Abraham memohon kepada Tuhan untuk kepentingan Sodom & Gomora Copyright: Cook Communications Ministries Kejadian 18: (25) Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?" (26) TUHAN berfirman: "Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka." |
Pengantar
Kebenaran
Tuhan, merupakan salah satu atribut
Tuhan yang sangat mengemuka dalam nas-nas kitab suci, atribut ini juga salah
satu yang sangat sulit untuk
didefinisikan. Pada dasarnya, membedakan kebenaran Tuhan dari kekudusan-Nya
atau kebaikan-Nya terlihat sulit. Lagi pula, kebenaran Tuhan sebenarnya
merupakan sinonim bagi keadilan-Nya :
Sementara di dalam hampir pada umumnya Perjanjian Lama kata adil berarti “lurus,” dan kata tersebut dalam Perjanjian Baru berarti “sama,” dalam sebuah pemahaman moral keduanya bermakna “benar.” Ketika Tuhan berkata bahwa Tuhan itu adil, kita sedang mengatakan bahwa Dia selalu melakukan apa yang benar, apa yang harus dilakukan, dan Dia melakukannya secara konsisten, tanpa memihak atau prasangka. Kata adil dan kata benar merupakan kata-kata yang identik baik didalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Terkadang para penerjemah menerapkan kata asli “adil” dan pada lain waktu menggunakan “benar” tanpa alasan yang nyata (bandingkan Nehemia 9:8 dan 9:33 dimana kata yang sama digunakan). Tetapi kata manapun yang mereka gunakan, kata itu pada dasarnya merupakan hal yang sama. Kata yang digunakan pasti berkaitan dengan tindakan-tindakan Tuhan. Tindakan-tindakan yang selalu benar dan adil.
Kebenaran Tuhan ( atau keadilan) pada dasarnya merupakan ungkapan kekudusan-Nya. Jika Dia suci tak terbatas, maka Dia pastilah menentang semua dosa, dan penentangan terhadap dosa pasti didemonstrasikan dalam perlakuan-Nya pada ciptaan-ciptaan-Nya. Ketika kita membaca bahwa Tuhan benar atau adil, kita sedang dijaminkan bahwa tindakan-tindakan-Nya terhadap kita ada didalam kesepakatan sempurna dengan natur-Nya yang kudus.--- Richard L. Strauss, The Joy of Knowing God, (Neptune, New Jersey: Loizeaux Brothers, 1984), hal. 140.
[While the most common Old Testament word for just means ‘straight,’ and the New Testament word means ‘equal,’ in a moral sense they both mean ‘right.’ When we say that God is just, we are saying that He always does what is right, what should be done, and that He does it consistently, without partiality or prejudice. The word just and the word righteous are identical in both the Old Testament and the New Testament. Sometimes the translators render the original word ‘just’ and other times ‘righteous’ with no apparent reason (cf. Nehemiah 9:8 and 9:33 where the same word is used). But whichever word they use, it means essentially the same thing. It has to do with God’s actions. They are always right and fair.
God’s righteousness (or justice) is the natural expression of His holiness. If He is infinitely pure, then He must be opposed to all sin, and that opposition to sin must be demonstrated in His treatment of His creatures. When we read that God is righteous or just, we are being assured that His actions toward us are in perfect agreement with His holy nature.]
Kata-kata
ini diungkapkan oleh Richard Strauss membawa kita sangat dekat dengan sebuah definisi singkat mengenai kebenaran. Kebenaran dalam relasinya
dengan manusia, adalah keselerasan mereka terhadap sebuah standard. Tidak
seperti manusia, Tuhan tidak tunduk kepada apapun diluar diri-Nya sendiri.
Tidak ada yang mengungkapkan hal ini
lebih baik daripada yang dilakukan A.W. Tozer :
Terkadang dikatakan :”keadilan mempersyaratkan Tuhan untuk melakukan ini,” merujuk pada beberapa tindakan yang kita tahu bahwa Dia akan lakukan. Ini adalah sebuah kesalahan berpikir juga dalam memperbincangkannya, karena definisi itu mendalilkan sebuah prinsip keadilan diluar Tuhan yang mendesak Dia untuk bertindak dalam sebuah cara tertentu. Tentu saja tidak ada prinsip semacam ini. Jika ada maka prinsip semacam ini pasti lebih besar dari Tuhan, karena hanya sebuah kuasa yang lebih unggul dapat mendesak untuk patuh. Kebenarannya adalah: tidak ada dan tidak pernah ada apapun juga diluar natur Tuhan yang dapat menggerakkan Dia dalam derajat sekecil apapun. Semua pertimbangan-pertimbangan Tuhan datang dari dalam Dia, yang bukan ciptaan. Tidak ada yang memasuki diri Tuhan dari kekekalan, tidak ada yang telah disingkirkan, dan tidak ada yang telah berubah.
Keadilan, ketika digunakan Tuhan, adalah sebuah nama yang kita berikan bagi apa adanya Tuhan, tidak lebih; dan ketika Tuhan bertindak secara adil Dia tidak melakukakan-Nya untuk menyelaraskan dengan sebuah kriteria independen, tetapi semata bertindak seperti diri-Nya sendiri dalam sebuah situasi yang apa adanya…Tuhan adalah pemilik prinsip kesetaraan moral atas keberadaan diri-Nya sendiri, dan ketika Dia menghukum manusia-manusia yang jahat atau memberikan upah terhadap orang-orang benar, Dia pada dasarnya bertindak sebagaimana diri-Nya sendiri, tidak dapat dipengaruhi oleh apapun juga yang bukan diri-Nya sendiri.”-- A. W. Tozer, The Knowledge of the Holy, hal. 93-94.
[It is sometimes said, ‘Justice requires God to do this,’ referring to some act we know He will perform. This is an error of thinking as well as of speaking, for it postulates a principle of justice outside of God which compels Him to act in a certain way. Of course there is no such principle. If there were it would be superior to God, for only a superior power can compel obedience. The truth is that there is not and can never be anything outside of the nature of God which can move Him in the least degree. All God’s reasons come from within His uncreated being. Nothing has entered the being of God from eternity, nothing has been removed, and nothing has been changed.Justice, when used of God, is a name we give to the way God is, nothing more; and when God acts justly He is not doing so to conform to an independent criterion, but simply acting like Himself in a given situation. . . God is His own self-existent principle of moral equity, and when He sentences evil men or rewards the righteous, He simply acts like Himself from within, uninfluenced by anything that is not Himself.”]
Abraham dan Kebenaran
Tuhan
(Kejadian 18:16-33)
(Kejadian 18:16-33)
Kejadian 18:23-28
(23) Abraham datang mendekat dan berkata: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? (24) Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? (25) Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?" (26) TUHAN berfirman: "Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka." (27) Abraham menyahut: "Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu.(28) Sekiranya kurang lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?" Firman-Nya: "Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat puluh lima di sana."
(23) Abraham datang mendekat dan berkata: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? (24) Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? (25) Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?" (26) TUHAN berfirman: "Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka." (27) Abraham menyahut: "Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu.(28) Sekiranya kurang lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?" Firman-Nya: "Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat puluh lima di sana."
Kebenaran
Tuhan telah diperkenalkan secara sangat dini dalam Alkitab pada bab-bab pembuka Kitab Kejadian. Atribut ini adalah basis bagi permohonan Abraham kepada Tuhan bagi
kota-kota Sodom dan Gomora. Tuhan digambarkan secara antropomorfis (dalam istilah-istilah seperti manusia)
disini sebagaimana telah kita dengar “Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang
Sodom dan Gomora” (ayat 20). Saya bertanya-tanya dari siapakah keluh kesah
ini berasal. Satu orang yang sangat mungkin adalah “Lot, orang yang benar, yang terus-menerus menderita oleh cara hidup
orang-orang yang tak mengenal hukum dan yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka
saja” (Lihat 2 Petrus 2:6-8).
Dalam terminologi
judisial masa kini, Tuhan tidak berkenan
untuk bertindak semata0mata berdasarkan pada
desas-desus. Adalah kehendaknya untuk “ turun”
(ayat 21) ke tempat ini dan melihat sendiri apakah tuduhan-tuduhan ini benar.
Tentu saja kita tahu Tuhan Mahatahu. Dia mengetahui semuanya. Dia tidak perlu
sama sekali “melakukan perjalanan ke Sodom dan Gomora” untuk melihat apakah
kota-kota ini memang sungguh jahat. Dia telah mengetahui kota-kota ini jahat.
Tetapi, dari sudut pandang kita, Tuhan menginginkan kita untuk mengetahui bahwa
Dia bertindak secara adil. Dia bertindak
berdasarkan informisi yang mana dia memiliki pengetahuan mengenai hal
itu secara personal. Jadi ketika Tuhan menghakimi kota-kota ini, Dia
melakukannya dengan cara sangat adil karena kota-kota tersebut memang
sungguh-sungguh jahat.
Saya
mendapatkannya sangat menarik bahwa ayat 17-21 mendahului catatan tentang doa
permohonan Abraham atas kota-kota ini. Tuhan mengetahui apa yang akan Dia lakukan.
Apa yang Dia maksudkan untuk dilakukan
adalah benar dan adil. Tetapi Tuhan menginginkan Abraham menjadi bagian dari
apa yang sedang Dia lakukan. Jika Tuhan harus bertindak secara adil, Dia semata
cukup bertindak secara konsisten dengan karakter-Nya. Tetapi melibatkan Abraham
juga merupakan hal konsisten dengan
perjanjian-Nya dengan Abraham dan tujuan
dari perjanjian ini. Maksud Tuhan bagi panggilan Abraham dan membuat sebuah
perjanjian dengan dia diungkapkan dalam ayat 17-19 :
Kejadian 18:17-19
(17) Berpikirlah TUHAN: "Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini? (18) Bukankah sesungguhnya Abraham akan menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat? (19) Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya."
(17) Berpikirlah TUHAN: "Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini? (18) Bukankah sesungguhnya Abraham akan menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat? (19) Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya."
Maksud Tuhan terhadap panggilan Abraham dan membuat sebuah perjanjian dengan dia adalah agar Abraham menjaga jalan Tuhan dengan melakukan kebenaran dan keadilan dan untuk mengajarkan keturunan-keturunannya melakukan hal yang sama. Kebenaran adalah sasaran Tuhan bagi Abraham dan keturunannya.
Ketika Tuhan
memberitahukan kepada Abraham bahwa Dia hendak menghancurkan Sodom dan Gomora,
Abraham mulai menjadi penengah bagi mereka. Kepedulian Abraham adalah untuk
kebenaran didalam kota-kota mereka. Bagaimana bisa Tuhan mungkin menghancurkan
kota-kota ini jika ada pria-pria dan perempuan-perempuan benar yang hidup
disan? Jika Tuhan telah menghancurkan
baik orang-orang benar dan orang-orang
jahat tanpa membedakan mereka, maka Tuhan tidak akan bertindak secara benar dan adil. Dan tentu saja Tuhan, sebagai
“hakim seluruh bumi,” harus bertindak secara adil (ayat 25).
Abraham
melanjutkan menjadi penengah terhadap
Tuhan mewakili orang-orang benar. Mulai dengan 50 orang benar, Abraham
memohonkan pada Tuhan agar tidak menghancurkan kota-kota ini jika 50 orang benar dapat ditemukan. Pada
akhirnya, Abraham dapat ( itu terlihat) menurunkan jumlah orang benar yang
diperlukan ke jumlah yang sedikit, sejumlah 10 orang benar (ayat 32). Tetapi
sama sekali tidak ada 10 orang benar di kota-kota ini. Ada orang benar tapi hanya empat (jika termasuk isteri Lot).
Tetapi Tuhan, dalam keadilan-Nya, tidak akan berurusan dengan orang jahat dalam
sebuah cara dimana orang benar juga turut terhukum. Tuhan tidak menyayangkan kota-kota Sodom dan
Gomora, tetapi Dia menyayangkan Lot dan keluarganya dengan menyelamatkan mereka
dari kota Sodom sebelum malaikat-malaikat menghancurkan kota-kota tersebut.
Kita lihat
disini dalam kitab Kejadian, maksud Tuhan dalam panggilan Abraham dan
keturunannya: untuk membangkitkan sebuah bangsa yang dijiwai oleh kebenaran dan keadilan. Tuhan,
tidak hanya memperlihatkan diri-Nya sebagai yang benar dan adil, Dia juga bekerja
didalam kehidupan Abraham untuk memperlihatkan kepada Abraham bahwa dia adalah
seorang pria yang mencintai kebenaran dan keadilan.
Bersambung: Bagian 2
The Righteousness ofGod Study By: Bob Deffinbaugh | diterjemahkan oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment