Rabu, tgl 6
Agustus 2014, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
KESUCIAN KRISTUS
kristologi (8)
PELAJARAN
III
Bacalah lebih dulu bagian
7
I) Kesucian
hidup Kristus.
Hal-hal yang
menunjukkan kesucian hidup Kristus:
1) Ayat-ayat seperti:
2Kor 5:21
- “Dia
yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita,
supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”.
Ibr 4:15
- “Sebab Imam Besar yang kita punya,
bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita,
sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya
tidak berbuat dosa.”.
Ibr 7:26
- “Sebab Imam Besar yang demikianlah
yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa
salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih
tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga,”.
1Pet 2:22
- “Ia
tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulutNya.”.
1Pet 3:18
- “Sebab juga Kristus telah mati sekali
untuk segala dosa kita, Ia yang benar
untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia,
yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah
dibangkitkan menurut Roh,”.
1Yoh 3:5
- “Dan kamu tahu, bahwa Ia telah
menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa.”.
2) Sebutan ‘Yang
Kudus dari Allah’ dalam Luk 4:34 dan Yoh 6:69, sebutan ‘Yang Kudus dan Benar’ dalam
Kis 3:14, sebutan ‘HambaMu yang
Kudus’ dalam Kis 4:27,30.
Luk 4:34
- “‘Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa
urusanMu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa
Engkau: Yang Kudus dari Allah.’”.
Yoh 6:69
- “dan kami telah percaya dan tahu,
bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.’”.
Kis 3:14
- “Tetapi kamu telah menolak Yang Kudus dan Benar, serta menghendaki
seorang pembunuh sebagai hadiahmu.”.
Kis 4:27,30
- “(27) Sebab sesungguhnya telah
berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa
dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu
yang kudus, yang Engkau urapi, ... (30) Ulurkanlah tanganMu untuk
menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat-mujizat oleh nama
Yesus, HambaMu yang kudus.’”.
3) Yoh 10:36 mengatakan bahwa Yesus
dikuduskan oleh Bapa.
Yoh 10:36 - “masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?”.
4) Berbeda dengan semua orang lain yang mengaku
dosa pada waktu dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Mat 3:6), Yesus tidak
mengakui dosa pada saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Mat 3:13-17).
Mat
3:6,13-17 - “(6) Lalu sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh
Yohanes di sungai Yordan. ... (13) Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan
kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. (14) Tetapi Yohanes mencegah Dia,
katanya: ‘Akulah yang perlu dibaptis olehMu, dan Engkau yang datang kepadaku?’ (15)
Lalu Yesus menjawab, kataNya kepadanya: ‘Biarlah hal itu terjadi, karena
demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.’ Dan Yohanespun menurutiNya. (16) Sesudah dibaptis, Yesus
segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat
Roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya, (17) lalu terdengarlah suara
dari sorga yang mengatakan: ‘Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku
berkenan.’”.
Bahkan dalam
sepanjang hidupNya kita tidak pernah melihat Yesus mengaku dosa atau memberi
persembahan / korban penghapus dosa.
Kalau dalam
Mat 6:12 (Doa Bapa Kami) Ia mengatakan ‘dan ampunilah kami akan kesalahan kami’
jelas bahwa Ia bukannya mengakui dosa, tetapi Ia sedang mengajarkan doa Bapa
Kami itu untuk
murid-muridNya. Ini terlihat dari Mat 6:9 yang berbunyi ‘Karena itu
berdoalah demikian’ yang jelas menunjukkan bahwa saat itu Ia sedang
mengajarkan doa itu kepada murid-muridNya.
5) Bahwa Yesus itu suci / benar, diakui oleh:
a) Allah Bapa
(Mat 3:17).
Mat 3:17 - “lalu terdengarlah suara dari sorga yang
mengatakan: ‘Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNyalah
Aku berkenan.’”.
Bahwa Allah
Bapa berkenan kepada Yesus, jelas menunjukkan kesucian Yesus.
b) Yesus
sendiri (Yoh 8:29,46).
Yoh 8:29,46
- “(29) Dan Ia, yang telah mengutus Aku,
Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepadaNya.’
... (46) Siapakah di antaramu yang membuktikan
bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah
kamu tidak percaya kepadaKu?”.
c) Pontius
Pilatus (Luk 23:4,14-15,22
Yoh 18:38b Yoh 19:4).
Luk 23:4,14-15,22
- “(4) Kata Pilatus kepada imam-imam
kepala dan seluruh orang banyak itu: ‘Aku tidak
mendapati kesalahan apapun pada orang ini.’ ... (14) dan berkata
kepada mereka: ‘Kamu telah membawa orang ini kepadaku sebagai seorang yang
menyesatkan rakyat. Kamu lihat sendiri bahwa aku
telah memeriksaNya, dan dari kesalahan-kesalahan yang kamu tuduhkan kepadaNya
tidak ada yang kudapati padaNya. (15) Dan Herodes juga tidak, sebab
ia mengirimkan Dia kembali kepada kami. Sesungguhnya tidak ada suatu apapun yang dilakukanNya yang setimpal dengan hukuman
mati. ... (22) Kata Pilatus untuk ketiga kalinya kepada mereka: ‘Kejahatan apa yang sebenarnya telah dilakukan orang ini?
Tidak ada suatu kesalahanpun yang kudapati padaNya, yang setimpal
dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskanNya.’”.
Yoh 18:38b
- “Sesudah mengatakan demikian,
keluarlah Pilatus lagi mendapatkan orang-orang Yahudi dan berkata kepada
mereka: ‘Aku tidak mendapati kesalahan apapun
padaNya.”.
Yoh 19:4
- “Pilatus keluar lagi dan berkata
kepada mereka: ‘Lihatlah, aku membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu
tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun
padaNya.’”.
d) Istri
Pontius Pilatus (Mat 27:19).
Mat 27:19 - “Ketika Pilatus sedang duduk di kursi
pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: ‘Jangan engkau mencampuri
perkara orang benar itu, sebab karena
Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.’”.
e) Herodes
(Luk 23:15).
Luk 23:15 - “Dan Herodes
juga tidak, sebab ia mengirimkan Dia kembali kepada kami.
Sesungguhnya tidak ada suatu apapun yang dilakukanNya yang setimpal dengan
hukuman mati.”.
f) Yudas Iskariot
(Mat 27:4).
Mat 27:4
- “dan berkata: ‘Aku telah berdosa
karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah.’
Tetapi jawab mereka: ‘Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!’”.
g) Kepala Pasukan Romawi yang menyalibkan Yesus
(Luk 23:47).
Luk 23:47 - “Ketika kepala pasukan melihat apa yang
terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: ‘Sungguh, orang
ini adalah orang benar!’”.
6) Ia berhasil menggagalkan 3 x pencobaan setan
(Mat 4:1-11 Luk 4:1-13).
Perlu juga
dijelaskan bahwa sekalipun dalam Ibr 4:15 dikatakan bahwa ‘sama dengan kita, Ia telah dicobai’,
tetapi itu hanya berhubungan dengan pencobaan dari
luar. Kesucian Kristus menyebabkan Ia tidak mungkin mengalami
pencobaan dari dalam seperti yang
sering dialami manusia yang lain (seperti berpikir untuk berzinah, dsb), karena
dalam hal ini pencobaan itu sendiri sudah merupakan dosa.
Karena itu
Yesus sendiri bisa berkata bahwa ‘penguasa
dunia ini’ (yaitu setan), tidak berkuasa sedikitpun atas diriNya
(Yoh 14:30).
Yoh 14:30 - “Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan
kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia
tidak berkuasa sedikitpun atas diriKu.”.
7) Lembu / domba / kambing untuk korban penebus
dosa, dan domba Paskah, yang merupakan TYPE / gambaran dari Kristus (bdk.
Yoh 1:29 1Kor 5:7) selalu
digambarkan sebagai tidak bercela / tidak
bercacat (Im 4:3b,23b,28b,32b
Kel 12:5). Bdk. 1Pet 1:18-19.
Im 4:3,23,28,32 - “(3) maka jikalau yang berbuat dosa itu imam yang diurapi, sehingga bangsanya turut bersalah, haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN karena dosa yang telah diperbuatnya itu, seekor lembu jantan muda yang tidak bercela sebagai korban penghapus dosa. ... (23) maka jikalau dosa yang telah diperbuatnya itu diberitahukan kepadanya, haruslah ia membawa sebagai persembahannya seekor kambing jantan yang tidak bercela. ... (28) maka jikalau dosa yang telah diperbuatnya itu diberitahukan kepadanya, haruslah ia membawa sebagai persembahannya karena dosa yang telah diperbuatnya itu seekor kambing betina yang tidak bercela. ... (32) Jika ia membawa seekor domba sebagai persembahannya menjadi korban penghapus dosa, haruslah ia membawa seekor betina yang tidak bercela.”.
Kel 12:5 - “Anak dombamu itu harus jantan, tidak bercela, berumur setahun; kamu boleh ambil domba atau kambing.”.
Yoh 1:29 - “Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: ‘Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.”.1Kor 5:7 - “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus.”.1Pet 1:18-19 - “(18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”.
8) Penderitaan dan kematian Yesus bisa
menggantikan kita untuk menerima hukuman Allah.
Kalau
Yesus tidak suci, maka pada saat Ia mati di kayu salib Ia mati untuk dosaNya
sendiri, sehingga Ia tidak mungkin bisa menggantikan kita untuk memikul hukuman
dosa kita. Bahwa Ia bisa menjadi pengganti, menunjukkan bahwa Ia suci. Dengan
demikian terlihat bahwa kesucian Kristus merupakan hal yang sangat vital dalam
kekristenan, karena tanpa hal itu, seluruh penebusan hancur.
II) Serangan
terhadap kesucian Kristus.
1) Ayat-ayat yang menunjukkan Yesus marah seperti:
Mark 3:5 - “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan
dengan marah Ia memandang sekelilingNya
kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia
mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu.”.
Yoh 2:14,15
- “(14) Dalam Bait Suci didapatiNya
pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang
duduk di situ. (15) Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari
Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar
dihamburkanNya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkanNya.”.
Mat 21:12-13
- “(12) Lalu Yesus masuk ke Bait Allah
dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia
membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati (13) dan
berkata kepada mereka: ‘Ada tertulis: RumahKu akan disebut rumah doa. Tetapi
kamu menjadikannya sarang penyamun.’”.
Penjelasan:
a) Marah tidak harus dianggap sebagai dosa, dan
hal ini terlihat dari Ef 4:26 dan Maz 4:5.
Ef 4:26 - “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu”.
Maz 4:5 - “Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam. Sela”.
b) Kemarahan terhadap dosa justru harus ada dalam
diri orang yang dikuasai Roh Kudus (Kel 32:19 1Sam 11:6).
Kel 32:19 - “Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan
melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka
bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari
tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu.”.
Bdk. Bil 12:3 yang menyatakan bahwa Musa itu ‘seorang sangat lembut hatinya’.
1Sam 11:6
- “Ketika Saul mendengar kabar itu, maka berkuasalah Roh
Allah atas dia, dan menyala-nyalalah
amarahnya dengan sangat.”.
Dalam
Wah 2:2 ketidak-sabaran terhadap orang-orang yang jahat, justru merupakan
sesuatu yang dipuji dari gereja / jemaat Efesus.
Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.”.
Sebaliknya,
dalam 2Kor 11:4 kesabaran orang Korintus terhadap nabi-nabi palsu, justru
dikecam oleh Paulus.
2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.”.
Demikian
juga dalam Wah 2:20, jemaat Tiatira yang membiarkan nabi palsu, juga
dikecam.
Wah 2:20 - “Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hambaKu supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala.”.
c) Kemarahan Yesus adalah kemarahan yang suci,
yang ditujukan kepada dosa, sehingga jelas bukan merupakan dosa.
Penerapan: orang
Kristen harus berani marah pada saat yang tepat, misalnya pada waktu melihat
ada ajaran sesat dari nabi palsu, atau ada korupsi dalam gereja, atau ada suatu
penindasan / ketidak-adilan dsb.
Bdk. 1Kor 13:4-6 - “(4) Kasih
itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak
memegahkan diri dan tidak sombong. (5) Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan
tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan
kesalahan orang lain. (6) Ia tidak bersukacita
karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.”.
2) Tuduhan bahwa Yesus melanggar peraturan Sabat.
Mat 12:9-14 - “(9) Setelah pergi dari sana, Yesus masuk ke rumah ibadat mereka. (10) Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka bertanya kepadaNya: ‘Bolehkah menyembuhkan orang pada hari Sabat?’ Maksud mereka ialah supaya dapat mempersalahkan Dia. (11) Tetapi Yesus berkata kepada mereka: ‘Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? (12) Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat.’ (13) Lalu kata Yesus kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka pulihlah tangannya itu, dan menjadi sehat seperti tangannya yang lain. (14) Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia.”.
Luk 14:1-6 - “(1) Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. (2) Tiba-tiba datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapanNya. (3) Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, kataNya: ‘Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?’ (4) Mereka itu diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya dan menyuruhnya pergi. (5) Kemudian Ia berkata kepada mereka: ‘Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?’ (6) Mereka tidak sanggup membantahNya.”.Yoh 5:8-18 - “(8) Kata Yesus kepadanya: ‘Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah.’ (9) Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat. (10) Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: ‘Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu.’ (11) Akan tetapi ia menjawab mereka: ‘Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah.’ (12) Mereka bertanya kepadanya: ‘Siapakah orang itu yang berkata kepadamu: Angkatlah tilammu dan berjalanlah?’ (13) Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. (14) Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: ‘Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk.’ (15) Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia. (16) Dan karena itu orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat. (17) Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.’ (18) Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah.”.
Yoh 9:14-16 - “(14) Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. (15) Karena itu orang-orang Farisipun bertanya kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: ‘Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat.’ (16) Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu: ‘Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.’ Sebagian pula berkata: ‘Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?’ Maka timbullah pertentangan di antara mereka.”.
Untuk ini
perlu diketahui bahwa:
a) Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat (Mat
12:8).
Mat 12:8
- “Karena Anak
Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.’”.
b) Yesus berkata bahwa hari Sabat diciptakan
untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat (Mark 2:27).
Mark 2:27
- “Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan
manusia untuk hari Sabat,”.
c) Yesus berkata bahwa kita boleh berbuat baik
pada hari Sabat (Mat 12:11-12 bdk. Yoh
7:22-23).
Mat 12:11-12 - “(11) Tetapi Yesus berkata kepada mereka: ‘Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? (12) Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat.’”.
Yoh 7:22-23 - “(22) Jadi: Musa menetapkan supaya kamu bersunat - sebenarnya sunat itu tidak berasal dari Musa, tetapi dari nenek moyang kita - dan kamu menyunat orang pada hari Sabat! (23) Jikalau seorang menerima sunat pada hari Sabat, supaya jangan melanggar hukum Musa, mengapa kamu marah kepadaKu, karena Aku menyembuhkan seluruh tubuh seorang manusia pada hari Sabat.”.
Catatan: penyunatan
HARUS dilakukan pada hari ke 8 (Im 12:3), sehingga tidak bisa tidak, pasti ada
penyunatan yang jatuh pada hari Sabat.
Yesus
bukan bekerja pada hari Sabat, tetapi menyembuhkan / menolong orang / berbuat
baik pada orang lain pada hari Sabat. Ini jelas bukan dosa.
d) Yang dilanggar oleh Yesus bukanlah peraturan /
hukum Tuhan tentang hari Sabat, tetapi penafsiran yang salah dari ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi tentang peraturan Sabat.
Kalau
saudara ingin tahu bagaimana ahli-ahli Taurat pada jaman itu ‘menafsirkan’
hukum hari Sabat, maka bacalah komentar-komentar William Barclay tentang Mat
5:17-20 di bawah ini:
Barclay: “The
Law lays it down that the Sabbath Day is to be kept holy, and that on it no
work is to be done. That is a great principle. But the Jewish legalists had a
passion for definition. So they asked: What is work? All kinds of things were
classified as work. For instance, to carry a burden on the Sabbath Day is to
work. But next a burden has to be defined. So the Scribal Law lays it down that
a burden is ‘food equal in weight to a dried fig, enough wine for making a
goblet, milk enough for one swallow, honey enough to put upon a wound, oil
enough to anoint a small member, water enough to moisten an eye-salve, paper
enough to write a customs house notice upon, ink enough to write two letters of
the alphabet, reed enough to make a pen’ - and so on endlessly. So they spent
endless hours arguing whether a man could or could not lift a lamp from one
place to another on the Sabbath, whether a tailor committed a sin if he went
out with a needle in his robe, whether a woman might wear a brooch or false hair,
even if a man might go out on the Sabbath with artificial teeth or an
artificial limb, if a man might lift his child on the Sabbath Day. These things
to them were the essence of religion. Their religion was a legalism of petty
rules and regulations.” [= Hukum Taurat menetapkan bahwa hari Sabat harus
dikuduskan, dan bahwa pada hari itu tidak ada
pekerjaan yang boleh dilakukan. Itu merupakan prinsip yang besar. Tetapi
para legalist Yahudi senang mendefinisikan. Karena itu mereka bertanya: Apakah pekerjaan itu? Semua jenis hal-hal
digolongkan sebagai pekerjaan. Misalnya, membawa
beban pada hari Sabat adalah bekerja. Tetapi selanjutnya
‘beban’ itu harus didefinisikan. Maka hukum dari ahli-ahli Taurat
menetapkan bahwa ‘beban’ adalah ‘makanan yang sama beratnya dengan sebuah buah ara kering,
anggur yang cukup untuk membuat satu gelas minuman, susu yang cukup untuk satu
teguk, madu cukup untuk diberikan pada suatu luka, minyak cukup untuk mengurapi
anggota yang kecil, air cukup untuk membasahkan salep mata, kertas cukup untuk
menuliskan pemberitahuan suatu rumah cukai, tinta cukup untuk menuliskan 2
huruf dari alfabet, bambu cukup untuk membuat sebuah pena’, dst tanpa ada
akhirnya. Demikianlah mereka menghabiskan
banyak waktu untuk berdebat apakah seseorang boleh atau tidak boleh mengangkat
sebuah lampu dari satu tempat ke tempat lain pada hari Sabat, apakah seorang
penjahit melakukan dosa jika ia pergi keluar dengan sebuah jarum dalam
jubahnya, apakah seorang perempuan boleh memakai bros atau rambut palsu, bahkan
apakah seseorang boleh pergi keluar pada hari Sabat dengan gigi palsu atau kaki
palsu, apakah seseorang boleh mengangkat anaknya pada hari Sabat.
Hal-hal ini bagi mereka merupakan inti dari agama. Agama mereka adalah suatu
legalisme yang terdiri dari peraturan-peraturan yang picik / remeh.] - hal
128.
Barclay: “To
write was to work on the Sabbath. But writing has to be defined. So the
definition runs: ‘He who writes two letters of the alphabet with his right or
with his left hand, whether of one kind or of two kinds, if they are written
with different inks or in different languages, is guilty. Even if he should
write two letters from forgetfulness, he is guilty, whether he has written them
with ink or with paint, red chalk, vitriol, or anything which makes a permanent
mark. Also he that writes on two walls that from an angle, or on two tablets of
his account book so that they can be read together is guilty ... But, if anyone
writes with dark fluid, with fruit juice, or in the dust of the road, or in
sand, or in anything which does not make a permanent mark, he is not guilty.
... If he writes one letter on the ground, and one on the wall of the house, or
on two pages of a book, so that they cannot be read together, he is not
guilty.’ That is a typical passage from the Scribal Law; and that is what the
orthodox Jew regarded as true religion and the true service of God.” [= Menulis pada hari Sabat berarti bekerja. Tetapi ‘menulis’ perlu didefinisikan. Dan demikianlah
bunyi definisinya: ‘Ia yang menulis 2 huruf dari
alfabet dengan tangan kanan atau tangan kirinya, apakah dari satu jenis atau 2
jenis, jika huruf-huruf itu ditulis dengan tinta yang berbeda atau dalam bahasa
yang berbeda, bersalah. Bahkan jika ia menulis 2 huruf karena lupa, ia
bersalah, apakah ia telah menulis huruf-huruf itu dengan tinta atau dengan cat,
kapur merah, benda tajam, atau apapun yang membuat tanda permanen. Juga ia yang
menulis pada 2 dinding yang membentuk suatu sudut, atau pada 2 lembaran dari
buku catatan / rekeningnya sehingga huruf-huruf itu bisa dibaca bersama-sama,
ia bersalah ... Tetapi jika seseorang menulis dengan cairan gelap, dengan air
buah, atau di tanah di jalanan, atau pada pasir, atau pada apapun yang tidak
membuat tanda permanen, ia tidak bersalah. ... Jika ia menulis satu huruf di
tanah, dan satu di dinding rumah, atau pada 2 halaman dari suatu buku, sehingga
huruf-huruf itu tidak bisa dibaca bersama-sama, ia tidak bersalah’.
Itulah text yang khas dari hukum dari ahli-ahli Taurat; dan itulah yang
dianggap oleh seorang Yahudi orthodox sebagai agama dan sebagai pelayanan yang
benar kepada Allah.] - hal 129.
Barclay: “To
heal was to work on the Sabbath. Obviously this has to be defined. Healing was
allowed when there was danger to life, and especially in troubles of the ear,
nose and throat; but even then, steps could be taken only to keep the patient
from becoming worse; no steps might be taken to make him get any better. So a
plain bandage might be put on a wound, but no ointment; plain wadding might be
put into a sore ear, but not medicated wadding.” [= Menyembuhkan pada hari Sabat berarti bekerja. Jelas bahwa hal ini
harus didefinisikan. Penyembuhan diijinkan
pada saat ada bahaya terhadap kehidupan, dan khususnya pada waktu ada gangguan
telinga, hidung dan tenggorokan / kerongkongan; tetapi bahkan dalam keadaan
itu, hanya boleh dilakukan langkah-langkah untuk menjaga supaya pasien itu
tidak menjadi lebih parah; tidak boleh dilakukan langkah-langkah yang
membuatnya lebih baik. Jadi, suatu perban biasa boleh diberikan pada suatu
luka, tetapi tidak boleh diberi obat / salep; kapas biasa boleh diberikan pada
telinga yang sakit, tetapi kapas dengan obat tidak boleh.] - hal
129.
Barclay: “The
Scribes were the men who worked out these rules and regulations. The Pharisees,
whose names means The Separated Ones, were the men who had separated themselves
from all the ordinary activities of life to keep all these rules and
regulations. We can see the length to which this went from the following facts.
For many generations this Scribal Law was never written down; it was the oral
law, and it was handed down in the memory of generations Scribes. In the middle
of the third century A. D. a summary of it was made and codified. That summary
is known as the Mishnah; it contains sixty-three tractates on various subjects
of the Law, and in English makes a book of almost eight hundred pages. Later
Jewish scholarship busied itself with making commentaries to explain the
Mishnah. These commentaries are known as the Talmuds. Of the Jerusalem Talmud there
are twelve printed volumes; and of the Babylonian Talmud there are sixty
printed volumes. To the strict orthodox Jew, in the time of Jesus, religion,
serving God, was a matter of keeping thousands of legalistic rules and
regulations; they regarded these petty rules and regulations as literally
matters of life and death and eternal destiny. Clearly Jesus did not mean that
not one of these rules and regulations was to pass away; repeatedly he broke
them himself; and repeatedly he condemned them; that is certainly not what
Jesus meant by the Law, for that is the kind of law that both Jesus and Paul
condemned.” (= Ahli-ahli Taurat adalah
orang-orang yang menyusun peraturan-peraturan ini. Orang-orang
Farisi, yang namanya berarti ‘orang-orang yang terpisah’, adalah
orang-orang yang memisahkan diri mereka sendiri dari semua aktivitas kehidupan
biasa untuk mentaati semua peraturan-peraturan itu. Kita bisa melihat
panjangnya peraturan-peraturan itu dari fakta-fakta yang berikut ini. Selama
beberapa generasi, hukum dari ahli-ahli Taurat ini tidak pernah dituliskan; itu
merupakan hukum lisan, dan diturunkan dalam ingatan dari generasi-generasi
ahli-ahli Taurat. Pada pertengahan abad ketiga Masehi suatu ringkasan
darinya dibuat dan disusun. Ringkasan itu dikenal sebagai Mishnah; itu terdiri dari 63 traktat tentang
bermacam-macam pokok hukum Taurat, dan dalam bahasa Inggris menjadi sebuah buku
yang terdiri dari hampir 800 halaman. Ahli-ahli
theologia Yahudi selanjutnya menyibukkan dirinya sendiri dengan membuat
tafsiran-tafsiran untuk menjelaskan Mishnah. Tafsiran-tafsiran ini dikenal
sebagai Talmud. Talmud Yerusalem terdiri
dari 12 volume; dan Talmud Babilonia terdiri dari 60 volume. Bagi seorang
Yahudi orthodox, pada jaman Yesus, agama dan pelayanan kepada Allah merupakan
persoalan ketaatan terhadap ribuan peraturan-peraturan legalistik; mereka
menganggap peraturan-peraturan remeh / picik ini secara hurufiah sebagai
persoalan hidup atau mati dan tujuan kekal. Jelas
bahwa Yesus tidak memaksudkan bahwa tidak satupun dari peraturan-peraturan ini
yang boleh ditiadakan; berulangkali Ia sendiri melanggar mereka; dan
berulangkali Ia mengecam mereka; jelas bukan itu yang Yesus maksudkan dengan
hukum Taurat, karena itu adalah jenis hukum Taurat yang dikecam oleh Yesus dan
Paulus.) - hal 129-130.
No comments:
Post a Comment