Ananias and Sapphira – Raphael – Wikipedia entry on Ananias and Sapphira 1 Petrus 1: 16) sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.(17) Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. |
Kekudusan Tuhan dan
Gereja
(Kisah Para Rasul 5:1-16; 1 Korintus 11:17-34)
Kisah Ananias dan Safira merupakan kisah yang dikenal baik oleh orang-orang Kristen. Pada masa-masa awal gereja, ada perhatian yang besar terhadap mereka yang miskin. Ketika kebutuhan meningkat, orang-orang percaya/kudus akan menjual beberapa benda miliknya dan menyerahkannya di kaki para rasul untuk didistribusikan (lihat Kisah Para Rasul 2:44-45; 4:34-37). Ananias dan Safira juga melakukannya, tetapi tidak dengan sepenuh hati dan dalam sebuah cara tipu daya. Mereka telah menjual sebuah properti tetapi mengambil kembali sebagian dari hasil penjualan untuk diri mereka sendiri. Mereka menyerahkan sisanya kepada para rasul seolah-olah itulah jumlah keseluruhannya. Ketika dosa mereka terungkap oleh Petrus, dia mempersoalkan dengan mereka, dan mereka berdua mati. Ketakutan besar melanda seluruh gereja, belum lagi masyarakat sekitarnya.
(Kisah Para Rasul 5:1-16; 1 Korintus 11:17-34)
Kisah Ananias dan Safira merupakan kisah yang dikenal baik oleh orang-orang Kristen. Pada masa-masa awal gereja, ada perhatian yang besar terhadap mereka yang miskin. Ketika kebutuhan meningkat, orang-orang percaya/kudus akan menjual beberapa benda miliknya dan menyerahkannya di kaki para rasul untuk didistribusikan (lihat Kisah Para Rasul 2:44-45; 4:34-37). Ananias dan Safira juga melakukannya, tetapi tidak dengan sepenuh hati dan dalam sebuah cara tipu daya. Mereka telah menjual sebuah properti tetapi mengambil kembali sebagian dari hasil penjualan untuk diri mereka sendiri. Mereka menyerahkan sisanya kepada para rasul seolah-olah itulah jumlah keseluruhannya. Ketika dosa mereka terungkap oleh Petrus, dia mempersoalkan dengan mereka, dan mereka berdua mati. Ketakutan besar melanda seluruh gereja, belum lagi masyarakat sekitarnya.
Bacalah terlebih dahulu bagian sebelumnya :
- "Celakalah aku!... Sebab aku ini seorang yang najis bibir namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."
- “Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah”
Saya selalu
terkonsentrasi pada fakta bahwa pasangan
ini berdusta atas apa yang telah mereka
lakukan. Tetapi dalam konteks mempelajari kekudusan Tuhan, dua detail
tambahan terlihat lebih penting
daripada yang saya pikirkan sebelumnya.
Pertama, kedua orang ini telah berdusta
pada Roh Kudus. Penipuan mereka merupakan sebuah tindakan yang tidak patut
terhadap kekudusan Tuhan. Juga merupakan perbuatan yang dapat memiliki efek
mengkhamirkan gereja itu sendiri ( lihat 1 Korintus 5:6-7). Sebagaimana yang
didorong oleh Barnabas yang murah hati agar
yang lain memberikan dengan cara
yang sama, tindakan Ananias dan isterinya yang setengah hati dan menipu dapat
memberikan efek yang jelek bagi orang lain didalam jemaat dengan mendorong yang
lain untuk melakukan kecurangan yang
sama. Ingat bahwa gereja adalah tempat
Tuhan berdiam di muka bumi ini. Tuhan itu kudus, dan oleh sebab itu gereja-Nya
harus kudus juga. Dosa Ananias dan Safira merupakan
sebuah tindakan penghinaan terhadap
kekudusan Tuhan didalam gereja-Nya.
Lebih
lanjut, Lukas memasukan sebuah komentar pada efek kematian Ananias dan Safira
yang dialami gereja dan komunitas tersebut. Sebuah ketakutan besar melanda
seluruh gereja dan mereka yang mendengar kejadian tersebut (Kisah Para Rasul
5:11,13). Orang-orang tidak percaya segera saja diliputi dengan ketakutan
membuat mereka menjauhi gereja, dan orang-orang percaya termotivasi untuk menjaga jarak dengan dunia
(terkait dengan perbuatan dosa).
Takut
adalah respon manusia terhadap kekudusan
Tuhan. Jadi dosa Ananias dan isterinya
merupakan sebuah dosa tidak
hormat, sebuah dosa terhadap kekudusan
Tuhan. Tetapi pelanggaran terhadap kekudusan Tuhan yang mengakibatkan kematian
pada pasangan ini juga membawa ketakutan
pada mereka yang mendengar insiden ini.
Teks terkait
hal ini ditemukan dalam 1 Korintus 11
dimana Paulus menghardik dan menegur
gereja itu karena tidak benar dalam mengadakan perjamuan. Gereja
mengenang Yesus Kristus dengan
mengadakan komuni sebagai sebuah bagian dari jamuan makan, sebagaimana yang kita lihat
dalam jamuan terakhir yang digambarkan injil-injil. Beberapa orang dapat
membawa banyak makanan dan minuman ke acara makan malam sederhana,
sementara yang lainnya membawa sedikit atau bahkan tidak membawa sama sekali.
Beberapa orang mendapatkan makanan yang
terbaik karena datang awal, sementara yang lainnya terlambat. Mereka yang membawa banyak dan datang awal tidak mau
menunggu atau berbagi dengan yang lainya, sehingga mereka terlampau
kekenyangan. Dalam prosesnya, beberapa menjadi mabuk dan berperilaku tidak pantas sehingga perayaan
mengenang kematian Yesus menjadi memalukan, menyerupai perayaan-perayaan
agama berhala yang dilakukan tetangga-tetangga mereka di Korintus.
Paulus
menghardik orang-orang Korintus, untuk
tidak mengambil bagian komuni dalam cara yang
tidak pantas, tetapi mengambil bagian didalamnya dengan sebuah cara yang
hormat. Banyak orang Kristen menduga Paulus menghardik
orang-orang Korintus karena mengambil
roti dan anggur sebagai orang yang “tidak
layak” untuk mengambil bagian, ketimbang
menyadari bahwa Paulus sedang melarang untuk mengambil bagian roti dan anggur
dalam sebuah cara yang tidak sesuai—“dengan cara yang tidak pantas/layak.” Tidak seorangpun yang pernah layak atau
pantas atas tubuh dan darah Yesus Kristus, tetapi kita dapat mengenangnya
dalam sebuah cara yang pantas/terhormat
dan patut.
Paulus lebih
lanjut berkata bahwa ketika orang-orang Kristen makan roti dan minum anggur “ secara tidak layak/pantas,” mereka bersalah terhadap tubuh dan
darah Yesus Kristus ( 1 Korintus 11:27),
dan dengan berlaku demikian maka mereka
tidak “menilai tubuh secara benar”
(ayat 29). Dia melanjutkannya dengan menjelaskan bahwa perilaku demikian dalam meja perjamuan telah
mendatangkan penyakit pada beberapa
orang dan kematian pada orang-orang lain ( ayat 30).
Ketika saya
memahami kata-kata Paulus, dosa
orang-orang Korintus pada Perjamuan Tuhan adalah tindakan tidak hormat. Tubuh Tuhan kita—tubuh
jasmani dan darah—adalah kudus. Yesus
Kristus adalah korban kematian tanpa
dosa menggantikan kita. Tubuh Tuhan kita juga adalah gereja,
sehingga gereja juga kudus. Dengan membiarkan diri mereka dalam
kemabukan dan perilaku yang tidak pantas pada Perjamuan Tuhan, gereja telah memperlihatkan sebuah penghinaan
terhadap tubuh jasmani Kristus dan tubuh spiritual-Nya, yaitu jemaat. Perilaku tidak hormat sangat menghina
Tuhan sehingga Dia menimpakan beberapa orang dengan penyakit dan yang lainnya
dengan kematian. Perilaku tidak hormat dalam ibadah merupakan sebuah kegagalam
dalam memahami kekudusan Tuhan dan sekaligus sebuah sikap menghina terhadap kekudusan Tuhan.
Tidak menghormati adalah sebuah dosa yang memiliki dampak besar dengan berbagai
konsekuensi yang mengerikan . Kekudusan
Tuhan mensyaratkan kita untuk
menjalankan ibadah secara serius dan tidak
mengambil bagian dalam ibadah dalam cara yang sesukanya. Ini tidak lantas berarti bahwa ibadah
haruslah sesuatu yang tanpa sukacita, khusuk dan muram. Pada dasarnya dalam
ibadah kita harus menghargai hadirat Tuhan secara serius dan sangat berhati-hati akan perilaku tak pantas terhadap
hadirat-Nya oleh perilaku kita yang tidak hormat.
Kekudusan Tuhan
dan Kekristenan Masa Kini
Kekudusan
Tuhan bukan sekedar sebuah doktrin
dimana kita memberikan persetujuan.
Sebaliknya, doktrin kekudusan Tuhan sepatutnyalah memandu dan memerintah kehidupan kita.
(1)
Kekudusan Tuhan sepatutnya memandu dan
mengatur pemikiran kita pada “penerimaan
Tuhan.”
Saya kerap
mendengar orang-orang Kristen menggunakan ungkapan “ penerimaan tak bersyarat.”
Nampaknya istilah ini pertama-tama dikenakan pada Tuhan dan kemudian pada
orang-orang percaya. “ Tuhan menerima kita tanpa syarat,” mereka beralasan,”
dan demikian juga harus menerima orang lain tanpa syarat.” Kesulitan saya
adalah, bahwa ungkapan ini bukanlah
sebuah ekspresi yang berakar pada Alkitab. Bahkan, berangkali lebih buruk,
ekspresi semacam itu tidak terlihat sebagai sebuah konsep yang berlandankan
pada Alkitab. Tuhan tidak “menerima kita terlepas dari” apa yang kita lakukan.
Perhatikan bangsa Israel. Karena dosanya yang berlangsung terus-menerus, Tuhan
berkata mereka bukan lagi umat-Nya ( lihat Hosea 1). Tuhan tidak menerima Kain
atau persembahannya (Kejadian 4:5). Tuhan
menerima kita hanya melalui darah Yesus
Kristus yang tercurah sehingga dengan demikian orang-orang Kristen
tidak diterima tanpa syarat, terlepas dari perbuatan-perbuatan dan
perilaku-perilaku mereka. Kekudusan Tuhan menunjukan Tuhan tidak menerima apa
yang tidak kudus. Pada kenyataannya,
semua yang Tuhan terima dari kita adalah apa yang Dia hasilkan didalam
dan melalui diri kita. Berbicara
mengenai penerimaan tanpa syarat secara gampangan terlihat mendorong kehidupan yang ceroboh dan
dalam ketidakpatuhan.
Gereja tidak dapat “menerima” mereka yang mengaku menjadi orang-orang Kristen tetapi mereka hidup seperti penyembah berhala ( 1 Korintus 5:1-13). Kita harus disiplin dan menyingkirkan mereka yang menolak untuk hidup seperti orang-orang Kristen. Gereja harus menjadi kudus, dan ini berarti membuang “ragi” dari tengah-tengah gereja. Mari pertimbangkan, bagi mereka yang menekankan penerimaan tanpa syarat untuk memperhatikan dengan seksama kata-kata ini :
Gereja tidak dapat “menerima” mereka yang mengaku menjadi orang-orang Kristen tetapi mereka hidup seperti penyembah berhala ( 1 Korintus 5:1-13). Kita harus disiplin dan menyingkirkan mereka yang menolak untuk hidup seperti orang-orang Kristen. Gereja harus menjadi kudus, dan ini berarti membuang “ragi” dari tengah-tengah gereja. Mari pertimbangkan, bagi mereka yang menekankan penerimaan tanpa syarat untuk memperhatikan dengan seksama kata-kata ini :
Wahyu
3:14-16
(14) "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah: (15) Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! (16) Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.
(14) "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah: (15) Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! (16) Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.
(2)
Doktrin kekudusan Tuhan harus dipertimbangkan ketika kita berbicara tentang
akuntabilitas ( pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat dan diucapkan
terhadap publik/jemaat)
Konsep “akuntabilitas” yang ada, dalam pandangan saya, diimpor dari dunia
sekuler. Saya tidak sepenuhnya menentang akuntabilitas , kecuali gereja
tersebut terkadang bicara lebih banyak
mengenai akuntabilitas terhadap manusia dari pada akuntabilitas terhadap
Tuhan. Mari janganlah kita melupakan kepada siapa kita harus memberikan
pertanggungan jawab :
Matius 12:36
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.
Matius 12:36
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.
Ibrani 13:17
Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu. Lihat juga 1 Korintus 3:10-15
Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu. Lihat juga 1 Korintus 3:10-15
Roma 14:12
Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah
Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah
1 Petrus 4:4-5
(4) Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu (5) Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
(4) Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu (5) Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
(3) Kekudusan
Tuhan semestinya mengendalikan pemikiran kita mengenai harga diri
Saya
tersentak oleh pernyataan ini yang dibuat oleh seorang psikolog di permulaan abad ini yang sangat berbeda
dari apa yang selama ini diberitahukan kepada kita :
“Penghormatan ini telah didefinisikan secara signifikan oleh psikolog bernama William McDougall sebagai “ emosi relegius yang par excellence ( sungguh baik malampaui semuanya); beberapa saja manusia biasa dengan kekuatan-kekuatannya yang mampu menikmati penghormatan, ini perpaduan takjub, takut, ungkapan syukur, dan perasaan pada diri sendiri yang negatif .”--- William McDougall, An Introduction to Social Psychology (New York: Methuen, 1908), p. 132, cited by Kenneth Prior, The Way of Holiness (Downers Grove: Inter-Varsity Press, rev. ed., 1982), p. 20.
[“This reverence has been significantly defined by the psychologist William McDougall as ‘the religious emotion par excellence; few merely human powers are capable of exciting reverence, this blend of wonder, fear, gratitude, and negative self-feeling.”]
“Penghormatan ini telah didefinisikan secara signifikan oleh psikolog bernama William McDougall sebagai “ emosi relegius yang par excellence ( sungguh baik malampaui semuanya); beberapa saja manusia biasa dengan kekuatan-kekuatannya yang mampu menikmati penghormatan, ini perpaduan takjub, takut, ungkapan syukur, dan perasaan pada diri sendiri yang negatif .”--- William McDougall, An Introduction to Social Psychology (New York: Methuen, 1908), p. 132, cited by Kenneth Prior, The Way of Holiness (Downers Grove: Inter-Varsity Press, rev. ed., 1982), p. 20.
[“This reverence has been significantly defined by the psychologist William McDougall as ‘the religious emotion par excellence; few merely human powers are capable of exciting reverence, this blend of wonder, fear, gratitude, and negative self-feeling.”]
Mengapa kita
berbicara ( pada puncaknya) tentang menemukan
harga diri kita didalam Kristus ketika
Yesaya berjumpa dengan kekudusan Tuhan yang menyebabkan dia berkata,
Yesaya 6:5
Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."?
Yesaya 6:5
Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."?
Saya takut
seluruh orientasi kita salah, dan kita datang kepada Kristus untuk merasa lebih
baik mengenai diri kita sendiri ketimbang merasa jatuh tersungkur dihadapan Dia dalam
kerendahan hati dan terpesona pada kekudusan-Nya. Hati kita semua seharusnya dipenuhi
dengan rasa syukur dan pujian untuk
anugerah yang telah Dia berikan kepada kita. Itu adalah orang yang
menganggap dirinya memiliki kebenaran diri sendiri dihadapan Tuhan,
percaya diri akan siapa diri mereka,
bukan orang-orang benar yang percaya diri didalam siapakah Dia ( Lukas 9-14).
“Oleh karena itu takut dan takjub yang secara sama dikaitkan Kitab suci, orang-orang kudus dilanda dan diliputi dengan perasaan-perasaan tersebut manakala mereka memandang kekudusan Tuhan…Orang-orang tidak pernah terjamah dan terkesan dalam cara yang seharusnya yaitu dengan dengan sebuah keyakinan
akan ketakberartian mereka,
hingga mereka mengenali perbedaan
menyolok pada diri mereka dengan
kemuliaan Tuhan.”--- John Calvin, sebagaimana
dikutip oleh R. C. Sproul, The
Holiness of God, hal. 68.
[“Hence that dread and amazement with which as Scripture uniformly relates, holy men were struck and overwhelmed whenever they beheld the presence of God.… Men are never duly touched and impressed with a conviction of their insignificance, until they have contrasted themselves with the majesty of God.]
[“Hence that dread and amazement with which as Scripture uniformly relates, holy men were struck and overwhelmed whenever they beheld the presence of God.… Men are never duly touched and impressed with a conviction of their insignificance, until they have contrasted themselves with the majesty of God.]
(4)Kekudusan
Tuhan Semestinya memperingatkan kita akan apa yang kita terima dan praktekan
dari gerakan “pertumbuhan gereja” masa
kini.
Gerakan pertumbuhan gereja masa kini mendapatkan pujian dalam beberapa hal. Namun,
sepertinya, dalam upayanya untuk menginjili “para pencari” dengan menjadi “
pencari yang bersahabat.” Upaya ini gagal untuk menekankan kekudusan Tuhan
secara cukup serius. Saya akan
menyebutkan sejumlah hal yang menjadi kepedulian saya. Bagaimana bias sebuah gereja mengarahkan pehatian pelayanannya (Minggu
pagi) pada penginjilan ketika pokok-pokok pelayanan gereja terarah pada
hal-hal lain, sebagaimana yang digambarkan pada Kisah Para Rasul 2:42 (
dimana pokok-pokok pelayanan gereja : pengajaran para rasul, bersekutu, memecah roti, dan berdoa)? Menerapkannya lain dengan yang diajarkan Alkitabm bagaimana
bisa gereja berfokus pada penginjilan didalam pertemuannya ketika
pokok-pokok fungsi yang ada menjadi penyembahan dan perbaikan pikiran dan karakter? Lebih jauh
lagi, bagaimana dapat seorang mengundang
orang yang belum percaya untuk berpartisipasi dalam sebuah ibadah sebagai
seorang yang tidak percaya? Alkitab mengajarkan
tida ada “para pencari” semacam ini ( Roma 3:10-12). Mereka yang akan
diselamatkan adalah mereka yang telah dipilih, yang hatinya akan dihidupkan
Roh Kudus ,yang pikirannya akan dicerahkan Roh Kudus. Mereka yang mati didalam
dosa-dosa mereka, Dia buat menjadi hidup ( Efesus 2:1-7).
Tak seorangpun
yang telah Tuhan pilih dan yang didalamnya
Roh Kudus bekerja dapat gagal untuk
datang kepada Tuhan, jadi apa perlunya menjadi begitu bersemangat merayu
orang-orang yang belum percaya untuk datang ke gereja? Mereka yang baru saja diselamatkan bergabung dengan
gereja dalam kitab Kisah Para Rasul, dan mereka yang tidak diselamatkan menjaga
jarak dari gereja. Dengan semua
penekanan pada pertumbuhan gereja, terlihat hanya ada
sedikit perhatian yang diberikan kepada pengurangan jemaat melalui disiplin dan
ketaatan yang kecil untuk
memproklamasikn dan mempraktekan kekudusan Tuhan. Ketika Tuhan menimpakan
kematian kepada Ananias dan Safira, orang-orang
yang tidak percaya tidak berbondong-bondong ke gereja, tetapi semua menjadi takut akan Tuhan dan inilah
yang benar. Jika takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat, mak kekudusan Tuhan
tidak boleh diabaikan. Kekudusan Tuhan akan menyingkirkan beberapa orang,
tetapi akan mendorong yang dipilih menuju salib.
Kala saya
mempelajari Yesaya 6 dan 2 Korintus 2-7
diantara teks-teks lainnya, saya mendapatkan Yesaya dan Paulus, keduanya
memiliki kesadaran yang mendalam
terhadap kekudusan Tuhan. Pengetahuan
ini menyebabkan mereka menjadi orang-orang yang
ada untuk menyenangkan Tuhan ketimbang menjadi penyenang-penyenang
manusia ( lihat Galatia 1:10). Paulus
tidak akan melunakan atau mengurangi bobot asli pemberitaannya atau menerapkan
metoda-metoda yang tak sepatutnya
terhadap injil dan tidak hormat terkait dengan kekudusan Tuhan.
Orang-orang pilihan Tuhan dan diselamatkan oleh
Tuhan tidak memerlukan penyelamatan dengan metoda-metoda pemasaran.
Gereja yang memiliki pengertian
kekudusan Tuhan akan memproklamasikan, menjalankan dan menjaga sebuah injil yang murni.
(5) Sebuah Pengertian
kekudusan Tuhan semestinya mengubah
sikap dan cara melakukan ibadah
Dalam
Perjanjian Lama, ibadah sangat diatur.
Dalam Perjanjian Baru, kebebasan yang
lebih besar nampaknya
diberikan dalam melakukan ibadah.
Keimamatan terbatas dalam Perjanjian Lama telah menjadi keimamatan semua orang
percaya dalam Perjanjian Baru. Tetapi Kisah
Para Rasul 5 dan 1 Korintus 5 dan 11
secara tegas memperingatkan kita
tentang ibadah yang gagal untuk membawa kekudusan Tuhan secara cukup serius.
Sikap tidak hormat merupakan tindakan tidak pantas yang sangat serius,
sebagaimana kita lihat baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dan
ibadah adalah satu area dimana sikap tidak hormat adalah sebuah hal yang selalu menjadi perhatian. Saya
merasa tertekan oleh mereka yang dalam
antusiasme dan kegairahan dalam ibadah mereka, melanggar secara
nyata-nyata instruksi-instruksi terhadap
gereja terkait ibadah. Satu kaus dalam sorotan adalah pengajaran biblical pada
peran waninta yang dapat berperan didalam pertemuan gereja. Juga , Uza yang terlihat
memiliki ketulusan dan
bersemangat sekali dalam perannya untuk membawa pulang tabut Tuhan ke
Yerusalem, namun Tuhan menimpakan kematian padanya karena sikap tidak hormat. Musa
telah ditahan untuk memasuki tanah yang dijanjikan karena sikap tidak hormatnay
dan kegagalannya untuk mematuhi Tuhan
tepat sebagaimana yang telah diinstruksikan. Ini membawa kita kepada
pengamatan berikutnya.
Mazmur 96 :9
Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan, gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi!
Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan, gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi!
(6) Respon yang sepatutnya terhadap kekudusan Tuhan
adalah takut (hormat), dan hasil dari
takut itu adalah kepatuhan
Saat saya
mengamati nas-nas yang berbicara mengenai kekudusan Tuhan dan takut akan Tuhan maka nas-nas firman Tuhan
itu pasti menghasilkannya dalam hati semua orang, saya menemukan sebuah
keterkaitan yang amat kuat antara takut (atau hormat) dan kepatuhan. Sebagai
contoh, isteri harus menghormati ( maksudnya
takut) suaminya dalam Efesus 5:33.
Penundukan isteri terhadap suaminya paling sering diungkapkan
oleh kepatuhannya terhadap suaminya ( lihat 1 Petrus 3:5-6). Takut atau hormat
membawa kepada kepatuhan. Korelasi yang sama terlihat didalam 1 Petrus 2:13-25
dan Roma 13:1-7 yang menunjukan hormat
terhadap warga Negara dan
penguasa-penguasa yang memerintah dan budak-budak dan tuan-tuan mereka.
Takut akan
Tuhan adalah akibat dari pemahaman akan Kekudusan Tuhan. Sehingga ini
terlebih lagi adalah sumber hal
yang baik. Takut adalah permulaan hikmat ( Amsal 1:7). Takut akan Tuhan
menyebabkan kita untuk membenci dan menjauhi yang jahat ( Amsal 8:13; 16:6).
Takut akan Tuhan juga dasar untuk keyakinan yang kokoh ( Amsal 14:26). Takut akan Tuhan merupakan mata air kehidupan ( Amsal 14:27).
Kekudusan Tuhan adalah akar dari banyak buah-buah yang luar biasa, yang
memancar keluar dari sebuah hati ytang telah memiliki hormat akan Tuhan sebagai Dia yang kudus.
(7) Kekudusan Tuhan
adalah dasar dan keharusan yang mendesak bagi pengudusan kita
Kekudusan
Tuhan adalah alasan mengapa kita juga diperintahkan untuk
menjalani kehidupan yang kudus :
1 Petrus 1:14-19
(14) Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, (15) tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, (16) sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.(17) Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. (18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.
1 Petrus 1:14-19
(14) Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, (15) tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, (16) sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.(17) Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. (18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.
Karena Tuhan
itu kudus, kita yang adalah umatnya harus
menjadi kudus juga. Kekudusan adalah panggilan kita ( Efesus 1:4; Roma
8:29; 1 Tesalonika 4:3). Kita harus menjalankan dan memproklamasikan
kemuliaan-Nya kepada dunia ( 1 Petrus 2:9), dan yang terutama diantara
kemuliaan Tuhan adalah kekudusan-Nya.
(8)Kekudusan Tuhan membuat injil
kebutuhan yang mulia
Ketika saya
berpikir mengenai kekudusan Tuhan dan Yesus Kristus (termasuk Roh Kudus), saya
semakin terpana kagum oleh salib kalvari.
Saya kerap berpikir tentang sengsara
Yesus Kristus di Taman Getsemani. Biasanya, saya memikirkan sengsara-Nya dalam
pengertian ketakutannya pada saat dia melalui
murka Bapa, murka yang patut kita
terima. Tetapi dalam mempelajari
kekudusan Tuhan , telah mempesona saya
dengan sebuah perubahan yang mendadak
dimana Tuhan yang kudus diperhadapkan
pada dosa—dosa kita. Dan walaupun, tidak
dapat bersama dengan dosa sebagai Tuhan
yang kudus, Dia harus, Yesus Kristus
mengambil semua dosa-dosa dunia ini kepada diri-Nya sendiri ketika dia pergi ke Kalvari. Yesus tidak hanya menderita
atas murka Bapa, Dia menderita atas dosa yang Dia harus tanggung menggantikan
kita. Juru selamat yang luar biasa!
Dari
pemahaman saya atas sejarah gereja, kebangunan-kebangunan rohani telah begitu erat dihubungkan dengan sebuah kesadaran akan kekudusan Tuhan yang diperbarui dan diperbaiki , diikuti
dengan meningkatnya keinsyafan akan dosa
pribadi. Jika kekudusan Tuhan menyelesaikan
dalam kehidupan kita apa yang telah terjadi didalam kehidupan mereka seperti Yesaya yang kit abaca didalam
Alkitabm kita akan semakin menyadari kedalaman dosa kita dan kebutuhan
mendesak akan pengampunan. Tanpa kekudusan, kita tidak dapat masuk kedalam surga Tuhan. Dalam kekudusan-Nya, tuhan membuat sebuah
ketentuan untuk dosa-dosa kita. Dengan pengorbanan kematian diatas kayu salib
Kalvari, Yesus Kristus telah membayar
penghukuman untuk dosa-dosa kita,
dan dengan demikian membuatnya menjadi
mungkin bagi kita untuk mengambil bagian didalam kekudusan-Nya.Ketika kita
mengkui dosa kita, ketidakbenaran kita, dan percaya pada kematian Kristus
menggantikan kita, kita dilahirkan kembali.
Dosa-dosa kita diampuni. Ketidakkudusan kita dibersihkan. Kita menjadi seorang anak Tuhan.
Minggu
Paskah adalah hari dimana kita merayakan kebangkitan Yesus Kristus dari
kematian. Ini dapat menjadi sebuah waktu ketika anda datang kepada hidup dari
kematian juga, hanya bila anda percaya
kepada Kristus.
Efesus 2:1-7
(1) Kamu
dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.(2) Kamu hidup
di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati
penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara
orang-orang durhaka. (3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara
mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak
daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang
harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain (4) Tetapi Allah yang kaya dengan
rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, (5)
telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati
oleh kesalahan-kesalahan kita--oleh kasih karunia kamu diselamatkan—(6) dan di
dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat
bersama-sama dengan Dia di sorga,(7) supaya pada masa yang akan datang Ia
menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai
dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus.(8) Sebab karena kasih
karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian
Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
Selesai
The Holiness of God Study By: Bob Deffinbaugh | diterjemahkan oleh : Martin Simamora
The Holiness of God Study By: Bob Deffinbaugh | diterjemahkan oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment