Rabu, tgl 10
September 2014, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
THE HUMILIATION OF CHRIST
(PERENDAHAN KRISTUS)
kristologi (13)
Bacalah lebih dulu bagian12
G) Peranan Roh Kudus dalam inkarnasi.
1) Roh Kuduslah yang menjadikan Maria mengandung.
Mat 1:18-20
- “(18) Kelahiran Yesus Kristus adalah
seperti berikut: Pada waktu Maria, ibuNya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka
hidup sebagai suami isteri. (19) Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati
dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud
menceraikannya dengan diam-diam. (20) Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud
itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: ‘Yusuf, anak
Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.”.
Luk 1:34-35
- “(34) Kata Maria kepada malaikat itu:
‘Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?’ (35) Jawab
malaikat itu kepadanya: ‘Roh Kudus akan turun
atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab
itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.”.
Yang dilahirkan oleh Maria bukanlah pribadi manusia, tetapi pribadi Anak Allah [Luk 1:32,35 bdk. Luk 1:43 dimana Elizabeth menyatakan Maria sebagai ‘ibu Tuhanku’ / ‘the mother of my Lord’ (NIV)].
Karena itu
Maria secara tepat disebut THEOTOKOS (= bunda Allah), bukan sekedar
CHRISTOTOKOS (= bunda Kristus).
2) Roh Kudus menguduskan hakekat manusia dari
Kristus sejak dari saat pertama pembuahan dan menjagaNya dari polusi dosa.
Yoh 3:34 - “Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan RohNya dengan tidak terbatas.”.Ibr 9:14 - “betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.”.
Jadi,
bahwa Maria mengandung bukan dari seorang laki-laki, masih belum cukup untuk
menyebabkan Yesus itu lahir suci, karena Maria juga adalah orang berdosa. Masih dibutuhkan pekerjaan Roh Kudus untuk menyucikan
bayi Yesus sejak dari saat pertama pembuahan supaya Yesus betul-betul suci.
Calvin: “For
we make Christ free from all stain not just because he was begotten of his
mother without copulation with man, but because he was sanctified by the Spirit
that the generation might be pure and undefiled as would have been true before
Adam’s fall” (= Karena kita membuat Kristus bebas dari segala noda /
kekotoran bukan hanya karena Ia diperanakkan dari ibuNya tanpa hubungan sex
dengan laki-laki, tetapi karena Ia dikuduskan oleh Roh sehingga kelahiranNya
bisa murni dan tidak tercemar seperti sebelum kejatuhan Adam) - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book II, Chapter XIII, No 4.
Ada beberapa
hal yang perlu dibahas di sini:
a) Adanya pekerjaan Roh Kudus yang menyucikan
bayi Yesus ini, menyebabkan Yesus tidak membutuhkan ibu yang suci supaya bisa
lahir dan hidup suci.
Karena itu
doktrin Immaculate Conception dari
Roma Katolik, yang menyatakan bahwa Maria dilahirkan dan hidup suci tanpa dosa,
sama sekali tidak dibutuhkan di dalam gereja.
Catatan:
1. Doktrin Immaculate
Conception ini baru muncul pada tahun 1854. Karena itu perlu dipertanyakan:
kalau doktrin ini memang ada dalam Kitab Suci / berasal dari Kitab Suci,
mengapa dibutuhkan waktu 18 abad untuk menemukannya?
2. Doktrin ini bukan hanya tidak punya dasar
Kitab Suci sama sekali, tetapi juga bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci,
seperti:
a. Ro 3:10-12,23 Pkh 7:20
Ayub 4:17 Ayub 25:4.
Ayat-ayat
ini menunjukkan bahwa semua manusia berdosa. Satu-satunya orang yang
dikecualikan dalam Kitab Suci hanyalah Yesus saja (Ibr 4:15 2Kor 5:21). Kitab Suci tidak pernah
mengecualikan Maria!
Ro 3:10-12,23
- “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada
yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi,
tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng,
mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. ...
(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan
Allah,”.
Pkh 7:20
- “Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang
yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!”.
Ayub 4:17
- “Mungkinkah seorang manusia benar di
hadapan Allah, mungkinkah seseorang tahir di hadapan Penciptanya?”.
Ayub 25:4
- “Bagaimana manusia benar di hadapan
Allah, dan bagaimana orang yang dilahirkan perempuan itu bersih?”.
Ibr 4:15
- “Sebab Imam Besar yang kita punya,
bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita,
sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya
tidak berbuat dosa.”.
2Kor 5:21
- “Dia
yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita,
supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”.
b. Luk 1:46,47 menunjukkan bahwa Maria
menyebut Allah sebagai Juruselamatnya.
Luk 1:46-47 - “(46) Lalu kata Maria: ‘Jiwaku memuliakan Tuhan, (47) dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,”.
Kalau memang
ia suci murni, mengapa ia membutuhkan Juruselamat?
c. Luk 2:22-24 (bdk. Im 12:1-8)
menunjukkan bahwa Maria disebut najis (Im 12:2), karena melahirkan anak.
Ini menyebabkan ia harus mempersembahkan korban bakaran dan korban penghapus dosa
sebagai pendamaian (Im 12:8), supaya bisa ditahirkan.
Im 12:1-8
- “(1) TUHAN berfirman kepada Musa,
demikian: (2) ‘Katakanlah kepada orang Israel: Apabila
seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki, maka najislah ia
selama tujuh hari. Sama seperti pada hari-hari ia bercemar kain ia
najis. (3) Dan pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging kulit khatan
anak itu. (4) Selanjutnya tiga puluh tiga hari lamanya perempuan itu harus
tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas, tidak boleh ia kena kepada
sesuatu apapun yang kudus dan tidak boleh ia masuk ke tempat kudus, sampai
sudah genap hari-hari pentahirannya. (5) Tetapi jikalau ia melahirkan anak
perempuan, maka najislah ia selama dua minggu, sama seperti pada waktu ia
bercemar kain; selanjutnya enam puluh enam hari lamanya ia harus tinggal
menantikan pentahiran dari darah nifas. (6) Bila sudah genap hari-hari
pentahirannya, maka untuk anak laki-laki atau anak perempuan haruslah dibawanya
seekor domba berumur setahun sebagai korban bakaran dan seekor anak burung
merpati atau burung tekukur sebagai korban
penghapus dosa ke pintu Kemah Pertemuan, dengan menyerahkannya
kepada imam. (7) Imam itu harus mempersembahkannya ke hadapan TUHAN dan mengadakan pendamaian bagi perempuan itu.
Demikianlah perempuan itu ditahirkan
dari leleran darahnya. Itulah hukum tentang perempuan yang melahirkan anak
laki-laki atau anak perempuan. (8) Tetapi jikalau ia tidak mampu untuk
menyediakan seekor kambing atau domba, maka haruslah ia mengambil dua ekor
burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, yang seekor sebagai korban
bakaran dan yang seekor lagi sebagai korban
penghapus dosa, dan imam itu harus mengadakan pendamaian bagi perempuan itu, maka tahirlah
ia.’”.
Luk 2:22-24
- “(22) Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa,
mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkanNya kepada Tuhan, (23) seperti
ada tertulis dalam hukum Tuhan: ‘Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan
bagi Allah,’ (24) dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan
dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung
merpati.”.
Sekalipun
‘kenajisan’ di sini bukanlah suatu dosa moral, tetapi rasanya hal ini sukar
diharmoniskan dengan ‘suci murni’.
3. Doktrin ini mempunyai konsekwensi logis
sebagai berikut: kalau Maria harus suci supaya Yesus bisa suci, maka demikian
juga kedua orang tua Maria harus suci supaya Maria bisa suci, dan keempat kakek nenek Maria harus suci supaya kedua
orang tua Maria bisa suci, dan kalau ini diteruskan maka akhirnya Adam dan
Hawapun harus suci. Ini jelas merupakan pandangan yang tidak Alkitabiah, yang
orang Roma Katolikpun tidak akan mau menerimanya!
b) Kalau memang fakta bahwa Yesus dilahirkan oleh
seorang perawan itu belum cukup untuk menyebabkan Yesus lahir suci, dan masih
dibutuhkan penyucian dari Roh Kudus, lalu untuk apa Yesus harus dilahirkan dari
seorang perawan / perempuan yang mengandung tanpa hubungan sex dengan
laki-laki? Mengapa tidak menggunakan kelahiran biasa saja dan ditambah dengan
penyucian dari Roh Kudus?
Jawab:
1. Sekalipun kelahiran dari perawan masih belum
cukup untuk membuat Yesus lahir suci, tetapi setidaknya dengan cara ini bisa
ditambahkan penyucian dari Roh Kudus sehingga Yesus lahir suci. Tetapi kalau
digunakan kelahiran biasa, sekalipun ditambahkan penyucian dari Roh Kudus,
tetap tidak mungkin Yesus lahir suci.
2. Calvin: Tidak terlalu cocok bahwa pribadi
yang adalah Allah dan manusia itu dilahirkan dengan cara yang sama seperti
kita. Harus dengan cara yang berbeda supaya cocok dengan kewibawaan pribadiNya.
Catatan: saya
beranggapan bahwa jawaban yang kedua ini tidak mempunyai dasar Kitab Suci.
II)
Penderitaan Kristus.
A) Kristus
menderita sepanjang hidupNya.
1) Ia menderita karena Ia yang suci harus hidup
ditengah-tengah orang-orang berdosa.
Bandingkan
dengan Lot dalam 2Pet 2:7-8 - “(7)
tetapi Ia menyelamatkan Lot, orang yang benar,
yang terus-menerus menderita oleh cara hidup orang-orang yang tak
mengenal hukum dan yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka saja, - (8) sebab
orang benar ini tinggal di tengah-tengah mereka dan setiap hari melihat dan
mendengar perbuatan-perbuatan mereka yang jahat itu, sehingga
jiwanya yang benar itu tersiksa -”.
Penerapan:
Adalah
sesuatu yang aneh kalau banyak orang kristen yang bukannya menderita tetapi
sebaliknya justru merasa senang kalau bergaul / berkumpul dengan orang-orang
yang brengsek! Apakah saudara termasuk orang seperti itu?
2) KetaatanNya menyebabkan Ia menderita (bdk.
Yoh 3:19-20).
Yoh 3:19-20
- “(19) Dan inilah hukuman itu: Terang
telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada
terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. (20) Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan
tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu
tidak nampak;”.
Ada banyak
ketaatan yang bisa menyebabkan penderitaan bahkan penganiayaan. Misalnya kalau
kita mau hidup dan berkata jujur, atau kalau kita menegur orang yang berbuat
dosa, dsb. Kristus rela menderita demi mentaati Firman Tuhan; bagaimana dengan
saudara?
3) Ia menderita karena serangan setan (bdk.
Luk 4:1-13, khususnya ay 13).
Ingat bahwa
ke-tidak-bisa-berdosa-an Kristus tidak berarti bahwa Ia tidak menderita pada
waktu mengalami serangan setan (bdk. Ibr 2:18 - ‘Ia sendiri telah menderita
karena pencobaan’)!
4) Ketidak-percayaan / kebencian orang-orang di
sekitarNya memberikan penderitaan kepadaNya.
Ketidakpercayaan
ini datang dari:
a) Dunia.
Yoh 1:10 - “Ia telah ada di dalam dunia dan dunia
dijadikan olehNya, tetapi dunia tidak
mengenalNya.”.
b) Bangsanya.
Yoh 1:11 - “Ia datang kepada milik kepunyaanNya,
tetapi orang-orang kepunyaanNya itu tidak
menerimaNya.”.
Yoh 10:20 - “‘Ia kerasukan setan dan gila; mengapa kamu
mendengarkan Dia?’”.
c) Orang-orang sekampungnya.
Mat 13:53-57
- “(53) Setelah Yesus selesai
menceriterakan perumpamaan-perumpamaan itu, Iapun pergi dari situ. (54)
Setibanya di tempat asalNya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat
mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: ‘Dari mana diperolehNya hikmat itu
dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? (55) Bukankah Ia ini anak
tukang kayu? Bukankah ibuNya bernama Maria dan saudara-saudaraNya: Yakobus,
Yusuf, Simon dan Yudas? (56) Dan bukankah saudara-saudaraNya perempuan semuanya
ada bersama kita? Jadi dari mana diperolehNya semuanya itu?’ (57) Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus
berkata kepada mereka: ‘Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat
asalnya sendiri dan di rumahnya.’”.
d) Keluarganya.
Yoh 7:3-5
- “(3) Maka kata saudara-saudara Yesus kepadaNya: ‘Berangkatlah
dari sini dan pergi ke Yudea, supaya murid-muridMu juga melihat
perbuatan-perbuatan yang Engkau lakukan. (4) Sebab tidak seorangpun berbuat
sesuatu di tempat tersembunyi, jika ia mau diakui di muka umum. Jikalau Engkau
berbuat hal-hal yang demikian, tampakkanlah diriMu kepada dunia.’ (5) Sebab saudara-saudaraNya sendiripun tidak percaya
kepadaNya.”.
Mark 3:21 - “Waktu kaum
keluargaNya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia,
sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.”.
e) Yudas Iskariot.
f) Murid-muridNya yang lain.
Hal tersebut
lebih-lebih terasa menyakitkan karena Yesus mencintai manusia dan Ia bahkan
datang ke dunia dengan maksud mengorbankan diriNya untuk menyelamatkan manusia.
Tetapi ternyata manusia memberikan balasan yang begitu jelek.
Kalau
saudara pernah tidak dipercayai oleh orang yang saudara cintai, seperti orang
tua saudara, suami / istri / pacar saudara, maka saudara tentu bisa merasakan
sakitnya hal itu.
Penerapan: Demi
melayani saudara, Yesus pernah mengalami hal seperti itu. Kalau dalam saudara
melayani Dia, saudara harus menghadapi hal seperti itu, maukah saudara terus
melayani Dia?
5) PenderitaanNya makin lama makin hebat dan
mencapai puncaknya di kayu salib.
Untuk bisa lebih
menyadari penderitaan Kristus di sekitar salib, khususnya pada saat pencambukan
dan penyaliban, perhatikan kutipan-kutipan di bawah ini:
a) Tentang pencambukan:
Leon Morris
(NICNT):
“Scourging
was a brutal affair. It was inflicted by a whip of several thongs, each of
which was loaded with pieces of bone or metal. It could make pulp of man’s
back” (= Pencambukan adalah suatu
peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan sebuah cambuk yang terdiri dari
beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi potongan-potongan tulang atau
logam. Itu bisa membuat punggung orang menjadi bubur).
Leon Morris
(NICNT):
“...
Josephus tells us that a certain Jesus, son of Ananias, was brought before
Albinus and ‘flayed to the bone with scourges’ ... Eusebius narrates that
certain martyrs at the time of Polycarp ‘were torn by scourges down to
deep-seated veins and arteries, so that the hidden contents of the recesses of
their bodies, their entrails and organs, were exposed to sight’ ... Small
wonder that men not infrequently died as a result of this torture” (=
Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus tertentu, anak dari Ananias,
dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti sampai tulangnya dengan cambuk’ ...
Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu pada jaman Polycarp
‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada pembuluh darah dan arteri yang ada di
dalam, sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh mereka, isi perut dan
organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ... Tidak heran bahwa tidak
jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini).
William
Hendriksen:
“The Roman
scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were
attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply
pointed bits of bone. The stripes were laid especially on the victim’s back,
bared and bent. Generally two men were employed to administer this punishment,
one lashing the victim from one side, one from the other side, with the result
that the flesh was at times lacerated to such an extent that deep-seated veins
and arteries, sometimes even entrails and inner organs, were exposed. Such
flogging, from which Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted
in death” [= Cambuk
Romawi terdiri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit,
yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan dan
potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama pada
punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkukkan. Biasanya 2 orang
dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari satu
sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging yang
dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh
darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi perut dan
organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang
tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37),
sering berakhir dengan kematian].
William
Barclay:
“Roman
scourging was a terrible torture. The victim was stripped; his hands were tied
behind him, and he was tied to a post
with his back bent double and conveniently exposed to the lash. The
lash itself was a long leather thong, studded at intervals with sharpened
pieces of bone and pellets of lead. Such scourging always preceded crucifixion
and ‘it reduced the naked body to strips of raw flesh, and inflamed and
bleeding weals’. Men died under it, and men lost their reason under it, and few
remained conscious to the end of it” [=
Pencambukan Romawi adalah suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi,
tangannya diikat kebelakang, lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan
punggungnya dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri
adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan
tulang dan butiran-butiran timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu
mendahului penyaliban dan ‘pencambukan itu menjadikan tubuh telanjang itu
menjadi carikan-carikan daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berdarah’.
Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang yang kehilangan akalnya (menjadi
gila?) karenanya, dan sedikit orang
bisa tetap sadar sampai akhir pencambukan].
Saudara adalah orang berdosa dan karena
itu sebetulnya saudaralah yang seharusnya mengalami hukuman cambuk itu. Tetapi
Kristus sudah mengalami pencambukan itu supaya saudara bebas dari hukuman
Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan
saudara. Sudahkah saudara percaya / menerima Dia?
b) Tentang penyaliban:
Pulpit
Commentary:
“Nails were
driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these
and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet,
often seen in picture, was never used” (= Paku-paku
menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku
ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat
duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah
digunakan).
William
Barclay:
“When they
reached the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground. The
prisoner was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were not
nailed, but only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a ledge
of wood called the saddle, to take his weight when the cross was raised upright
- otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands. The cross
was then lifted upright and set in its socket - and the criminal was left to
die ... Sometimes prisoners hung for as long as a week, slowly dying of hunger
and thirst, suffering sometimes to the point of actual madness” [= Ketika mereka sampai di tempat
penyaliban, salib itu ditidurkan di atas tanah. Orang hukuman itu direntangkan
di atasnya, dan tangannya dipakukan pada salib itu. Kakinya tidak dipakukan,
tetapi hanya diikat secara longgar. Di antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya), menonjol sepotong kayu yang disebut
sadel, untuk menahan berat orang itu pada waktu salib itu ditegakkan - kalau
tidak maka paku-paku itu akan merobek daging di tangannya. Lalu salib itu
ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu dibiarkan untuk mati
... Kadang-kadang, orang-orang hukuman tergantung sampai satu minggu, mati
perlahan-lahan karena lapar dan haus, menderita sampai pada titik dimana mereka
menjadi gila].
Catatan:
Barclay
menganggap bahwa yang dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat secara
longgar, tetapi tidak di paku.
Ini ia
dasarkan pada:
1. Tradisi.
2. Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut
tentang bekas paku pada kaki.
Yoh 20:25,27
- “(25) Maka kata murid-murid yang lain
itu kepadanya: ‘Kami telah melihat Tuhan!’ Tetapi Tomas berkata kepada mereka:
‘Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya
dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan
tanganku ke dalam lambungNya, sekali-kali
aku tidak akan percaya.’ ... (27) Kemudian Ia berkata kepada Tomas: ‘Taruhlah
jarimu di sini dan lihatlah tanganKu, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan
ke dalam lambungKu dan jangan engkau
tidak percaya lagi, melainkan percayalah.’”.
Tetapi saya berpendapat bahwa Yesus dipaku
bukan hanya tanganNya, tetapi juga kakiNya.
Alasan
saya:
a. Penulis-penulis lain ada yang mengatakan
bahwa tradisinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay. Misalnya
penulis dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas.
Dan juga
Barnes’ Notes, dalam tafsirannya tentang Mat 27:32, berkata sebagai
berikut:
“The feet
were fastened to this upright piece, either by nailing them with large spikes
driven through the tender part, or by being lashed by cords. To the cross-piece
at the top, the hands, being extended, were also fastened, either by spikes or
by cords, or perhaps in some cases by both. The hands and feet of our
Saviour were both fastened by spikes” (= Kaki
dilekatkan pada tiang tegak, atau dengan memakukannya dengan paku-paku besar
yang dimasukkan melalui bagian-bagian yang lunak, atau dengan mengikatnya
dengan tali. Pada bagian salib yang ada di atas, tangan, yang direntangkan,
juga dilekatkan, atau dengan paku-paku atau dengan tali, atau mungkin dalam
beberapa kasus oleh keduanya. Tangan dan kaki
dari Tuhan kita keduanya dilekatkan dengan paku-paku).
Juga ada
penafsir yang berkata bahwa tentang pemakuan kaki ini caranya tidak selalu
sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan kadang-kadang kedua
kakinya dipaku secara terpisah.
b. Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat
tentang salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19),
berkata pada ay 17b: ‘mereka
menusuk tangan dan kakiku’.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Yoh 19:18): “The feet, though not always nailed, but simply bound, to the upright
beam, were almost certainly so in this case (Ps. 22:16).” [= Kaki,
sekalipun tidak selalu dipaku, tetapi hanya diikat pada tiang yang vertikal,
dalam kasus ini hampir pasti dipaku (Maz 22:17)].
c. Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus
menunjukkan tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!
Luk 24:39-40
- “(39) Lihatlah tanganKu dan kakiKu: Aku
sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan
tulangnya, seperti yang kamu lihat ada padaKu.’ (40) Sambil berkata demikian,
Ia memperlihatkan tangan dan kakiNya kepada mereka.”.
Selanjutnya
Barclay mengutip Klausner sebagai berikut:
“The
criminal was fastened to his cross, already a bleeding mass from the scourging.
There he hung to die of hunger and thirst and exposure, unable even to defend
himself from the torture of the gnats and flies which settled on his naked body
and on his bleeding wounds” (= Kriminil
itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh dengan
darah karena pencambukan. Disana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus
dan kepanasan, bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari nyamuk
dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang
berdarah).
Barclay lalu
mengatakan:
“It is not a
pretty picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly - for us” (= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus,
tetapi itulah yang diderita oleh Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita).
Saya masih
ingin menambahkan komentar dari Barnes’ Notes tentang Mat 27:35 yang makin
memperjelas penderitaan orang yang disalib. Ia berkata sebagai berikut:
“The manner
of the crucifixion was as follows: - After the criminal had carried the cross,
attended with every possible jibe and insult, to the place of execution, a hole
was dug in the earth to receive the foot of it. The cross was laid on the
ground; the persons condemned to suffer was stripped, and was extended on it,
and the soldiers fastened the hands and feet either by nails or thongs. After
they had fixed the nails deeply in the wood, they elevated the cross with the
agonizing sufferer on it; and, in order to fix it more firmly in the earth,
they let it fall violently into the hole which they had dug to receive it. This
sudden fall must have given to the person that was nailed to it a most violent
and convulsive shock, and greatly increased his sufferings. The crucified person
was then suffered to hang, commonly, till pain, exhaustion, thirst, and hunger
ended his life” (= Cara
penyaliban adalah sebagai berikut: - Setelah kriminil itu membawa salib,
disertai dengan setiap ejekan dan hinaan yang dimungkinkan, ke tempat penyaliban,
sebuah lubang digali di tanah untuk menerima kaki salib itu. Salib diletakkan
di tanah; orang yang diputuskan untuk menderita itu dilepasi pakaiannya, dan
direntangkan pada salib itu, dan tentara-tentara melekatkan tangan dan kaki
dengan paku atau dengan tali. Setelah mereka memakukan paku-paku itu
dalam-dalam ke dalam kayu, mereka menaikkan / menegakkan salib itu dengan
penderita yang sangat menderita padanya; dan, untuk menancapkannya dengan lebih
teguh di dalam tanah, mereka menjatuhkan salib itu dengan keras ke dalam lubang
yang telah digali untuk menerima salib itu. Jatuhnya salib dengan mendadak itu
pasti memberikan kepada orang yang disalib suatu kejutan yang keras, dan
meningkatkan penderitaannya dengan hebat. Orang yang disalib itu lalu menderita
tergantung, biasanya, sampai rasa sakit, kehabisan tenaga, kehausan, dan
kelaparan mengakhiri hidupnya).
Barnes’
Notes melanjutkan:
“As it was
the most ignominious punishment known, so it was the most painful. The
following circumstances make it a death of peculiar pain: (1.) The position of
the arms and the body was unnatural, the arms being extended back and almost
immovable. The least motion gave violent pain in the hands and feet, and in the
back, which was lacerated with stripes. (2.) The nails, being driven through
the parts of the hands and feet which abound with nerves and tendons, created
the most exquisite anguish. (3.) The exposure of so many wounds to the air
brought on a violent inflammation, which greatly increased the poignancy of the
suffering. (4.) The free circulation of the blood was prevented. More blood was
carried out in the arteries than could be returned by the veins. The
consequence was, that there was a great increase in the veins of the head,
producing an intense pressure and violent pain. The same was true of other
parts of the body. This intense pressure in the blood vessels was the source of
inexpressible misery. (5.) The pain gradually increased. There was no
relaxation, and no rest.” [= Itu
adalah hukuman yang paling hina / memalukan yang dikenal manusia, dan itu juga
adalah hukuman yang paling menyakitkan. Hal-hal berikut ini menyebabkan
penyaliban suatu kematian dengan rasa sakit yang khusus: (1.) Posisi lengan dan
tubuh tidak alamiah, lengan direntangkan ke belakang dan hampir tidak bisa
bergerak. Gerakan yang paling kecil memberikan rasa sakit yang hebat pada
tangan dan kaki, dan pada punggung, yang sudah dicabik-cabik dengan cambuk.
(2.) Paku-paku, yang dimasukkan melalui bagian-bagian tangan dan kaki yang
penuh dengan syaraf dan otot, memberikan penderitaan yang sangat hebat. (3.)
Terbukanya begitu banyak luka terhadap udara menyebabkan peradangan yang hebat,
yang sangat meningkatkan kepedihan / ketajaman penderitaan. (4.) Peredaran
bebas dari darah dihalangi. Lebih banyak darah dibawa keluar oleh arteri-arteri
dari pada yang bisa dikembalikan oleh pembuluh-pembuluh darah balik. Akibatnya
ialah, terjadi peningkatan yang besar dalam pembuluh darah balik di kepala,
yang menghasilkan tekanan dan rasa sakit yang hebat. Hal yang sama terjadi
dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Tekanan yang hebat dalam pembuluh darah
adalah sumber penderitaan yang tidak terlukiskan. (5.) Rasa sakit itu naik
secara bertahap. Tidak ada pengendoran, dan tidak ada istirahat].
Sekali lagi saya tekankan seperti diatas. Saudara
adalah orang berdosa, dan sebetulnya saudaralah yang mengalami penyaliban yang
mengerikan ini. Tetapi Kristus sudah mengalami penyaliban ini supaya saudara
bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai
Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara percaya dan menerimaNya?
Satu hal yang harus dihindari dalam menanggapi apa
yang Kristus lakukan / alami bagi kita ialah: sekedar / hanya merasa kasihan
kepada Dia. Pada waktu Yesus memikul salib keluar kota, terjadi peristiwa yang
diceritakan dalam Luk 23:27-32, dimana banyak perempuan menangisi dan
meratapi Dia, tetapi lalu justru ditegur oleh Yesus.
Luk 23:27-32 - “(27) Sejumlah besar orang mengikuti
Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. (28) Yesus
berpaling kepada mereka dan berkata: ‘Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah
kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! (29)
Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul
dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah
menyusui. (30) Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah
menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami! (31) Sebab jikalau orang
berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu
kering?’ (32) Dan ada juga digiring dua orang lain, yaitu dua penjahat untuk
dihukum mati bersama-sama dengan Dia.”.
Pulpit Commentary mengomentari bagian ini dengan
berkata:
“He
does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia
tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan
yang sia-sia dan salah).
Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada
Kristus, tetapi tidak percaya kepada Kristus, saudara sudah ditipu oleh setan.
Dengan adanya perasaan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro
Yesus, tetapi ketidakpercayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap anti
Yesus! Karena itu janganlah sekedar merasa kasihan kepada Yesus, tetapi
datanglah kepadaNya dan percayalah dan terimalah Dia sebagai Tuhan dan
Juruselamat saudara!
Karena
Kristus telah menderita dalam sepanjang hidupNya, jangan merasa heran kalau
didalam mengikut Kristus saudarapun menderita dalam sepanjang hidup saudara. Kristus
berkata: ‘seorang hamba tidaklah lebih
tinggi dari pada tuannya’ (Yoh 15:20)! Penderitaan
seperti ini statusnya bukanlah hukuman dari Allah (bdk. Ro 8:1), tetapi
memikul salib / menderita bagi Kristus (bdk. Mat 16:24). Karena
Kristus sudah rela mengalami semua penderitaan itu demi saudara, maka
saudarapun harus rela mengalami penderitaan demi Kristus!
No comments:
Post a Comment