Cruise ship in storm, Antarctica Photographer:MITSUAKI IWAGO/ MINDEN PICTURES/National Geographic Stock Yesaya 43:1-3
"Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku.
Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, Yang Mahakudus, Allah Israel, Juruselamatmu |
Kedaulatan
Tuhan adalah salah satu terminologi doktrinal
yang terdengar tinggi sehingga banyak teolog yang mendiskusikannya panjang
lebar. Jadi bagaimana jika Tuhan
berdaulat? Lebih jauh lagi, bagaimana jika
Dia tidak berdaulat? Apa perbedaan yang akan dihasilkan? Pada sebuah
acara retreat wanita beberapa waktu lalu, saya meminta kepada para wanita untuk
menuliskan dari urutan bawah ke atas 1-2 hal yang paling mereka takuti dalam
hidup. Hasil-hasilnya telah dapat diperkirakan ( jika anda tidak memasukan juga ketakutan muntah di toilet perkemahan)—meninggalnya seseorang yang
dikasihi tanpa mengenal Kristus, penyakit-penyakit kritis, kehancuran ekonomi.
Namun demikian Alkitab secara konsisten mengatakan kepada kita “ jangan takut.” Bagaimana kita tanpa takut di saat-saat terburuk yang dapat terjadi pada kita atau mereka yang kita kasihi? Dapatkah kita bahkan tanpa rasa takut didalam dunia ini? Sebagai orang-orang Kristen, pertanyaan yang kita gumuli adalah siapa atau apa yang menentukan hal-hal ini terjadi? Siapa atau apa yang menyebabkan apapun itu untuk terjadi didalam hidup kita? Jika kita tidak mengetahui, maka kita akan menghadapi masa depan yang mengerikan karena takut akan apa yang tidak diketahui adalah penghasil stress terbesar dalam hidup ini.
Bagian sebelumnya : Apakah Tuhan Berdaulat atau apa?
Hanya ada
sejumlah kemungkinan-kemungkinan tertentu sehubungan siapa atau apa yang
mengendalikan berbagai peristiwa dalam
kehidupan kita. Apa sajakah itu? Tuhan, kita, orang lain, kekuatan-kekuatan
setan, kemungkinan yang ditakdirkan
/berlangsung acak. Mari mulai dengan
kemungkinan sebagai permulaan. Kemungkinan atau peluang tidak dapat menyebabkan
apapun karena kemungkinan bukanlah sebuah kekuatan. Ketika kita melemparkan
koin, kita mengatakan ada sebuah “kemungkinan 50/50” yang akan memunculkan kepala
koin.
Tetapi
kemungkinan tidak dapat menyebabkan koin
berakhir dengan sisi kepala koin. Kekuatan yang mengakibatkan koin
berputar saat dilemparkan menentukan berapa kali koin itu berputar-putar di
udara. Hal ini merupakan kombinasi bobot
koin dan tingginya koin melambung di
udara, menentukan dengan sisi mana koin itu akan mendarat.
Kemungkinan atau peluang tidak
menyebabkan apapun karena kemungkinan tidak menentukan apapun yang akan terjadi
dan tidak memiliki kuasa untuk membuat
apapun menjadi terwujud.
Baiklah,
bagaimana dengan kita? Bukankah kita menentukan apa yang sedang terjadi didalam
kehidupan kita? Bukankah kita memiliki kehendak bebas untuk membuat
pilihan-pilihan dan menentukan jalan hidup kita sendiri? Kebebasan
dianggap oleh banyak orang sebagai
kebajikan tertinggi, terutama di dunia barat. Tetapi ketika badai menghantam kehidupan, ketika orang yang
dikasihi meninggal, ketika penyakit yang
tak tersembuhkan menyerang, ketika kecelakaan menimpa dan membuat kita dengan segera dibawa ke rumah sakit, ketika
banyak pekerjaan lepas dari genggaman dan tagihan-tagihan mulai menumpuk,
ketika teman-teman menolak dan melukai
kita, dimanakan kebebasan kita kemudian? Apakah kita sungguh-sungguh ingin
berpaling kepada “kebebasan” untuk
menjadi tenang?
Jika kita berpikir secara rasional mengenai hal ini, kita tidak terbebas dari sakit-penyakit, kesakitan, duka cita dan kematian. Jadi apakah kita sungguh-sungguh bebas pada akhirnya? Apakah kita sungguh-sungguh mengendalikan kehidupan kita dan jalan-jalan hidup kita? Lebih penting lagi, apakah kita sungguh-sungguh menginginkannya? Saya berikan scenario ini kepada anda : anda memiliki dua pilihan. Entah anda dapat mengendalikan kehidupan anda atas orang yang berdosa, tak dapat ditebak, tak dapat diandalkan yang kebijaksanaannya terbatas, yang kerap membuat keputusan-keputusan buruk, dan yang keputusan-keputusannya kerap dipengaruhi emosi.
Jika kita berpikir secara rasional mengenai hal ini, kita tidak terbebas dari sakit-penyakit, kesakitan, duka cita dan kematian. Jadi apakah kita sungguh-sungguh bebas pada akhirnya? Apakah kita sungguh-sungguh mengendalikan kehidupan kita dan jalan-jalan hidup kita? Lebih penting lagi, apakah kita sungguh-sungguh menginginkannya? Saya berikan scenario ini kepada anda : anda memiliki dua pilihan. Entah anda dapat mengendalikan kehidupan anda atas orang yang berdosa, tak dapat ditebak, tak dapat diandalkan yang kebijaksanaannya terbatas, yang kerap membuat keputusan-keputusan buruk, dan yang keputusan-keputusannya kerap dipengaruhi emosi.
ATAU anda
menyerahkan kendali kehidupanmu kepada
seorang pribadi yang sepenuhnya bijaksana, sepenuhnya berkuasa, murah hati, berbelas kasih, mengasihi , yang
tak memiliki maksud apapun kecuali yang baik
kepada anda. Manakah yang akan anda pilih? Anda pasti gila bila memilih
yang pertama. Tetapi ketika kita
mendesak untuk mengendalikan kehidupan-kehidupan kita sendiri, dan bergantung
pada kehendak “bebas” kita sebagai kuasa tertinggi dalam kehidupan, maka inilah yang sebenarnya sedang
kita lakukan. Apakah hal ini melegakan anda?
Apakah kita
sungguh-sungguh ingin berpaling pada kehendak bebas kita sebagai kelegaan kita
dalam waktu-waktu yang sulit? Kita
menyukai ide kehendak bebas ketika hal itu adalah kehendak bebas kita , tetapi ketika menyangkut kehendak bebas orang lain yang akan
akan menghempaskan kehendak bebas-kehendak bebas kita, hal ini sangat tidak menarik. Tetapi itulah apa
yang anda dapatkan ketika anda
memandang kehendak bebas sebagai yang berdaulat. Jika kehendakmu bebas, maka demikian juga kehendak saya dan
demikian juga dengan kehendak bosmu yang sewenang-wenang, anak perempuan yang kasar didalam kelasmu
dan penjahat dengan sebuah senjatanya, dan Osama Bin Laden, dan setiap
mahkluk jahat lainnya di dunia ini.
Sehingga
kebebasan kita tidaklah benar-benar bebas sama sekali karena kehendak bebas
kita bergantung pada belas kasih mereka
yang memiliki kekuasaan atau kedudukan yang membuat kehendak bebas mereka “lebih bebas”
daripada kehendak bebas yang kita miliki. Dan hal ini berarti kehidupan kita
berada di tangan mereka, bukan di tangan kita sendiri. Jadi kemanakah kebebasan
membawa kita? Apakah pemikiran semacam ini membuat kita kuat dan tanpa takut? Tidak dalam duniaku. Dan
tidak, saya menduga, dalam duniamu juga.
SELESAI
Who’s in charge here anyway? A look at the sovereignty of God. By Dolores Kimball | diterjemahkan oleh : Martin Simamora
Who’s in charge here anyway? A look at the sovereignty of God. By Dolores Kimball | diterjemahkan oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment