Oleh : Robin
Schumacher, Ph.D
Is the Old Testament God Evil? |
Abstraksi :
Orang-orang non Kristen terkadang menyatakan bahwa Tuhan yang dipotret dalam Perjanjian Lama sebagai sebuah ketuhanan yang kasar dan bengis yang tanpa pandang bulu memerintahkan penghukuman terhadap orang-orang yang nampaknya tidak bersalah, para perempuan, dan anak-anak, atau secara langsung menyebabkan kematian mereka melalui berbagai macam sarana. Tuhan semacam ini, lanjut argumen ini, tidak mungkin dalam cara bagaimanapun mewakili Pencipta yang kasih atau figur Bapa yang ditawarkan oleh Perjanjian Baru, dan semestinya dalam cara apapun tidak disembah atau dimuliakan. Akan tetapi, sebuah pemeriksaan yang lebih dekat terhadap Yahweh dalam Perjanjian Lama menganulir tuduhan bahwa Pencipta adalah seorang tirani dan sebaliknya menyingkapkan Tuhan yang benar, sabar, penuh belas kasih, dan mengasihi, benar-benar Tuhan yang mencerminkan gambar yang dilukiskan oleh Yesus dan semua penulis Perjanjian Baru lainnya.
Orang-orang non Kristen terkadang menyatakan bahwa Tuhan yang dipotret dalam Perjanjian Lama sebagai sebuah ketuhanan yang kasar dan bengis yang tanpa pandang bulu memerintahkan penghukuman terhadap orang-orang yang nampaknya tidak bersalah, para perempuan, dan anak-anak, atau secara langsung menyebabkan kematian mereka melalui berbagai macam sarana. Tuhan semacam ini, lanjut argumen ini, tidak mungkin dalam cara bagaimanapun mewakili Pencipta yang kasih atau figur Bapa yang ditawarkan oleh Perjanjian Baru, dan semestinya dalam cara apapun tidak disembah atau dimuliakan. Akan tetapi, sebuah pemeriksaan yang lebih dekat terhadap Yahweh dalam Perjanjian Lama menganulir tuduhan bahwa Pencipta adalah seorang tirani dan sebaliknya menyingkapkan Tuhan yang benar, sabar, penuh belas kasih, dan mengasihi, benar-benar Tuhan yang mencerminkan gambar yang dilukiskan oleh Yesus dan semua penulis Perjanjian Baru lainnya.
Pengantar:
Dalam bukunya “The God Delusion”, seorang ateis Richard Dawkins menuliskan sebuah kritik tajam penggambaran Tuhan sebagaimana dia melihat Tuhan dalam Perjanjian Lama. Dawkins berkata : “Tuhan Perjanjian Lama sangat-sangat nyata merupakan karakter yang sangat tidak menyenangkan dalam semua kisah fiksi : cemburu dan bangga akan cemberunya; seorang yang berpikiran sempit, tidak adil, seorang yang tidak mengampuni dan tergila-gila untuk mengendalikan; pembalas dendam, pembasmi etnik yang haus darah; sosok yang menentang perkawinan, rasis, pembunuh bayi, pelaku pemusnah sebuah bangsa secara sistematis atau genosida, pembantai anak-anak, penyebar penyakit pes, sosok sakit jiwa yang mengkahyalkan dirinya agung, sosok yang memperoleh kenikmatan dengan menyiksa manusia, seorang penggertak atau pengancam berhati dengki yang plintat-plintut [Ricahrd Dawkins, The God Delusion, Great Britain: Bantam Press, 2006, 31].” Kata-kata semacam ini digemakan oleh seorang ateis Charles Templeton yang menyatakan : Tuhan Perjanjian Lama nyata-nyata tidak seperti Tuhan yang dipercayai oleh hampir semua orang pelaku Kristen… Keadilan-Nya, mengacu pada standard-standard moderen, kasar… Dia condong berprasangka, pengeluh, pembalas dendam, dan cemberu akan hak-hak prerogatif yang dimilikinya" [Charles Templeton, Farewell to God, Toronto: McClelland and Stewart, 1999, 71.].
Apakah yang
ada didalam Perjanjian Lama yang
menimbulkan bahasa yang sedemikian keras dari Dawkins dan Templeton yang tak menginginkan apapun dengan
Tuhan? Apakah penyebab-penyebab orang-orang lainnya seperti Thomas Plane untuk
menuliskan : “ Kapanpun kita membaca
kisah-kisah saru, pesta pora yang
menggairahkan, eksukusi-eksekusi yang kejam dan meyiksa,
berbagai pembalasan dendam yang tak ada hentinya, dimana lebih dari
setengah Alkitab dipenuhi dengan hal semacam ini, akan lebih, akan lebih konsisten untuk menyebutkannya pekerjaan
seorang setan, daripada firman Tuhan [3Thomas Paine, Age of Reason, Astor,
Lenox, and Tilden Foundations, 1944, 18..]
Apakah
penggambaran-penggambaran Tuhan yang
demikian adalah akurat? Apakah
Perjanjian Lama melukiskan sebuah gambar Tuhan sebagai tidak lebih dari seorang penggertak atau pengancam kosmik
dengan sebuah pemicu begitu tipisnya yang siap untuk menyiksa atau
mengakhiri banyak kehidupan siapapun juga mereka yang melakukan
pengabaian sama sekali sebuah perintah surga yang kelihatannya perintah
yang kecil?
Jawaban-jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan ini adalah kritikal karena orang-orang Kristen
dewasa ini begitu cepatnya mengatakan kepada orang-orang tidak percaya (bukan
Kristen) mengenai Tuhan kasih yang
sabar, mengampuni, dan lambat untuk marah. Faktanya Yesus sendiri mengambarkan
Tuhan sebagai Bapa yang lembut, yang mengasihi anak-anak-Nya dan
ciptaan, dan seseorang yang merindukan
anak pemboros untuk kembali ke rumah ketimbang mengingkan anak laki-laki terhilang itu binasa. Apakah Yesus salah sama sekali? Apakah Anak Allah
luput memperhatikan apa yang dilihat
Dawkins, Templeton, Paine, dan orang-orang lainnya dalam tulisan-tulisan Perjanjian Lama? Apakah ada
ketidaksinambungan antara apa yang diakui orang-orang Kristen mengenai
Tuhan versus apa yang sesungguhnya
dicatat dalam 39 kitab pertama dalam
Perjanjian Lama?
Makalah
ini mengamati pernyataan-pernyataan oleh para pengeritik Kekristenan bahwa Tuhan Perjanjian Lama tidak lebih daripada
seorang monster tanpa belas kasih. Agar dapat
menjawab isu ini secara memadai, sebuah survei contoh-contoh utama Perjanjian Lama yang
digunakan oleh para pengeritik untuk
menopang pandangan mereka, pertama-tama akan ditampilkan. Karena
keringkasan makalah ini, tidak semua
kasus akan diperiksa; akan tetapi perhatian akan diberikan agar tidak mengabaikan ilustrasi-ilustrasi umum atau utama yang
digunakan oleh para penentang untuk melabeli Tuhan sebagai bengis dan tidak
adil.
Setelah itu,
setiap contoh yang disurvei akan diperiksa mendetail untuk memahami situasinya
dalam sebuah cara yang lebih tepat sehingga sebuah keputusan berdasarkan informasi yang diperoleh dapat
dibuat untuk setiap hal terkait apakah Tuhan Perjanjian Lama seorang monster tanpa belas kasih?
Kritik-kritik
menentang Tuhan masih menancap. Ketika
hal ini selesai dilakukan, sebuah studi cepat akan dilakukan , pada
bagaimana ateis-ateis dan orang-orang skeptis
lainnya dapat membenarkan
sikap-sikap moral mereka dalam
ketiadaan standard moral absolute apapun juga. Pada akhirnya, beberapa
kesimpulan dari bagian-bagian terdahulu
akan disajikan dengan pengharapan akan memberikan sebuah rangkuman
argumentasi-argumentasi yang memperlihatkan
mengapa Tuhan Perjanjian Lama tidak berbeda daripada Tuhan yang digambarkan
oleh Yesus dan para penginjil
Kristen saat ini.
Sebuah Tinjauan Singkat pada Sejumlah
Contoh- Contoh Perjanjian Lama
Para
penentang Tuhan yang digambarkan dalam Perjanjian Lama menunjukan pada sejumlah
referensi Biblikal yang nampaknya memotret Pencipta dalam sebuah pencahayaan
yang buruk. Sebagai contoh, awal dan pusat dalam argument-argumen mereka dalam
banjir di kitab Kejadian yang melenyapkan semua
kehidupan dari bumi kecuali keluarga tertentu : ” Sebab
sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan
segala yang hidup dan bernyawa di kolong langit; segala yang ada di bumi akan
mati binasa (Kejadian 6:17).” Dari ayat ini, sejelas Kristal bahwa adalah Tuhan
sendiri yang memilih untuk menyebabkan kematian-kematian para pria, para wanita, dan anak-anak dalam
jumlah yang tak terkatakan.
Selanjutnya
dalam Kejadian ditemukan penghancuran
Sodom dan Gomorah dan semua orang yang
tinggal di sana terjadi melalui sebuah tindakan langsung Tuhan yang adikodrati :”
Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal
dari TUHAN, dari langit; dan ditunggangbalikkan-Nyalah kota-kota itu dan Lembah
Yordan dan semua penduduk kota-kota serta tumbuh-tumbuhan di tanah (Kejadian
19:24-25).
Tuduhan-tuduhan
pembasmian sebuah bangsa secara sistematis
atau genosida merupakan hal yang sangat
umum dikalangan pengeritik Tuhan, dengan tuduhan pada Israel akan apa yang
harus dilakukan dengan orang-orang yang ada berdiam di tanah perjanjian diambil
sebagai sebuah contoh : "Apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau ke
dalam negeri, ke mana engkau masuk untuk mendudukinya, dan Ia telah menghalau
banyak bangsa dari depanmu, yakni orang Het, orang Girgasi, orang Amori, orang
Kanaan, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus, tujuh bangsa, yang lebih
banyak dan lebih kuat dari padamu, dan TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan mereka
kepadamu, sehingga engkau memukul mereka kalah, maka haruslah kamu menumpas mereka sama sekali. Janganlah engkau
mengadakan perjanjian dengan mereka dan janganlah engkau mengasihani mereka
(Ulangan 7:1-2 penekanan ini ditambahkan).
Bagi skeptik, ayat ini jelas sekali bahwa Tuhan sedang memerintahkan
kematian-kematian atas orang yang tidak bersalah yang kejahatannya hanya
mendiami tanah yang Dia inginkan untuk
dimiliki Israel. Hal ini dikemukakan
kembali dalam beberapa bab kemudian dalam kitab yang sama dalam Perjanjian
Lama : “Tetapi dari kota-kota
bangsa-bangsa itu yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik
pusakamu, janganlah kaubiarkan hidup
apapun yang bernafas, melainkan kautumpas sama sekali, yakni orang Het,
orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi, dan orang Yebus, seperti
yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, (Ulangan 20:16-17, penekanan
ditambahkan).
Kritik-kritik
juga ditujukan kepada penumbangan Yerikho dan
natur kekerasan pada bagaimana penumbangan kota tersebut dilaksanakan : “Mereka
menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang di dalam kota itu, baik
laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, domba
dan keledai” (Yosua 6:21). Keterlihatan natur Tuhan tanpa belas kasih merupakan
bentuk-bentuk pemusnahan oleh-Nya yang serupa,
juga digambarkan dalam perintah Tuhan kepada Saul dalam Perjanjian Lama untuk
memusnahkan orang Amalek :” Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan
janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun
perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta
maupun keledai” ( 1 Samuel 15:3, penekanan ditambahkan). Mengapa, Tanya
pengeritik, apakah anak-anak bahkan
binatang-binatang harus dibunuh di
Yerikho dan dalam perang-perang Saul? Tentu saja pertanyaan semacam
ini terlihat ekstrim dan buas, bukankah demikian? Merujuk pada
peristiwa-peristiwa semacam ini, Robert Anton Wilson menyatakan : ”Alkitab
memberitahukan bahwa kita menjadi seperti Tuhan, dan kemudian pada halaman demi
halaman menggambarkan Tuhan sebagai seorang pembunuh masal” [http://www.goodreads.com/quotes/show/25755].
Tambahan
terhadap contoh-contoh ini, beragam pribadi-pribadi atau tokoh-tokoh dalam Perjanjian Lama—mereka yang nampaknya
mendapatkan bantuan dan persetujuan Tuhan—menjadi bidikan para pencela Alkitab. Sebagai
contoh dalam kitab Hakim-Hakim dimana kisah Samson disampaikan, termasuk
sebuah episode dimana Samson dikisahkan
menikah dan melakukan taruhan
dengan 30 orang yang akan menjadi bagian
dari peristiwa itu. Setelah dia kalah dalam taruhan dan dipaksa untuk
memenuhinya ( dia harus menyediakan 30 set pakaian bagi mereka), Samson pergi
ke Askelon dan membunuh 30 pria “tak
bersalah” untuk mendapatkan pakaian mereka : “Maka berkuasalah Roh TUHAN atas dia, lalu
pergilah ia ke Askelon dan dibunuhnya tiga puluh orang di sana, diambilnya
pakaian mereka dan diberikannya pakaian-pakaian kebesaran itu kepada
orang-orang yang dapat memberi jawab teka-teki itu. Tetapi amarahnya masih juga
bernyala-nyala, lalu pulanglah ia ke rumah ayahnya (Hakim-Hakim 14:9). Seperti
dapat dilihat dalam bagian pertama ayat ini, Roh Tuhan memampukan Samson untuk
melakukan tindakan tersebut—bagaimana bisa
perbuatan semacam ini dipenuhi oleh kuasa Tuhan yang berbelas kasih dan
mengasihit tanya pengeritik?
Tidak hanya
tindakan-tindakan seperti dikisahkan diatas yang diambil sebagai
contoh-contoh kebengisan oleh mereka yang tidak menyetujui perilaku Tuhan,
mereka juga dengan yakin menunjuk kepada apa yang mereka anggap
barbarik yang luar biasa dan penghukuman-penghukuman lalim yang
dilembagakan oleh Tuhan. Sebagai contoh, sebuah kasuh terkait hal ini adalah
penghukuman bagi seorang anak yang tidak patuh : "Apabila seseorang
mempunyai anak laki-laki yang degil dan membangkang, yang tidak mau
mendengarkan perkataan ayahnya dan ibunya, dan walaupun mereka menghajar dia,
tidak juga ia mendengarkan mereka, maka haruslah ayahnya dan ibunya memegang
dia dan membawa dia keluar kepada para tua-tua kotanya di pintu gerbang tempat
kediamannya, dan harus berkata kepada para tua-tua kotanya: Anak kami ini degil
dan membangkang, ia tidak mau mendengarkan perkataan kami, ia seorang pelahap
dan peminum. Maka haruslah semua
orang sekotanya melempari anak itu dengan batu, sehingga ia mati.
Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu; dan seluruh
orang Israel akan mendengar dan menjadi takut” [ Ulangan 21:18-21,penekanan
ditambahkan].
Contoh lainnya yang kerap dikutip adalah membunuh seorang manusia karena melanggar Sabat sebagaimana dicatat dalam kitab Bilangan : “Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. Lalu orang-orang yang mendapati dia sedang mengumpulkan kayu api itu, menghadapkan dia kepada Musa dan Harun dan segenap umat itu. Orang itu dimasukkan dalam tahanan, oleh karena belum ditentukan apa yang harus dilakukan kepadanya. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Orang itu pastilah dihukum mati; segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan." Lalu segenap umat menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu, sehingga ia mati, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa” (Ulangan 15:32-36, penekanan ditambahkan). Seperti yang dapat dilihat, ayat ini diakhiri dengan sebuah persetujuan atau pengesahan Tuhan pada pelaksaan eksekusi terhadap pelanggar Sabat. Contoh-contoh demikian mengakibatkan ateis seperti George Smith mengomentari demikian :” Tuhan Perjanjian Lama mengumpulkan sebuah daftar kekejaman yang mengesankan. Jehovah sendiri bangga akan pemusnahan yang langsung dilakukan-Nya terhadap manusia dalam jumlah besar, biasanya melalui penyebaran penyakit pes atau kelaparan, dan kerap melalui kejadian-kejadian yang tidak lazim [ George Smith, Atheism: The Case Against God, New York: Prometheus Books, 1980, 77].”
Contoh lainnya yang kerap dikutip adalah membunuh seorang manusia karena melanggar Sabat sebagaimana dicatat dalam kitab Bilangan : “Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. Lalu orang-orang yang mendapati dia sedang mengumpulkan kayu api itu, menghadapkan dia kepada Musa dan Harun dan segenap umat itu. Orang itu dimasukkan dalam tahanan, oleh karena belum ditentukan apa yang harus dilakukan kepadanya. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Orang itu pastilah dihukum mati; segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan." Lalu segenap umat menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu, sehingga ia mati, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa” (Ulangan 15:32-36, penekanan ditambahkan). Seperti yang dapat dilihat, ayat ini diakhiri dengan sebuah persetujuan atau pengesahan Tuhan pada pelaksaan eksekusi terhadap pelanggar Sabat. Contoh-contoh demikian mengakibatkan ateis seperti George Smith mengomentari demikian :” Tuhan Perjanjian Lama mengumpulkan sebuah daftar kekejaman yang mengesankan. Jehovah sendiri bangga akan pemusnahan yang langsung dilakukan-Nya terhadap manusia dalam jumlah besar, biasanya melalui penyebaran penyakit pes atau kelaparan, dan kerap melalui kejadian-kejadian yang tidak lazim [ George Smith, Atheism: The Case Against God, New York: Prometheus Books, 1980, 77].”
Sebuah Tanggapan terhadap Keberatan-Keberatan dari
Kritik-Kritik
Dari contoh-contoh diatas, akan terlihat bahwa mereka yang mempertanyakan keadilan , kasih, dan belas kasih Tuhan memiliki sebuah posisi yang agak kokoh dalam keberatan-keberatan mereka. Akan tetapi, mari sekarang menggali sedikit lebih dalam kedalam setiap contoh dan melihat jika tidak ada hal yang lebih untuk setiap kisah dibandingkan dengan apa yang terlihat pada permukaannya manakala serangkaian ayat-ayat tunggal dicomot dari teks dan digunakan untuk menyerang karakter Tuhan.
Dari contoh-contoh diatas, akan terlihat bahwa mereka yang mempertanyakan keadilan , kasih, dan belas kasih Tuhan memiliki sebuah posisi yang agak kokoh dalam keberatan-keberatan mereka. Akan tetapi, mari sekarang menggali sedikit lebih dalam kedalam setiap contoh dan melihat jika tidak ada hal yang lebih untuk setiap kisah dibandingkan dengan apa yang terlihat pada permukaannya manakala serangkaian ayat-ayat tunggal dicomot dari teks dan digunakan untuk menyerang karakter Tuhan.
credit : answersingenesis.org |
Kejadian Banjir
Pada Kejadian 6, penghakiman Tuhan terhadap dunia paling banyak ditemukan dalam kata-kata ini :”Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka” [Kejadian 6:7]. Sementara itu banjir universal sangat jelas merupakan hal ekstrim pada permukaannya, terdapat sejumlah faktor-faktor yang harus diingat dalam benak.
Pada Kejadian 6, penghakiman Tuhan terhadap dunia paling banyak ditemukan dalam kata-kata ini :”Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka” [Kejadian 6:7]. Sementara itu banjir universal sangat jelas merupakan hal ekstrim pada permukaannya, terdapat sejumlah faktor-faktor yang harus diingat dalam benak.
Pertama,
Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa kekerasan dan kejahatan telah bertumbuh
menjadi hal yang menjalar sedemikian ekstrim sehingga kekerasan dan kejahatan secara harfiah telah menyentuh setiap hal dan setiap orang yang ada pada waktu itu. Kejadian 6:5
menyatakan : ” Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan
bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata”
[Kejadian 6:5]. Penulis 5 Kitab Musa mengindikasikan bahwa beberapa
dosa pada dasarnya adalah dosa seksual
(bandingkan dengan Kejadian 6:1-2) dan sehingga kejahatan meresap dan memenuhi
bumi. Ini menghapus argument bahwa Tuhan menenggelamkan orang yang “tak
bersalah” dalam banjir yang Tuhan
datangkan.
Selanjutnya
dalam pembangunan bahtera, yang berlangsung selama 100 tahun, Nuh digambarkan sebagai seorang “pengkhotbah
kebenaran” (bandingkan dengan 2 Petrus
2:5) kepada orang yang berada di sekitarnya. Ini bermaknsa bahwa orang-orang
memiliki 100 tahun atau lebih untuk mendengarkan pesan Nuh dan bertobat dari
dosa yang mendatangkan bajir air atas
mereka. Akan tetapi, buktinya tidak ada yang perubahan pikiran-pikiran selama masa itu,pada akhirnya, hanya Nuh saja
dan keluarganya yang diselamatkan. Lebih
daripada sebagai Tuhan yang memiliki
sumbu yang pendek yang terkadang digambarkan oleh para ateis, Alkitab
menunjukan bahwa Tuhan sebenarnya
memiliki kesabaran yang besar dengan mereka yang jahat dihadapan-Nya sementara
bahtera itu sedang dibangun (bandingkan dengan 1 Petrus 3:20).
Sehingga
pada akhirnya, kita mendapatkan Tuhan menggunakan utusan-Nya untuk
memproklamasikan kebenaran pertobatan dan penghakiman sebelum sebuah budaya
rusak sepenuhnya, yang menolak untuk disingkirkan bahkan setelah 100 tahun hal
jahat tersebut disingkapkan. Dan kita menemukan belas kasih Tuhan
menjadi diperlihatkan pada sebuah keluarga yang mengikuti dan mematuhi apa yang
Tuhan telah perintahkan.
Artist- James E McConnell The picture is depicting the destruction of Sodom and Gomorrah and Lot's wife looking back |
Sodom dan Gomorah
Penghancuran Sodom dan Gomorah diliput dalam Kejadian 19, akan tetapi apa yang kerap terlewatkan adalah apa yang disebutkan mengenai dua kota itu sebelum penghakiman mereka. Dalam Kejadian 13, Abraham dan keponakannya Lot terpisah satu sama lain kerena ternak mereka telah berkembang biak menjadi terlampau besar bagi tanah dimana mereka hidup. Lot memilih untuk pindah ke sebuah area yang digambarkan Kitab Kejadian sebagai “seperti taman TUHAN (Kejadian 13:10), yang merupakan daerah Sodom. Sekalipun kejahatan telah ada didalam kota itu (bandingkan Kejadian 13:13), Tuhan masih memberkati tanah dimana mereka tinggal, hal semacam ini terkadang disebuta sebagai anugerah umum Tuhan, yang mengakibatkan hujan dari-Nya turun bagi yang benar dan yang tidak benar (bandingkan Matius 5:45).
Penghancuran Sodom dan Gomorah diliput dalam Kejadian 19, akan tetapi apa yang kerap terlewatkan adalah apa yang disebutkan mengenai dua kota itu sebelum penghakiman mereka. Dalam Kejadian 13, Abraham dan keponakannya Lot terpisah satu sama lain kerena ternak mereka telah berkembang biak menjadi terlampau besar bagi tanah dimana mereka hidup. Lot memilih untuk pindah ke sebuah area yang digambarkan Kitab Kejadian sebagai “seperti taman TUHAN (Kejadian 13:10), yang merupakan daerah Sodom. Sekalipun kejahatan telah ada didalam kota itu (bandingkan Kejadian 13:13), Tuhan masih memberkati tanah dimana mereka tinggal, hal semacam ini terkadang disebuta sebagai anugerah umum Tuhan, yang mengakibatkan hujan dari-Nya turun bagi yang benar dan yang tidak benar (bandingkan Matius 5:45).
Tuhan telah
menyediakan sebuah tanah yang luar biasa bagi penduduk Sodom untuk didiami.
Tetapi Tuhan juga menyediakan untuk
menyelamatkan mereka dari bahaya
beserta perintah rohani. Kejadian 14 merunutkan kisah perang Sodom dan
Gomorah, pada awalnya kalah dan dijarah oleh raja-raja lawan , tetapi kemudian juga secara terinci
dikisahkan bagaimana Abraham menyelematkan Lot yang juga menjadi tawanan seperti juga orang-orang lain yang turut bersama dengannya. Juga dikatakan
mengenai Melkisedek yang mendatangi Raja
Sodom serta juga Abraham yang diberkartinya. Dari catatan ini Nampak beralasan
bahwa penduduk di negeri itu telah diperlihatkan kebenaran Tuhan oleh
Melkisedek dan berangkali oleh orang-orang lain selama kira-kira 25 tahun.
Namun
sekalipun mereka tinggal di sebuah
negeri yang diberkati oleh Tuhan, diselamatkan dari musuh-musuh
oleh hamba Tuhan, dan telah diberikan
kebenaran rohani oleh imam Tuhan,
orang-orang memilih untuk hidup sepenuhnya
dalam dosa dihadapan Pencipta mereka. Kejadian 13:13 berkata, “Adapun orang
Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN.” Kemudian, dalam Kejadian 18, Alkitab
mencatat Tuhan ketika mendeklarasikan, “Sesungguhnya banyak keluh kesah orang
tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya” (Kejadian
18:20).
Lagi, penulis Kejadian kemudian merincikan
sebuah percakapan menarik antara Tuhan dan Abraham. Ketika Tuhan
merenungkan untuk melaksanakan penghukuman terhadap kota-kota itu,
Abraham bertanya jika Tuhan berani menghancurkan
orang baik dengan orang yang jahat. Tuhan kemudian mulai mengurangi ke sebuah angka yang diperkirakan adalah jumlah orang baik yang tersisa
di kota Sodom, dimulai dengan 50 dan
berakhir dengan 10, meminta angka demi
angka jika Tuhan masih akan
menghancurkan kota, jika angka jumlah orang baik yang diiminta Abraham ada bermukim didalam tembok-tembok kota itu.
Pada akhirnya, Tuhan berkata
Dia tidak akan menghancurkan kota itu jika Tuhan dapat menemukan
setidaknya 10 orang baik berdiam didalam kota itu.
Tetapi dalam
Kejadian 19, dua malaikan dating kedalam kota itu dan ditampung oleh Lot. Kitab
suci kemudian berkata demikian : ” Tetapi
sebelum mereka tidur, orang-orang lelaki dari kota Sodom itu, dari yang muda sampai yang tua, bahkan
seluruh kota, tidak ada yang terkecuali, datang mengepung rumah itu. Mereka
berseru kepada Lot: "Di manakah orang-orang yang datang kepadamu malam
ini? Bawalah mereka keluar kepada kami, supaya kami pakai mereka"
(Kejadian 19:4-5,penekanan ditambahkan). Penulis berhati-hati untuk mencatat
bahwa orang-orang jahat itu adalah baik
yang muda dan yang tua dan dari mana-mana. Terbukti syarat 10 orang benar tidak dapat
ditemukan dan Tuhan bertindak dalam penghakiman terhadap budaya yang jahat. Akan
tetapi, Lot dan keluarganya diselamatkan dari datanganya penghakiman dan diloloskan
dari penghakiman.
Catatan
peristiwa Sodom dan Gomorah, yang berpuncak pada perjumpaan yang melibatkan
Lot, malaikat-malaikat, dan orang-orang kota tersebut merupakan sebuah gambaran yang terang akan jenis kejahatan
yang sudah menjiwai mereka sehingga menyebabkan Tuhan untuk bertindak setelah Dia memberkati berbagai keadaan, menyelamatkan dari bahaya, dan memberikan panduan rohani.
Perjanjian baru merujuk pada penghancuran kota-kota ini sebagai sebuah contoh
penghakiman yang akan dating ( bandingkan 2 Petrus 2:6) dengan aspek dosa aktivitas seksual yang tidak wajar
secara spesifik dinyatakan (bandingkan Yudas 7).
Selanjutnya : PenghancuranYerikho, Penghukuman terhadap Amalek, Samson dan Anak-anak Askelon,…
Selanjutnya : PenghancuranYerikho, Penghukuman terhadap Amalek, Samson dan Anak-anak Askelon,…
Is the God of the Old
Testament a Merciless Monster?
Robin Schumacher, Ph.D.
May 2011
diterjemahkan oleh : Martin Simamora
(Makalah dibagi dalam beberapa bagian oleh editor dari makalah tunggal dengan judul diatas tersebut.)
Robin Schumacher, Ph.D.
May 2011
diterjemahkan oleh : Martin Simamora
(Makalah dibagi dalam beberapa bagian oleh editor dari makalah tunggal dengan judul diatas tersebut.)
No comments:
Post a Comment