U S I A
(Part 1)
Ilustrasi :Anak-Anak Indonesia - worldbank
Ayub 12:9-10 – (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak
tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu (10) bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas
setiap manusia?
|
By. Pdt. Esra Alfred
Soru, STh, MPdK
Pdt. Stephen Tong
pernah berkata : “Nilai terbesar di dalam
kebudayaan manusia adalah manusia itu sendiri. Potensi terbesar di dalam
sejarah manusia adalah manusia itu sendiri. Bahaya terbesar di dalam masyarakat
adalah manusia itu sendiri. Bukankah manusia telah menjadi sasaran kasih yang
paling mempesona manusia yang lain? Manusia, siapakah manusia itu? (Peta dan Teladan Allah, hal. vii). Ya! Siapakah manusia itu? Ini adalah salah satu pertanyaan
yang paling penting di dalam dunia ini. Pertanyaan ini bukan saja penting
tetapi juga klasik sekaligus “up to
date”.
Anthony Hoekema – Manusia menjadi
salah satu problem paling krusial pada zaman kita. Para
filsuf bergumul dengannya, para sosiolog mencoba untuk menjawabnya, para
psikolog dan psikiater tengah menghadapinya, pakar etika dan aktivis sosial
mencoba untuk memecahkannya. Bahkan para penulis novel dan dramawan juga
melibatkan diri dalam pertanyaan ini…Hampir setiap novel atau drama kontemporer
bergumul dengan pertanyaan, “Apakah manusia itu?” (Manusia
: Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 2-3).
Secara historis,
orang mulai berpikir tentang manusia sudah dari zaman yang sangat lama.
Protagoaras (480-411 SM), Socrates (469-399 SM), Aristoteles (384-322 SM),
Mencius (371-288 SM), filsafat Tiongkok kuno maupun filsafat India kuno
telah membicarakan juga tentang manusia. Dan menjawab pertanyaan ini tidak
mudah. Mengapa? Dari sisi pertanyaan itu saja, karena subyek dan obyek dari
pertanyaan ini adalah satu/sama yakni “MANUSIA”. Siapa yang bertanya? Manusia!
Kepada siapa ditanyakan? Manusia! Tanya tentang apa? Manusia! Pertanyaan ini
mirip dengan pertanyaan “Siapakah aku
ini?” Dalam pertanyaan ini subyek dan obyek satu yakni “AKU”. Siapa yang
bertanya? “AKU!” Kepada siapa ditanyakan? “AKU!” Tanya tentang apa? “AKU!” Jadi
subyek dan obyeknya sama. Yang bertanya adalah yang ditanya. Yang mencari tahu adalah yang
dicaritahu. Yang ingin mengetahui adalah yang ingin diketahui.
Stephen Tong – Bukankah suatu
hal yang lucu jika siapakah manusia itu ditanyakan kepada manusia dan dijawab
oleh manusia sendiri? (Peta dan Teladan
Allah, hal. vii).
Pertanyaannya
adalah bagaimana manusia bisa bertanya “Siapakah
manusia itu?” Jawabannya adalah karena manusia adalah makluk yang bertanya.
Manusia bertanya tentang segala sesuatu di luar/di sekeliling dirinya (Biologi, Fisika, Kimia, dll). Selanjutnya manusia bertanya
segala sesuatu di dalam dirinya (Antropologi,
Psikologi). Dan akhirnya manusia bertanya
tentang segala sesuatu di atas dirinya (Teologi).
Note : Itu berarti bahwa teologia tingkatannya lebih tinggi dibandingkan
dengan semua ilmu yang lain karena semua ilmu yang lain hanya membahas tentang
apa yang ada DI SEKELILING DAN DI DALAM manusia tetapi teologia membahas
tentang apa yang ada DI ATAS manusia. Benarlah yang dikatakan orang
bahwa teologia adalah “The Queen or the
King of Science”. (Ratu/Raja dari semua ilmu pengetahuan). Karena itu :
- Yang belajar biologi, fisika, kimia jangan sombong dan menganggap remeh orang yang belajar teologia. (Pada sekolah SMA zaman dulu para siswa yang duduk di kelas A1 dan A2 menganggap remeh A3 dan A4. Itu salah!).
- Orang yang belajar teologia tidak boleh minder terhadap orang-orang yang belajar disiplin ilmu yang lain.
- Kalau saudara sudah pakar di dalam ilmu yang lain, jangan cepat puas. Carilah/belajarlah teologia karena ini adalah “The Queen or the King of Science”. (Belajar teologia tidak berarti harus sekolah teologia. Saudara bisa belajar teologia di gereja lewat khotbah-khotbah dan PA).
- Kalau mau mempersembahkan anak untuk Tuhan (sekolah teologia), berilah yang paling pintar karena dia akan menggeluti cabang ilmu yang paling tinggi. Jangan berikan yang pintar-pintar untuk ilmu yang lain dan yang paling bodoh untuk teologia.
Lalu bagaimana kita
menjawab pertanyaan “Siapakah manusia
itu?” Dapatkah manusia menjawab pertanyaan “Siapakah manusia itu?” atau “Siapakah
aku ini?” Di balik pertanyaan “siapakah
aku ini?” muncul banyak pertanyaan : Siapakah yang bertanya? (“AKU”).
Mengapa “AKU” bertanya? (Karena “AKU” mau mencari tahu). Mengapa “AKU” mencari
tahu? (Karena “AKU” tidak tahu). Tetapi “AKU” bertanya pada siapa?” Atau kepada
siapa “AKU” mencari tahu? (Kepada “AKU”
sendiri). Tapi bukankah “AKU” tidak tahu dan sementara mencari tahu? Bagaimnana
“AKU” bisa memberi tahu? Kalau “AKU” sudah tahu seharusnya tak perlu mencari
tahu lagi. Tapi kalau “AKU” tidak tahu juga, lalu untuk apa mencari tahu pada
yang tidak tahu? Jadi “AKU” yang tidak tahu ternyata telah bertanya kepada
“AKU” sendiri yang tidak tahu. Lalu bagaimana bisa tahu? Tidak mungkin! Di sini
kita bisa melihat bahwa sebenarnya manusia dari dirinya sendiri tidak bisa
menjawab dengan tuntas siapa dirinya sendiri. Kalau begitu jawaban atas
pertanyaan tsb tidak boleh datang dari diri manusia itu sendiri tetapi dari
luar/dari atas manusia sendiri yakni dari Tuhan Allah dalam hal ini adalah
firman-Nya. Jadi firman Allahlah yang dapat memberikan jawaban tuntas kepada
manusia tentang siapa dirinya.
Kalau kita
memeriksa Firman Tuhan, maka Firman Tuhan memberitahukan dengan jelas kepada
kita bahwa sesungguhnya manusia itu adalah ciptaan Allah. (Man is the Creation of God).
Kej 1:1, 27 – (1) Pada mulanya Allah menciptakan langit
dan bumi…(27) Maka Allah menciptakan
manusia itu…"
Jadi manusia tidak
berada dengan sendirinya. Dia dicipta oleh Allah / diadakan oleh Allah. Kalau
memang manusia diciptakan oleh Allah maka ada saat di mana manusia tidak ada
dan baru memperoleh keberadaannya pada suatu saat. Itu berarti bahwa manusia
membutuhkan Allah untuk menjadi ada. Tanpa Allah manusia tidak pernah berada atau
tidak pernah jadi ada. Selanjutnya, setelah dicipta, apakah manusia bisa
terlepas dari Allah? Tidak!
Kis 17:25,28 – (25) “…Dialah yang memberikan hidup dan
nafas dan segala sesuatu kepada semua orang. (28) Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada…”
Ayub 12:9-10 – (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak
tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu (10) bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas
setiap manusia?
Ayat-ayat ini
menunjukkan bahwa setelah dicipta manusia terus bergantung pada Allah. Manusia
tidak pernah menjadi otonom / independen di dalam keberadaannya.
Anthony Hoekema – “…kita berhutang
kepada Allah atas setiap nafas kita, kita bereksistensi hanya di dalam Dia, di
dalam setiap gerakan yang kita lakukan, kita bergantung kepada-Nya. Kita tidak
akan mampu mengangkat satu jari pun di luar kehendak Allah. (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 8).
Inilah natur
manusia! Manusia adalah ciptaan yang bergantung mutlak kepada Allah. Maksudnya
adalah manusia bergantung kepada Allah supaya berada dan terus bergantung
kepada Allah supaya tetap berada. Seorang anak yang lahir, seluruh hidupnya
bergantung pada orang tuanya, tetapi ada saat di mana ia menjadi mandiri dan
tidak bergantung pada orang tuanya lagi yakni pada saat dia sudah dewasa.
Tetapi manusia tidak demikian. Keberadaannya berasal dari Allah dan
keberlangsungan keberadaannya juga terus bergantung pada Allah. Tidak saat di
mana manusia tidak bergantung pada Allah. Paulus berkata dalam Kis 17:28 : “Sebab di dalam Dia kita hidup, kita
bergerak, kita ada…”. Ini sama dengan ikan di dalam laut yang keberadaannya
sangat bergantung pada air laut. Sesaat saja keluar dari air, ia akan mati.
Inilah konsekuensi dari status kita sebagai ciptaan. Dan biarlah kita selalu
mengingat ini. Sehebat apa pun kita, sepintar apa pun kita, sekaya apa pun
kita, kita adalah ciptaan yang sangat bergantung pada Allah. Jangan menjadi
sombong dan lupa diri karena kita tidak akan bisa menggerakkan 1 jari pun tanpa
Dia. Juga jangan suka protes pada Allah karena kita hanya ciptaan yang
bergantung pada Dia seperti yang dilakukan oleh Yunus.
Yun 4:4,9 – (4) Tetapi firman TUHAN: "Layakkah engkau marah?" (9) Tetapi berfirmanlah
Allah kepada Yunus: "Layakkah engkau marah karena pohon jarak
itu?" Jawabnya: "Selayaknyalah aku marah sampai mati."
Bandingkan :
Rom 9:20 - Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu
membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya:
"Mengapakah engkau membentuk aku demikian?
Banyak kali kita
protes kepada Allah dan menunjukkan ketidakpuasan kita terhadap keberadaan kita
seperti (miskin, tidak pintar, tidak ganteng/cantik, warna kulit, dsb), tetap
ingatlah bahwa kalau kita bisa ada saja itu sudah anugerah Tuhan yang besar.
Tidak usah protes kepada Tuhan!
Kita sudah melihat
bahwa manusia adalah ciptaan Allah tetapi bagaimana ia diciptakan? Itulah yang
akan kita pelajari dengan lebih mendalam :
I.MANUSIA DICIPTAKAN DENGAN / MELALUI PERUNDINGAN ILAHI.
Ada satu hal yang menyolok sewaktu manusia
diciptakan oleh Allah yakni penggunaan kata bentuk jamak yang menunjuk pada
diri Allah yang muncul dalam Kej 1:26.
Kej 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita, ….”
Penggunaan kata bentuk
jamak ini menarik mengingat bahwa Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa Allah
itu esa/satu.
Ul 6:4 - Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN
itu Allah kita, TUHAN itu esa!
1 Raj 8:60 - supaya segala bangsa di bumi tahu, bahwa TUHANlah Allah, dan tidak ada yang lain
Nah, jika Allah itu
esa/satu, maka pada saat Ia menciptakan manusia, logis untuk mengatakan “Baiklah Aku menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Ku…” tetapi yang nampak
dalam Kej 1:26 tidaklah demikian melainkan menggunakan kata bentuk jamak
“Kita”. Kalau begitu, apa maksud kata “Kita” dalam ayat 26 ini? Sepanjang
sejarah penafsiran Alkitab, muncul beragam penafsiran :
- Ada yang mengatakan bahwa ini adalah jamak kehormatan (Plural Majestaticus).
Untuk memahami apa
yang dimaksud dengan jamak kehormatan ini, perhatikan penjelasan Stephen Tong
berikut ini :
Stephen Tong – Semua agama di Timur mempunyai kebiasaan memanggil dewa
mereka dengan istilah jamak, bukan tunggal. Bagi mereka istilah dalam bentuk
tunggal tidak cukup lengkap untuk menjelaskan mengenai dewa/ilah karena
dewa/ilah lebih besar dari manusia. Ilah itu begitu besar, sehingga manusia
tidak boleh menyebutnya dengan memakai kata benda tunggal, harus jamak.
Meskipun hanya satu dewa, tetap tidak diijinkan menyebutnya dengan singular form, harus plural form. Ini adalah bentuk bahasa
agama yang berlaku pada 1500 tahun sebelum Yesus lahir di Timur Tengah, yang
disebut sebagai majestic pluralism. (Peta
& Teladan Allah, hal. 8).
Karena itu mereka
beranggapan bahwa kata “Kita” dalam Kej 1:26 hanyalah sekedar sapaan
penghormatan kepada Allah dalam tradisi religius orang Timur Tengah. Tetapi ada
2 keberatan terhadap pandangan ini :
- Jika tradisi ini benar sekalipun, itu harus tetap ditolak dalam kaitan dengan Kej 1:26 karena tradisi itu merupakan cara panggilan manusia kepada Allah sedangkan Kej 1:26 mengatakan bahwa Allahlah yang berbicara bukan manusia yang berbicara tentang Allah.
Kej 1:26 - Berfirmanlah
Allah: "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ….”
- Selain itu kata ganti “Kita” ini juga muncul dalam Kej 3:22 yang dari formula kalimatnya tak mungkin diartikan sebagai jamak kehormatan.
Kej 3:22 - Berfirmanlah
TUHAN Allah:
"Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, ….”
Dengan demikian
pandangan tentang jamak kehormatan ini mesti ditolak.
- Ada yang mengatakan bahwa ini adalah bentuk pemuliaan diri sendiri.
Pandangan ini mengakui
bahwa memang dalam ayat tersebut Allahlah yang berbicara bukan sapaan manusia
kepada Allah. Tetapi mereka lalu menafsirkan bahwa penggunaan bentuk jamak oleh
Allah sendiri menunjukkan bahwa Allah sementara memuliakan diri-Nya sendiri.
Tetapi Louis Berkhof menganggap bahwa ini adalah asumsi yang tidak masuk di
akal.
Louis Berkhof – Mengapa harus ada pemuliaan diri sendiri dalam bentuk jamak
kecuali jika memang ada pluralitas dalam diri Allah. (Teologi Ssistematika – Doktrin Manusia, hal. 6)
- Ada yang mengatakan bahwa ini menunjuk pada Allah dan dewan surgawi (malaikat-malaikat-Nya).
Dikatakan bahwa Allah
sementara mengajak malaikat-malaikat-Nya untuk turut mencipta manusia.
Keberatan untuk pandangan ini adalah :
- Di seluruh Alkitab tidak pernah dikatakan bahwa malaikat menjadi pencipta manusia.
- Kalau ditafsirkan demikian maka berarti manusia juga dicipta dengan gambar dan rupa malaikat. Ini jelas ajaran yang tidak Alkitabiah.
- Jikalau malaikat juga mencipta manusia maka kedudukan malaikat akan menjadi setara dengan Allah dan berhak atas penyembahan manusia. Padahal hal itu jelas dilarang dalam Alkitab!
- Perhatikan baik-baik :
Kej 1:26-27 – (26) Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita,…"
(27) Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki
dan perempuan diciptakan-Nya
mereka.
Jelas bahwa kata
‘Kita’ dan ‘Nya’ menunjuk kepada Allah sendiri.
Jelas terlihat bahwa
semua penafsiran itu tidak masuk akal. Jika demikian siapakah yang dimaksudkan
dengan “KITA” dalam Kej 1:26 itu? Saya percaya ini menunjuk pada Allah
Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang memang adalah Allah yang esa itu.
Stephen Tong – “…mengapa Allah
menyebut "Kita" adalah bahwa Allah adalah Allah yang Tritunggal.
Keesaan Allah yang di dalamnya ada Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus,
menciptakan suatu dialog di antara ketiga Oknum itu sendiri. Allah dalam tiga
Oknum ini sedang berdiskusi, merencanakan sesuatu bagi ciptaan teragung
sehingga ditulis demikian jelas proses dari penciptaan itu. (Peta
dan Teladan Allah, hal. 9).
Fakta ini menarik
karena di dalam penciptaan yang lain, hanya dikatakan bahwa Allah berfirman dan
semuanya jadi. Tetapi sewaktu menciptakan manusia tidak demikian formulanya
melainkan : “Baiklah Kita
menjadikan manusia…” (Kej 1:26). Kesan yang ditangkap adalah bahwa untuk
menciptakan manusia, terlebih dahulu telah terjadi semacam “perundingan” atau
“rapat” ilahi di antara oknum-oknum Tritunggal.
R. Soedarmo - Tuhan Allah waktu
menjadikan makhluk-makhluk lain hanya berfirman saja “Jadilah ini” dan “Jadilah
itu”. Tetapi ketika Tuhan akan menjadikan manusia, Ia bermusyawarah. (Ikhtisar Dogmatika, hal. 139).
Budi Asali - Allah berunding dulu
sebelum menciptakan manusia (Kej 1:26-27). Ini adalah perundingan ilahi, karena
dilakukan antar pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal. Ini tidak pernah Ia
lakukan sebelumnya, pada waktu Ia menciptakan ciptaan yang lain. (Eksposisi Kitab Kejadian, hal.9).
Stephen Tong – Sebelum Allah Bapa,
Allah Anak dan Allah Roh Kudus mencipta, Mereka berdiskusi dan Allah berkata,
'Mari Kita menciptakan manusia menurut peta dan teladan Kita." (Peta
dan Teladan Allah, hal. 9).
Semua ini menunjukkan
bahwa manusia sangat berharga dan istimewa di hadapan Allah.
Anthony Hoekema - Ini mengindikasikan
bahwa penciptaan manusia memiliki kelas tersendiri, karena ungkapan ini tidak
dipakai untuk ciptaan lain yang mana pun…. Juga harus diperhatikan bahwa ada
sebuah perencanaan yang mendahului penciptaan manusia: "Marilah Kita menjadikan manusia...." Hal ini sekali lagi
menunjukkan keunikan dalam penciptaan manusia. Perencanaan ilahi seperti ini
tidak pernah dikaitkan dengan ciptaan lain. (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar
Allah, hal. 16-17).
Jika
Allah saja begitu menghargai manusia dan menganggapnya begitu istimewa, maka
sudah seharusnya manusia sendiri memandang manusia itu sebagai sesuatu yang
berharga dan istimewa. Dalam hal ini :
- Manusia harus menghargai dirinya sendiri.
Seorang
manusia harus belajar untuk menilai dirinya sebagaimana Allah menilainya dan
jikalau Allah sangat menghargai dan menganggap seorang manusia begitu istimewa
maka seorang manusia harus juga melihat dirinya demikian adanya. Karena itu
janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena wajah tidak secantik dan
setampan orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah
diri hanya
karena kulit tidak seterang orang lain. Janganlah kita
menjadi orang yang rendah diri hanya karena rambut tidak selurus orang lain. Janganlah
kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena otak tidak sepintar orang lain. Janganlah
kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena uang tidak sebanyak orang lain. Janganlah
kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena nama tidak setenar orang lain. Janganlah
kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena lidah tidak sefasih orang lain. Janganlah
kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena kesehatan tidak sebaik orang lain, dll. Rendah diri menunjukkan bahwa kita kurang menghargai diri kita sendiri
sebagaimana Allah menghargainya.
- Manusia harus menghargai orang lain.
Karena
orang lain juga adalah manusia seperti kita maka kita juga harus belajar untuk
menghargai orang lain sebagaimana Allah juga menghargai mereka. Kita tidak
boleh menganggap remeh orang lain, memperlakukan mereka secara berbeda apalagi
menghina mereka hanya karena wajah mereka tidak secantik dan setampan kita, kulit
mereka tidak seterang kita, rambut mereka tidak selurus kita dan lain
sebagainya. Saya pernah mendengar ada orang berkomentar tentang seseorang. Ia
berkata : “Bayangkan sudah hitam,
kriting, hidup lagi!”. Jadi menurut orang ini seharusnya orang hitam dan
kriting itu tidak boleh hidup. Ini jelas adalah penghinaan. Kita tidak boleh menganggap remeh orang lain, memperlakukan mereka secara
berbeda apalagi menghina mereka hanya karena otak mereka tidak sepintar kita,
uang mereka tidak sebanyak uang kita, nama mereka tidak setenar nama kita,
lidah mereka tidak sefasih kita, kesehatan mereka tidak sebaik kita, dan lain
sebagainya. Ingat, anda adalah makhluk yang istimewa dan berharga di mata
Tuhan, demikian juga sesama manusia anda. Hargailah dirimu dan orang lain juga!
II.
MANUSIA DICIPTAKAN SECARA LANGSUNG DAN SEGERA.
Fakta lain tentang penciptaan manusia adalah bahwa ia dicipta
secara langsung dan segera.
Kej 1:27 - Maka Allah
menciptakan manusia itu….”
Maksudnya adalah bahwa pada saat Allah mencipta manusia, Ia
telah mencipta manusia sebagai manusia sehingga hasil dari ciptaan itu
benar-benar adalah manusia. Allah tidak menciptakan suatu makhluk yang lain
yang nantinya akan berubah / berproses menjadi manusia seperti kepompong yang
lalu berubah menjadi kupu-kupu. Tidak sama sekali! Ia menciptakannya langsung
dan segera menjadi manusia. Semua ini jelas bertentangan dengan apa yang
diajarkan teori evolusi yang dipelopori oleh Charles Darwin lewat bukunya Origin of the Species pada tahun 1859. Memang, teori evolusi
bukan berasal dari Darwin,
konsepnya dapat ditelusuri kembali hingga ke Yunani purba. Ada
juga beberapa pendahulu Darwin
pada abad ke-18 yang merintis jalan sehingga The Origin of Species diterima secara luas. Akan tetapi, buku
Darwinlah yang menjadi dasar dari pemikiran evolusi modern.
Ada pandangan yang berfariasi seputar teori
evolusi ini tetapi secara umum teori ini mengatakan bahwa semua makhluk hidup itu
adalah hasil evolusi dari bentuk yang paling sederhana. Dulunya, terjadi secara
kebetulan, ‘bahan-bahan’ mati bercampur dan berubah menjadi makhluk bersel satu
lalu berubah lagi menjadi makhluk lain yang lebih kompleks.
Yakub Tri Handoko – “... teori evolusi bisa
dipahami sebagai pandangan yang menyatakan bahwa manusia berasal dari suatu
proses evolusi yang panjang, dimulai dari zat yang paling sederhana sampai
terbentuknya makhluk yang sangat kompleks yang disebut “manusia”. Keberadaan
zat hidup pertama ini biasanya dipahami sebagai hasil dari sebuah peristiwa
alam yang kebetulan dan tiba-tiba. Proses yang diperlukan untuk evolusi ini
bisa memakan waktu berjuta-juta tahun. (www.gkri-exodus.org : Penciptaan Manusia dan Teori Evolusi).
Sederhananya begini, mula-mula secara
kebetulan ada satu makhluk bersel satu yang setelah berjuta-juta tahun
berkembang menjadi sejenis ikan, lalu setelah jutaan tahun lagi ikan ini
berkembang menjadi amfibi, lalu jutaan tahun kemudian amfibi ini berkembang
menjadi reptilia, lalu jutaan tahun lagi reptilia ini berkembang menjadi
mamalia dan burung dan pada akhirnya beberapa mamalia (seperti monyet)
berkembang menjadi manusia. Dari beberapa proses terakhir hingga menjadi
manusia seperti sekarang ini, dapat digambarkan sebagai berikut :
Kira-kira demikianlah pandangan teori
evolusi secara sederhana.
Lalu bagaimana kita menjawab hal ini?
Sesungguhnya ada banyak jawaban bisa diberikan terhadap teori ini berkaitan
dengan mutasi genetik, hukum kedua termodinamika/entropi maupun penemuan biokimia modern yang berhubungan dengan DNA / RNA tetapi semua penjelasan
ini akan menyulitkan kita memahaminya jika kita tidak mempunyai pengetahuan
dasar tentang bidang-bidang itu. Jadi saya hanya akan paparkan 2 bantahan saja
dan menurut saya itu sudah cukup untuk menunjukan kemustahilan dan
ketidaklogisan teori evolusi ini.
- Teori ini mengatakan bahwa seluruh kehidupan dimulai dari suatu makhluk bersel satu yang kemudian berevolusi selama jutaan tahun menjadi makhluk hidup yang lain.
Pertanyaan saya adalah darimana makhluk bersel satu ini berasal
/ ada? Sebagaimana sudah disebutkan di atas, para penganut teori evolusi
mengatakan bahwa makhluk bersel satu ini ada secara kebetulan sebagai hasil
bercampurnya ‘bahan-bahan’ mati. Pertanyaan kita selanjutnya adalah bagaimana
mungkin bahan-bahan mati yang bercampur itu bisa secara otomatis menghasilkan
suatu kehidupan dengan sendirinya? Itu mustahil! Cobalah anda mencampur
sejumlah benda mati, apakah bisa menghasilkan suatu makhluk hidup? Mereka juga
mengatakan bahwa petir yang menyambar menghasilkan suatu zat yang namanya asam
amino, dan asam amino ini adalah unsur dasar dari sel. Tetapi persoalannya
adalah bagaimana bisa suatu zat yang mati seperti asam amino tahu-tahu bisa
berubah menjadi suatu sel yang hidup? Secara logis tidak bisa diterima kalau
sesuatu benda (mati atau hidup) bisa ada secara kebetulan. Seandainya anda
pergi ke hutan dan di sana anda menemukan secangkir kopi dalam gelas, apakah
anda akan mengambil kesimpulan bahwa gelas dan kopinya itu ada dengan
sendirinya atau ada secara kebetulan? Tidak mungkin! Logika kita akan
mengharuskan penyebab dari hal itu. Dengan demikian teori bahwa ada satu
makhluk bersel satu yang muncul secara kebetulan sebagaimana yang dikatakan
para evolusionis adalah omong kosong yang tidak masuk akal. Di sini paham
evolusi ini tidak cocok disebut sebagai teori melainkan dongeng.
- Perhatikan bahwa teori evolusi ini mengatakan bahwa suatu species tertentu mengalami perkembangan / evolusi menjadi species yang lain dalam kurun waktu jutaan tahun.
Pertanyaan kita adalah apakah selama jutaan
tahun itu ada species yang mati atau tidak? Pasti ada bukan? Jikalau begitu
tentu harus ada species yang mati selama proses evolusi itu belum maksimal
dalam rupa species yang benar-benar baru bukan? Kalau ya, mengapa tidak ada 1
fosil pun yang ditemukan hingga saat ini yang menunjuk pada bentuk antara di
antara 2 species berbeda. Sederhananya begini. Dikatakan bahwa ikan berevolusi
selama jutaan tahun untuk menjadi seekor buaya.
Pertanyaannya adalah : ada banyak fosil
ikan yang ditemukan, demikian juga fosil buaya. Tetapi mengapa tidak pernah ada
fosil setengah ikan dan setengah buaya? Bukankah rentang waktu untuk evolusi
itu jutaan tahun dan pasti ada species yang mati dalam proses evolusi itu?
Mengapa tidak ada fosil-fosil species “setengah jadi” seperti gambar
berikut?
Jikalau manusia yang ada sekarang adalah
hasil evolusi selama jutaan tahun dari monyet, mengapa tidak ada fosil antara
yakni setengah monyet dan setengah manusia? Mengapa ada fosil Pithecantropus Erectus dan fosil Homo Saphiens tetapi tidak ada fosil di
antaranya padahal menurut teori evolusi jarak antara Pithecanthropus Erectus dan Homo
Saphiens adalah jutaan tahun?
Yakub Tri Handoko – Sejak pandangan evolusi bergulir para ahli
semakin giat mencari berbagai fosil dengan harapan menemukan “mata rantai yang
hilang” yang bisa menjelaskan transisi dari binatang ke manusia atau dari suatu
tahapan evolusi ke tahapan yang lain. Setelah berjalan puluhan dekade, mata
rantai yang hilang itu tidak pernah ditemukan. (www.gkri-exodus.org : Penciptaan Manusia dan Teori Evolusi)
Tetapi mungkin saudara berpikir bahwa
bukankah gambar-gambar yang beredar maupun film-film yang ada menunjukkan
“bentuk antara” antara monyet dan manusia? Dan juga bahwa beberapa fosil yang
kita pelajari dalam pelajaran sejarah sewaktu di sekolah menunjukkan ada
fosil-fosil yang memang setengah monyet setengah manusia seperti gambar berikut
ini?
Tidak! Itu semua omong kosong! Kalau gambar
dan film ya bisa saja hasil imaginasi yang menggambarkan / membuatnya. Tentang
fosil-fosil, sebenarnya itu hasil manipulasi yang dilebih-lebihkan supaya
mendapatkan rekonstruksi kerangka makhluk hidup kuno yang mendukung evolusi. Berikut
ini adalah beberapa “penipuan” ilmiah sehubungan dengan keberadaan fosil-fosil
yang diduga sebagai mata rantai yang hilang :
- Manusia Piltdown: hasil rekayasa rekonstruksi yang menggabungkan sebuah rahang kera dengan tengkorak manusia, kemudian diberi warna yang sama.
- Manusia Jawa: para ahli modern menolak istilah ini. Mereka meyakini bahwa yang terjadi sebenarnya hanyalah seorang manusia dan kera ditemukan di tempat yang sama. Fosil-fosil keduanya kemudian direkonstruksi menjadi “manusia Jawa purba” yang dipercaya menjadi mata rantai dari binatang ke manusia.
- Manusia Peking : alat-alat dan tulang-tulang manusia ditemukan di dekat kera-kera yang otaknya dimakan manusia (orang di daerah tersebut memang memiliki kebiasaan memakan otak kera).
- Lucy: ia diklasifikasi ulang sebagai salah satu jenis kera yang sudah punah.
- Ramapithecus : sebuah rahang dan geligi-geligi yang akhirnya dinyatakan bukan berasal dari manusia, melainkan dari orang utan.
Jadi memang tidak ada dan tidak akan pernah
ada “fosil antara” itu dan itu akan tetap menjadi rantai yang hilang.
William Lane Craig – “... bukti fosil berdiri begitu teguhnya
melawan doktrin nenek moyang yang sama. Ketika Darwin mengajukan teorinya, salah
satu kelemahan utamanya adalah tidak adanya bentuk organisme transisi di antara
satu organisme dengan organisme lainnya. Darwin menjawab ini dengan mengatakan
bahwa binatang transisional ini ada di masa lalu dan suatu saat akan ditemukan.
Tetapi ketika para ahli paleontologis menemukan sisa fosil, mereka tidak
menemukan bentuk-bentuk transisional ini; mereka hanya menemukan lebih banyak
lagi binatang dan tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda. Tentu, ada beberapa bentuk
transisional yang dicurigai, seperti Arcaeopteryx, seekor burung dengan fitur
reptilia. Tetapi jika teori neo-Darwinian itu benar, tidak akan hanya ada
beberapa missing link; tetapi, seperti yang ditekankan oleh Michael
Denton, akan ada jutaan bentuk transisional dalam catatan fosil. Pikirkan misalnya,
semua bentuk antara (intermediate) yang seharusnya ada untuk seekor
kelelawar dan seekor paus yang telah berevolusi dari nenek moyang yang sama!
Masalah itu tidak lagi dapat ditiadakan begitu saja dengan mengatakan bahwa
kita belum menggali cukup jauh. Bentuk-bentuk transisional belum ditemukan,
karena itu semua memang tidak ada. Maka, bukti yang menyangkut doktrin nenek
moyang yang sama begitu kacau. (Who Made God?, hal. 75)
Dua hal ini menurut saya sudah cukup untuk
membuktikan bahwa teori evolusi hanyalah omong kosong dan dongeng yang
dipercaya oleh banyak ilmuwan. Kesalahan terbesar Darwin dan para evolusionis
lainnya adalah terpaku pada kesamaan antara manusia dan monyet tetapi melupakan
perbedaan di antara keduanya. Memang kalau kita hanya memperhatikan
persamaannya saja maka ada banyak kesamaan antara manusia dan binatang. Bahkan
ada binatang-binatang yang terbilang cerdas apalagi kalau dilatih secara khusus
seperti dalam acara-acara sirkus. Tetapi kalau kita melihat perbedaannya maka ada lebih banyak
perbedaan antara keduanya daripada persamaannya. Karena itu secara logis tidak
bisa disimpulkan bahwa manusia berasal dari monyet hanya karena ada kemiripan
antara monyet dan manusia.
Alkitab bersaksi bahwa manusia diciptakan langsung / segera
sehingga sudah dalam rupa manusia tanpa melalui sebuah proses evolusi.
John Wesley Brill : Alkitab menyatakan
dengan jelas dan tegas bahwa manusia diciptakan oleh Allah, manusia diciptakan
dalam jangka waktu yang singkat dan langsung sebagai seorang manusia dewasa
yang sempurna. (Dasar Yang Teguh, hal. 181).
Karena itu sebagai seorang Kristen, kita seharusnya tidak
percaya dan menolak dongeng evolusi ini. Manusia adalah hasil ciptaan Allah
secara langsung dan sempurna. Kita juga tidak boleh kompromi dengan pandangan
evolusi ini seperti yang dilakukan oleh sejumlah teolog yang mempercayai teori
evolusi teistik di mana mereka berusaha menggabungkan teori evolusi dengan
Alkitab dengan mengatakan bahwa teori evolusi tidak harus bertentangan dengan
Alkitab. Mereka lalu menafsirkan ayat-ayat Alkitab dari sudut pandang teori
evolusi dan menganggap bahwa debu tanah dalam Kej 2:7 sebenarnya adalah bahasa
simbolik bagi binatang.
Kej 2:7 - ketika itulah
TUHAN Allah membentuk manusia itu dari
debu tanah (binatang) dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Ini pandangan yang tidak masuk akal. Apa gerangan yang membuat
penulis kitab Kejadian mengganti sebutan tubuh binatang dengan bahasa simbolik
“debu tanah”. Selain itu kalau memang “debu tanah” di sini mau diartikan tubuh
binatang, maka mereka harus konsisten untuk menerapkan arti demikian pada
ayat-ayat yang lain. Misalnya :
Kej 3:19 - dengan berpeluh
engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah (binatang), karena dari situlah (binatang) engkau
diambil; sebab engkau debu (binatang)
dan engkau akan kembali menjadi debu
(binatang)."
Pengkh 3:19-20 – (19)
Karena nasib manusia adalah
sama dengan nasib binatang,
nasib yang sama menimpa mereka
(manusia dan binatang); sebagaimana yang satu (manusia) mati, demikian juga yang lain (binatang). Kedua-duanya
(manusia dan binatang) mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan
atas binatang, karena segala
sesuatu adalah sia-sia. (20) Kedua-duanya
(manusia dan binatang) menuju
satu tempat; kedua-duanya (manusia dan binatang) terjadi dari
debu (binatang) dan kedua-duanya (manusia dan binatang) kembali
kepada debu (binatang).
Silahkan pikirkan apakah kalimat ini jadi masuk akal? Kalau
saudara bukan binatang, saudara akan tahu bahwa ini tidak masuk di akal. Jadi
sekali lagi, jangan percaya pada dongeng evolusi ini dan juga jangan
mengkompromikan Alkitab dengan dongeng ini. Kalau Darwin dan pengikutnya mau
percaya hal itu, biarkan saja mereka yang jadi keturunan monyet dan bukan kita.
Pada akhirnya Darwin memang bertobat tetapi teorinya sudah terlanjur diikuti
dan dipercaya oleh para ilmuwan lain sehingga akhirnya terus dipegang hingga
saat ini. Ini mengajarkan kita untuk berhati-hati di dalam mengajar satu hal
karena kalau apa yang kita ajarkan itu salah, biar pun kita sudah
bertobat/menyadari kesalahannya, kesalahan itu bisa tetap menyebar dan dianggap
sebagai kebenaran oleh orang lain.
Penerapan lain yang bisa saya berikan adalah karena kita tidak
berasal dari binatang (monyet), maka kita tidak boleh memaki orang lain /
anak-anak kita dengan kata “binatang” atau menyebut jenis binatang tertentu
seperti babi, anjing, monyet, dll. Kecuali makian Alkitabiah terhadap nabi-nabi
palsu.
2 Pet 2:22 - Bagi mereka
cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: "Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya."
Mat 7:15 - "Waspadalah
terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba,
tetapi sesungguhnya mereka adalah
serigala yang buas.
Luk 13:31-32 – (31) Pada
waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus:
"Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh
Engkau." (32) Jawab Yesus kepada mereka: "Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu:
Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada
hari yang ketiga Aku akan selesai.
Mat 23:33 - Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan
ular beludak! Bagaimanakah
mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?
Amin
No comments:
Post a Comment